• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi FMIPA USU Medan, Laboratorium Klinik Pramitha Medan, dan Laboratorium Biomedik FK USU Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Januari – bulan Mei 2011.

3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Variabel independent

 Latihan fisik maksimal.

 Vitamin E.

3.2.2. Variabel dependent

 Kadar estrogen (estradiol) dalam darah.

 Gambaran histopatologi tulang alveolar.

3.3. Definisi operasional

a. Latihan fisik maksimal : mencit melakukan aktivitas fisik berenang sampai letih ± selama 20 menit.

b. Vitamin E : 0,4mg α-tokoferol asetat.

c. Kadar estrogen (estradiol) : jumlah estradiol dalam piko gram yang terdapat dalam 1 ml darah.

d. Gambaran histopatologi tulang alveolar : kerusakan tulang alveolar dilihat secara vertikal.

3.4. Bahan dan Alat Penelitian 3.4.1. Bahan penelitian

Bahan biologis. Bahan biologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit betina (Mus musculus L.) yang berumur 12 bulan dengan berat badan 30- 45 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi Universitas Sumatera Utara. Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus (t-1)(n-1) ≥ 15 (Federer., 1963). Jika t adalah jumlah perlakuan (dalam penelitian ini ada 6 kelompok perlakuan) dan n adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah n yang diharapkan secara teoritis adalah 4 sehingga di dapat jumlah keseluruhan hewan coba yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 50 ekor yang dipilih dari hasil pembiakan untuk keperluan penelitian.

Bahan kimia. Bahan kimia yang dibutuhkan pada penelitian ini terdiri dari : a. Vitamin E cair (DL-α-tokoferol asetat, produksi Merck, Germany), aquadest. b. Reagensia jenis estradiol strip yang terdiri dari 10 bagian siap pakai dengan urutan sebagai berikut :

(1) Sampel well

(2), (3), (4) Well kosong

(5) Konjugat (Alkaline phospatase berlabel derivate estradiol + 0,9 gr/l sodium azide (400µl).

(7), (8) : Wash buffer : Tris NaCl (0,05 mol/l) pH 9 + 1 gr/l sodium azide (600µl).

(9) Wash buffer : diethanolamine (DEA) (1,1 mol/l, pH 9,8) + 1gr/l sodium azide (600µl).

(10) Cuvette dengan substrate 4-Methyl Umbeliferyl-Phospat (0,6 mmol/l) diethanolamine (DEA) (0,62 mol/l atau 6,6 %, pH 9,2) + 1gr/l sodium azide (300µl).

c. Estradiol Solid Phase Receptacle.

Siap pakai, pada bagian ujungnya telah dilekati dengan polyclonal anti – Estradiol immunoglobulin (mencit).

d. Bahan untuk pemeriksaan histologi tulang :

1. Netral Buffer formalin 10 % (Fiksasi). 2. Asam formik 5% (dekalsifikasi). 3. Aceton.

4. Toluena merck. 5. Parafin blok (keras). 6. Haematoxylin mayer. 7. Eosin 1 %. 8. Acid Alkohol 1 %. 9. Lithium carbonat 1 %. 10.Alkohol 70%, 80 %, 90 %, 96%. 11.Alkohol Absolute. 12.Xylol.

13.Entelin.

14.Balsem kanada.

3.4.2. Peralatan utama penelitian

Alat utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas : a. Jarum oval (Gavage).

b. Spuit 1 ml. c. Timbangan. d. MINI VIDAS.

e. Mikropipet 50-200 µl.

f. Bak bedah dan dissecting set. g. Cawan petri. h. Mikrotom. i. Waterbath. j. Hot plate. k. Freezer. l. Staining jar. m. Pensil Diamond. n. Pengukur waktu. o. Kaca objek. p. Kaca penutup.

q. Mikroskop cahaya Olympus CX 21. r. Bak untuk berenang.

