• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni 2008 hingga Januari 2009. Dalam rentang waktu tersebut telah terjadi Musim pancaroba awal dengan curah hujan tinggi (Juni), Musim Timur dengan curah hujan rendah (Juli hingga Oktober), Musim Pancaroba akhir (November & Desember) dengan curah hujan sedang dan Musim Barat dengan curah hujan tinggi (Januari).

Lokasi penelitian ini ditentukan pada kawasan budidaya rumput laut di Gugus Pulau Kaledupa (GPK), Kabupaten Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 3). Penentuan lokasi ini dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Wakatobi menjadikan rumput laut sebagai salah satu komoditas unggulan dengan sentral produksi pada kawasan perairan pesisir GPK. Akses ke kabupaten ini relatif mudah karena dapat ditempuh melalui dua rute yaitu penyebrangan kapal laut dan udara. Waktu tempuh masing-masing rute dari ibu kota provinsi ke kebupaten adalah 12 jam dan 45 menit dengan biaya sebesar Rp 130 000 dan 500 000 per orang. Akses ke lokasi penelitian dapat ditempuh melalui penyebrangan laut yang

membutuhkan waktu satu jam dengan biaya Rp 30 000 per orang via speed boat dari

ibu kota kabupaten.

Gambar 3 Lokasi penelitian di Gugus Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara.

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data penelitian ini meliputi data primer dan sekunder (Lampiran 1). Data primer diperoleh dari sampel pada setiap stasiun penelitian yang diukur secara langsung. Data ini diperoleh pula dari responden melalui wawancara

langsung dan recall (wawancara dengan menggunakan sarana komunikasi telpon).

Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga masyarakat, hasil-hasil penelitian sebelumnya dan instansi terkait yang relevan dengan penelitian ini, seperti: Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Penentuan Stasiun dan Teknik Sampling

Stasiun pengamatan ditentukan secara sengaja berdasarkan kawasan budidaya rumput laut kategori sangat sesuai (KSS) dan sesuai (KS) sebagaimana Manafi (2003) pada Gambar 4. Hal ini dilakukan atas pertimbangan adanya sifat zonasi kawasan yang dinamis (dapat berubah kapan saja) karena faktor eksternalitas (ketidakpastian). Untuk itu, pengecekan kawasan ini dilakukan dengan alat bantuan yang bisa digunakan secara insitu seperti GPS, pH meter,

refraktometer, termometer Hg, pita ukur (meter), dan Floating droudge (alat ukur

arah dan kecepatan arus dengan menggunakan bola pelampung yang diberi pemberat, antara pemberat dan pelampung terdapat kipas untuk mengikuti arah

arus) dan kamera digital. Stasiun ini disesuaikan pula dengan Smart (2005)

sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5. Syarat penentuan stasiun ini adalah dapat mewakili perairan pesisir GPK bagian timur, tengah dan barat serta telah

dimanfaatkan bagi usaha budidaya E. cottonii. Dengan demikian ditetapkan 12

stasiun yang meliputi 1, 2, 3 & 13 (bagian timur); 4, 5, 6 & 7 (bagian tengah) dan 8, 9, 10 & 11 (bagian Barat GPK).

Setiap stasiun terdapat lima sampel pertumbuhan rumput laut yang ditentukan dengan pertimbangan jarak kedekatan pulau. Masing-masing sampel diwakili oleh satu kepala keluarga (KK) sehingga diantaranya terdapat jarak yang ditentukan oleh jumlah dan luas lokasi pemanfaatan skala KK. Untuk itu terdapat dua titik sampel terdekat dengan pulau (nomor ganjil), dua titik sampel terjauh dengan pulau (nomor genap) dan satu titik pada bagian tengah atau di antara keempat titik sampel lainnya (nomor tertinggi) di setiap stasiun sebagaimana Gambar 6. Dengan demikian terdapat 60

sampel rumput laut dalam setiap pengukuran. Sampel dikarantina dengan menggunakan jaring untuk menghindari terjadinya pemangsaan oleh hewan herbivor.

