• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengumpulan variabel independen dan dependen dilakukan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik sampel dan hubungan antar variabel. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Cibinong Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilaksanakan bulan September – Oktober 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di RSUD Cibinong Bogor. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil secara non probability sampel dengan teknik purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi (Notoatmodjo 2005).

Kirteria inklusi yang digunakan antara lain:

1. pasien yang dirawat di ruang perawatan kelas III

2. pasien rawat inap dengan kunjungan baru maksimal tiga hari rawat 3. pasien berjenis kelamin pria dan wanita dengan usia 18 – 65 tahun

4. mendapat empat jenis lauk hewani (ayam, daging, ikan dan telur) untuk dikonsumsi

5. tidak memiliki pantangan dalam mengonsumsi pangan hewani 6. tidak mendapat diit rendah garam dan diet saring atau cair

7. tidak mendapat diet rendah protein yang membatasi konsumsi lauk hewani

8. menjalani pengamatan selama tiga hari

9. penderita dalam kondisi tenang dan dapat diajak bekerja sama

Jumlah pasien yang dirawat di RS Cibinong pada bulan September adalah 146 orang. Pasien yang memenuhi syarat inklusi dari 146 pasien adalah 48 pasien yang kemudian diambil sebagai sampel dalam penelitian ini. Selama proses pengamatan terhadap 48 pasien, hanya 40 orang yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan kurang lengkapnya data yang diperoleh dari contoh. Pengamatan persepsi pasien terhadap lauk hewani dilakukan pada siklus menu ke-1 dan ke-2. Hal ini dikarenakan pada kedua siklus menu ini, contoh mendapat empat jenis lauk hewani yang berbeda yaitu ayam, telur, ikan dan daging

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan jumlah keluarga), antropometri contoh (tinggi badan dengan pendekatan tinggi lutut), persepsi contoh terhadap karakteristik makanan (warna, rasa, aroma, tekstur dan kesesuaian porsi) serta data ketersediaan dan data konsumsi lauk hewani. Data sekunder meliputi gambaran umum rumah sakit, gambaran umum instalasi gizi dan jenis penyakit. Jenis dan cara pengumpulan data secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data dan cara pengumpalan data

Data Jenis data Cara pengumpulan

data Alat Karakteristik contoh Umur Jenis kelamin Tk. pendidikan Pekerjaan Besar penghasilan Besar keluarga

Primer Wawancara Kuesioner

Antropometri (TB) Primer Pendekatan

pengukuran tinggi lutut

Alat ukur dalam centimeter Persepsi contoh Warna Aroma Rasa Tekstur Kesesuaian porsi

Primer Wawancara Kuesioner

Ketersediaan lauk hewani Primer Sampling (mengacu pada standar porsi) -

Konsumsi lauk hewani Primer Pengamatan langsung pada konsumsi contoh

- Gambaran umum

instalasi Gizi

Sekunder Mengacu ada arsip instalasi Gizi

-

Jenis penyakit Sekunder Mengacu pada buku

rekam medis

Buku rekam medis Ketersediaan lauk hewani diperoleh dari berat bahan pangan hewani (ayam, daging, ikan, telur) dan bahan tambahan lainnya yang digunakan untuk pengolahan lauk hewani. bersat bahan tersebut diperoleh dari standar porsi rumah sakit dan dengan metode sampling yaitu mengambil secara acak satu bahan pangan hewani untuk ditimbang. Hal ini dilakukan karena keterbatasan peneliti dalam menimbang semua bahan lauk hewani yang akan disajikan kepada contoh.

Pengukuran konsumsi contoh dilakukan dengan melihat sisa dari lauk hewani yang dikonsumsi dengan menggunakan pendekatan ukuran rumah tangga (URT). Ukuran yang digunakan mengacu pada Spears (2007) yaitu 0 (tidak dimakan), habis ¼, habis ½, habis ¾, dan 1 (habis semua). Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti dalam mengumpulkan sisa konsumsi lauk hewani semua contoh dan lauk hewani yang sudah tercampur dengan bahan lain sehingga berat sisa lauk hewani tidak dapat diukur secara pasti.

Pengolahan dan Analisis Data

Data tentang karakteristik contoh yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, besar penghasilan dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu kemudian dianalisis secara deskriptif. Persepsi contoh terhadap lauk hewani dikelompokkan menjadi kategori tidak suka, kurang suka, suka dan sangat suka. Persepsi diukur pada karakteristik (rasa, aroma, tekstur, warna dan kesesuaian porsi) setiap lauk hewani. Persepsi terhadap setiap karakteristik tersebut selanjutnya dinilai, kemudian semua persepsi terhadap karaktersitk setiap lauk hewani dijumlahkan. Hasil penjumlahannya dikategorikan lagi menjadi tidak suka, kurang suka, suka dan sangat suka. Penjumlahan dari persepsi setiap karakteristik tersebut merupakan persepsi akumulatif terhadap setiap jenis lauk hewani (ayam, daging ikan dan telur).

Kebutuhan energi dihitung dengan cara memperkirakan kebutuhan energi contoh sesuai Angka Metabolisme Basal (AMB), faktor aktifitas dan faktor stres. Angka metabolisme basal contoh diperoleh dari komponen tinggi badan dan berat badan ideal contoh, dengan pengukuran tinggi badan contoh dilakukan melalui pendekatan tinggi lutut. Menurut Arisman (2004), jika pasien tidak dapat berdiri, pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan cara pengukuran tinggi lutut. Gibson (2005) membedakan penggunaan rumus tinggi lutut menjadi dua kelompok yaitu berdasarkan Caucasian (ras Asia) dan African-American (ras Afrika-Amerika). Berikut rumus perhitungan tinggi badan dengan pendekatan tinggi lutut.

