• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai Bilah Di Kabupaten Labuhan Batu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai Bilah Di Kabupaten Labuhan Batu"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena bermanfaat sebesar–besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Manfaat itu dibedakan menjadi dua yaitu (1) langsung dan (2) tidak langsung. Manfaat langsung, adalah manfaat yang dapat dirasakan/dinikmati secara langsung oleh masyarakat sebagai pengguna huta yaitu masyarakat yang dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil hutan. Manfaat tidak langsung, adalah manfaat yang tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri. Adapun manfaat hutan yang secara tidak langsung antara lain ; mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, penyedia oksigen, dan beraneka manfaat lainnya (Salim, 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan SK 44/Menhut-II/2005

bahwasanya provinsi Sumatera Utara memiliki wilayah hutan seluas ± 3.742.120 Ha. Dimana dengan rincian pembagian kawasan hutan dan luas

(2)

hektar di antaranya harus segera direhabilitasi karena rawan memicu berbagai bencana (Dephut, 2005).

Berdasarkan kondisi kerusakan yang demikian luas, maka dibutuhkan suatu penentuan sebaran dan tingkat kekritisan lahan, yang dalam hal ini dilakukan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah, Kabupaten Labuhan Batu. Mengingat kawasan DAS merupakan salah satu kawasan lindung kawasan yang memiliki beragam fungsi antara lain:penyedia air bagi makhluk hidup, pengatur siklus hidrologi, dan lain-lain.

Penentuan sebaran lahan kritis dan tingkat kekrtitisan lahan ini akan dilakukan dengan pemetaan. Pemetaan yang dilakukan disini mengunakan Sistem Informasi Geografis (SIG), karena menyediakan informasi dan data yang lebih akurat untuk dianalisa yang dapat digunakan untuk pengamBilahn keputusan dan pengelolaan sumber daya hutan dan lingkungan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi luasan lahan kritis dan tingkat kekritisan lahan kawasan DAS Bilahh, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

(3)

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI BILAH

DI KABUPATEN LABUHAN BATU

SKRIPSI

Oleh:

JANNATUL LAILA DALIMUNTHE 041202001/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

ABSTRAK

Degradasi hutan di Indonesia menjadikan lahan kritis semakin meluas. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan yang tidak tepat, penebangan liar, dan perambahan. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi luasan dan tingkat kekritisan lahan Daerah Airan Sungai Bilah yang berada di Kabupaten Labuhan Batu dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2008, dimana pengelolaan data dan analisis data spasial dilakukan di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan – Barumun Pematangsiantar.

Dari hasil penelitian diketahui bahwasanya untuk kawasan Daerah Aliran Sungai Bilah di Kabupaten Labuhan Batu didominasi pada tingkat kekritisan potensial kritis yakni 12.315,225 Ha (65,4%). Sementara itu luas lahan kritis yakni 2.564,585 Ha (13,63%) dan luas lahan sangat kritis yakni 2.390,269 Ha (12,7%).

(5)

ABSTRACT

Indonesiaan forest decrease to be degraded land spaciously. It was effected by mamanagement, illegal logging,and shifting cultivation. The activated of Forest and Land Rehabilitation is one f mways for exceedthis problem. Besides of that identification of destroy land veri important indication to know rehabilitation activated.

The purpose of research for identification the width the critis level of wathershed in Labuhan Batu with using The Geografik Information System technologi. The research is taken in Agustus until October, which the out-put data done and special analytic data in Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BAPDAS) Asahan – Barumun Pematangsiantar.

The result of research we know for watershed Bilah In Kabupen Labuhan Batu that dominatition by critids level of potential critis is that about 12.315,225 Ha (65,64 %). Beside that total f critis area of critis that area about 2.564,585 Ha (13,63%) and veri critis that area about 2.390,269 Ha (12,7%).

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai Bilah Di Kabupaten Labuhan Batu

Nama : Jannatul Laila Dalimunthe

NIM : 041202001

Program Studi : Budidaya Hutan Departemen : Kehutanan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr.Delvian,S.P,M.P) (Ir.Rosihan Noor,Dipl.F) NIP. 132 299 348 NIP. 710 018 572

Mengetahui ,

Ketua Departemen Kehutanan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmad dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penentuan Tingkat Keritisan Lahan Daerah Aliran Sungai Bilah Kabupaten Labuhan Batu”.

