• Tidak ada hasil yang ditemukan

pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.44

hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di 1 (satu) perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha, seri

tercatat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekerja/buruh.45

l. Perundingan Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan m sya tentang masala

ian

42

Pasal 1 Angka 19 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

43

Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

44

Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

45

Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

46

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian ini hanya untuk menggambarkan tentang situasi

membatasi kerangka studi kepada suatu analisis terhadap hukum dan peraturan atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dengan

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah metode

, yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang rtulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang mengenai ketenagakerjaan dan perselisihan perburuhan serta berusaha untuk memaparkan bagaimana peranan hakim PHI dalam memberikan kepastian hukum terhadap perkara PHK dengan menganalisis dari putusan-putusan PHK yang ada.

yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.47 Dalam penelitian yuridis normatif yang dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam perangkat hukum.

Ronald Dworkin menyebut penelitian semacam ini sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research)

te

47

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 14.

diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is decides by the judge

through judicial process)48

2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan m

melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi ng telah mempunyai kekuatan yang tetap. Yang menjadi kajian pokok

ai kepada suatu keputusan.49 .

endapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Tesis ini sendiri akan menggunakan metode pendekatan kasus (case approach).

Pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara

putusan pengadilan ya

didalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk samp

3. Sumber Data

48

Pendapat Ronald Dworkin, sebagaimana dikutip dari Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, Makalah, Disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Februari 2003, hal. 1.

49

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 94, menurut Goodheart, ratio decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materiil. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya. Ratio decidendi inilah yang menunjukkan bahwa ilmu hukum bersifat preskriftif. Di dalam hukum Indonesia yang menganut civil law sistem, ratio decidendi tersebut dapat dilihat pada konsiderans ”Menimbang” pada ”Pokok Perkara”. Tidak dapat disangkal bahwa tindakan hakim untuk memberikan alasan-alasan yang mengarah kepada putusan merupakan tindakan yang kreatif. Ratio tersebut bukan tidak mungkin merupakan pilihan dari berbagai kemungkinan yang ada. Ratio dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materiil dan putusan yang didasarkan atas fakta itu.

Adapun sumber-sumber penelitian hukum yang digunakan didalam tesis ini, terdiri dari :

1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan

tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau ap bahan hukum primer dan bahan hukum

hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi hasil

4.

a. P

hukum, artikel-artikel, pendapat para sarjana, dan bahan-bahan lainnya. dan putusan-putusan hakim.

2. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, hasil-hasil penelitian, majalah dan jurnal-jurnal ilmiah dan pendapat sarjana yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini.

3. Bahan hukum

penjelasan bermakna terhad

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum dan bahan-bahan diluar bidang

penelitian ini.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian dilakukan dengan cara:

enelitian kepustakaan (library research), yaitu meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini, seperti : buku-buku hukum, majalah

b.

yang telah putus di Pengadilan Hubungan ri Medan. Dalam hal ini, peneliti menetapkan Pengadilan Hubungan Industrial sebagai tempat melakukan

kan selanjutnya akan ditelaah

mudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan

penelitian ini dengan tetap mengacu kepada putusan PHI tersebut;

sas atau prinsip-prinsip hukum dalam perundang- undangan;

pulkan dari konsep-konsep yang lebih umum;

Penelitian Lapangan (field research), yaitu mengumpulkan data pendukung mengenai kasus-kasus PHK

Industrial pada lingkungan Pengadilan Nege

penelitian lapangan tersebut.

5. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpul

dan dianalisis secara kualitatif, kemudian diolah dengan menggunakan metode induktif dan deduktif sehingga pada akhirnya diperoleh solusi dari permasalahan dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah tersebut:

1. Mengumpulkan peraturan perundang-undangan dengan melakukan pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang PHK dan peranan seorang hakim ke

permasalahan yang dibahas dalam

2. Mencari doktrin, asas-a

4. Mencari hubungan antara kategori-kategori tersebut dan menjelaskan hubungannya antara satu dengan yang lainnya;

5. Setelah dilakukan analisis dari langkah-langkah diatas, maka dapatlah ditarik kesimpulan.

BAB II

pihak memiliki hak dan memiliki kewajiban. Demikian pula sebaliknya, apabila terjadi PHK berarti manajer tenaga kerja dituntut untuk memenuhi hak dan kewajiban terhadap tenaga

sampai kehilangan pekerjaan. PHK dapat berarti awal dari sebuah penderitaan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

A. Faktor Penyebab Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Perusahaan

Pada umumnya kelangsungan ikatan kerja bersama antara perusahaan dengan tenaga kerja terjalin apabila kedua belah pihak masih saling membutuhkan dan saling patuh atau taat akan perjanjian yang telah disepakatinya pada saat mereka mulai menjalin kerja bersama. Dengan adanya keterikatan bersama antara para tenaga kerja berarti masing-masing

kerja sesuai dengan kondisi pada saat terjadi kontrak kerja.50

Bagi setiap pekerja/buruh, pengakhiran atau PHK bisa jadi sebuah mimpi buruk. Setiap pekerja/buruh sedapat mungkin mengupayakan agar dirinya tidak

50

B. Siswanto Sastrohadiwiryo, Op. Cit, hal. 305, bahwa kontrak kerja antara manajer tenaga kerja dapat secara tertulis maupun tidak tertulis. Dapat pula ditentukan dalam jangka waktu tertentu maupun tidak ditentukan berapa lama tenaga kerja tersebut harus bekerja pada suatu perusahaan.

Namun demikian, suka atau tidak suka, pengakhiran hubungan kerja sesungguhnya adalah sesuatu yang cukup dekat dan sangat mungkin serta wajar terjadi dalam konteks hubungan kerja, hubungan antara

51

akan pekerjaan. Bagi ereka yang tidak patuh atau m

majikan (pengusaha) dengan pekerja/buruh.

Seseorang pengusaha di dalam mengembangkan usahanya selalu berkeinginan agar perusahaan yang dimiliki dapat berjalan dengan baik dan sukses, hal ini dapat terlaksanan apabila produksi barang-barang yang dihasilkan dapat diminati dan laku terjual di pasaran dengan harga relatif murah dan kualitas baik. Salah satu keberhasilan yang didapat adalah adanya kerjasama yang baik antara pengusaha selaku pimpinan dengan para pekerja/buruh. Kondisi demikian tidak mudah terlaksana terus-menerus karena setiap pekerja/buruh ada yang patuh dan taat pada pimpinan dan ada juga yang tidak mematuhi perintah yang diberikan.52 Setiap orang mempunyai tujuan dan motivasi yang berbeda dalam melaksan

m enentang perusahaan dapat diberikan teguran atau sanksi bahkan yang lebih tegas diputuskan hubungan kerjanya.

Secara yuridis dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK oleh perusahaan disebabkan:

51

Edy Sutrisno Sidabutar, Pedoman Penyelesaian PHK, (Jakarta: Praninta Offset, 2007), hal. 1.

52

Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Panduan Bagi Pengusaha, Pekerja, Dan Calon Pekerja, Cetakan 1, (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2008), hal. 106.

1. Perusahaan mengalami kemunduran sehingga perlu rasionalisasi atau pengurangan jumlah pekerja/buruh. Dalam hal PHK dengan alasan rasionalisasi atau kesalahan ringan pekerja/buruh dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 151 ayat (1) ditentukan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah, berupaya mengusahakan agar tidak terjadinya PHK. Dalam hal, upaya tersebut telah

2. Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan, baik kesalahan yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja atau dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan SP/SB atau dengan pekerja/buruh, apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota SP/SB;

