• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya proses pengolahan data hasil penelitian dilakukan di Balai Pengololahan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan Barumun, Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara dan yang dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2008.

Bahan dan Alat

Bahan

Adapun bahan yang dipergunakan antara lain :

1. Peta digital penunjukan kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 44 / Menhut – II / 2005, tentang penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sumatera Utara

2. Citra satelit (Landsat TM) Kabupaten Labuhan Batu, tahun 2007 3. Peta digital DAS Sumatera Utara

4. Peta digital administrasi Kabupaten Labuhan Batu 5. Peta digital kemiringan lahan Kabupaten Labuhan Batu 6. Peta digital bahaya erosi

7. Peta Vegetasi Permanen 8. Data Curah Hujan

Alat

Alat yang akan dipergunakan antara lain Perangkat Komputer bersama dengan perangkat lunaknya (software) ArcView , dan Printer untuk mencetak peta. Alat lainya yang digunakan dilapangan antara lain GPS (Global Posisition System) , kamera digital, kalkulator dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data Primer

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis data spasial digital berupa data yang berbentuk peta digital. Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan.

Selain data mengenai kondisi penutupan lahan ini, dalam kegiatan ground check/peninjauan lapangan ini juga didapatkan informasi lain mengnenai bagaimana tingkat bahaya erosi di lapangan, seperti ada tidaknya kenampakan erosi aktual seperti erosi lembar (sheet erosion), erosi parit (rill erosion), erosi lembah (gully erosion), rayapan tanah (soil creep), bahkan tanah longsor (land slide). Disamping itu juga untuk mengetahui tingkat manajemen/usaha pengolahan lahan dan teknologi konservasi tanahnya.

Pengolahan Citra

Citra landsat yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Labuhan Batu yang dipergunakan adalah citra Landsat true colour,yaitu hasil kombinasi dari band 542 yaitu band merah (red), hijau (green), dan biru (blue). Selanjutnya Citra Landsat yang berupa raster, diinterpretasi untuk mengetahui prosentase penutupan lahan pada lokasi penelitian. Dalam intepretasi dilakukan secara on screen yaitu penampakan langsung dari layar komputer dan dilakukan pemilihan terhadap unsur interpretasi yaitu; rona,warna,tekstur dan pola.

Pengumpulan Data Sekunder

Proses pengumpulan data sekunder parameter lahan kritis ini dilakukan dengan cara studi pustaka yaitu mencari berbagai informasi dari literatur, peraturan-peraturan pemerintah, dan lain-lain. Kajian literatur ini perlu dilakukan karena kenyataannya keberadaan lahan kritis tidak hanya terkait dengan aspek biofisik, namun juga berkaitan dengan aspek legal, seperti status kawasan hutan, dan lain-lain. Studi pustaka ini juga penting dilakukan agar kegiatan penyusunan lahan kritis ini tetap mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dari disiplin ilmu yang relevan dengan kajian lahan kritis ini seperti ilmu tanah, geomorfologi, geologi, dan lain-lain. Dalam pengumpulan data sekunder ini, juga dikumpulkan peta topografi dan peta-pata tematik yang merupakan masukan dalam analisis keruangan lahan kritis.

Input Data Spasial ( Parameter Dalam Analisis Lahan Kritis )

Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen Reboisasi Dan Rehabilitasi Lahan (RRL) No. 041 / Kpts / V / 1998 meliputi :

• Kondisi vegetasi permanen • Kemiringn lereng

• Tingkat bahaya erosi , dan

• Kondisi pengelolaan (manajemen).

Penyusunan data spasial ini dapat dilakukan Bilah ke empat unsur diatas telah lengkap dan disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing – masing parameter harus di buat dengan standar tertentu guna mempermudah dalam proses analisis spasial untuk menentukan lahan kritis. Standar data spasial untuk masing –masing parameter meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem koordinat yang digunakan serta kesamaan atributnya.

Data Spasial Vegetasi Permanen

Informasi mengenai vegetasi permanen diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah. Dalam penentuan tingkat kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50 %, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian dengan bobot (skor x 50).

Menurut SK Dirjen RRL No. 041/ KPTS / 1998, pengkelasan untuk menentukan kelas liputan lahan ditentukan berdasarkan nilai Indeks penutupan Vegetasi (C) dan Indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah (P) dapat digabung menjadi faktor Crops Practice (Cp) masing–masing penggunaan

lahan. Akan tetapi klasifikasi vegetasi permanen dan skor untuk masing–masing kelas dilakukan dengan membuat range/jarak untuk nilai Cp tertinggi sampai terendah yang terdapat di areal penelitian, pengkelasan tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Klasifikasi Vegetasi Permanen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 50 %

Kelas Kriteria CP Skor Skor X Bobot

Sangat Baik 0,01-0028 5 250 Baik 0,028-0,046 4 200

Sedang 0,046-0,064 3 150

Buruk 0,064-0,082 2 100

Sangat Buruk 0,082-0,1 1 50 Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Data Spasial Kemiringan Lahan

Kemiringan lereng merupakan perbandingan antara perbedaan tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupa bumi. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan dengan manual maupun dengan bantuan komputer.

Tabel 2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %.

Kelas Kriteria Kemiringan Lereng (%) Skor Skor X Bobot Datar < 8 5 50 Landai 8-15 4 40 Agak Curam 16-25 3 30 Curam 26-40 2 20 Sangat Curam >40 1 10

Data Spasial Tingkat Erosi

Data spasial tingkat erosi diperoleh dari data spasial sistem lahan (land system). Berdasarkan SK Dirjen RRL No 041/Kpts/V/1998 Klasifikasi Tingkat Erosi dan skor untuk masing-masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %.