Selesainya skripsi ini penulis tidak lupa mengucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap kiranya skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Medan, Desember 2008

(8)

DAFTAR ISI

Defenisi Daerah Aliran Sungai……….…..3

Komponen Ekosistem Daerah Aliran Sungai………..…4

Faktor Penyebab Kerusakan Lahan……….…....4

Penetapan Lahan Kritis……….….…..5

Rehabilitasi Hutan Dan Lahan……….………....8

Sistem Informasi Geografis……….….…...9

Memperoleh Data Sistem Informasi Geografis……….……….…….10

Mengolah Data Sistem Informasi Geografis……….……….10

METODE PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian………..11

Bahan dan Alat ………...11

Prosedur Penelitian………..12

Pengumpulan Data Primer………..12

Pengolahan Citra……….13

Pengumpulan Data Sekunder………..12

Input Data Spasial (Parameter Dalam Analisis Lahan Kritis)…12 Data Spasial Vegetasi Permanen……….13

Data Spasial Kemiringan Lahan………..14

Data Spasial Tingkat Erosi………..15

Data Spasial Kriteria Manajemen………16

KONDISI UMUM

(9)

Input Data Spasial………..28

Data Spasial Vegetasi Permanen………..29

Data Spasial Kemiringan Lereng………..32

Data Spasial Tingkat Erosi………...35

Kriteria Manajemen………..38

Tingkat Kekritisan Lahan……….……….38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………..44

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi Vegetasi Permanen dan Skoringnya Untuk

Penentuan Lahan Kritis Dengan Bobot50 % ...15

2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %...16

3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penetuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %...17

4. Klasifikasi Manajemen dan skoringnya Untuk Penentuan lahan Kritis Dengan Bobot Skor 30 %...18

5. Tingkat Keritisan Lahan pada Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan...21

6. Jenis Vegetasi Permanen di DAS Bila………29

7. Pengkelasan Nilai Cp dalam Penggunaan Lahan………30

8. Klasifikasi Vegetasi Pemanen………….. …….……….27

9. Klasifikasi Kemiringan Lereng………...34

10. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi………37

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Dialog untuk Memilih Teknik Overlay...19 2. Kriteria dan Prosedur Penetapan Lahan Kritis

Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan...20 3. Bagan Alur Proses Penetapan Lahan Kritis Di Kawasan

DAS Kualuh, Kabupaten Labuhan Batu...22 4. Peta Sebaran DAS dan Sub DAS

Kawasan Provinsi Sumatera Utara ...25 5. Peta Lokasi Penelitian...26 6. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Labuhan Batu...29

6. Peta Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu………...26 7. Peta Vegetasi Permanen

Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu……….…..30 8. Peta Klasifikasi Vegatasi Permanen

Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu……….…..31 9. Peta Kelas Kelerengan

Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu………..….33 10. Peta Tingkat Bahaya Erosi

Kawasan DAS Bila Kabupaten Labuhan Batu……….….36 11. Peta Tingkat Kekritisan Lahan

(12)

ABSTRAK

Degradasi hutan di Indonesia menjadikan lahan kritis semakin meluas. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan yang tidak tepat, penebangan liar, dan perambahan. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi luasan dan tingkat kekritisan lahan Daerah Airan Sungai Bilah yang berada di Kabupaten Labuhan Batu dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2008, dimana pengelolaan data dan analisis data spasial dilakukan di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan – Barumun Pematangsiantar.

Dari hasil penelitian diketahui bahwasanya untuk kawasan Daerah Aliran Sungai Bilah di Kabupaten Labuhan Batu didominasi pada tingkat kekritisan potensial kritis yakni 12.315,225 Ha (65,4%). Sementara itu luas lahan kritis yakni 2.564,585 Ha (13,63%) dan luas lahan sangat kritis yakni 2.390,269 Ha (12,7%).

(13)

ABSTRACT

Indonesiaan forest decrease to be degraded land spaciously. It was effected by mamanagement, illegal logging,and shifting cultivation. The activated of Forest and Land Rehabilitation is one f mways for exceedthis problem. Besides of that identification of destroy land veri important indication to know rehabilitation activated.

The purpose of research for identification the width the critis level of wathershed in Labuhan Batu with using The Geografik Information System technologi. The research is taken in Agustus until October, which the out-put data done and special analytic data in Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BAPDAS) Asahan – Barumun Pematangsiantar.

The result of research we know for watershed Bilah In Kabupen Labuhan Batu that dominatition by critids level of potential critis is that about 12.315,225 Ha (65,64 %). Beside that total f critis area of critis that area about 2.564,585 Ha (13,63%) and veri critis that area about 2.390,269 Ha (12,7%).

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Defenisi Lahan Kritis

Defenisi lahan kritis atau tanah kritis , adalah :

a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun sebagai pelindung alam lingkungan,

b. Lahan yang tidak sesuai antara kemampuan tanah dan penggunaannya, akibat kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis sehingga membahayakan fungsi hidrologis, sosial–ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi pemukiman. Hal ini dapat menimbulkan erosi dan longsor di daerah hulu serta terjadi sedimentasi dan banjir di daerah hilir

( Zain, 1998).

Defenisi Daerah Aliran Sungai

(15)

Komponen Ekosistem Daerah Aliran Sungai

Komponen ekosistem DAS bagian hulu umumnya dapat dipandang sebagai suatu eksistem pedesaan. Ekosistem ini terdiri atas empat komponen utama yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Komponen yang menyusun DAS berbeda tergantung pada keadaan daerah setempat. Misalnya adanya komponen lain seperti perkebunan, sementara di daerah pantai dijumpai adanya komponen lingkungan hutan bakau (Asdak, 1995).