Gambar 4 Peta kesesuaian kawasan budidaya rumput laut (sumber: Manfi 2003).

Keterangan: (sejumlah unit usaha skala keluarga)

Gambar 6 Titik pengambilan sampel rumput laut dalam satu stasiun. Penentuan Responden

Responden penelitian ini adalah pelaku budidaya E. cottonii yang

beraktifitas di perairan pesisir Gugus Pulau Kaledupa. Penentuan responden

dilakukan dengan metode two stage cluster random sampling. Metode ini

merupakan teknik penentuan responden yang dirunut dari dua tingkatan kelompok populasi. Tingkat pertaman, merupakan kelompok populasi GPK yang terdiri atas

desa-desa berpelaku budidaya E. cottonii. Dari sejumlah desa tersebut diambil

secara acak sebanyak 25% untuk menjadi kelompok populasi tingkat dua. Dalam populasi tingkat dua, terdapat sejumlah pelaku yang tersebar di setiap stasiun penelitian. Karenanya, populasi tersebut diidentifikasi kembali menjadi kelompok stasiun yang kemudian diambil secara acak sebesar 50% sehingga diperoleh

sejumlah responden yang dapat mewakili kawasan budidaya E. cottonii. Hal ini

memenuhi metode Nazir (2003) sebagaimana Tabel 3. Tabel 3 Metode penentuan responden penelitian

Jumlah Desa (M) Fraksi desa (f1) m = f1xM Desa Terpilih Jumlah Pelaku Fraksi pelaku (f2) n = f2xN Jumlah Responden (Y) M 25% m A N 50% N Y Unit usaha skala keluarga Sampel 1 Unit usaha skala keluarga Unit usaha skala keluarga Sampel 2 Unit usaha skala keluarga Sampel 4 Sampel 5 Unit usaha skala keluarga Sampel 3

Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan teknik obervasi dan wawancara langsung

serta recall dengan responden. Observasi langsung dilakukan dalam dua tahap.

Pertama, pengukuran parameter fisik kimia perairan pada kawasan KSS dan KS yang

dilakukan pada Bulan Juni. Data ini, dimaksudkan sebagai crossing check kondisi

perairan ke dua kawasan dengan data sebelumnya (Manafi 2003). Untuk itu, data yang diukur adalah parameter fisik kimia perairan sebagaimana Manafi (2003), DO,

Nitrat, Fosfat dan BOD5 pada stasiun yang sama. Data ini mencakup pula luas

masing-masing kawasan yang telah termanfaatkan dan belum termanfaatkan. Kedua, pengukuran biomasa rumput laut. Pada tahap ini, biomasa diukur setiap minggu sejak awal penanaman hingga panen (setelah ditimbang, sampel ditanam kembali) pada Musim Timur, Pancaroba akhir tahun dan Barat (setiap musim, sampel ditempatkan

pada titik yang sama). Adanya pelaksanaan crossing check yang menghabiskan waktu

di Bulan Juni mengakibatkan pengukuran biomas pada Musim Pancaroba awal tahun tidak dapat dilakukan. Dengan demikian terdapat enam kali pengukuran untuk setiap sampel pada setiap musim sejak Bulan Juli hingga Desember.

Wawancara langsung dan recall dengan responden dilakukan dalam kurun

waktu lima bulan (Juni hingga Okbtober). Dalam kurun waktu tersebut, diharapkan dapat mengumpulkan informasi tentang kondisi pemanfaatan kawasan budidaya rumput laut. Informasi ini berupa jumlah bibit, alokasi waktu kerja, alokasi investasi budidaya, jumlah produksi, harga jual dan keputusan pelaku terhadap pemilihan lokasi pemanfaatan.

