• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Antropometri Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB pada Maret 2015. Penelitian ini telah memperoleh izin etik dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Nomor: 756/UN2.F1/ETIK/2015.

Desain Penelitian

Desain yang akan digunakan adalah randomized cross-over controlled trial yang terdiri atas tiga tahap intervensi yang dilakukan dengan metode tes toleransi glukosa oral (TTGO). Ada tiga perlakuan: perlakuan kontrol (300 ml air putih + 75 g glukosa murni), susu sapi (300 ml susu sapi + 75 g glukosa murni), dan perlakuan sari tempe (300 ml sari tempe + 75 g glukosa murni). Sebanyak 75 g glukosa murni diberikan dengan cara dilarutkan baik pada air putih, susu sapi, maupun pada sari tempe. Metode pemberian perlakuan ini mengacu pada Josic et al. (2010). Dosis standar 75 g glukosa murni untuk dua jam TTGO ditetapkan berdasarkan hasil berbagai studi klinis. Dosis tersebut memberikan gambaran akurat metabolisme glukosa ataupun sekresi dan aksi insulin dalam merespon glukosa darah pada orang sehat (CDC 2007).

Sementara itu, pendekatan yang digunakan untuk menentukan jumlah sari tempe yang diberikan adalah berdasarkan kandungan proteinnya. Meskipun isoflavon diduga turut berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah, tetapi sebagian besar referensi yang ada menggunakan ekstrak isoflavon dalam dosis cukup tinggi sehingga tidak visible. Penetapan volume sari tempe berdasarkan pendekatan kandungan sembilan gram protein. Gunnerud et al. (2012) menuturkan bahwa pemberian minuman berbasis kedelai yang mengandung sembilan gram protein dapat menurunkan kadar glukosa darah post-prandial

secara signifikan. Sebanyak 300 ml sari tempe mengandung 176 Kal, 11.4 g protein, 7.8 g lemak, dan 15 g karbohidrat, 4.8 mg genistein, dan 15.3 mg total isoflavon.

Tempe yang digunakan adalah Tempe Kita produksi Rumah Tempe Indonesia dengan menggunakan kedelai Americana Sp. Tempe Kita dipilih sebagai bahan dasar karena memiliki bahan baku dan proses pembuatan yang telah terstandar baik. Langkah awal pembuatan sari tempe adalah pemotongan tempe dan perebusan selama 10 menit. Tempe yang telah ditiriskan kemudian diekstrak menggunakan blender dengan penambahan air bersuhu 80°C. Perbandingan tempe:air yang digunakan untuk ekstraksi adalah 1:3. Jadi, 100 g tempe diekstrak menggunakan 300 ml air. Setelah itu, disaring menggunakan kain saring. Penyaringan ini dimaksudkan agar dalam 300 ml minuman sari tempe tetap dapat memenuhi 9 g protein dan minuman sari tempe tidak terlalu bulky

untuk dapat diterima subjek. Namun, penyaringan akan membuat sebagian serat pangan dalam tempe yang tidak lolos melewati saringan akan terbuang. Langkah terakhir adalah filtrat tempe hasil saringan dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 10 menit (Widiantoko & Yunianta 2014 dan Surya 2011). Susu sapi yang dipilih

adalah susu UHT yang memiliki kandungan gizi yang hampir setara dengan sari tempe. Berdasarkan label Nutrition Facts 300 ml susu sapi tersebut mengandung 178.2 Kal energi, 10.8 g protein, 8.6 g lemak, dan 14.4 g karbohidrat.

Screening dilakukan untuk memperoleh subjek dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Subjek terpilih secara acak dibagi menjadi tiga kelompok. Subjek diminta menjalani puasa dimulai malam hari selama 10 jam sebelum intervensi. Selama puasa, subjek tidak diperbolehkan mengonsumsi apa pun kecuali air putih. Setelah dicek kadar glukosa darah puasa (menit ke-0), subjek diberikan perlakuan. Keesokan harinya, subjek diukur kadar glukosa darahnya dengan diambil sampel darahnya sebanyak 50 µl menggunakan finger-prick capillary blood samples method pada menit ke-0. Setelah itu subjek diberi perlakuan yang berbeda antar perlakuan. Pasca perlakuan, subjek diukur kembali kadar glukosa darahnya pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, dan 120.