Faktor Penyebab Karusakan Lahan

Pada mulanya lahan-lahan di tanah air umumnya merupakan hutan tropika yang subur dan lebat. Hutan yang subur itu dapat kita jumpai di mana – mana mulai dari daerah pesisir hingga areal pegunungan. Selain sebagai sumber diperolehnya hasil hutan yang beraneka ragam jenisnya, hutan merupakan habitat kehidupan baik tumbuhan maupun binatang yang beranekaragam. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan mereka akan barang pangan, sandang, dan papan (Rahim, 2003).

(16)

tekanan/kebutuhan penduduk terhadap lahan, akibat pertambahan penduduk yang cepat. Faktor penyebab lahan kritis :

- Perambahan hutan

- Penebangan liar (illegal logging) - Kebakaran hutan

- Pemanfaatan sumberdaya hutan yang tidak berazaskan kelestarian - Penataan zonasi kawasan belum berjalan

- Pola pengelolaan lahan tidak konservatif - Pengalihan status lahan (berbagai kepentingan) - Dll.

Dengan demikian, akibat yang dari lahan kritis antara lain:

- Daya resap tanah terhadap air menurun sehingga kandungan air tanah berkurang yang mengakibatkan kekeringan pada waktu musim kemarau

- Terjadinya arus permukaan tanah pada waktu musim hujan yang mengakibatkan bahaya banjir dan longsor

- Menurunnya kesuburan tanah, dan daya dukung lahan serta keanekaragaman hayati (Basamalah, 2005).

Penetapan Lahan Kritis

(17)

dan penghijauan, yaitu fungsi kawasan hutan lindung, fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan dan fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian.

Penilaian kekritisan lahan tergantung pada fungsi lahan yaitu sebagai berikut:

a. Fungsi Kawasan Hutan Lindung

Kawasan Hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan pada kawasan disekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air,pencegahan banjir dan erosi serta pemelihara kesuburan tanah. Pada fungsi kawasan lindung, kekritisan lahan dinilai berdasarkan keadaan penutupan lahan/penutupan tajuk pohon (bobot 50%), kelerengan lahan (bobot 20%), tingkat erosi (bobot 20%) dan manajemen/usaha pengamanan lahan (bobot 10%).

b. Fungsi Kawasan Budidaya Untuk Usaha Pertanian

(18)

c. Fungsi Kawasan Lindung Di luar Kawasan Hutan

Kawasan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan yang memiliki fungsi sebagai zona pelindung daerah sekitarnya yang lebih khusus. Seperti sempadan sungai berfungsi untuk melindungi kawasan sepanjang kiri kanan sungai untuk mempertahankan fungsi sungai Pada fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan, kekritisan lahan dinilai berdasarkan vegetasi permanen yaitu prosentase penutupan tajuk pohon (bobot 50%), kelerengan Lahan (bobot 10%), tingkat Erosi (bobot 10%) dan manajemen (bobot 30%) ( Dephut, 2002).

Rumus fungsi untuk penentuan kekritisan lahan kritis di kawasan lindung di luar kawasan hutan :

LK : [ a (50) + b (10) + c (10)+d (30) ]

Dimana ;

a = Faktor penutupan lahan / vegetasi b = Faktor kemiriringan lahan

c = Faktor bahaya erosi d = Faktor manajemen

(19)

Rehabilitasi Hutan Dan Lahan

Pada tanggal 31 Januari 2001 dikeluarkan SK Menhut No. 20/Kpts-II/2001, tanggal 31 Januari 2001 tentang standar dan kriteria rehabilitasi hutan dan lahan yang merupakan acuan dari seluruh pihak untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan secara terpadu dan berkelanjutan. Tujuan rehabilitasi hutan dan lahan seperti tesebut pada SK Menhut adalah terpilihnya sumberdaya hutan dan lahan yang rusak sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS dan mendukung kelangsungan pembangunan kehutanan (Dephut, 2001).

(20)

fungsi lahan secara optimal dalam unit DAS sebagai satuan hidrologis, yang mempunyai fungsi perlindungan untuk tata air serta media produksi, dan pemeliharaan lingkungan hidup. Peranannya sangat penting dalam rangka memelihara kesuburan tanah dan tata air (Zain, 1998).

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG), merupakan suatu sistem (berbasis komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi– informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek–objek dan fenomena–fenomena dimana lokasi geografis merupakan karekteristik yang penting atau kritis untuk dianalisa. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis : (a) masukan, (b) keluaran, (c) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d) analisis dan manipulasi data (Aronoff,1989).

Data SIG dibagi menjadi dua macam, yakni data grafis dan data atribut atau tabular. Data grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang menyatakan nilai data grafis tersebut (Wayan, 2005).

(21)

besarnya satuan pemetaan terkecil yang terhimpun dalam basis data (Budiyanto, 2002).

Memperoleh Data Sistem Informasi Geografis

Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau data foto udara yang terdigitasi (scanning). Data lain dapat berupa peta besar terdigitasi. Citra satelit yang berasal dari satelit Landsat TM merupakan contoh data citra digital dengan format raster. Foto udara digital dan citra satelit digunakan secara saling melengkapi. Masing – masing sumber data tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, terutama kerician dan luasan data yang diperoleh. Dengan demikian , pemanfaatan kedua jenis data tersebut secara saling melengkapi sangatlah menguntungan (Budiyanto, 2002).