3.5. Disain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari 6 kelompok perlakuan, yaitu :

a. Kelompok I (P0) = terdiri dari 8 ekor mencit betina dewasa yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).

b. Kelompok II (P1) = terdiri dari 8 ekor mencit betina dewasa yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal setiap hari selama 30 hari.

c. Kelompok III (P2) = terdiri dari 8 ekor mencit betina dewasa yang diberi vitamin E selama 30 hari.

d. Kelompok IV (P3) = terdiri dari 8 ekor mencit betina dewasa yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal selama 15 hari, selanjutnya 15 hari berikutnya diberi vitamin E.

e. Kelompok V (P4) = terdiri dari 8 ekor mencit betina dewasa yang diberi vitamin E selama 15 hari, selanjutnya 15 hari berikutnya diberi perlakuan latihan fisik maksimal.

f. Kelompok VI (P5) = terdiri dari 8 ekor mencit betina dewasa yang diberi perlakuan latihan fisik maksimal dan vitamin E selama 30 hari.

P0 kelompok kontrol

P1 latihan fisik maksimal selama 30 hari P2 diberi vitamin E selama 30 hari.

P3 latihan fisik maksimal 15 hari, diberi vitamin E selama 15 hari P4 diberi vitamin E selama 15 hari latihan fisik maksimal 15 hari P5 latihan fisik maksimal dan vitamin E selama 30 hari

0 15 30 (hari)

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1. Pemeliharaan hewan percobaan

Mencit betina dewasa ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik (ukuran 30x20x10cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol selama 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00), dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pelet komersial) dan air minum (air PAM) disuplai setiap hari secara berlebih.

Ethical clearance diperoleh dari Komisi Penelitian Hewan Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan.

3.6.2. Pemberian latihan fisik maksimal

Latihan fisik maksimal dilakukan dengan cara berenang sampai kelelahan (Laksmi, 2010; Jawi et al., 2008; Yu et al., 2006; Leeuwenburgh and Li, 1998).

Mencit berenang di dalam wadah kaca (ukuran 100 x 50 x 80 cm) yang diisi dengan air setinggi 60 cm, tidak ada jalan keluar. Sebagai usaha untuk keluar dari wadah, tikus akan berenang, menyelam dan memanjat dinding wadah dengan sekuat tenaga. Saat mencit menghentikan segala gerakannya, kecuali gerakan untuk bertahan hidup (mempertahankan kepala tetap berada di permukaan air), hal ini dianggap mencit sudah melakukan latihan fisik maksimal. Segera setelah itu, keluarkan mencit dari wadah, keringkan dengan handuk kering, dan kembalikan ke dalam kandang.

3.6.3. Pemberian vitamin E

Vitamin E yang diberikan adalah DL-α-tokoferol asetat yang dilarutkan dalam aquadest. Dosis vitamin E yang diberikan adalah 0,4mg/hari per oral. Dosis tersebut hasil dari konversi dosis manusia ke mencit yang merupakan metode modifikasi dari Ilyas, S.( 2007).

3.6.4. Pengamatan

Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Setelah itu dilakukan pengamatan sebagai berikut :

a. Pengamatan kadar estrogen (estradiol)

Pengamatan dilakukan pada hari ke 30 pada semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Kadar estrogen (estradiol) diperiksa dengan metode ELFA (Enzyme Linked Fluorescent Assay). Solid Phase Receptacle (SPR)

yang digunakan pada pemeriksaan ini merupakan fase solid seperti pipet. Reagensia pada pemeriksaan ini siap pakai dan tersimpan dalam satu bungkus reagensia strip. Semua tahap pemeriksaan ini dilakukan secara otomatis di dalam alat.

Sampel dimasukkan ke dalam well yang berisi Alkaline phospatase berlabel Estradiol (Konjugat). Sampel dan konjugat dicampur masuk dan keluar SPR pada waktu tertentu dan kecepatan reaksi tertentu.

Komponen yang tidak terikat akan dihilangkan pada saat pencucian. Pada langkah akhir reaksi substrate (4 - Methyl – umbelliferyl phospat) akan berputar masuk dan keluar SPR. Enzym konjugat katalisator akan menghidrolisa substrate menjadi product flourescent (4 – Methyl – umbelliferone). Flouresensi ini diukur pada panjang gelombang 450 nm. Intensitasnya sebanding dengan konsentrasi Estrogen (estradiol) dalam serum. (Biomerieux® SA, 2008)

b.Pengamatan gambaran histopatologi tulang alveolar mandibula

Pengamatan gambaran histopatologi tulang alveolar mandibula mencit, dibuat sediaan histologis menurut Hoeber,P.B (1950) dengan metode parafin, menggunakan pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin). Sesuai dengan cara yang lazim dikerjakan dalam pembuatan sediaan histologis yaitu: fiksasi, dekalsifikasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, penanaman, pengirisan, penempelan, deparafinasi, pewarnaan, penutupan dan pemberian label.