Analisis Data

Analisis kesesuaian biofisik kawasan

Kesesuaian biofisik dikaji dengan menggunakan alat analisis sistem informasi geografis (SIG) yang dibagi kedalam tiga tahap. Pertama, interpolasi data penelitian Manafi (2003), Smart (2005) dan survey lapangan. Kedua, verifikasi dengan mengintegrasikan perhitungan laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut, uji statistik rancangan faktorial, dan uji jarak berganda Duncan. Hasil verifikasi direduksi dengan keberadaan terumbu karang, jalur transportasi kapal

dan pelabuhan. Ketiga, proses overlay (tumpang susun) parameter yang telah

tree decision, dimana kelas kesesuaian dibentuk dari parameter dengan kelas yang setingkat atau kelas yang lebih tinggi.

Perhitungan LPH rumput laut menggunakan persamaan matematis sebagaimana Anggadiredja (2006):

      % ... (3.1) keterangan:

G = Lajupertumbuhan harian (%) w0 = Biomasa rumput laut awal (g) wt = Biomasa rumput laut akhir (g) t = Usia pemeliharaan (hari).

Respon pertumbuhan rumput laut di setiap kelompok thallus, musim dan

stasiun dianalisis dengan menggunakan uji anova dari rancangan faktorial. Beda nyata pada taraf kepercayaan 95% dari hasil anova dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Persamaan matematis dari rancangan ini, mengikuti Gomes dan Gomes (2007) sebagai berikut:

ijk ij j i k ijk K A B AB Y =μ+ + + + +ε ... (3.2) keterangan:

Yijk = nilai respon pada faktor stasiun taraf ke-i, faktor musim taraf ke-j, dan kelompok ke-k µ = rataan umum

Kk = pengaruh faktor kelompok taraf ke-k, Ai = pengaruh faktor stasiun taraf ke-i Bj = pengaruh faktor musim taraf ke-j

ABij = Pengaruh interaksi antara stasiun dan musim

Єijk = Pengaruh faktor kesalahan

Uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%, digunakan untuk menentukan klasifikasi kawasan. Adanya jarak beda nyata LPH antara stasiun tertentu dikategorikan sebagai kawasan dalam kelas yang berbeda, sedangkan stasiun yang memiliki LPH dengan jerak beda tak nyata dikategorikan sebagai kawasan dalam kelas yang sama.

Berdasarkan jarak beda nyata LPH pada taraf kepercayaan 95%, maka pengkalsifikasian kawasan berikutnya mengikuti ketentuan:

1. Jika LPH > 3% hari-1 dan ada jarak beda nyata dengan 3% hari-1, maka

kawasan tersebut dinyatakan sebagai kawasan tipe A.

2. Jika LPH = 3% hari-1 dan tidak ada jarak beda nyata dengannya, maka

3. Jika LPH < 3% hari-1 dan ada jarak beda nyata dengan 3% hari-1, maka kawasan tersebut dinyatakan sebagai kawasan tipe C.

Ketentuan di atas didasakan pada pertimbangan kadar karaginan rumput

laut. Anggadiredja et al. (2006); Sulistijo (2002) menyatakan bahwa LPH

Eucheuma dalam kategori baik adalah 3% hari-1. Sejalan dengan itu, Sulistijo dan

Syafri (1991) menyatakan bahwa tanaman Eucheuma alvarezii di Pulau Pari

dengan LPH 3 hingga 5% hari-1 dapat mencapai kadar karaginan 35 hingga 45%

pada usia pemeliharaan enam minggu. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa kandungan tersebut telah memenuhi kualitas karaginan yang menguntungkan. Doty (1985) menyatakan bahwa standar kadar karaginan bagi rumput laut adalah 40%.

Interaksi antara LPH berdasarkan indikator karaginan dan jarak beda nyata dengan stasiun serta musim memberikan perbedaan kestabilan kawasan untuk menunjang pertumbuhan rumput laut dalam suatu siklus perubahan musim. Perbedaan tersebut dapat diklasifikasikan kedalam bentuk:

1. Kawasan stabil baik (KSB), dimana kawasan tersebut tetap menunjang LPH

dalam kisaran tipe B selama siklus perubahan musim.

2. Kawasan dominan baik (KDB), dimana kawasan tersebut menunjang LPH dalam

kisaran tipe B pada sebahagian besar waktu dalam siklus perubahan musim.