Mengolah Data Sistem Informasi Geografis

Prinsip mengolah data dalam SIG secara sederhana dapat digambarkan dengan sebuah cara overlay beberapa peta berwarna yang tergambar pada kertas transparansi di atas sebuah overhead projektor (OHP). Dalam mengolah digital SIG, masing–masing satuan pemetaan memiliki bobot tertentu. Pembobotan ini dilakukan dengan skoring.

(22)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah, Kabupaten Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya proses pengolahan data hasil penelitian dilakukan di Balai Pengololahan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan Barumun, Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara dan yang dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2008.

Bahan dan Alat

Bahan

Adapun bahan yang dipergunakan antara lain :

1. Peta digital penunjukan kawasan hutan yang sudah ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan No. 44 / Menhut – II / 2005, tentang penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sumatera Utara

2. Citra satelit (Landsat TM) Kabupaten Labuhan Batu, tahun 2007 3. Peta digital DAS Sumatera Utara

4. Peta digital administrasi Kabupaten Labuhan Batu 5. Peta digital kemiringan lahan Kabupaten Labuhan Batu 6. Peta digital bahaya erosi

(23)

Alat

Alat yang akan dipergunakan antara lain Perangkat Komputer bersama dengan perangkat lunaknya (software) ArcView , dan Printer untuk mencetak peta. Alat lainya yang digunakan dilapangan antara lain GPS (Global Posisition System) , kamera digital, kalkulator dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data Primer

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis data spasial digital berupa data yang berbentuk peta digital. Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan.

(24)

Pengolahan Citra

Citra landsat yang meliputi sebagian wilayah Kabupaten Labuhan Batu yang dipergunakan adalah citra Landsat true colour,yaitu hasil kombinasi dari band 542 yaitu band merah (red), hijau (green), dan biru (blue). Selanjutnya Citra Landsat yang berupa raster, diinterpretasi untuk mengetahui prosentase penutupan lahan pada lokasi penelitian. Dalam intepretasi dilakukan secara on screen yaitu penampakan langsung dari layar komputer dan dilakukan pemilihan terhadap unsur interpretasi yaitu; rona,warna,tekstur dan pola.

Pengumpulan Data Sekunder

(25)

Input Data Spasial ( Parameter Dalam Analisis Lahan Kritis )

Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen Reboisasi Dan Rehabilitasi Lahan (RRL) No. 041 / Kpts / V / 1998 meliputi :

• Kondisi vegetasi permanen

• Kemiringn lereng

• Tingkat bahaya erosi , dan

• Kondisi pengelolaan (manajemen).

Penyusunan data spasial ini dapat dilakukan Bilah ke empat unsur diatas telah lengkap dan disusun terlebih dahulu. Data spasial untuk masing – masing parameter harus di buat dengan standar tertentu guna mempermudah dalam proses analisis spasial untuk menentukan lahan kritis. Standar data spasial untuk masing –masing parameter meliputi kesamaan dalam sistem proyeksi dan sistem koordinat yang digunakan serta kesamaan atributnya.

Data Spasial Vegetasi Permanen

Informasi mengenai vegetasi permanen diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) Bilah. Dalam penentuan tingkat kekritisan lahan, parameter liputan lahan mempunyai bobot 50 %, sehingga nilai skor untuk parameter ini merupakan perkalian dengan bobot (skor x 50).

(26)

lahan. Akan tetapi klasifikasi vegetasi permanen dan skor untuk masing–masing kelas dilakukan dengan membuat range/jarak untuk nilai Cp tertinggi sampai terendah yang terdapat di areal penelitian, pengkelasan tersebut ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Klasifikasi Vegetasi Permanen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 50 %

Kelas Kriteria CP Skor Skor X Bobot

Data Spasial Kemiringan Lahan

Kemiringan lereng merupakan perbandingan antara perbedaan tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupa bumi. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan dengan manual maupun dengan bantuan komputer.

Tabel 2. Klasifikasi Lereng dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %.

(27)

Data Spasial Tingkat Erosi

Data spasial tingkat erosi diperoleh dari data spasial sistem lahan (land system). Berdasarkan SK Dirjen RRL No 041/Kpts/V/1998 Klasifikasi Tingkat Erosi dan skor untuk masing-masing kelas tingkat erosi ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %.

Kelas Kriteria Tingkat Erosi Skor Skor X Bobot

< 25% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur pada jarak >50 m

Sedang Tanah dalam : 4 40

25-75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi alur pada jarak kurang dari 20 m

Tanah dangkal :

25-75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi lur pada jarak 20-50 m

Berat Tanah dalam : 3 30

Lebih dari 75% lapisan tanah atas hilang dan/erosi parit pada jarak 20-50 m

>75% lapisan tanah atas telah hilang, sebagian lapisan tanah bawah telah tererosi.