Fikasasi

Jaringan tulang mandibula diambil, kemudian difiksasi dalam larutan netral buffer formalin 10 % selama 2-10 jam.

Dekalsifikasi

Dekalsifikasi adalah menghilangkan bahan anorganik dari jaringan tulang. Hasil akhir dari dekalsifikasi adalah semua material anorganik sudah tidak ada pada tulang, sehingga dapat ditanam pada parafin atau celoidin. Mekanisme dari dekalsifikasi adalah dengan merendam spesimen tulang mandibula pada larutan asam formik 5%.

Pencucian

Setelah proses fiksasi dilakukan pencucian dengan alkohol 70%. Dehidrasi

Dilakukan secara bertahap, dengan alkohol 70% selama 10 menit, alkohol 80%, 90%, 96%, masing-masing selama 60 menit, kemudian dengan alkohol absolut 30 menit.

Penjernihan

Dilakukan segera setelah proses dehidrasi dengan menggunakan toluena murni.

Infiltrasi

Proses infiltasi parafin dilakukan di dalam oven dengan suhu 56ºC. Organ tulang mandibula dimasukkan kedalam campuran toluena-parafin dengan perbandingan 1:1 selama 30 menit. Kemudian berturut dimasukkan kedalam:

Parafin murni II selama 1 jam. Parafin murni III selama 1 jam. Penanaman

Sediaan dari parafin murni III dimasukkan ke dalam kaset cetakan yang telah berisi parafin cair, dan dibiarkan sampai parafin mengeras.

Pengirisan

Blok parafin tulang mandibula yang telah mengeras ditempelkan pada holder dengan menggunakan spatula, letakkan holder beserta blok parafin pada tempatnya di mikrotom. Pengirisan dilakukan dengan ketebalan 6µm.

Penempelan

Jaringan yang sudah diiris dimasukkan ke dalam water bath agar parafin hilang/larut. Kemudian jaringan diambil dan ditempel pada kaca objek, lalu dianginkan/dikeringkan.

Pewarnaan

Pewarnaan dengan hematoxylin-Eosin (H-E) melalui tahapan:

 Deparafinisasi preparat dengan xylol sampai bebas parafin.

 Hidrasi dengan alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, akuades.

 Inkubasi dalam larutan haematoxylin Erlich selama 30 menit.

 Cuci dengan air mengalir ± 10 menit.

 Dicelupkan kedalam akuades.

 Dimasukkan alkohol 30%, 50%, 70%.

 Kemudian dimasukkan kedalam larutan Eosin 0,5% selama 3 menit.

 Dikeringkan dengan kertas penghisap.

 Inkubasi dengan xylol selama 1 malam. Penutup

Preparat ditutup dengan gelas penutup setelah ditetesi dengan balsem kanada terlebih dahulu, lalu diberi label. Pewarnaan dengan hematoksilin-eosin (HE) yang akan menyebabkan inti berwarna hitam kebiru-biruan dan sitoplasma berwarna merah. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologis dengan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan gambaran kerusakan tulang alveolar mandibula dengan pembesaran 400x .

3.7. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD). Dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji ANOVA. Bila terdapat perbedaan dilakukan dengan uji Post Hoc untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan masing-masing perlakuan.

Jika distribusi data tidak normal dan atau tidak homogen, maka dilakukan transformasi data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Apabila data masih tidak normal distribusinya atau tidak homogen maka diuji dengan uji Kruskal-Wallis. Untuk melihat perbedaan antar kelompok kontrol dan kelompok perlakuan mengunakan uji Mann Whitney. Semua analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 18,0. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada p ≤ 0,05 yang dianggap bermakna (signifikan).

3.8. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian ini dari persiapan sampai pada penulisan hasil penelitian adalah lebih kurang 21 minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Jadwal Penelitian

Dokumen terkait