3. Kawasan stabil belum baik (KSBB), dimana kawasan tersebut tetap

menunjang LPH dalam kisaran tipe C selama siklus perubahan musim.

4. Kawasan Dominan belum baik (KDBB), dimana kawasan tersebut menunjang

LPH dalam kisaran tipe C pada sebahagian besar waktu dalam siklus perubahan musim.

Analisis daya dukung pemanfaatan kawasan

Daya dukung pemanfaatan kawasan ditinjau melalui tiga pendekatan yaitu ekologi, sosial dan ekonomi. Pendekatan ekologi dipertimbangkan dari aspek ketersediaan dan produksi kawasan. Ketersediaan merupakan perbandingan antara luas masing-masing kawasan dengan luas blok budidaya yang kemudian disesuaikan dengan koefisien budidaya efektif sehingga memenuhi formulasi yang dijabarkan dari Amarulah (2007) sebagai berikut:

)) 1 ( ( − = T pj LKL dukung Daya α ... (3.3) keterangan:

LKL = Luas Kapasitas kesesuaian lahan, p = panjang tali,

j = jarak antar tali,

T = 6 bentang tali ris (Anggadiredja 2006),

α = koefisien budidaya efektif.

Aspek produksi dikaitkan dengan periode waktu pemanfaatan kawasan hingga mencapai titik optimal manfaat dalam sekali proses produksi. Penelusuran ini diawali

dari respon pertumbuhan rumput laut pada waktu t sebagaimana persamaan berikut:

Yt = α + lnXt... (3.4a) keterangan:

Yt = respon pertumbuhan rumput laut pada waktu ke-t Xt = biomasa rumput laut pada waktu ke-t

α = intercept biomasa rumput laut = koefisien regresi biomasa rumput laut

dari persamaan di atas, biomasa rumput laut dihitung dengan persamaan:

  ... (3.4b)   / ... (3.4c)

kemudian dilanjutkan dengan analisis Present Value (PV) berdasarkan

pertumbuhan harian rumput laut melalui formula Faustman (Fauzi, 2006):

      ... (3.4d) Keterangan:

PVj = Present Value biomasa

Vj = Value biomasa (biomasa rumput laut dikali harga basah rumput laut) t = usia rumput laut

δ = tingkat suku bunga bank

Upaya memaksimumkan PV dilakukan dengan menurunkan persamaan 3.4d terhadap waktu dan menyamakannya dengan nol, atau:

    ... (3.4e)

Keterangan:

PVj = perubahan Present Value biomasa t = perubahan usia rumput laut

Persamaan 3.4a hingga 3.4e diulang untuk menilai PV karaginan rumput laut. Nilai PV tertinggi dari kedua parameter tersebut dijadikan titik akhir dari periode pemanfaatan kawasan untuk satu siklus produksi. Dengan demikian,

periode rotasi optimal pemanfaatan kawasan budidaya rumput laut ditentukan jumlah hari pencapaian PV maksimum tersebut.

Pendekatan sosial didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja dalam satu siklus produksi. Kebutuhan tenaga kerja (KTK) merupakan fungsi dari jumlah unit usaha

(∑U), rata-rata beban kerja budidaya (  ), waktu kerja efektif setiap tenaga kerja (E)

dan selang waktu dalam satu siklus produksi (P). Dengan demikian dapat

diformulasikan sebagai berikut:

  ... (3.5) Keterkaitan antara pendekatan sosial dan ekologi dinyatakan dengan tingkat

kepadatan penggunaan kawasan yang disebut demand capacity ratio (DCR). Hal

ini, diangkat dari perbandingan antara luas masing-masing kawasan (Y) dengan luas pemanfaatannya (X). Secara matematis, ditunjukkan sebagai berikut:

    % ... (3.6) dimana, kawasan yang mencapai DCR 100% mengandung arti bahwa kawasan tersebut telah menempati kondisi jenuh atau tidak lagi memungkinkan tambahan pengguna sebelum mengurangi luas pemanfaatan dari pengguna lainnya.