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Data Spasial Kriteria Manajemen

(28)

Data tersebut diperoleh melalui checking lapangan dengan sistem sampling. Data hasil survey tersebut diolah untuk dijadikan sebagai updating data yang sudah ada. Sesuai dengan karakternya, data tersebut juga merupakan data atribut. Seperti halnya dengan kriteria produktivitas, manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mangenai aspek manajemen.

Untuk kondisi manajemen diluar kawasan hutan lindung, penilaian dilakukan secara kualitatif selama cek lapangan. Dari hasil pengamatan dilapangan, secara umum praktek konservasi tanah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan konservasi tanah.

Tabel 4. Klasifikasi Manejemen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Bobot Skor 30 %

(29)

extension terdapat beberapa asilitas overlay dan fasilitas lainya seperti : unin,dissolve,merger,intersect,clip,assign.

Keempat data spasial dilakukan dengan cara oveylay (tumpang susun) dengan bantuan Sofware SIG (Sistem Informasi Geografis). Berikut gambaran teknik memilih untuk teknik overlay (tumpang susun) yang terdapat dalam exteinsion software SIG.

Gambar 1. Kotak Dialog untuk Memilih Teknik Overlay

(30)

Gambar 2. Kriteria dan prosedur penetapan Lahan Kritis Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Setelah dilakukan proses overlay dilakukan terhadap variabel peubah yang mempengaruhi tingkat kekritisan lahan, maka dapat dirumuskan fungsi untuk penentuan kekritisan lahan adalah sebagai berikut :

Rumus fungsi untuk penentuan kekritisan lahan kritis dikawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan :

LK = [ a (50) + b (10) + c (10) + d (30) ] Dimana ;

(31)

c = Faktor bahaya erosi d = Faktor Manajemen

50, 10, 10, 30 = merupakan konstanta dari nilai skorsing

Dari hasil perhitungan maka akan didapat tingkat kekritisan lahan dan disesuaikan tingkatannya berdasarkan tabel berikut.

Tabel 5. Tingkat Keritisan Lahan Pada Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan

Tingkat Kekritisan Lahan Total Skor

Sangat Kritis 110 – 200

Kritis 201 – 275

Agak Kritis 276 – 350

Potensial Kritis 351 – 425

Tidak Kritis 426 – 500

Sumber : SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

(32)

Gambar 3. Bagan Alur Proses Penentuan Lahan Kritis di Kawasan DAS Bilah, Kabupaten Labuhan Batu

Pengumpulan Data

Data luas lahan kritis kawasan DAS

(33)
(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGELOLAAN PETA DASAR

Dalam penelitian ini data-data dasar yang dipergunakan adalah berupa data digital yang dipergunakan oleh Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Asahan Barumun, Pematang Siantar. Dengan demikian dukungan data yang diberikan membantu dalam proses analisis guna mendapatkan informasi yang lebih akurat.

Peta dasar yang dipakai merupakan hasil dari turunan dari beberapa peta dasar antara lain; pata dasar kawasan Administrasi Kabupaten Labuhan Batu,peta DAS Bila, kondisi tutupan lahan atau vegetasi, peta kelerengan dan peta tingkat bahaya erosi dan peta kondisi pengelolaan kawasan (manajemen). Peta-peta dasar ini yang kemudian dipotong sesuai dengan wilayah kerja yang akan dianalisis, gunanya untuk lebih memprioritaskan wilayah kerja dan mempermudah penganalisaan.

(35)

Data Base Vegetasi Permanen

Dari data base vegetasi pemanen yang diperoleh dari hasil interpretasi secara visual. Analisis visual merupakan kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi fenomena permukaan bumi berupa penutupan lahan yang tampak pada citra. Pemilihan metode dalam interpretasi ini selain sederhana juga membantu interpreter juga mengatasi keterbatasan bahan yang akan diolah.

Citra yang digunakan adalah Citra landsat TM 2007 dengan menggunakan kombinasi band 452 (false color), hal ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penutupan lahan/liputan lahan. Peta penggunaan lahan hasil interpretasi di DAS Bila dapat dilihat pada gambar berikut.

Daerah Aliran Sungai Bila melintasi dua Kecamatan yang ada di Kabupaten Labuhan Batu yakni Kecamatan Aek Natas dengan luas kawasan dan Kecamatan NA IX-X dengan luas DAS 18.806,587 Ha. Dengan demikian luas

keseluruhan DAS Bila yang melintasi Kabupaten Labuhan Batu adalah ± 18.806,587 Ha.

(36)

INPUT DATA SPASIAL (PARAMETER LAHAN KRITIS)

Data Spasial Vegetasi Permanen

Kondisi penutupan lahan dinilai berdasarkan prosentase penutupan tajuk pohon dan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan lahan selanjutnya diberi skor untuk penentuan lahan kritis yakni dengan berdasarka SK Dirjen RRL No.041/Kpts/V/1998. Dalam penentuan nilai penutupan lahan, pengklasifikasian berdasarkan dengan nilai Indeks penutupan vegetasi (C) dan Indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi (P), dan kemudian yang lebih dikenal dengan faktor Crops Practice (Cp) setelah dilakukan pengabungan. Pengkelasan nilai Cp dari masing-masing jenis penggunaan lahan akan digunaka sebagi salah satu parameter penentu tingkat kekritisan lahan.

