• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 ditentukan bahwa :

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.9

Anggaran Dasar adalah merupakan keseluruhan aturan yang mengatur secara langsung kehidupan koperasi dan hubungan antara koperasi dengan para anggotanya untuk terselenggaranya tertib organisasi.10

Badan hukum ialah dimana suatu badan yang sekalipun bukan berupa seorang manusia namun dianggap mempunyai suatu harta kekayaan sendiri terpisah dari para anggotanya dan merupakan pendukung dari hak-hak dan kewajiban seperti seorang manusia.11

G. Metode Penelitian. 1. Sifat Penelitian.

Bertolak dari rumusan permasalahan dan tujuan dari penelitian ini seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan, menelaah dan menjelaskan serta menganalisa permasalahan yang dikemukakan.

2. Metode Pendekatan.

9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 1 angka 1 10 Sutantya Rahardja Hadikusuma, Op. Cit, hal 69

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Penggunaan pendekatan yuridis normatif yang dimaksud adalah melakukan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, sistematika sebuah undnag-undang, kasus, dokumen-dokumen dan teori-teori yang berkaitan dengan perkoperasian sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.

3. Sumber Data.

Bahan dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah bahan dasar hukum normatif yaitu dari sudut kekuatan mengikatnya dibedakan menjadi tiga golongan, yakni bahan hukum primer, sekunder dan tertier. 12

a. Bahan Hukum Primer.

Yang dimaksud dengan bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat dari sudut norma dasar/ kaidah dasar, peraturan dasar perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder.

Yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier

Yang dimaksud dengan bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.13

12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu tinjauan Singkat, (Jakarta : PT Rajawali, 1995), hal 33

4. Alat Pengumpulan Data.

Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka yang berkaitan dengan perkoperasian sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Sebagai penunjang hal tersebut maka dilakukan pengumpulan data sekunder yaitu dengan menelaah berbagai buku hukum atau karya ilmiah, dokumen-dokumen, majalah-majalah dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini serta dengan melakukan wawancara kepada Ibu Notaris Anita Simanjuntak, Ibu Notaris Nursaida Hasibuan SH, Bapak Notaris Syafril Warman SH, di Medan dan Narasumber dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yaitu Bapak Salmeks Saragih SH, M.Hum, yang memahami mengenai permasalahan dalam penelitian ini.

5. Analisis Data.

Setelah data dikumpulkan, tahap berikutnya adalah menganalisis data. Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap suatu masalah yang diteliti. Sebelum menganalisis data, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui keakuratannya.

Selanjutnya diadakan pengelompokkan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan. Evaluasi dilakukan terhadap data dengan pendekatan kualitatif, yaitu data yang sudah dikumpulkan dipilah-pilah dan dilakukan

pengolahannya.14 Setelah dipilah dan diolah lalu dianalisis secara logis dan sistimatis dengan menggunakan metode berfikir deduktif, sehingga diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.

BAB II

PERANAN NOTARIS DALAM MEMBUATAN AKTA PENDIRIAN DAN AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI SEBELUM DAN

SESUDAH KEMERDEKAAN A. Tinjauan Umum Tentang Koperasi dan Kenotariatan A. 1. Tinjauan Umum Tentang Koperasi

Dalam hal pengertian dari segi bahasa, secara umum istilah koperasi berasal dari bahasa latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Dalam bahasa Belanda disebut Cooperatieve Verenegingen yang artinya bekerja bersama orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan di Inggris disebut Coperation. Istilah inilah yang kemudian diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai kooperasi yang dibakukan menjadi istilah “koperasi”.