Pendekatan ekonomi dipertimbangkan melalui kemampuan kawasan untuk memberikan suatu nilai ekonomi atas pemanfaatannya dalam usaha budidaya rumput laut. Nilai ini didasarkan pada pendapatan bersih pelaku tiap hektar per tahun yang merupakan selisih antara pendapatan kotor dan biaya. Dalam hal ini,

biaya adalah harga tunai input produksi yang digunakan dalam sekali proses

produksi dan biaya tidak tunai seperti biaya tenaga kerja keluarga. Nilai ekonomi kawasan dihitung pula dalam skala perubahan musim (satu tahun), sehingga memenuhi persamaan Rustiadi (2007) berikut.

  ∑ ... (3.7a) keterangan:

NPV = Net Present Value (nilai ekonomi kawasan berdasarkan tingkat kelayakan) Bt = Benefit (penerimaan pada waktu t)

Ct = Cost (biaya pada waktu t) t = Time (waktu)

r = tingkat discount rate (nilai suku bunga) n = waktu, lamanya periode analisis

Berdasarkan konsep SR (Sphere rent) tingkat keuntungan yang diperoleh pengguna kawasan ditentukan pula oleh besarnya biaya alokasi waktu kerja yang muncul akibat perbedaan jarak (biaya transportasi). Dalam hal ini, asumsinya adalah biaya produksi konstan dan harga pasar homogen. Dengan demikian memenuhi persamaan berikut.

  ... (3.7b)

keterangan:

SR = Sphere rent (nilai ekonomi kawasan berdasarkan alokasi waktu kerja) Y = output per unit kawasan

m = harga satuan output

c = biaya produksi per satuan output

t = biaya alokasi waktu kerja per satuan output per satuan waktu kerja d = alokasi waktu kerja setiap unit pemanfaatan kawasan

Hubungan antara pendekatan ekonomi dan sosial dikaitkan dengan sebaran

pelaku menurut tingkat penggunaan input budidaya. Tingkatan tersebut dibagi

kedalam kelas rendah, sedang dan tinggi. Semuanya dibedakan dengan menggunakan formulasi indeks relatif menurut Saefulhakim (2008) berikut.

   

    ... (3.8)

keterangan:

IRij = indeks relatif penggunaan input ke i oleh pelaku ke j Xij = luas penggunaan input ke i oleh pelaku ke j

Xi min = luas penggunaan input ke i yang paling rendah Xi min = luas penggunaan input ke i yang paling tinggi ts = total selang kelas

sehingga diperoleh ketentuan:

1. Jika IR < 3, maka penggunaan input tersebut rendah

2. Jika IR < 6, maka penggunaan input tersebut sedang

3. Jika IR > 6, maka penggunaan input tersebut tinggi

Interaksi antara ketiga pendekatan (ekologi-sosial-ekonomi) terkait dengan skala usaha budidaya rumput laut. Penilaian skala usaha ini mengikuti persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas (Woodwell J.C., 1998).

Y= H*LαK R M N ... (3.9) Keterangan:

Y = produksi rumput laut H = konstanta

L = input tanaga kerja K = input fasilitas produksi R = input bibit rumput laut M = input operasional

N = input kawasan

α, , ..., = koefisien arah fariabel bebas

Koefisien arah variabel bebas digunakan untuk menghitung skala usaha dengan menjumlahkan koefisien tersebut sehingga memenuhi persamaan:

SU = α + + + + ... (3.10) Dengan demikian mengikuti kondisi sebagai berikut :

1. Bila SU> 1, maka proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan

tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

2. Bila SU = 1, maka penambahan faktor produksi akan proporsional dengan

penambahan produksi yang diperoleh.

3. Bila SU < 1, maka penambahan faktor produksi melebihi proporsi

penambahan produksi.