Kondisi vegetasi permanen pada DAS Bila menunjukkan ada tiga jenis vegetasi yakni Hutan Lahan Kering Sekunder, Belukar dan Pertanian Lahan Kering Campur Semak . Hutan Lahan Kering Sekunder mendominasi penutupan lahan pada DAS Bila dengan total luasan ± 13.840,530 Ha.

Tabel 6. Jenis Vegetasi Permanen

Luas (Ha) Luas (%) JenisPenggunaan Lahan HL HPT HL HPT

Belukar 826,941 1.612,472 7,34 21,40

Hutan Lahan Kering Sekunder 7.918,476 5.922,054 70,27 78,60 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 2.522,865 - 22,42 - Sumber ; Hasil Tabulasi

(37)

permanen dalam fungsi kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas untuk masing – masing kelas ditunjukkan pada tabel berikut;

Tabel 7. Pengkelasan Nila CP

Kelas Nilai Cp Kelas Hutan Lahan Kering Sekunder 0,0060 Sangat Baik Pertanian Lahan Kering Campur Semak 0,0795 Buruk

Belukar 0,1 Sangat Buruk

Sumber ; SK Dirjen RRL No. 041 / Kpts V / 1998

Tabel 8 . Klasifikasi Vegetasi Permanen

Luas (Ha) Luas (%) JenisPenggunaan Lahan Skor HL HPT HL HPT Sangat Baik 5 7.918,476 5.922,054 70,27 78,60

Buruk 2 2.522,865 - 22,42 21,40

Sangat Buruk 1 826,941 1.612,472 7,34 Sumber ; Hasil Tabulasi

Data Spasial Kemiringan Lereng

(38)

Tabel 9. Klasifikasi Kemiringan Lereng Sumber ; Hasil Tabulasi

Berdasarkan gambar klasifikasi kemiringan lerengan yang ditampilkan dalam maka didapat sebaran lahan dan luasan berdasarkan kelas kelerengan. Pengklasifikasian lahan berdasarkan kelerengan bertujuan untuk penentuan arah fungsi lahan.

Faktor kelerengan mempunyai peran yang penting dalam penentuan tingkat kekritisan lahan. Keterkaitannya akan berdampak pada tingkat bahaya erosi. Semakin curam lereng maka akan memperbesar laju run off, selain itu dengan semakin miringnya lereng akan memberikan potensi yang besar untuk terkikis butiran tanah terpercik dikarenakan energi kinetik hujan. Dengan demikian lereng permukaan tanah makin curam maka kemungkinan erosi akan lebih persatuan luas.

(39)

Data Spasial Tingkat Erosi

Erosi dapat juga disebut pengikisan tanah atau kelongsoran bagian-bagian tanah dai suatu tempat ketempat lain yang diangkut oleh air maupun angin yang berlangsung baik secara alami maupun maupun karena tindakan/perbuatan manusia. Erosi menebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk perumbuhan tanaman serta kurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor –faktor iklim(terutama intensitas curah hujan), topografi, karakterstik tanah, vegetasi penutup tanah, tata guna lahan.

Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial system lahan (Land system). Setiap poligon (unit pemetaan) land system mempunyai data atribut yang salah satunya berisikan tentang informasi bahaya erosi. Tingkat erosi suatu lahan dalam penentuan lahan kritis di bedakan menjadi 4 kelas yaitu, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Data spasial tingkat erosi diperoleh dari pengolahan data spasial sistem lahan. Namun jika tidak didapati informasi tentang bahaya erosi pada data spasial sistem lahan maka dilakukan overlay (tumpang susun) data teksrtur tanah (pada peta sistem lahan), kelas lereng, curah hujan, dan tutupan lahan.

(40)

Tabel 10 .Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Sumber ; Hasil Tabulasi

Berdasarkan hasil tabulasi yang tingkat bahaya erosi pada kawasan DAS Bilah dalam fungsi kawasan Hutan Lindung didominasi tingkat bahaya erosi berat dengan luasan 5.739,466 Ha dan untuk fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas tingkat bahaya erosi diominasi pada tingkatan sedang dengan luasan 3.472,782 Ha. Seperti yang sebelumnya bahwasanya faktor topografi atau kemiringan lereng merupakan salah satu penyebab terjadinya erosi.

Kriteria Manajemen

Perolehan data kriteria manajemen dilakukan dengan pengecekan lapangan yang digunakan sebagai updating data yang sudah ada. Sesuai dengan karakternya , data yang dihasilkan berupa data atribut. Manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi mengenai informasi mengenai aspek manajemen.

(41)

tanah. Skor yang diberikan adalah 3 karena dalam kategori sedang dan kemudian dikalikan dengan skor kriteria manajemen yakni 30.

