• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3 METODE PENELITIAN

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Tahap 1. Penentuan rasio mol katalis dan suhu proses butanolisis

Tahapan ini adalah tahap butanolisis dengan penambahan butanol dengan rasio mol 8,5:1 mol pati dan H2O dengan rasio mol 8:1 mol pati. Proses butanolisis berlangsung selama 30 menit dengan tekanan 6-8 kg/cm2 dan kecepatan pengadukan 200 rpm (Wuest et al. 1992). Gambar 7 menunjukkan diagram alir dari proses butanolisi pada tahap pertama. Untuk meningkatkan efisiensi proses ditambahkan p-toluena sulfonic acid (PTSA) yang berfungsi sebagai katalis dan memberikan suasana asam. Suhu yang tinggi juga diperlukan selama proses butanolisis. Pada tahap ini akan dikaji perbandingan rasio mol katalis: pati dan suhu yang berbeda. Rancangan percobaan pada tahap pertama menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor yaitu rasio mol katalis dan suhu reaksi:

Rasio mol katalis terdiri dari 3 taraf yaitu: A1 = 0,018 mol/mol pati

A2 = 0,027 mol/mol pati A3 = 0,036 mol/mol pati

Suhu reaksi terdiri dari 2 taraf yaitu: B1 = 140 OC

B2 = 150 OC

Percobaan dilakukan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Anova, untuk mengetahui perbedaan pengaruh faktor yang dicobakan, maka dilakukan uji Jarak Berganda menurut Duncan pada taraf nyata 5%. Model matematika dalam percobaan ini sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ ɛijk

Keterangan:

Yijk = Variabel respon/hasil pengamatan

µ = Pengaruh rata-rata sebenarnya (rata-rata umum)

Ai = Pengaruh faktor A (rasio mol katalis) taraf ke-i (i=1,2,3) Bj = Pengaruh faktor B (suhu reaksi) tarf ke-j (j=1,2)

(AB)ij = Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

ɛijk = Pengaruh galat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan ulangan ke-k (k=1,2)

Hasil dari butanolisis kemudian dianalisis residu gula pereduksi, residu total gula, dan kecerahan. Prosedur analisa disajikan pada Lampiran 1. Hasil rasio mol katalis dan perlakuan suhu terbaik kemudian akan digunakan pada proses sintesis pada tahap selanjutnya.

AIR (8 mol) n-Butanol (8,5 mol) Tapioka (1 mol) BUTANOLISIS P : 6-8 Kg/cm2 T : 140 OC dan 150 OC t : 30 menit 200 RPM Katalis (0,018; 0,027; 0,036 mol)

Butil glikosida, residu gula, air, dan butanol

ANALISA

Kejernihan, gula reduksi, dan total gula

3.4.2 Tahap 2. Tahap produksi APG (proses sintesis dan proses pemurnian)

3.4.2.1 Proses Sintesis APG (proses butanolisi dan proses transasetalisasi)

Hasil rasio mol katalis dan suhu terbaik pada proses butanolisis yang dilakukan di tahap pertama kemudian akan digunakan pada proses sintesis APG. Pada proses butanolisis ditambahkan butanol dengan rasio mol 8,5 : 1 mol pati dan H2O dengan rasio mol 8 : 1 mol pati. Lama reaksi butanolisis yaitu 30 menit pada tekanan 6-8 kg/cm2 dan kecepatan pengadukan 200 rpm. Pada proses transasetalisasi ditambahkan alkohol lemak C12 dengan perbandingan rasio mol alkohol lemak : pati yaitu 5 : 1. Suhu reaksi 115 OC – 120 OC selama 2 jam, dalam keadaan vakum (-15 cmHg) dan kecepatan pengadukan 200 rpm (Merupakan modifikasi metode Wuest et al. (1992)). Hasil dari tahap ini akan dihitung jumlah gula yang tidak bereaksi sebagai total gula pereduksi. Prosedur analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.2.2 Proses pemurnian APG (penyaringan, netralisasi, distilasi dan bleaching)

Proses pemurnian terdiri dari tahap penyaringan untuk memisahkan polidesktrosa, netralisasi untuk menghentikan proses transasetaslisasi, distilasi untuk memisahkan alkohol lemak yang tidak ikut bereaksi, dan pemucatan untuk meningkatkan warna APG.