Subjek dikondisikan santai selama 2 jam proses pengambilan sampel darah secara bertahap. Pengambilan sampel darah dilakukan untuk mengetahui kadar glukosa darah subjek setelah diberi perlakuan. Prosedur pengukuran glukosa darah merujuk pada standar WHO (CDC 2007) mengenai prosedur pengukuran tes toleransi glukosa atau OGTT (Oral Glucose Tolerance Test). Langkah yang dilaksanakan paramedik ketika pengambilan sampel darah adalah: 1) membuka strip glukosa dari kemasan; 2) memasangkan strip glukosa pada glukometer; 3) memasangkan disposable lancet pada pen lancet yang kemudian ditusukkan pada jari subjek; 4) menempatkan tetesan darah subjek pada sensor yang terdapat pada strip glukometer; dan 5) membaca hasil pengukuran glukosa darah pada layar glukometer. Tahapan penelitian secara lebih detail dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Tahapan penelitian pengaruh minuman sari tempe terhadap respon glukosa darah post-prandial pada laki-laki dewasa

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap dengan masa wash-out tujuh hari. Prosedur yang dilakukan pada setiap tahap sama, tetapi perlakuan yang diberikan pada subjek berbeda dengan tahap sebelumnya. Jadi setiap subjek menerima perlakuan kontrol, susu sapi, dan sari tempe.

Kriteria dan Cara Penarikan Subjek

Populasi target pada penelitian ini adalah laki-laki dewasa yang tidak mempunyai riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus. Populasi studi yang akan diambil adalah mahasiswa IPB yang berusia 21-29 tahun. Subjek akan diperoleh dengan menggunakan teknik penarikan subjek purposive sampling. Recruitment

subjek diumumkan melalui beberapa jaringan komunikasi pada kelompok mahasiswa di IPB. Mahasiswa yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta memiliki kecocokan waktu dengan jadwal penelitian yang telah diagendakan dipilih sebagai subjek penelitian.

Kriteria inklusi yang diterapkan adalah mahasiswa IPB berusia 21-29 tahun, tidak memiliki riwayat penyakit serius (DM, kanker, penyakit kardiovasular, penyakit hati, dll), tidak memiliki riwayat penyakit keluarga diabetes mellitus, IMT normal: 18.5-24.9 (WHO 2004), tidak memiliki alergi terhadap protein susu dan protein kedelai, tidak merokok dan mengonsumsi minuman berlakohol, tidak mengonsumsi obat atau suplemen, serta bersedia menjadi subjek penelitian dan mentaati peraturan-peraturan yang ada selama mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Format informed consent terlampir pada Lampiran 1. Kriteria eksklusinya adalah subjek tidak dapat menghabiskan pangan perlakuan dalam waktu maksimal 10 menit dan tidak mengikuiti minimal salah pemeriksaan kadar glukosa darah. Subjek akan di-drop out jika dalam perjalanan ditemukan indikasi kriteria eksklusi.

Perhitungan jumlah subjek menggunakan rumus minimal jumlah subjek untuk desain cross-over clinical trial dan standar deviasi yang mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gunnerud et al. (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan standar deviasi kadar glukosa darah post- prandial pada perlakuan yang diberi minuman berbasis protein kedelai adalah sebesar 10 mg/dl. Dalam perhitungan sampel ini digunakan α =5%; power test = 95%; dan perbedaan efek yang diharapkan (D) = 11.5 mg/dl. Dengan menggunakan rumus perhitungan jumlah sampel minimal diperoleh jumlah minimal subjek yang harus dipenuhi adalah 10 orang. Tetapi, dalam penelitian ini digunakan antisipasi drop out 10% sehingga jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 orang. Subjek yang diteliti berjumlah 11 orang tersebut akan dibagi dalam tiga perlakuan. Masing-masing perlakuan bergiliran menjadi perlakuan kontrol, susu sapi, dan perlakuan sari tempe. Berikut adalah rincian perhitungan sampelnya:

Keterangan:

n = jumlah sampel/subjek

α = derajat kepercayaanyang diinginkan yaitu 5% (Zα=1.96)

β = kekuatan uji yang diinginkan yaitu 95% (Zβ=1.64)

Sd = standar deviasi perbedaan perubahan kadar glukosa darah berdasarkan penelitian sebelumnya= 10 mg/dl (Gunnerud et al. 2012)

D = Perbedaan efek yang diharapkan = 11.5 mg/dl

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Tabel 4 berikut menyajikan informasi mengenai variabel dan cara pengumpulan data. Data primer yang dikumpulkan adalah data karakteristik subjek, kebiasaan konsumsi isoflavon, asupan dan tingkat kecukupan gizi makro, aktivitas fisik, dan kadar glukosa darah. Karakteristik subjek meliputi usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan yang diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan hasil perhitungan menggunakan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan diperoleh dari penimbangan secara langsung menggunakan timbangan badan digital sedangkan tinggi badan diukur menggunakan microtoise.