Kelas Kriteria Tingkat Erosi Skor Skor X Bobot

Ringan Tanah dalam :

25% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur pada jarak 20-50 m 5 50 Tanah dangkal :

< 25% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur pada jarak >50 m

Sedang Tanah dalam : 4 40

25-75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur pada jarak kurang dari 20 m

Tanah dangkal :

25-75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi lur pada jarak 20-50 m

Berat Tanah dalam : 3 30

Lebih dari 75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi parit pada jarak 20-50 m

Tanah dangkal :

50-75% lapisan tanah atas hilang .

Sangat Tanah dalam : 2 20

Berat Semua lapisan tanah atas hilang >25% lapisan bawah dan/atau erosi parit dengan

kedalaman sedang pada jarak kurang dari 20 m Tanah dangkal :

>75% lapisan tanah atas telah hilang, sebagian lapisan tanah bawah telah tererosi.

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Data Spasial Kriteria Manajemen

Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai kekritisan lahan di kawasan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan hutan,pengamanan dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.

Data tersebut diperoleh melalui checking lapangan dengan sistem sampling. Data hasil survey tersebut diolah untuk dijadikan sebagai updating data yang sudah ada. Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga merupakan data atribut. Seperti halnya dengan kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mangenai aspek manajemen.

Untuk kondisi manajemen diluar kawasan hutan lindung, penilaian dilakukan secara kualitatif selama cek lapangan. Dari hasil pengamatan dilapangan, secara umum praktek konservasi tanah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan konservasi tanah.

Tabel 4. Klasifikasi Manejemen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Bobot Skor 30 %

Kelas Kriteria Skor Skor X Bobot

Baik Lengkap *) 5 150 Sedang Tidak Lengkap 3 90 Buruk Tidak Ada 1 30 Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998 *) : Tata batas kawasan ada

Pengamanan pengawasan ada

Penyuluhan dilaksanakan

Analisis Spasial

Secara teknis, proses analisis spasial untuk penentuan lahan kritis dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) sofware GIS dapat dilakukan dengan bantuan ekstensi Geoprocessing . Uraian secara tahapan tersebut adalah sebagai berikut : Tumpang susun (overlay) data Spasial. Dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) sofware GIS dapat dilakukan overlay. Sofwarare tambahan (extension ) Geoprocessing yang terintegrasi dalam sofwarare GIS sangat berperan dalam proses ini. Didalam

extension terdapat beberapa asilitas overlay dan fasilitas lainya seperti : unin,dissolve,merger,intersect,clip,assign.

Keempat data spasial dilakukan dengan cara oveylay (tumpang susun) dengan bantuan Sofware SIG (Sistem Informasi Geografis). Berikut gambaran teknik memilih untuk teknik overlay (tumpang susun) yang terdapat dalam exteinsion software SIG.

Gambar 1. Kotak Dialog untuk Memilih Teknik Overlay

Proses overlay ini dilakukan dengan secara bertahap dengan urutan mulai dari overlay theme vegetasi dengan kelas kemiringan lereng kemudian hasil overlay tersebut di overlay kan lagi dengan theme erosi. Proses ini dilakukan untuk themetheme berikutnya dengan cara yang sama.

Gambar 2. Kriteria dan prosedur penetapan Lahan Kritis Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Setelah dilakukan proses overlay dilakukan terhadap variabel peubah yang mempengaruhi tingkat kekritisan lahan, maka dapat dirumuskan fungsi untuk penentuan kekritisan lahan adalah sebagai berikut :

Rumus fungsi untuk penentuan kekritisan lahan kritis dikawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan :

LK = [ a (50) + b (10) + c (10) + d (30) ] Dimana ;

a = Faktor penutupan lahan / vegetasi b = Faktor kemiringan lahan

c = Faktor bahaya erosi d = Faktor Manajemen

50, 10, 10, 30 = merupakan konstanta dari nilai skorsing

Dari hasil perhitungan maka akan didapat tingkat kekritisan lahan dan disesuaikan tingkatannya berdasarkan tabel berikut.

Tabel 5. Tingkat Keritisan Lahan Pada Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan

Tingkat Kekritisan Lahan Total Skor

Sangat Kritis 110 – 200

Kritis 201 – 275

Agak Kritis 276 – 350

Potensial Kritis 351 – 425

Tidak Kritis 426 – 500

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Hasil akhirnya akan didapatkan luasan lahan kritis dan tingkat kekritisan lahan, yang kemudiaan akan analisa kembali tingkat kekritisan lahan tersebut untuk menentukan kegiatan rehabilitasi atau restorasi yang sesuai untuk areal tersebut .

Gambar 3. Bagan Alur Proses Penentuan Lahan Kritis di Kawasan DAS Bilah, Kabupaten Labuhan Batu

Pengumpulan Data Primer Intrepetasi Citra Pengumpulan Data Sekunder Data Spasial Kemiringan Lahan Data Spasial Tingkat Erosi Data Spasial Kriteria Manajemen Data Spasial Vegetasi Permanen Overlay Kelompok sebaran Lahan Kritis di kawasan DAS Kualuh Analisis

Data luas lahan kritis kawasan DAS

Peta lahan krtitis kawasan DAS

Ground Check

Data luas lahan Kritis Kawasan

DAS

Peta lahan Kritis Kawasan DAS Peta Vegetasi Permanen Peta Kemiringan Lahan Peta Tingkat Erosi Peta Kriteria Manajemen

Dokumen terkait