Setelah proses transasetalisasi dilakukan penyaringan untuk memisahkan endapan polidekstrosa yang terbentuk. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain saring setelah larutan mencapai suhu 80 OC. Kemudian dilakukan proses netralisasi pada suhu 80 OC dengan menggunakan NaOH hingga mencapai pH 9 (Wuest et al. 1992). Setelah dinetralisasi kemudian dilakukan penambahan arang aktif yang berfungsi sebagai adsorben dari warna gelap. Pada penambahan arang aktif dilakukan pengadukan selama 1 jam pada suhu 30 OC. Kemudian larutan disentrifugasi 3000 rpm selama 30 menit dan disaring vakum untuk memisahkan arang aktif (Lueders 1991). Dilakukan juga penambahan NaBH4 untuk mengubah sisa glukosa menjadi sorbitol. Kemudian dilanjutkan ke tahap distilasi untuk menghilangkan alkohol lemak yang tidak bereaksi pada suhu 140-160 OC. Hasil yang diperoleh yang berupa APG kasar kemudian dilarutkan dengan menggunakan air dengan konsentrasi 50%, kemudian dipucatkan dengan

menggunakan H2O2 dengan konsentrasi 35% sebanyak 2% (b/b) dari berat larutan dan penambahan magnesium oksida 500 ppm pada suhu 70 OC selama 1 jam (McCurry et al. 1994). Gambar 8 menunjukkan diagram alir tahap produksi APG.

Tahap pemurnian mengkaji pengaruh penambahan arang aktif dan NaBH4

setelah proses netralisasi. Rancangan percobaan pada tahapan pemurnian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor yaitu konsentrasi arang aktif dan konsentrasi NaBH4 :

Konsentrasi arang aktif terdiri dari 3 taraf yaitu : A1 = 0%

A1 = 5% A2 = 10%

Konsentrasi NaBH4 terdiri dari 4 taraf yaitu : B1 = 0%

B2 = 0,1% B3 = 0,2% B4 = 0,3%

Percobaan dilakukan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Anova, untuk mengetahui perbedaan pengaruh faktor yang dicobakan, maka dilakukan uji Jarak Berganda menurut Duncan pada taraf nyata 5%. Model matematika dalam percobaan ini sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ ɛijk

Keterangan :

Yijk = Variabel respon/hasil pengamatan

µ = Pengaruh rata-rata sebenarnya (rata-rata umum)

Ai = Pengaruh faktor A (konsentarsi arang aktif) taraf ke-i (i=1,2,3) Bj = Pengaruh faktor B (konsentrasi NaBH4) taraf ke-j (j=1,2,3,4) (AB)ij = Pengaruh interaksi antara faktor T taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

ɛijk = Pengaruh galat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan ulangan ke-k (k=1,2)

Hasil dari proses tahapan produksi APG kemudian dianalisa rendemen dan kejernihan produk yang dihasilkan. Prosedur analisa disajikan pada Lampiran 1.

Tiap sampel kemudian dianalisa tegangan permukaan, tegangan antar muka, kestabilan emulsi, kestabilan busa, gugus fungsi dan HLB. kemudian hasil terbaiknya dibandingkan dengan APG komersial. Prosedur karakterisasi produk disajikan pada Lampiran 1. Nilai karakterisasi kemudian dibandingkan dengan APG komersial. AIR (8 mol) n-Butanol (8,5 mol) Tapioka (1 mol) BUTANOLISIS P : 6-8 Kg/cm2

T : Suhu terbaik dari tahap 1 t : 30 menit

200 RPM Katalis

Terbaik dari tahap 1

Butil glicoside, residu gula, air, dan butanol Fatty Alcohol C12

5 mol/1 mol pati

TRANSASETALISASI P : -15 cmHg T : 115-120 OC t : 120 menit 200 RPM Katalis (50% dari mol butanolisis) NETRALISASI setelah pendinginan hingga suhu 80OC (30 menit) pada tekanan 1 ATM hingga

mencapai pH 9 DISTILASI P : -76 cmHg T : 140 – 160 OC APG KASAR fatty alcohol BLEACHING P : 1-2 Bar, T : 70OC, t : 30 menit NaOH 50% H2O2 2% Dan MgO (500 ppm) APG MURNI Butanol, air Air (50% b/b) T : 70O C ANALISA

Kejernihan, tegangan antar muka, tegangan permukaan, kestabilan emulsi, rendemen, Gugus fungsi

(FTIR), HLB Penambahan arang aktif

0%; 5%; 10%

Sentrifugasi 3000 rpm selama 30

menit dan penyaringan vakum Arang Aktif

Penambahan NaBH4 0%; 0,1%; 0,2%; 0,3% Penyaringan T : 80 OC Endapan Polidekstrosa

Dokumen terkait