Tabel 4 Variabel dan cara pengumpulan data

No. Variabel Cara Pengumpulan Data

1 Karakteristik subjek:

-Usia

-Tingkat pendidikan -Tingkat pendapatan

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

- Indeks Massa Tubuh (IMT)

- Berat badan (BB) menggunakan timbangan badan digital

- Tinggi badan (TB) diukur menggunakan microtoise 2 Asupan dan tingkat kecukupan gizi makro

(energi, karbohidrat, lemak, dan protein)

Wawancara dengan menggunakan kuesioner food recall 2 x 24 jam 3 Kebiasaan konsumsi isoflavon: jenis pangan,

frekuensi konsumsi, & jumlah (asupan isoflavon)

Wawancara dengan menggunakan semi-quantitative food frequency questionnaire

4

Aktivitas fisik Wawancara dengan menggunakan kuesioner PAL recall 2x24 jam 5

Kadar glukosa darah puasa dan post-prandial finger-prick capillary blood samples method

6

Luas AUC (Area Under Curve) dan skor glukosa

Dihitung menggunakan rumus dengan memanfaatkan data kadar glukosa darah

Asupan dan tingkat kecukupan gizi makro (energi, karbohidrat, lemak, dan protein) merupakan hasil wawancara menggunakan kuesioner food recall 2 x 24 jam. Variabel kebiasaan konsumsi isoflavon yang diteliti mencakup frekuensi konsumsi pangan yang mengandung isoflavon per minggu serta asupan isoflavon (genistein dan total isoflavon) per hari. Informasi-informasi tersebut diperoleh

dari hasil wawancara menggunakan semiquantitative food frequency questionnaire. Data aktivitas fisik diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner PAL (Phisical Acivity Level) recall 2 x 24 jam. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam.

Recall konsumsi pangan dan aktivitas fisik dilakukan pada satu hari libur dan satu hari kerja.

Kadar glukosa darah yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa (GDP) dan kadar glukosa darah post-prandial. Nilai luas daerah bawah kurva atau AUC (Area Under Curve) dan skor glukosa dihitung dengan memanfaatkan data kadar glukosa darah menggunakan rumus tertentu.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan MS. Excel. Tabel 5 berikut menyajikan informasi mengenai pengkategorian dan analisis data.

Tabel 5 Pengkategorian dan analisis data

No Variabel Pengkategorian Analisis Data

1 Karakteristik subjek: 1. < nilai rata-rata

2. ≥ nilai rata-rata Deskriptif: - Nilai rata-rata ± SEM (Standar Error Mean) - Nilai minimum - Nilai maksimum - Umur - Tingkat pendapatan - Tingkat pendidikan - IMT

2 Asupan gizi makro (energi, karbohidrat, lemak, dan protein) 1. Defisit berat (TKG < 70%) 2. Defisit sedang (TKG = 7079%) 3.Defisit ringan (TKG = 80-89%) 4. Normal (TKG = 90-119%) 5. Lebih (TKG > 119%) (Hardinsyah 2002) Deskriptif: - Nilai rata-rata ± SEM (Standar Error Mean) - Nilai minimum - Nilai maksimum Tingkat kecukupan gizi

(TKG) makro 3 Kebiasaan konsumsi isoflavon : 1. < rata-rata 2. ≥ rata-rata Deskriptif: - Nilai rata-rata ± SEM (Standar Error Mean) - Nilai minimum - Nilai maksimum Frekuensi konsumsi pangan

yang mengandung

isoflavon per minggu (kali) Asupan isoflavon per hari (mg)

- Genistein - Total isoflavon

4 Tingkat aktivitas fisik 1. (FAO/WHO/UNU 2004) Deskriptif: - Nilai rata-rata ± SEM (Standar Error Mean) - Nilai minimum - Nilai maksimum 5 Kadar glukosa darah, luas

AUC, dan skor glukosa

- Nilai rata-rata ± SEM,

-ANOVA -Uji lanjut Tukey

Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data adalah coding, entry,

cleaning, dan dilanjutkan dengan analisis data. Coding dilakukan dengan menyusun code-book yang akan dijadikan sebagai panduan dalam entry data. Tahapan berikutnya yaitu entry data dengan cara memasukkan data kemudian

cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Variabel umur dan tingkat pendidikan dihitung dalam satuan tahun. Tingkat pendapatan dihitung berdasarkan pemasukan subjek baik yang berasal dari uang saku orang tua, beasiswa, maupun hasil dari bekerja. Subjek yang dipilih adalah yang memiliki IMT normal. IMT subjek dihitung berdasarkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan subjek dengan rumus berikut.