PKB (kesalahan ringan), maupun kesalahan pidana (kesalahan berat).53

53

Ibid, hal. 107, bahwa terhadap pekerja/buruh yang telah melakukan kesalahan berat, pengusaha dapat melakukan PHK, dengan alasan :

a. Pekerja/buruh telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan/atau uang milik ngan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

ikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

i teman sekerja atau pengusaha di ja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan ja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik

mbiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali perusahaan;

b. Memberikan ketera

c. Pekerja/buruh mabuk, meminum minuman keras yang dapat memabukkan, memakai atau mengedarkan narkotika, ps

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; e. Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidas

lingkungan kerja; f. Membujuk teman seker

dengan Undang-Undang; g. Dengan ceroboh atau senga

perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan; h. Dengan ceroboh atau sengaja me

bahaya di tempat kerja;

i. Membongkar atau membocorkan untuk kepentingan negara;

j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima ) tahun atau lebih.

Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena alasan telah melakukan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang penggantian hak.54

Dalam hal PHK dengan alasan rasionalisasi atau kesalahan ringan pekerja/buruh dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam Pasal 151 Ayat 1 dietntukan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, SP/SB dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK.55 Apabila upaya tersebut telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib di rundingkan oleh pengusaha dan SP/SB atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota SP/SB.

Apabila perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja.buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga PPHI yang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004. Permohonan penetapan PHK diajukan secara tertulis kepada PHI disertai alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan tersebut akan diterima apabila rencana PHK tersebut

a. Pekerja/buruh tertangkap tangan;

b. Ada pengakuan pekerja/buruh yang bersangkutan; Adapun kesalahan berat tersebut harus didukung dengan bukti:

c. Bukti-bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

54

Lihat dalam Pasal 156 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, bahwa uang penggantian hak mencakup:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 % (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB.

55

dirundingkan oleh pengusaha dan SP/SB atau dengan pekerja/buruh, apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota SP/SB. Selama putusan PHI belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya, atau pengusaha dapat melakukan tindakan skorsing kepada

beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh. 56

sendiri tidak mengkehendakinya. Dengan demikian

dalam hal pengusaha melakukan perbuatan:57

turan perundang-undangan;

pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah

B. Faktor Penyebab Pemutusan Hubungan Kerja Dari Pekerja/buruh

Pekerja/buruh berhak untuk memutuskan hubungan kerja dengan pihak pengusaha, karena pada prinsipnya pekerja/buruh tidak boleh dipaksakan untuk terus- menerus bekerja bilamana ia

PHK oleh pekerja/buruh ini, yang aktif untuk meminta diputuskan hubungan kerjanya adalah pekerja/buruh tersebut.

Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga PPHI,

1. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;

2. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan pera

56

Ibid, hal. 182.

57

3. Tidak membayar upah tepat waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)bulan berturut-turut atau lebih;

5. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang

6.

/buruh yang bersangkutan memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat 4. Selain uang penggantian hak, pekerja/buruh

t- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; 2. Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan

4. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;

diperjanjikan; atau

Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan atau kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

Pekerja/buruh dapat mengakhiri hubungan kerja dengan melakukan pengunduran diri atas kemauan sendiri tanpa perlu meminta penetapan dari lembaga PPHI, dan kepada pekerja

diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau PKB. Pekerja atau buruh yang mengundurkan diri tersebut harus memenuhi syarat:58

1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selamba

58

3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

bab Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum

, hubungan kerja juga dapat putus atau berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan

mi hukum dapat terjadi dalam hal:

diberikan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau

2. PHK dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa

an perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja;

C. Faktor Penye

Selain PHK oleh pengusaha, pekerja/buruh

sendirinya. Pekerja/buruh tidak perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga yang berwenang

PHK de

1. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri berhak memperoleh uang penggantian hak dan juga

PKB.

mengajukan gugatan kepada PHI;