Menurut R. S. Soeriaatmadja: koperasi adalah suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar persamaan derajat sebagai manusia dengan tidak membedakan haluan, agama atau politik dengan sukarela masuk untuk sekedar untuk memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama.15

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 ditentukan bahwa: koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi 14 Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), hal 3.

dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas-asas kekeluargaan.16

A. 2.Tinjauan Umum Tentang Kenotariatan

Notaris merupakan suatu profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat. Jasa Notaris semakin dibutuhkan, apalagi melihat proses pembangunan di Indonesia yang semakin meningkat.17

Ada beberapa hal yang menjadi wewenang dan sekaligus merupakan tugas Notaris seperti yang disebutkan dalam Bab II Pasal 15 UUJN, adalah sebagai berikut:

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Notaris berwenang pula :

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c) Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g) Membuat akta risalah Lelang.18

B. Pembuatan Akta Pendirian Koperasi, Akta Perubahan dan Pendaftaran Koperasi menurut Perundang-undangan Produk Hindia Belanda

16 UU No. 25 Tahun 1992, Op. Cit, Pasal 1 angka 1.

17 G.H.S. Lumban Tobing, S.H, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : Erlangga, 1980), hal 12 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, Op. Cit, Pasal 15

1. Ketentuan dan proses pembuatan Akta Koperasi, Akta perubahan dan Pendaftaran Koperasi menurut Staatsblaad 431 Tahun 1915

2. Pembuatan Akta Koperasi, Akta perubahan dan pendaftaran koperasi menurut Staatsblad No. 91 Tahun 1927.

3. Pembuatan Akta Koperasi, Akta Perubahan dan Pendaftaran Koperasi menurut Staatsblad 108 Tahun 1933

C. Pembuatan Akta Koperasi, Akta Perubahan dan Pendaftaran Koperasi Sesudah Zaman Kemerdekaan sebelum UU No. 25 Tahun 1992

1. Pembuatan Akta Koperasi, Akta Perubahan dan Pendaftaran Koperasi menurut Staatsblad 179 Tahun 1949

2. Ketentuan Akta Pendirian, Pendaftaran dan Akta Perubahan pada undang-undang No. 79 Tahun 1958

3. Ketentuan Pendaftaran dan Pengesahan Anggaran Dasar dan Badan Hukum Koperasi menurut Undang-undang No. 14 Tahun 1965 Tentang Perkoperasian D. Pembuatan Akta Koperasi, Akta Perubahan dan Pendaftaran Koperasi

Menurut UU No. 25 Tahun 1992

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 mengenai pendaftaran, perubahan anggaran dasar dan pengesahannya diatur dalam PP No. 4 Tahun1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. Mengenai pendaftaran dan pengesahan diatur dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan Menteri.

2. Untuk mendapatkan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, para pendiri atau kuasa para pendiri mengajukan permintaan pengesahan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan:

a. dua rangkap akta pendirian Koperasi, satu diantaranya bermaterai cukup;

b. berita acara rapat pembentukan Koperasi, termasuk pemberian kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada;

c. surat bukti penyetoran modal, sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok;

d. rencana awal kegiatan usaha Koperasi.

3. Apabila permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi telah lengkap, kepada pendiri atau kuasanya diberikan tanda terima.

4. Menteri memberikan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, apabila ternyata setelah diadakan penelitian anggaran dasar koperasi tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

5. Pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. Surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan disampaikan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

6. Dalam hal permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, keputusan penolakan serta alasannya berikut berkas permintaan disampaikan secara tertulis kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.

7. Terhadap penolakan pengesahan tersebut, para pendiri atau kuasanya dapat mangajukan permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi dalam waktu paling lama satu bulan sejak diterimanya pemberitahuan penolakan.

8. Menteri memberikan keputusan terhadap permintaan ulang dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak diterimanya permintaan ulang pengesahan secara lengkap.

9. Dalam hal pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan, Menteri menyampaikan surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.

10. Dalam hal permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, Menteri menyampaikan keputusan penolakan serta alasannya kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu

paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan penolakan ditetapkan. Keputusan Menteri terhadap permintaan ulang tersebut merupakan putusan terakhir.

11. Apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu yang telah diatur, pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan berdasarkan kekuatan Peraturan Pemerintah ini.19

E. Pembuatan Akta Koperasi, Akta Perubahan dan Pendaftaran Koperasi menurut Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 98/KEP/M.KUKM/IX/2004

Ketentuan-ketentuan pada surat keputusan tersebut pada intinya, antara lain : 1. Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi bertugas memberikan pelayanan dalam

proses (pembuatan akta) pendirian, perubahan anggaran dasar, pembubaran serta akta lain yang terkait dengan kegiatan koperasi (akta koperasi) serta bertanggung jawab atas otentisitas akta-akta yang dibuatnya.