Semua variabel karakteristik subjek yang meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan IMT masing-masing dikategorikan menjadi dua perlakuan yaitu subjek dengan nilai yang lebih rendah dari nilai rata-ratanya dan subjek dengan nilai yang lebih tinggi/sama dengan nilai rata-ratanya.

Data frekuensi konsumsi pangan sumber isoflavon dianalisis dengan mencari ratra-rata frekuensi konsumsi per minggu. Setiap pangan dicari frekuensi konsumsinya per minggu untuk masing-masing subjek baru dicari nilai rata- frekuensi konsumsinya. Untuk pangan yang dikonsumsinya per hari, frekuensi konsumsinya dikalikan tujuh. Sementara itu, pangan yang frekuensi konsumsinya dalam satu bulan, dibagi dengan 30 kemudian dikalikan tujuh. Nilai asupan isoflavon subjek per hari diperoleh berdasarkan informasi frekuensi konsumsi pangan yang mengandung isoflavon dan jumlah URT pada kuesioner frekuensi pangan yang kemudian dikonversikan ke berat pangan dalam gram. Perhitungan asupan isoflavon mengacu pada referensi daftar kandungan isoflavon dalam bahan pangan (mg/100 g bahan) berdasarkan USDA (2008) yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Asupan isoflavon subjek per hari digolongkan menjadi dua, yaitu: subjek dengan asupan isoflavon yang lebih rendah dibandingkan nilai rata-rata dan subjek dengan asupan isoflavon lebih tinggi/sama dengan nilai rata-rata. Berikut cara perhitungan asupan isoflavon subjek per hari.

Keterangan:

a = frekuensi konsumsi pangan berisoflavon per hari (kali) b = berat pangan (gram)

c = kandungan isoflavon pada bahan pangan (mg/100 g bahan pangan) berdasarkan USDA (2008)

Asupan gizi makro subjek (energi, karbohidrat, lemak, dan protein) diperoleh dari informasi jumlah URT pada kuesioner food recall yang kemudian dikonversikan ke berat pangan (gram) serta referensi kandungan gizi makro pangan (g/100 g bahan) dan berat dapat dimakan (BDD) berdasarkan daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Rumus yang digunakan untuk menghitung asupan gizi makro adalah sebagai berikut:

IMT

Asupan isoflavon (mg)

Keterangan:

a = berat bahan pangan (gram)

BDD = berat pangan yang dapat dimakan

b = kandungan gizi makro pada bahan pangan berdasarkan DKBM

Hasil perhitungan asupan gizi makro dibandingkan dengan kebutuhan gizi masing-masing subjek untuk memperoleh tingkat kecukupan gizi makro. Menurut Hardinsyah et al. (2014) model persamaan estimasi kecukupan gizi makro untuk laki-laki dewasa berusia 19-55 tahun dengan status gizi normal adalah:

Keterangan:

TEE = Total energy expenditure = total pengeluaran energi U = Usia/Umur (tahun)

BB = Berat badan (kg) TB = Tinggi badan (m) PA = Tingkat aktivitas fisik

AKP = Angka kecukupan protein = 0.8 g/kg/BB/hari FP = Faktor koreksi mutu protein = 1.3

Selanjutnya rumus yang digunakan untuk memperoleh tingkat kecukupan gizi makro adalah sebagai beirkut:

TKG = (K/AKGi) x 100% Keterangan:

TKG = Tingkat kecukupan gizi makro K = Konsumsi/asupan gizi makro subjek AKGi = Angka kecukupan gizi

Setelah diperoleh persentase tingkat kecukupan gizi makro untuk masing- masing variabel (energi, lemak, karbohidrat, dan protein) kemudian maisng- masing nilai persentase tersebut diperlakuankan menjadi lima, yaitu: defisit berat, defisit sedang, defisit ringan, normal, dan lebih. Mengacu pada Hardinsyah (2002) subjek dalam kategori defisit berat adalah subjek yang memiliki tingkat kecukupan gizi makro kurang dari 70%. Subjek dengan tingkat kecukupan gizi makro 70-79% masuk dalam kategori defisit sedang. Tingkat kecukupan gizi makro subjek 80-89% termasuk defisit ringan. Tingkat kecukupan gizi makro dikatakan normal jika nilainya 90-119% AKG. Tingkat kecukupan gizi makro di atas 119% tergolong lebih.