4. Perusahaan tutup, dimana perusahaan mengalami kerugian secara terus- menerus selama 2 (dua) tahun sehingga perusahaan terpaksa harus ditutup

maksa (force majeur), pengusaha dapat melakukan PHK;

elakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perusahaan bermaksud hendak melakukan efisiensi. Dalam hal rasionalisasi

putuskan hubungan kerjanya, harus

sa kerja;

6. Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena perusahaan

lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan atau keadaan me

5. Pengusaha juga dapat m

ini, pekerja/buruh yang akan di diperhatikan:

a. Ma

b. Loyalitas; dan

c. Jumlah tanggungan keluarganya.

pailit;

7. Dalam hal hubungan kerja berakhir, karena pekerja/buruh meninggal dunia;

8. Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun;

mengundurkan diri. Keterangan tertulis dengan bukti yang sah tersebut harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh tidak masuk kerja;

10. PHK oleh pekerja/buruh, meskipun dalam praktik, PHK oleh pekerja/buruh sangat jarang atau bahkan tidak mungkin ada, namun yuridis Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, PHK oleh pekerja/buruh ini dimungkinkan.59

Putusan-Putusan Hakim Pengadilan Hubungan Industrial

keperluan hidup sehari-hari bagi diri sendiri dan keluarganya. Jika setiap orang

D. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan

PHK merupakan awal dari seorang buruh dari berakhirnya mempunyai pekerjaan ataupun permulaan dari berakhirnya kemampuan prestasi untuk membiayai

berhak atas pekerjaan, orang tersebut setelah mendapat pekerjaan harus berhak pula terus bekerja, artinya tidak diputuskan hubungan kerjanya, pada esok harinya setelah ia mendapat pekerjaan. Oleh karena itu seharusnya tidak ada pemberhentian pekerja/buruh sama sekali. Akan tetapi, kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa PHK tidak mungkin dapat dicegah seluruhnya.60

Ada beberapa alasan dan kondisi tertentu yang menyebabkan dapat berakhirnya putusnya hubungan kerja, baik yang terletak pada diri pekerja/buruh maupun pengusaha. PHK yang didasarkan pada alasan yang terletak pada diri pekerja/buruh adalah bahwa PHK dimaksud dikehendaki oleh pengusaha karena

59

Zaeni Asyhadie, Op. Cit, hal. 194.

60

Halili Toha dan Hari Pramono, Hubungan Kerja Antara Majikan Dan Buruh, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hal. 61.

terdapat peristiwa hukum yang dilakukan atau melibatkan pekerja/buruh, dimana peristiwa hukum yang dilakukan atau melibatkan pekerja tersebut dapat berakibat diakhirinya hubungan kerja. Peristiwa hukum tersebut dimaksud bisa dalam bentuk

nya secara tegas menyebutkan bahwa pelanggaran dapat berakibat putusnya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha.61

Adapun yang menjadi faktor penyebab yang mengakibatkan terjadinya PHK

2. Secara sukarela karena tidak adanya kepuasan kerja;

Membuat ulah agar hubungan kerjanya diputuskan karena tidak adanya kepuasan kerja;

Dari pihak pengusaha, adapun yang menjadi penyebab terjadi PHK, antara

our practices);

pekerja dan pengusaha;

pelanggaran pekerja/buruh terhadap ketentuan perundang-undangan, peraturan perusahaan atau PKB yang didalam

dari pihak pekerja/buruh adalah:62

1. Secara sukarela pindah pekerjaan yang lebih baik atau karena alasan lain;

3.

lain:

1. Pelanggaran disiplin oleh pekerja;

2. Mempunyai itikad yang tidak baik (unfair lab

3. Akibat perselisihan antara 61

Edy Sutrisno Sidabutar, Op. Cit, hal. 12. 62

John Suprihanto, Hubungan Industrial Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2002), hal. 118.