2. Untuk dapat ditetapkan sebagai Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi, Notaris harus mengikuti pembekalan di bidang perkoperasian dengan bukti sertifikat yang ditanda tangani oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM.

3. Permohonan penetapan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi ditujukan kepada Menteri Negara dan UKM melalui kepala Dinas yang membidangi koperasi tingkat Kabupaten/ Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Koperasi dan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi tingkat Propinsi.

4. Menteri Negara dan UKM menetapkan NPAK melalui surat keputusan yang disampaikan langsung kepada Notaris yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Gubernur dan Kepala Dinas/ Instansi yang membidangi koperasi tingkat Propinsi/ Daerah Tingkat I serta

kepada Bupati/ Wakil kota dan Kepala Dinas/Instansi yang membidangi koperasi tingkat Kabupaten/ Kota pada tempat kedudukan Notaris.

5. Akta koperasi dibuat dengan bentuk dan isi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dibacakan dan dijelaskan isinya oleh NPAK kepada para pendiri, angggota atau kuasanya sebelum menandatangani akta.

6. Pembuatan Akta koperasi untuk koperasi primer dan sekunder di tingkat kabupaten/kota, propinsi maupun Nasional, adalah kewenangan NPAK sesuai dengan kedudukan kantor koperasi tersebut berada. Khusus untuk koperasi yang berkedudukan di DKI Jakarta, merupakan kewenangan NPAK yang berkedudukan di DKI jakarta.

7. NPAK memberikan jasa tanpa memungut biaya kepada mereka yang menyatakan tidak mampu berdasarkan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Lurah/ Kepala Desa tempat kedudukan koperasi dan diketahui oleh Kepala Dinas/ Instansi yang membidangi Koperasi Kabupaten/ Kota setempat.

8. Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi wajib mengirimkan laporan tahunan mengenai akta-akta koperasi yang dibuatnya kepada Menteri Negara Koperasi danUKM dengan tembusan kepada Pejabat yang berwenang di wilayah kerjanya paling lambat pada bulan Februari, setelah berakhirnya tahun yang telah berjalan. 9. Kementerian Koperasi dan UKM serta Dinas/ Instansi yang membidangi koperasi

dan UKM Propinsi, Kabupaten/ Kota berkewajiban mensosialisasikan pembuatan akta koperasi oleh Notaris kepada gerakan koperasi di wilayah kerjanya.

BAB III

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI OLEH NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN DAN AKTA PERUBAHAN ANGGARAN

DASAR BADAN USAHA KOPERASI.

Dalam pembuatan akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar badan usaha koperasi oleh Notaris terdapat beberapa permasalahan antara lain:

1. Pembekalan tentang perkoperasian bagi Notaris calon NPAK dirasakan belum memadai..

2. Selain itu, diperlukan juga bekal pengalaman dengan menyerap pengalaman-pengalaman para petugas yang sebelum adanya Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi menangani langsung pembuatan Akta koperasi.

3. Dalam prakteknya, seringkali Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi harus berkonsultasi kembali dengan para petugas Dinas Koperasi dan UKM sebelum pembuatan akta koperasi.

4. Kekhawatiran yang dirasakan oleh para pendiri koperasi skala kecil, akan timbulnya pembebanan biaya yang mahal untuk membuat akta pendirian koperasi oleh Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi serta dirasakan bahwa rantai birokrasi proses pembuatan koperasi menjadi lebih panjang.20

Permasalahan lainnya bagi sebagian Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi yang tingkat kesibukannya tinggi, sering terbentur dengan sulitnya mengatur waktu untuk menghadiri rapat para pendiri atau rapat anggota seperti yang biasa dilakukan oleh pejabat/ petugas Dinas Koperasi.21 Pada umumnya, Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi belum siap dengan kelengkapan administrasi (formulir-formulir) yang 20 Hasil wawancara dengan Notaris Nursaida Hasibuan SH, Tanggal 05 Mei 2008

harus diisi dan dilengkapi oleh para pendiri koperasi untuk keperluan pengesahan akta koperasi..22

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dunia koperasi semakin terpuruk. Selain krisis ekonomi yang belum mereda, persoalan modal juga menjadi penghambat berkembangnya koperasi. Untuk itu, akta koperasi yang dibuat Notaris menjadi salah satu solusi untuk memperkuat kedudukan koperasi. Kendati demikian beberapa pelaku koperasi menilai kebijakan membuat akta koperasi melalui Notaris justru menambah beban koperasi.