Analisis strategi pengelolaan kawasan

Kepentingan strategi pengelolaan ini dimaksudkan untuk membangkitkan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan perarian pesisir GPK sebagai kawasan budidaya rumput laut. Sehubungan dengan itu, maka diasumsikan bahwa masyarakat cenderung untuk menentukan pilihan pada kawasan yang mampu memuaskan kebutuhannya. Dalam penelitian ini, unsur-unsur yang dibangun sebagai arah persepsi masyarakat dalam pemanfaatan kawasan didasarkan atas atribut-atribut dari dimensi ekologi, sosial dan ekonomi sebagai mana Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Matriks persepsi pengguna kawasan berdasarkan dimensi ekologi, sosial dan ekonomi Atribut Tingkat kepentingan Indeks relatif pada kawasan Keunggulan Ki

(ketentuan I) keunggulan Rerata Ki Persepsi (ketentuan II) Ki K… Kn K… Kn 1 2 3 4 5 6 (3/4) 7 (3/5) 8 9 Dimensi Ekologi

Ketersediaan kawasan (A) 2A 3A 4A 5A 6A 6A 8A 9A Produktivitas (P) 2P 3P 4P 5P 6P 6P 8P 9P Indeks dimensi ekologi 2A + 2P + 8A + 8P

Dimensi Sosial

Beban kerja budidaya (B) 2K 3B 4B 5B 6B 7B 8B 9B Jumlah tenaga kerja (T) 2T 3T 4T 5T 6T 7T 8T 9T DCR (D) 2D 3D 4D 5D 6D 7D 8D 9D Indeks dimensi sosial 2B + 2T + 2D + 8B + 8T + 8D

Tabel 4 ... Lanjutan Atribut Tingkat kepentingan Indeks relatif pada kawasan Keunggulan Ki

(ketentuan I) keunggulan Rerata Ki Persepsi (ketentuan II) Ki K Kn K Kn 1 2 3 4 5 6 (3/4) 7 (3/5) 8 9 Dimensi Ekonomi output (O) 2O 3O 4O 5O 6O 7O 8O 9O input (I) 2I 3I 4I 5I 6I 7I 8I 9I Indeks dimensi ekonomi 2O + 2I + 8O + 8I

Ket.: Superscript di depan huruf menunjukkan identitas kolom; Ki (kawasan ke i); K... (kawasan berikutnya); Kn (kawasan ke n); Tingkat kepentingan berjumlah 100; Indeks relatif bernilai 1 hingga 9 dan dihitung dengan formula 3.7; Kolom ketentuan I diulang hingga memenuhi rata-rata keunggulan Kn (kolom 8).

Ketentuan I pada Tabel 4 merupakan nilai keunggulan relatif suatu kawasan dari pembandingnya sehingga mengikuti:

1. Jika nilai kawasan terbanding lebih besar dari kawasan pembanding, maka

nilai yang diberikan adalah positif sebesar angka pada tingkat kepentingan.

2. Jika nilai kawasan terbanding lebih kecil dari kawasan pembanding, maka

nilai yang diberikan adalah negatif sebesar angka pada tingkat kepentingan.

3. Jika nilai perbandingan antara kawasan terbanding dengan pembandingnya

berkisar antara 0 hingga 1, maka keunggulan relatifnya adalah 0 (nol).

Ketentuan II pada Tabel 4 merupakan persepsi pengguna kawasan berdasarkan total keunggulan atribut di setiap dimensi yang mengikuti:

1. Jika indeks suatu dimensi kawasan > 0, maka kawasan tersebut dipersepsi

memiliki keunggulan relatif lebih baik dibanding kawasan pembandingnya.

2. Jika indeks suatu dimensi kawasan ≤ 0, maka kawasan tersebut dipersepsi

memiliki keunggulan relatif kurang baik dibanding kawasan pembandingnya. Lanjutan persepsi keunggulan dari setiap atribut dimensi adalah ukuran

keseluruhan keunggulan yang terdapat pada suatu kawasan atau overall excellence

(OE). Masyarakat akan memberikan persepsi positif atau persepsi pengguna(PP)

positif dari suatu kawasan jika merasa mendapat suatu nilai tambah setelah menggunakan kawasan tersebut. Sebaliknya, PP negatif, menunjukkan masyarakat pengguna cenderung belum mendapat suatu nilai tambah atas pemanfaatan suatu kawasan. Total OE kawasan yang dipersepsi dari keseluruhan dimensi dihitung dengan matriks sebagaimana Arifin (2006) berikut.