4. Terjadinya perubahan tata kerja perusahaan;

5. Keadaan perusahaan; dan

mengakibatkan PHK.

perundingan tripartit. Akan tetapi, tergugat (YPDA) tidak pernah hadir, oleh 6. Secara tidak langsung, kebijaksanaan pemerintah dalam hal-hal tertentu

Apabila ditelaah dari putusan-putusan hakim mengenai PHK, maka ada beberapa penyebab terjadinya PHK tersebut, seperti:

1. Adanya kinerja yang tidak baik. Alasan PHK ini terdapat pada perkara antara sdri. Juni Susi Manulang, A.md vs Yayasan Perguruan Darma Agung (YPDA-Medan) dengan Nomor Perkara 92/G/2006/PHI Medan, tanggal 20 November 2006. PHK dilakukan oleh YPDA-Medan (tergugat) terhadap sdri. Juni Susi Manulang A.md (penggugat) dikarenakan alasan kinerja sdri.Juni yang sudah tidak bagus lagi, walaupun telah dilakukan mutasi ke beberapa pekerjaan. Akan tetapi, tidak juga merubah kinerja sdri. Juni tersebut menjadi lebih baik. Dalam hal ini, sdri. Juni menganggap YPDA telah berlaku sewenang-wenang dengan memberhentikan dirinya secara tiba-tiba tanpa ada surat peringatan terlebih dahulu dan YPDA juga memangkas hak normatifnya. Dalam kasus ini, telah dicoba melakukan upaya perdamaian, tetapi YPDA tidak ada menyediakan suatu lembaga penyelesaian perburuhan. Sdri. Juni telah berupaya mengadukan hal ini ke Disnaker untuk melakukan

sebab itu Disnaker mengeluarkan anjuran. Setelah anjuran dikeluarkan dan lewat batas waktu 10 (sepuluh) hari, tergugat tidak pernah hadir, maka sesuai dengan Pasal 13 Ayat 2 jo. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, sdri. Juni dapat mengajukan gugatan ke PHI pada PN Medan;

2. Penolakkan dari pekerja/buruh untuk menandatangani surat kontrak. Yang menjadi penyebab PHK tersebut terdapat dalam perkara antara sdri. Mastalina (karyawan PT. Kotak Indah Makmur) vs sdr. Jauhari Wijaya (Acai), selaku Direktur PT. Kotak Indah Makmur dengan Nomor Perkara 101/G/2006/PHI Medan tanggal 30 November 2006. Penggugat telah bekerja di perusahaan tergugat sejak tanggal 22 februari 2002 s/d 17 Juli 2006 (4 tahun 5 bulan). Pada tanggal 19 Mei 2006, penggugat mengajukan cuti melahirkan kepada tergugat dan tergugat mengatakan bahwa selama cuti melahirkan, penggugat tidak mendapatkan gaji dan upah cuti melahirkan. Setelah lewat masa waktu 1,5 bulan usai melahirkan, penggugat berniat untuk kembali bekerja. Akan tetapi, pada keesokan harinya tanggal 18 Juli 2006, tergugat tiba-tiba memanggil penggugat dan mengatakan bahwa kalau ingin bekerja lagi, penggugat harus menandatangani surat kontrak. Tentu saja, penggugat menolaknya, kemudian tergugat mengusir penggugat dan tidak diperkenankan untuk bekerja kembali. Kemudian pada tanggal 31 Juli 2006, penggugat melalui kuasanya melanjutkan perselisihan ini ke Disnaker kota Medan. Kemudian pihak mediator memanggil para pihak, tetapi sampai 2

(dua) kali panggilan, tergugat tidak pernah hadir. Kemudian mediator memanggil kembali tergugat dan melakukan perundingan namun tidak mendapat hasil yang baik. Disnaker pun mengeluarkan anjuran yang menganjurkan agar tergugat membayar kekurangan upah, mempekerjakan kembali penggugat dan membayar upah cuti melahirkan. Pihak penggugat menolak anjuran tersebut karena didalam anjuran tersebut tidak disebutkan kewajiban pengusaha untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

3. Adanya kesalahan berat yang dilakukan oleh pekerja/buruh. Yang menjadi

Dokumen terkait