Nilai PAL yang mencerminkan tingkat aktivitas fisik diperoleh dengan memanfaatkan data jenis aktivitas dan lama waktu melakukan aktivitas yang tertera pada kuesioner serta menggunakan referensi nilai PAR (Physical Activity Rate) menurut FAO/WHO/UNU (2001) dengan perhitungan sebagai berikut:

TEE

Kebutuhan energi (Kal) Kebutuhan protein (g) Kebutuhan lemak (g)

PAL = Keterangan:

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PARi : Physical activity rate dari masing-masing aktivitas (jumlah energi yang

dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitasper jam) Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas

Daftar nilai PAR untuk berbagai kegiatan dapat dilihat pada Tabel 3. Tingkat aktivitas fisik diperlakuankan menjadi lima berdasarkan nilai PAL. Subjek dikatakan melakukan tingkat aktivitas fisik yang sangat ringan dengan nilai PAL 1.2-1.39, ringan dengan nilai PAL 1.4-1.69, sedang dengan nilai PAL 1.7-1.99, atau aktivitas fisik berat dengan nilai PAL 2-2.39 (FAO/WHO/UNU 2001).

Kadar glukosa darah yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa (GDP) dan kadar glukosa darah post-prandial. Untuk membentuk kurva, kadar glukosa darah hasil pengukuran diplotkan ke grafik pada dua sumbu, yaitu: menit pengukuran pada sumbu x dan kadar glukosa darah pada sumbu y (Rimbawan & Siagian 2004). Rata-rata kadar glukosa darah dua jam post-prandial pada setiap subjek merupakan nilai rata-rata dari kadar glukosa darah subjek pada menit ke- 120 setelah diberi perlakuan kontrol, susu sapi, dan sari tempe.

Luas AUC mencerminkan luas di bawah kurva respon glukosa darah. Pada penelitian ini luas AUC akan dihitung dengan metode trapezoid yaitu dengan menjumlahkan luas bangun trapesium yang dibentuk oleh kurva. Perhitungan luas AUC dilakukan untuk masing-masing perlakuan pada setiap subjek kemudian dicari nilai rata-rata dari 11 subjek. Luas AUC disajikan per periode pengukuran dan total luas AUC. Misalnya kadar glukosa darah subjek 5 pada perlakuan kontrol secara berturut-turut adalah 76, 127, 131, 121, 110, 106, dan 98 mg/dl. Berikut adalah contoh perhitungan luas AUC.

Gambar 5 Contoh perhitungan luas AUC (Area Under Curve) glukosa darah

Keterangan:

a dan b = dua sisi sejajar yang menyatakan kadar glukosa darah (mg/dl) pada pengukuran pertama dan setelahnya

t = tinggi yang menyatakan jarak waktu pengukuran kadar glukosa darah (jam) pada periode pengukuran pertama dan setelahnya.

Skor glukosa %

Total luas AUC = 25.4 + 32.3 + 31.5 + 28.9 + 54 + 51 = 223.1 mg.dl-1.h

Skor glukosa mencerminkan perbandingan respon glukosa perlakuan sari tempe atau susu sapi dengan perlakuan kontrol. Nilai skor glukosa dihitung untuk setiap individu diperoleh dengan membandingkan luas AUC perlakuan sari tempe atau susu sapi dengan luas AUC perlakuan kontrol kemudian dikalikan 100% (Louie et al. 2008).

Keterangan:

a = total luas AUC perlakuan sari tempe atau susu sapi b = total luas AUC perlakuan kontrol

Contoh perhitungan skor glukosa subjek 5: Total luas AUC kontrol = 223.1 mg.dl-1.h Total luas AUC susu sapi = 218.4 mg.dl-1.h Total luas AUC sari tempe = 206.3 mg.dl-1.h

Data-data yang diolah dianalisis secara deskriptif dan statistik menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Analisis deskriptif dilakukan terhadap seluruh variabel. Untuk analisis deskriptif, data karakteristik subjek, asupan isoflavon, asupan gizi makro, tingkat kecukupan gizi makro, dan tingkat aktivitas fisik disajikan dalam bentuk nilai rata-rata ± SEM (Standar Error Mean), nilai minimum, dan nilai maksimum. Data kadar glukosa darah, luas AUC, dan skor glukosa juga ditampilkan dalam nilai rata-rata ± SEM.

