BAB 1 PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan didalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang proses pembinaan terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pidana dan pembinaan narapidana tindakpidana narkotika di Lembaga Permasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat
3. Apa Hambatan dan Upaya yang Dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana ? C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan Latar Belakang serta Perumusan Masalah diatas, tujuan dari penulisan yang ingin dicapai adalah :
13Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hlm 1-3.
1. Mengkaji serta mengetahui pengaturan hukum mengenai proses pembinaan narapidana khususnya narkotikadi Lembaga Pemasyarakatan
2. Mengkaji serta mendeskripsikan pelaksanaan proses pembinaan narapidana khususnya penyalahgunaan narkotika yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat
3. Mengkaji serta mengetahui hambatan yang dihadapi Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat dalam menjalankan proses pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah mencakup manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu :
1. Manfaat secara teoritis, dengan adanya penulisan skripsi ini dapat mengembangkan ilmu hukum pada umumnya dan pada khususnya menambah wawasan yang berkaitan dengan peran Lembaga Pemasyarakatan dalam memberikan pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2. Manfaat Secara Praktis, yaitu :
a. Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat
1. Hasil penulisan diharapkan agar Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat lebih efisien dalam memberikan upaya pembinaan terhadap warga binaan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, sehingga setelah bebas dari Lapas, warga binaan yang dibina dapat bekerja dan diterima di masyarakat
b. Narapidana Penyalahgunaan Narkotika
1. Hasil penulisan diharapkan agar Warga Binaan Lapas Langkat menerima manfaat dari pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, sehingga dikemudian hari warga binaan yang telah selesai menjalani masa pidana nya telah memiliki bekal dan dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakat.
c. Masyarakat
1. Tulisan ini diharapkan agar masyarakat mengetahui bagaimana dan seperti apa Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat sehingga masyarakat percaya bahwa setelah warga binaan keluar dari Lapas warga binaan tersebut dapat berubah dan diterima kembali di lingkungan masyarakat
E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran studi kepustakaan dan pemantauan yang dilakukan, bahwa belum ada bidang dan ruang lingkup yang melakukan penelitian serupa dalam hal “ Pelaksanaan Pidana dan Pembinaan Narapidana Tindak Pidana Narkotika Studi di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat” Ada beberapa skripsi yang membahas tentang narkotika namun permasalahan, metode dan lokasi penelitian yang berbeda serta pembahasan terhadap Undang-undang yang berbeda. Pada skripsi ini Undang-Undang Narkotika yang dibahas adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Beberapa skripsi yang membahas judul yang sama tentang yang berhubungan dengan narkotika dan lembaga pemasyarakatan adalah sebagai berikut ;
1. Nama : Kristina Sitanggang, Nim 100200323, Fakultas Hukum USU, Judul skripsi “Pembinaan Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Kota Langsa” Adapun rumusan masalah skripsi tersebut adalah :
a. Bagaimana pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan Kelas IIB Langsa ?
b. Bagaimana Hambatan dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan Kelas IIB Lansa ?
c. Bagaimana upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Langsa dalam mengatasi hambatan pembinaan narapidana ?
2. Nama : Oloan Siregar, Nim 07020024, Fakultas Hukum USU, Judul skripsi
“Peran Hakim Pengawas dan Pengamat Terhadap Pembinaan Narapidana Narkotika” Adapun rumusan masalah pada skripsi tersebut adalah :
a. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika
b. Bagaimana pelaksanaan peran hakim pengawas dan pengamat terhadap pembinaan narapidana narkotika
c. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan peran hakim pengawas dan pengamat terhadap pembinaan narapidana serta upaya apa yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan peran hakim pengawas dan pengamat terhadap pembinaan narapidan ?
3. Nama : Christovel Tampubolon, Nim 060200323, Fakultas Hukum USU, Judul skripsi “Kedudukan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sebagai Sub Sistem Peradilan Pidana (SPP)” Adapun rumusan masalah skripsi tersebut adalah : a. Bagaimakah peran Lembaga Pemasyarakatan dalam sistem peradilan
pidana
b. Bagaimankah hubungan Lembaga Pemasyarakatan di dalam sistem peradilan pidana?
c. Bagaimanakah hambatan Lembaga Pemasyarakatan dalam mencapai tujuan sistem peradilan pidana ?
Oleh karena itu penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sebab penyusunan skripsi ini menghormati etika penulisan sebagaimana dalam asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka untuk saran-saran dari pihak pembaca yang akan menambah ilmu penulis dan penyempurnaan penelitian dimasa yang akan datang.
F. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat Lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia.Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal PemasyarakatanKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang
statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai Negeri Sipil yang menangani pembinaan Konsepsi pemasyarakatan dinyatakan pertama kali pada tahun 1964 oleh Sahardjo,di saat beliau menerima gelar Doctor Honoris Causa (Pidato Pohon Beringin Pengayoman). Pemasyarakatan berarti kebijaksanaan dalam perlakuan terhadap narapidana yang bersifat mengayomi para narapidana yang
“tersesat jalan” dan memberi bekal hidup bagi narapidana setelah kembali ke dalam masyarakat.Sistem Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan terpidana yang didasarkan atas azas Pancasila dan memandang terpidana sebagai makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat sekaligus. Membina terpidana dikembangkan hidup kejiwaannya, jasmaniahnya, pribadi serta kemasyarakatannya dan, dalam penyelenggaraannya, mengikut sertakan secara langsung dan tidak melepaskan hubungannya dengan masyarakat. Wujud serta cara pembinaan terpidana dalam semua segi kehidupannya dan pembatasan kebebasan bergerak serta pergaulannya dengan masyarakat di luar lembaga disesuaikan dengan kemajuan sikap dan tingkah lakunya serta lama pidananya yang wajib dijalani. Dengan demikian diharapkan terpidana pada waktu lepas dari Lembaga benar-benar telah siap hidup bermasyarakat kembali dengan baik.
Berhasilnya pembinaan terpidana diperlukan perlengkapan-perlengkapan, terutama bermacam-macam bentuk lembaga, yang sesuai dengan tingkatan
pengembangan semua segi kehidupan terpidana dan tenaga-tenaga Pembina yang cukup cakap dan penuh rasa pengabdian.14
Pada tahun 2005, jumlah penghuni Lapas di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang15. Lembaga Pemasyarakatan selain sebagai tempat pemidanaan juga berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para narapidana, dimana melalui program yang dijalankan diharapkan narapidana yang bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang berguna di masyarakat. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan.16
2. Pengertian Tindak Pidana Narkotika
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang -undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
Orang yang melakukan perbuatan pidana akanmempertanggungjawabkan perbuatantersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi
14 Soedjono Dirdjosisworo, Sejarah dan Azas-Azas Penologi (Pemasyarakatan) (Bandung:
Armico,1984),hlm.199-200
15 www.correct.go.id/ind/statistic.html, diakses pada tanggal 3 november pukul 16.30 WIB
16Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia: Membangun Manusia Mandiri (Jakarta:
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2004), hlm. 15-17.
masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukannya.17
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akanmempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)18
Narkotika adalah bahan/zat/obat yang umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial.Napza sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.19
Beberapa jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah sebagai berikut:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (contoh: heroin/putaw, kokain, ganja).
17Andi Hamzah. Hukum Pidana dan Acara Pidana.( Jakarta:Ghalia Indonesia..2001)hlm.17
18 Dharana Lastarya, Narkoba, Perlukah Mengenalnya(Jakarta : Pakarkarya,2006).hlm.15.
19 Erwin Mappaseng, Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh Polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya (Surabaya: Buana Ilmu, 2002),hlm.2.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh, morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh: Kodein).20
Undang-Undang Narkotika diketahui bahwa pelaku tindak pidana narkoba diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengandimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di antaranya sebagai berikut :
Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (Empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) v
dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, ataumenyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5
20Ibid.,hlm. 3.
(lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanadenda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahundan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, ataumenyediakanNarkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)beratnya melibihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidanan dendamaksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I,dipidana denganpidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, ataumenyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5(lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjaraseumurhidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20(dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, tau menyerahkan Narkotika Golongan I,dipidanadengan pidana penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana dendapaling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadiperantara dalam jual beli ,menukar, menyerahkan, atau menerima NarkotikaGolongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanamanberatnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) gram, pelakudipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahundan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah1/3(sepertiga).
Selanjutnya dalam ketentuan pidana Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa :
1) Setiap Penyalahguna :
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjarapaling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi sendiri dipidana dengan pidana penjarapaling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjarapaling lama 1 (satu) tahun.
2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajibmemperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55dan Pasal 103.
3) Dalam hal penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika,Penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasisosial
3. Pengertian Narapidana
Secara bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti darinarapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena telahmelakukan suatu tindak pidana21
Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahawa narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LembagaPemasyarakatan, menurut Pasal 1 ayat (6)Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa narapidana adalahseseorang atau terpidana yang sebagian kemerdekaannya hilang sementara dan sedang menjalani suatu hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.
4. Pengertian Pembinaan
Pembinaan diatur secara khusus dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995. Jika melihat Pasal 6ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur tentang pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS)., selanjutnya dipertegas dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang
21Kamus Besar Bahasa Indonesia.Narapidana .https://kbbi.web.id.Diakses pada 17 Juli 2019 Pukul 20.36 WIB.
menyatakan bahwa pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan.22
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang pola pembinaan narapidana/tahanan, menyatakan pengertian pembinaan adalah pembinaan yang meliputi meliputi.
1. Pelayanan tahanan, pembinaan narapidana dan bimbingan klien. Pelayanan tahanan adalah segala kegiatan yang dilaksanakan dari penerimaan sampai dalam tahap pengeluaran tahanan.