Tabel 5 Matriks keunggulan dimensi keseluruhan yang dapat dipersepsi oleh pengguna kawasan Dimensi Tingkat kepentingan Indeks Overall Ki K… Kn Ki K… Kn 1 2 3 4 5 6 (2*3) 7 (2*4) 8 (2*5) Ekologi (L) 2L 3L 4L 5L 6L 7L 8L Sosial (S) 2S 3S 4S 5S 6S 7S 8S Ekonomi (N) 2N 3N 4N 5N 6N 7N 8N Tot dimensi keseluruhan (TDK) ∑OKi ∑OK… ∑OKn Ket.: Superscript di depan huruf menunjukkan identitas kolom; Ki (kawasan ke i); K... (kawasan

berikutnya); Kn (kawasan ke n); O (overall); Tingkat kepentingan berjumlah 100; Indeks dimensi dari Tabel 5.

Ketentuan III untuk Tabel 5 merupakan persepsi pengguna kawasan terhadap seluruh manfaat dimensi yang dapat diperoleh. Kententuan tersebut adalah:

1. Jika TDK > 100, maka manfaat dari serluruh dimensi kawasan tersebut dipersepsi

sebesar (TDK – 100)/100 lebih baik dibandingkan kawasan pembandingnya.

2. Jika TDK < 100, maka manfaat dari serluruh dimensi kawasan tersebut

dipersepsi sebesar (TDK – 100)/100 lebih rendah dibandingkan kawasan pembandingnya.

Pembanding keunggulan suatu kawasan adalah biaya yang dikorbankan untuk pemanfaatannya yang mencakup pembelian bibit, fasilitas produksi, oprasional dan upah tenaga kerja. Kompetasi masing-masing biaya tersebut disetiap kawasan dapat memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya nilai biaya yang dikorbankan untuk pemanfaatan suatu kawasan. Hal ini dihitung dengan menggunakan matriks biaya pemanfaatan sebagai mana Tabel 6 berikut. Tabel 6 Matriks biaya pemanfaatan kawasan yang dikorbankan bagi kegiatan

budidaya Atribut biaya Tingkat kepentin gan Ki K… Kn Nilai kompetisi Pengali biaya Total biaya Perse psi Nilai kompetisi Pengali biaya Total biaya Perse psi Nilai kompetisi Pengali biaya Total biaya Perse psi 1 2 3 4 5 (2*4) 6 7 8 9 (2*8) 10 11 12 13 (2*7) 14 Bibit (b) 2b 3b (1 + 3b) 5b Ktt IV 7b (1 + 7b) 9b Ktt IV 9b (1 + 9b) 11b Ktt IV Fasilitas produksi (f) 2f 3f (1 + 3f) 5f Ktt IV 7f (1 + 7f) 9f Ktt IV 9f (1 + 9f) 11f Ktt IV Oprasional (o) 2o 3o (1 + 3o) 5o Ktt IV 7o (1 + 7o) 9o Ktt IV 9o (1 + 9o) 11o Ktt IV Tenaga kerja (t) 2t 3t (1 + 3t) 5t Ktt IV 7t (1 + 7t) 9t Ktt IV 9t (1 + 9t) 11t Ktt IV Tot biaya keseluruhan (TBK) 5b + 5f + 5o + 5t 9b + 9f + 9o + 9t 11b + 11f + 11o + 11t Ket.: Superscript di depan huruf menunjukkan identitas kolom; Ki (kawasan ke i); K... (kawasan

berikutnya); Kn (kawasan ke n); Ktt IV (ketentuan IV); Tingkat kepentingan berjumlah 100; Nilai kompetisi (rerata perbandingan tiap biaya pada kawasan satu dengan lainnya.