TINGKAT KEKRITISAN LAHAN

Lahan kritis menurut Direktorat Rehabilitasi dan Reboisasi lahan Kritis (1997) merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau kekurangan fungsinya sampai pada batas yang ditentukan/ diharapkan. Lahan kritis dapat dinilai dari segi fungsi lahannya atau produktvitasnya. Namun secara umum penilaian lahan kritis dapat dilihat dari keadaan gundul, terkesan gersang,dan bahkan munculnya batuan dipermukaan tanah,topograpi lahan pada umumnya berbukit dan berlereng curam (Mahfuzd,2001). Pada lahan kritis yang menjadi permasalahan utama adalah lahan yang mudah tererosi,tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara.

Berdasarkan data peta prosentase penutupan lahan (vegatasi permanen),tingkat bahaya erosi, faktor kelerengan serta manajemen dimana keempat faktor ini ditupangtindihkan (overlay).Peta dibuat tidak hanya didalam kawasan hutan, tetapi juga diluar kawasan hutan termasuk kawasan budidaya kehutanan dan budidaya pertanian.

(42)

0

Grafik Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan DAS Bilah Kabupaten Labuhan Batu

HL

HPT

Gambar 4. Grafik Tingkat Kekritisan Lahan Kawasan DAS Bilah Kabupaten Labuhan Batu

Berdasarkan hasil dari tabulasi parameter-parameter penentuan tingkat kekritisan lahan didapat bahwasanya pada kawasan DAS Bilah dalam fungsi kawasan Hutan Lindung tingkat kekritisan lahannya yang dominan berada pada kelas potensial kritis dengan luasan 6.927,627 Ha dan dalam fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas dominan pada kelas potensial kritis juga, dengan luas kawasan 5.387,958 Ha.

Lahan potensial kritis merupakan lahan yang tidak termasuk dalam kategori kritis. Lahan ini masih dapat dipergunakan untuk lahan pertanian ditandai dengan masih adanya lapisan tanah yang produktif, walaupun sudah terjadi erosi dengan tingkat yang rendah. Lahan ini akan menjadi kritis salah satu faktor penyebab kekritisan lahan meningkat kearah yang lebih buruk.

(43)

konservasi tanah dalam pengolahannya. Hal ini umumnya karena masyarakat belum mengetahui bahaya mengelolala lahan yang berlereng terjal dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai konservasi tanah dan air.

Kondisi DAS Bilah yang didominasi sangat curam dan hanya terdapat dua jenis vegetasi yakni hutan lahan kering sekunder dan belukar serta dengan sistem manajemen yang kurang menjadikan lahan ini didominasi potensial kritis. Namun yang perlu diperhatikan selain dari faktor alam, adanya perilaku masyarakat dalam pengelolaan DAS juga harus diperhatikan. Oleh sebab itu dibutuhkan pengelolaan DAS guna untuk mewujudkan kondisi yang baik sesuai dengan peruntukan dan kemampuannya (optimal) dari sumberdaya alam (tanah,air dan tumbuhan) sehingga mampu memberikan mamfaat maksimal dan kesinambungan bagi kesejahteraan manusia.

Adapun yang menjadi acuan untuk pengembangan dan konservasi Kawasan DAS sesuai dengan prinsip pengelolaan DAS. prinsip dasar pengelolaan das

• Dilaksanakan secara terpadu, berkesinambungan berwawasan lingkungan

dengan pendekatan DAS yang diterapkan berdasarkan sistem pemerintahan yang desentralistik.

• Berazaskan kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian dan

akuntabilitas.

• Melibatkan stakeholders dalam pengamn keputusan • Prioritas berdasarkan DAS strategi

• Meliputi manajemen : konservasi air, pengelolaan lahan, dan

(44)

• Efektivitas dan efisiensi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,

monitoring dan evaluasi.

• Peninjauan kembali secara berkala dan program lanjutan

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Luas lahan kritis pada kawasan DAS Bilah Kabupaten Labuhan Batu pada fungsi kawasan Hutan Lindung 2.564,585 Ha dan sangat Kritis 777,899 Ha. Fungsi kawasan Hutan Produksi Terbatas luas lahan sangat kritis 1.612,470 Ha.

2. Pada DAS Bilah Kabupaten Labuhan Batu tingkat kekritisan lahannya dibagi menjadi empat kelas yakni tidak kritis,potensial kritis,kritis dan sangat kritis. Pada DAS Bilah ini yang mendominasi adalah kelas potensial kritis.

3. Penyebab potensial lahan kritis dikarenakan faktor kelerengan kawasan DAS Bilah yang kecuramannya >40 %. Kondisi kelerengan yang sangat curam menjadikan erosi yang tinggi.