2. Pembinaan narapidana adalah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para narapidana yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rutan
3. Bimbingan klien ialah semua usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para klien Pemasyarakatan diluar tembok.23
Pembinaan adalah kegiatan untuk memelihara agar sumber daya manusia dan organisasi taat asas dan konsisten melakukan rangkaian kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Pembinaan mencakup tiga subfungsi yaitu pengawasan (controling) pengawasan(supervising), dan pemantauan (monitoring).
Pengawasan pada umumnya dilakukan terhadap lembaga penyelenggara program,
22 Lihat Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
23Keputusan Menteri Kehakiman Nomor:M.02-PK.04.10,Tentang Pola Pembinaan Narapidana / Tahanan, http://www.DepartemenHukum dan Ham.co.id Diakses pada tanggal 17 Juli 2019 pada pukul 21.00.
penyeliaan dilakukan terhadap pelaksana kegiatan, dan pemantauan proses pelaksana kegiatan.24
Pembinaan bertujuan untuk memelihara dengan cara pembimbingan, pengarahan serta pendampingan terhadap objek sehingga tercapai yang diinginkan.Pembinaan meletakkan konsistensi pada setiap kegiatan yang dilakukan, hal itulah yang menjadi fungsi dari pembinaan.
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya dan diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan.25
Metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini meliputi:
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian deskriptif (Deskriptif research) yaitu penelitian yang bersifat menemukan fakta-fakta seadanya (fict finding)26 yaitu untuk menelaah proses pembinaan narapidana khususnya
24Djudju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.9.
25Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 38.
26Winarno Surakhmad, Dasar dan Teknik Research (Bandung : Tarsito, 1978), hlm .132.
penyalahgunaan narkotika yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat.
Langkah-langkah penelitian deskriptif tersebut perlu diterapkan pendekatan masalah sehingga masalah yang akan dikaji menjadi lebih jelas. Pendekatan masalah yang akan dikaji penulis dilakukan melalui cara Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris.
a. Pendekatan Yuridis Normatif adalah membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum27 yang dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap perundang-undangan dalam kerangka hukum nasional Indonesia sendiri. Penelitian tersebut difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai pengaturan proses pembinaan narapidana penyalahgunaan narkotika di lembaga pemasyarakatan dengan melakukan penelitian kepustakaan. Oleh karena penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang berhubungan dengan Lembaga Pemasyarakatan dalam pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika.
b. Pendekatan Empiris adalah penelitian yang diperoleh langsung dari masyarakat atau meneliti data primer28. Pendekatan ini dilakukan dengan
27H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Sinar Grafika,2009), hlm 24.
28Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT.Raja Grapindo Persada, 1995), hlm.12-13.
cara berhadapan dengan warga masyarakat yang menjadi objek penelitian untuk mengetahui efektivitas hukum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan studi lapangan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat dan objek penelitian ini pada Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, dengan pertimbangan bahwa lembaga ini memenuhi kriteria untuk mendapatkan gambaran tentang pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika berdasarkan aturan Undang-undang No.12 Tahun 1995 Tentang Lembaga Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang masih berada dalam lingkungan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Sumatera Utara yang berkenaan dengan bidang penegakan hukum sub bidang pemasyarakatan atau sesuai dengan Pasal 5 Huruf b dan c Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 2004 Tentang Kedudukan, Fungsi, dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
3. Sumber Data
Berdasarkan sudut pandang penelitian hukum, peneliti pada umumnya mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara dan/atau survey dilapangan
yang berkaitan dengan perilaku masyarakat, data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka. 29
Berkaitan dengan data primer yang dimaksud diatas, dalam hal ini dilakukan dengan mengadakan wawancara kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat, Narapidana, dan Pegawai Lembaga Pemasyarakatan.
Data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat khusunya Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan HAM dan lain-lain. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, misalnya : buku-buku tentang hukum, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari pakar hukum, artikel, surat kabar, dan media massa lainnya, serta berbagai berita yang diperoleh dari internet. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberi petunjuk penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yakni kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.
29H.Zainuddin Ali, Op.Cit.hlm 23.
4. Metode Pengumpulan Data
Ada 2 (dua) alat pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu:
a. Studi kepustakaan (Library Research)
1) Bahan hukum primer, yakni dengan mempelajari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, baik peraturan yang ada didalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Landasan yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah UU No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan Peraturan-peraturan yang lain yang berkaitan dengan narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan, buku-buku,situs internet.
2) Bahan hukum sekunder yakni bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti bahan kepustakaan yang berupa buku-buku, majalah, hasil penelitian, dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian.
3) Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa Inggris, artikel-artikel atau laporan dari media massa seperti surat kabar, jurnal hukum, majalah dan lain sebagainya.
b. Studi Lapangan (Field Research)
1) Wawancara, yakni tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumberdan pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian.Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui tentang Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang dilakukan kepada para pihak,
1) Wawancara, yakni tanya jawab antara dua pihak yaitu pewawancara dan narasumber dimana pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumberdan pertanyaan itu dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian.Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak yang mengetahui tentang Pembinaan Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas III Langkat yang dilakukan kepada para pihak,