Selama ini draft baru yang ada masih banyak kekurangan terutama mengenai aturan penyertaan modal dan Sisa Hasil Usaha Koperasi. Dari permasalan tersebut, diketahui bahwa selama ini belum adanya aturan yang jelas yang mengatur hubungan koordinasi antara Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi dengan Dinas Koperasi selaku Pejabat yang memiliki otoritas di bidang perkoperasian.23

Selain itu selama ini belum ada ketentuan baku yang mengatur tarif pembuatan Akta Koperasi baik yang dikeluarkan Dinas Koperasi maupun Notaris itu sendiri. Kebijakan tarif ini belum seragam diantara Notaris Pembuat Akta Koperasi..24

22 Hasil wawancara dengan Notaris Anita Simanjuntak, SH, Tanggal 12 Mei 2008 23 Ibid

BAB IV

UPAYA MENGATASI KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI OLEH NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN DAN AKTA

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR BADAN USAHA KOPERASI

Notaris harus benar-benar teliti dalam memeriksa kelengkapan syarat-syarat pendirian koperasi, karena apabila salah satu hal tidak terpenuhi maka Notaris tidak boleh membuat akta pendirian koperasi. Oleh karena itu, Notaris membutuhkan pengertian dan pemahaman tentang koperasi, sehingga tidak ada keluhan dari “calon-calon koperasi”. Selain itu, sosialisasi dari pihak Departemen Koperasi dan UKM juga sangat dibutuhkan peran serta pemerintah untuk mensosialisasikan kebijakan tersebut.25

Adanya keterbatasan pengetahuan para Notaris sehubungan dengan koperasi wajib menjadi sorotan bagi pemerintah dan Departemen Koperasi dan UKM agar Notaris dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Hal ini akan memudah kan pembentukan koperasi di masa yang akan datang. Sosialisasi dan pembahasan yang lebih mendalam serta menyeluruh mengenai tata cara dan ketentuan yang harus ditempuh sebaiknya segera mungkin dilakukan agar kebutuhan masyarakat akan pembentukan koperasi dapat secepat mungkin terlayani dengan baik.26

Pemberian biaya yang wajar, adalah wujud yang nyata dari kepedulian para Notaris terhadap perkembangan pemberdayaan koperasi, juga akan mendorong masyarakat

25 Ibid 26 Ibid

anggota koperasi dan kalangan gerakan koperasi untuk tidak alergi berurusan dengan Notaris.27

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Akta pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi pada zaman sebelum dan sesudah kemerdekaan adalah sebagai berikut:

Pada zaman Hindia Belanda wajib dibuat oleh Notaris dalam Staatsblad 1915-431;

Tidak diwajibkan pada Staatsblad 1927-91; Diwajibkan kembali oleh Staatsblad 1933-108.;

Sesudah kemerdekaan, sejak tahun 1949 tidak ada lagi kewajiban itu;

Sampai dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 98/2004 menjadi wajib dibuat oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi.

2. Kendala yang dihadapi Notaris dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam membuat akta pendirian koperasi dan akta perubahan anggaran dasar adalah bahwa masih cukup banyak Notaris yang belum memahami seluk-beluk perkoperasian. Selain itu keberadaan Notaris yang belum menyebar secara merata juga merupakan kendala bagi pelaksanaan peraturan pemerintah itu, karena biasanya koperasi lebih banyak berkembang di daerah-daerah pedesaan. Demikian juga mengenai biaya

pembuatan akta yang mungkin bagi beberapa pendiri koperasi adalah cukup mahal dan memberatkan.

3. Upaya dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi Notaris dalam membuat akta pendirian dan perubahan anggaran dasar koperasi adalah bahwa Notaris harus terus mempelajari dan mengikuti perkembangan koperasi di Indonesia. Untuk mengatasi kendala dalam sosialisasi wewenang baru Notaris sebagai pejabat pembuat akta koperasi, maka Ikatan Notaris Indonesia sebaiknya terus berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait.