Ketentuan IV pada Tabel 6 merupakan persepsi biaya penggunaan kawasan yang dikorbankan oleh pengguna kawasan. Kententuan ini mengikuti:

1. Jika TBK > 100, maka biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan suatu

kawasan dianggap lebih mahal sebesar (TBK – 100)/100 daripada kawasan pembandingnya.

2. Jika TBK < 100, maka biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan suatu

kawasan dianggap lebih murah sebesar (TBK – 100)/100 daripada kawasan pembandingnya.

Nilai Perbandingan antara MP dengan BP suatu kawasan merupakan ukuran kepuasan pengguna (KP). Hal ini dihitung dengan menggunkan matriks kepuasan sebagaimana Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Matriks kepuasan pengguna yang memanfaatkan kawasan budidaya Manfaat pengguna Biaya pemanfaatan Persepsi pengguna Komentar

TDK TBK TDK - TBK Ketentuan V

Ket.: TDK merupakan total dimensi keseluruhan (Tabel 6); TBK merupakan total biaya keseluruhan (Tabel 6).

Ketentuan V pada Tabel 7 mengikuti :

1. Jika TDK > TBK, berarti ada kepuasan pengguna kawasan

2. Jika TDK < TBK, berarti tidak ada kepuasan pengguna kawasan

Ketentuan VI untuk keseluruhan analisis merupakan strategi pemanfaatan kawasan akibat adanya kepuasan yang masih tetap dirasakan oleh pengguna kawasan setelah beberapa kebijakan diterapkan. Ketentuan ini mengikuti:

1. Jika PP > 0, maka kepuasan positif sebesar PP yang menunjukkan bahwa

suatu kawasan masih mampu memberikan kepuasan kepada pengguna ketika kebijakan harga agunan ditetapkan sebesar BP agunan lebih mahal, kebijakan biaya oprasional ditetapkan sebesar BP biaya operasional lebih mahal dan kebijakan skala usaha sebesar BP skala usaha dipertahankan.

2. Jika PP < 0, maka kepuasan negatif sebesar PP yang menunjukkan bahwa

suatu kawasan belum mampu memberikan kepuasan kepada pengguna ketika

kebijakan harga agunan ditetapkan sebesar nilai competitive position rerata

competitive position biaya operasional lebih mahal dan kebijakan skala usaha

sebesar nilai competitive position skala usaha perlu ditinjau kembali.

Analisis optimasi pemanfaatan kawasan

Analisis optimasi merupakan fungsi dari keterlibatan akses modal dalam mencapai frekuensi pemanfaatan kawasan yang optimal dan target pengguna potensialnya. Optimalisasi frekuensi pemanfaatan dihitung dengan menggunakan

metode mean daily increament (MDI) sebagaimana formula Fauzi (2006) dari

persamaan 3.3 hingga 3.3d. Optimalisasi pengguna potensial dan titik impas

(kontrol) dalam penggunaan modal terhadap produksi dihitung dengan excel

solver sebagaimana Arifin (2006). Penentuan biaya produksi dalam titik impas menggunakan standar biaya minimum yang mengikuti persamaan 3.4a hingga 3.4d dengan sedikit perubahan pada persamaan 3.4b menjadi:

      ... (3.4b2)

Analisis excel solver bagi optimasi pengguna potensial mengikuti format

sebagai berikut:

Tabel 8 Matriks excel solver bagi optimasi pengguna potensial

Kawasan (Kws) Biaya per KK penggunaan kawasan Jumlah pengguna Biaya pemanfaatan % biaya pemanfaatan Pengguna potensial 1 2 3 4 5 (2x4) 6 (5n/∑5) 7 (3x4) Kws 1 Kws … Kws n

Total biaya pemanfaatan seluruh kawasan ∑5 ∑7 Total biaya kawasan target 51 + 52

Kendala: Total agunan seluruh kawasan ∑ SR (3.6b)

Total agunan kawasan target ∑ SR target

Dokumen terkait