Saran

1. Kegiatan identifikasi lahan kritis ini bersifat umum karena tergantung data yang tersedia. Adanya kondisi hutan dan lahan yang mengalami perubahan dengan cepat, maka diharapkan dapat lebih disempurnakan dengan data yang lebih akurat dan komprehensif 2. Adanya keterkaitan masyarakat hulu dalam hal penyebab terjadinya

(46)

Lebih ditekankan kepada kondisi lokasi penelitian yang hubungannya dengan budaya masyarakat dalam sistem bercocok tanam (pola pertanian)

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff, 1989, dalam Prahasta. E. 2007. Sistem Informasi Geografis Tutorial ArcView. Infomatika, Bandung

Asdak,C, 1995, Hidrologi dan Pengolahan Daerah Aliran Sunga,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Basamalah,H, 2005, Penenganan Lahan Kritis Dalam Rangka Mengatasi Banjir,Longsor Dan Kekeringan, [ Akses 21 April 2008 ]

BPDAS, 2008

Budiyanto, E. 2002, Sistem Informasi Geografis Menggunakan ARC VIEW GIS , Andi, Yogyakarta

Dephut,

---, [ Akses 21 April 2008 ].

Ghumelar, D. 2003, Data Spasial, Ilmu Komputer.

[ Akses 05 Mei 2008 ]

Irwanto, 2006, Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, Yogyakarta,

Mahfuzd.2001. Peningkatan Produktivitas Lahan Kritis dengan Pemenuhan Pangan Melalui Usahatani Konservasi. Hhtp:/www.hayati-ipb.com/user/rudyet/indiv2001/mahfuzd.com

Prahasta, E. 2004, Tutorial Arc View, Informatika, Bandung

Rahum, S.E. 2003, Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup, Bumi Aksara, Jakarta

Rayes, M. L, 2007, Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan, Andi , Yogyakarta Rehabilitasi Dan Perhutanan Sosial, Statistik Kehutanan Indonesia 2001,

[Akses ; 04 April 2008 ].

(48)

Samsuri,2004. Pembuatan Peta Dan Analisis Kesesuaian Dengan Menggunakan Metode Sistem Informasi Geografis (SIG), Prgram Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. 2008].

Wijya, Truman. 2006. Inventarisasi Gambut Daerah Sungai h, Kabupaten Labuhan Batu, Pusat Sumber Daya Geologi.

Wayan, I.N, 2005, Belajar Sendiri Menganalisa Data Spasial Dengan ArcView GIS 3,3 Untuk Pemula, Elex Komputindo, Jakarta

(49)

KONDISI UMUM

Letak dan Luas

Kabupaten Labuhan Batu merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan provinsi Riau. Secara geografis kabupaten Labuhan Batu terletak antara antara 0103' - 02058' LU dan 99019' – 1000 22' BT dengan total luas wilayah 922.138 Ha. Wilayah DAS Bilah meliputi dua kecamatan yang ada di Labuhan Batu yakni Kecamatan Aek Natas dan NA IX-X dengan luasan DAS ± 18.808,587 Ha dan sebagian berada di Kabupaten Tapanui Selatan,Kabupaten Toba Samosir dan sebagian lagi berada di Kabupaten Tapanuli Utara.

Topografi

Kawasan DAS Bilah yang berada pada kawasan Kabupaten Labuhan Batu, termasuk dalam 5 kelas kelerengan yakni datar (0-8%), landai (8-15%),agak curam (15-25%),curam (25-40%) dan ( sangat curam (>40%). Kelerengan 0-8 % seluas 6,238 Ha, kelerengan 8-5 % seluas 2.909,576 Ha, kelerengan 15-25% seluas 1.393,315 Ha, kelerengan 25 – 40% seluas 5.828323 Ha dan kelerengan > 40% seluas 8.651.563 Ha.

Iklim

(50)

mencapai 19,15 mm/hari menurut catatan stasiun klimatologi pos pengamatan Mambang Muda.

Kependudukan

(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Vegetasi Permanen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 50 %
Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Erosi dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Persen Bobot 10 %
Tabel 4. Klasifikasi Manejemen dan Skoringnya Untuk Penentuan Lahan Kritis Dengan Bobot Skor 30 %
Gambar 1. Kotak Dialog untuk Memilih Teknik Overlay
+7

Referensi

Dokumen terkait

Furthermore, PCA neither makes any warranty expressed nor implied with respect to the correctness of the output prepared by the pcaColumn(tm) program.Although PCA

[r]

1 BB Bila anak belum menunjukkan sikap tanggung jawab, hanya menyelesaikan satu tugas dari tiga tugas yang diberikan. 2 MB Bila anak menunjukkan sikap tanggung jawab,

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa variabel produk halal berpengaruh sebesar 18,3% (0,183) terhadap keputusan pembelian, produk

Dengan penyediaan sarana interaksi pada pola tata ruang, maka antara penghuni asrama yang satu dengan penghuni lainnya dapat berhubungan dalam wadah yang telah disediakan,

Jika PDN berdampak positif terhadap ROA, maka PDN meningkat akan terjadi peningkatan yang lebih besar dalam aktiva valas dibandingkan dengan pasiva valas,

Jumlah Ordo, Famili dan Individu Arthopoda pada Permukaan Tanah Pada Tanaman Bawang Merah Dengan Pola Tanam yang Berbeda.. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah

“Veteran” Jawa Timur dengan judul ”Analisa Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba Pada Perusahaan Food &amp; Beverages Yang Go Publik di Bursa Efek Indonesia ”..