Uji repeated ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh waktu pengukuran terhadap kadar glukosa darah post-prandial. Jika terdapat perbedaan nyata, dilakukan uji lanjut Tukey. Pengaruh perlakuan terhadap respon glukosa darah post-prandial, luas AUC, dan skor glukosa diuji dengan oneway ANOVA. Jika berbeda signifikan dilakukan uji lanjut Tukey. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara asupan isoflavon, tingkat kecukupan gizi makro, dan tingkat aktivitas fisik terhadap rata-rata kadar glukosa darah dua jam post-prandial. Trapesium 1 (0-15 menit) = 25.4 Trapesium 2 (15-30 menit) = 32.3 Trapesium 3 (30-45 menit) = 31.5 Trapesium 4 (45-60 menit) = 28.9 Trapesium 5 (60-90 menit) = 54 Trapesium 6 (90-120 menit) = 51

Skor glukosa susu sapi = 97.9% Skor glukosa sari tempe = 92.5%

Definisi Operasional

Karakteristik subjek adalah ciri khas yang dimiliki subjek meliputi usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, IMT, dan riwayat penyakit keluarga. Usia adalah usia subjek yang dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Tingkat pendidikan adalah jumlah tahun pendidikan formal terakhir yang

berhasil ditempuh subjek

Tingkat pendapatan adalah jumlah pendapatan yang diperoleh subjek baik berasal dari uang saku orang tua, beasiswa, ataupun bekerja.

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram (kg) yang ditimbang menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg.

Tinggi badan adalah tinggi badan subjek dalam satuan meter (m) yang diukur dalam posisi berdiri tegak sempurna menempel ke dinding dan menghadap ke depan yang diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. IMT adalah indeks massa tubuh subjek yang merupakan perbandingan antara

berat badan subjek dalam kilogram (kg) dan tinggi badan subjek dalam meter persegi (m2).

Riwayat penyakit keluarga adalah faktor genetik subjek yang merupakan ada atau tidaknya keluarga kandung subjek (bapak, ibu, kakek, dan nenek) yang pernah mengalami DM.

Aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan durasi waktu kegiatan yang melibatkan fisik (tubuh) dan diperoleh dari recall 2x24 jam (saatu hari kerja dan satu hari libur) yang dinyatakan dengan PAL.

Kebiasaan konsumsi pangan yang mengandung isoflavon adalah susunan jenis dan rata-rata frekuensi pangan yang mengandung isoflavon dalam satu minggu serta asupan isoflavon.

Asupan isoflavon adalah jumlah rata-rata frekuensi konsumsi isoflavon (genistein dan total isoflavon) subjek per hari berdasarkan hasil survey menggunakan

semi-quantitative food frequency questionnaire yang dinyatakan dalam milligram (mg).

Asupan gizi makro adalah jumlah asupan energi dalam kilokalori (Kal) serta asupan karbohidrat, lemak, dan protein dalam gram (g) yang diperoleh dari konsumsi pangan subjek berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner food recall 2x24 jam (satu hari kerja dan satu hari libur).

Tingkat kecukupan gizi makro adalah perbandingan asupan gizi makro (energi, karbohidrat, lemak, dan protein) dari pangan yang dikonsumsi subjek berdasarkan hasil survey menggunakan food recall 2 x 24 jam yang dibagi dengan angka kecukupan gizi menurut WNPG (2012) kemudian dikali 100%.

Kadar glukosa darah puasa adalah kadar glukosa darah subjek setelah berpuasa 10 jam dan sebelum subjek menerima intervensi (menit ke-0) yang diukur dengan finger-prick capillary blood samples method dan dinyatakan dengan mg/dl.

Kadar glukosa darah post-prandial adalah kadar glukosa darah subjek setelah menerima intervensi yang diukur dengan finger-prick capillary blood samples method pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, dan 150 yang dinyatakan dengan mg/dl.

Respon glukosa darah post-prandial adalah pola kurva kadar glukosa darah subjek yang meliputi glukosa darah puasa dan glukosa darah post- prandial.

Luas AUC adalah luas daerah bawah kurva yang dibentuk oleh kurva glukosa darah dan dihitung menggunakan metode trapezoid dengan menghitung luas enam bangun trapesium yang dibentuk kurva.

Skor glukosa adalah perbandingan antara total luas AUC perlakuan intervensi (sari tempe dan susu sapi) dengan perlakuan kontrol (glukosa murni) kemudian dikali 100.

Dokumen terkait