B. SARAN

Ketentuan tentang kewajiban untuk membuat Akta Koperasi dengan akta notariil sebaiknya tidak menghambat pendirian koperasi khususnya ditempat-tempat yang masih belum ada Notaris. Untuk itu, penulis menyarankan agar diterbitkan ketentuan yang mengatur kewenangan pejabat tertentu di luar pegawai Dinas Koperasi yang dapat membuat Akta Koperasi melalui pelatihan dan pendidikan koperasi sampai dengan tingkat pengetahuan tentang perkoperasian yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Afandi, A, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),

Badrulzaman, Mariam Darus, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III tentang Perikatan dengan Penjelasannya, (Bandung : Alumni, 1983).

Brugignk, J.J.H, Refleksi Tentang Hukum ;alih bahasa Arief Sidharta, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999).

Catherine Marshall dan Gretchen B. Rossman, Designing Qualitative Research, London : Sage Pulicaions, 1994

Edilius dan Sudarsono, Manajemen Koperasi Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996).

Gunadi, Tom, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung : Angkasa, 1981).

Hadhikusuma, RT. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Cetakan II, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001).

Hadhikusuma, RT. Sutantya Rahardja dan Sumantoro, Pengertian Hukum Perusahaan, Cetakan I, (Jakarta : Rajawali Pers, 1991).

Hadisapoetro Soedarsono, Pokok-Pokok Pikiran Pengembangan Koperasi di Indonesia, (Jakarta : CV Sapta Caraka, 1986).

Joseph Raz, The Concept of A Legal System, Oxford : Clarendon Press, 1998.

Kartasapoetra, G, R. G Kartasapoetra dan Ir. A. G Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi (Jakarta : Rineka Cipta, 1989)

Lubis, Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV.Mandar Maju Bandung, 1994.

Moelong, Lexi, J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2001).

Muhammad, Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991).

, Hukum Koperasi, (Bandung : Alumni, 1987).

, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan , Cetakan I, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992)

.

Muis, Abdul, Hukum Persekutuan dan Perseroan, (Medan : Fakultas Hukum USU, 2006).

Mutis, Toby, Pengembangan Koperasi, Kumpulan karangan, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana, 1992).

M. Wuisman, J.J.J, Penelitian Ilmu-Ilmu sosial, Asas-Asas, (Penyunting : M. Hisyam), (Jakarta : FE UI, 1996)

Pachta, Anjar W, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia; Pemahaman, Regulasi, Pendirian dan Modal Usaha, (Jakarta : BPHUI, 2005).

Pramono, Nindyo, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia Di Dalam Perkembangan, (Yogyakarta : TPK Gunung Mulia, 1986). Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkumpulan, Perseroan dan Koperasi Indonesia,

(Jakarta : Dian Rakyat, 1985).

Sagimun M.D. dan Dimyet Myru, Indonesia Berkoperasi (Jakarta : Balai Pustaka, 1965)

Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cetakan IV, (Bandung : Bina Cipta, 1987). Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI, 1086).

Simandjuntak, Simandjuntak, Emi, Beberapa Aspek Hukum Dagang Di Indonesia Dalam Perkembangan (Bandung : Bina Cipta, 1979).

Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993)

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Sularso dan E. D. Damanik, Terjemahan Penetapan Peraturan mengenai Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi, L. N. I. Tahun 1927. No. 91.

Suwandi, Ima, Koperasi; Organisasi Ekonomi Yang Berwatak Sosial (Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1985)

Tang Thong Kie, Studi Notariat : Beberapa Mata Pelajaran dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku II, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000).

Tobing, G.H.S, Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : Erlangga, 1999).

Untung, H. Budi, Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, (Yogyakarta : Andi Offset, 2005).

B. MAJALAH Jurnal Renvoi

Media Notariat. Majalah Edisi Mei-Juni 2004. Majalah Nasional Nomor 22 Tahun 2/ 2005 Media Notariat, Majalah Edisi Mei-Juni 2004, hal 17

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. ---, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

---, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Dokumen terkait