Keterangan : U: umur (tahun); TL: tinggi lutut (cm)

Tinggi badan laki-laki (ras asia) = (2.08 x TL) + 59.01

Tinggi badan perempuan (ras asia) = (1.91 X TL) – (0.17 x U) + 75 Tinggi badan laki-laki (ras Afrika-Amerika) = 1.37 x TL + 58.72

Rumus pendekatan tinggi badan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan ras asia karena contoh dalam penelitian yang masuk ke dalam ras ini. Tinggi badan yang diperoleh dari pendekatan pengukuran tinggi lutut, kemudian digunakan untuk perhitungan berat badan ideal. Perhitungan berat badan ideal dilakukan dengan menggunakan standar Brocca. Berikut perhitungan berat badan ideal dengan Standar Brocca.

Keterangan: BBI: Berat Badan Ideal (kg); TB: Tinggi Badan (cm)

Tinggi badan dan berat badan ideal yang telah diperoleh, bersama umur contoh akan digunakan dalam menghitung Angka Metabolik Basal (AMB) dengan menggunakan rumus Harris-Benedict sebagai berikut (Almatsier 2006):

Keterangan: BBI: Berat Badan Ideal (kg); TB: Tinggi Badan (cm); U: umur (tahun)

Penetapan Angka Metabolisme Basal (AMB) contoh dikalikan dengan aktivitas dan faktor injuri/stres untuk diterjemahkan menjadi kebutuhan energi sehari contoh. Faktor aktivitas dan faktor stres contoh dalam perawatan di rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 3. Perkiraan kebutuhan protein sehari dihitung dari 15% total kebutuhan energi sehari (Almatsier 2006).

Tabel 3 Faktor aktifitas dan faktor injuri/stres

Jenis aktifitas Faktor

Tirah baring 1.2

Jenis injuri Faktor

Tidak ada stress Demam per 1o C

1 – 1.2 1.13 Infeksi ringan – sedang 1.2 – 1.4 Infeksi berat Pembedahan ringan Pembedahan abdomen/torak 1.4 – 1.5 1.1 – 1.2 1.3 – 1.5 Sumber : Hartono 2006

Data ketersediaan lauk hewani yang disajikan pada makan siang dan malam dikonversi ke dalam energi dan protein dengan menggunakan program nutrisurvey dan atau Daftar Kandungan Bahan Makanan (DKBM). Konsumsi lauk hewani yang telah dihitung dengan menggunakan pendekatan ukuran rumah tangga (URT) yaitu 0 ( tidak dimakan), habis ¼ , habis ½, habis ¾, dan 1 (habis semua), kemudian dikonversi ke dalam energi dan protein lauk hewani dengan

AMB untuk laki-laki = 66,5 + 13,7 (BBI) + 5,0 (TB) - 6,8 (U) AMB perempuan = 655 + 9,6 (BBI) 1,7 (TB) – 4,7 (U)

menggunakan program nutrisurvey dan atau Daftar Kandungan Bahan Makanan (DKBM).

Tingkat konsumsi lauk hewani (energi dan protein) terhadap ketersediaannya dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dengan jumlah energi dan protein dari lauk hewani yang disajikan di rumah sakit. Rumus perhitungan tingkat konsumsi dapat dilihat sebagai berikut:

Tingkat konsumsi tersebut kemudian dikategorikan menjadi tingkat konsumsi kurang (< 50%), tingkat konsumsi cukup (50% - 75%) dan tingkat konsumsi baik (>75%).

Kontribusi lauk hewani terhadap ketersediaan satu menu dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein lauk hewani dengan total keseluruhan energi dan protein dalam satu kesatuan menu dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Ket: * satu menu = akumulasi dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah

Kontribusi lauk hewani terhadap kebutuhan dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein dari lauk hewani yang dikonsumsi dengan kebutuhan total energi dan protein contoh dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Analisis data secara inferensia dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.0 for window. Uji yang digunakan yaitu uji korelasi spearman dan uji friedman. Uji spearman bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel yaitu hubungan antara karakteristik contoh dengan persepsi contoh dan persespi contoh dengan tingkat konsumsi contoh. Uji friedman bertujuan untuk melihat perbedaan persepsi antara keempat jenis lauk hewani berdasarkan karakteristiknya (warna, aroma, rasa, tekstur dan kesesuian porsi). Variabel penelitian dan kategorinya dapat dilihat pada Tabel 4.

Konsumsi lauk hewani (energi dan protein)

Ketersediaan lauk hewani (energi dan protein) X 100 Tingkat konsumsi (%) =

ketersediaan lauk hewani (energi dan protein)

Ketersediaan satu menú* (energi dan protein) X 100 Kontribusi lauk hewani

thd satu menu (%) =

Konsumsi lauk hewani (energi dan protein)

Kebutuhan contoh (energi dan protein) X 100 Kontribusi lauk hewani

Tabel 4 Variabel penelitian dan kategorinya

Variabel penelitian Kategori

Umur (Tahun) (WNPG 2004)

- 19 – 29

- 30 – 49

- 50 - 64

Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan Pekerjaan - Tidak bekerja - PNS

- Karayawan swasta - Wiraswasta

- Buruh - Lainnya : ……… Tingkat pendidikan - Tidak sekolah

- SD/sederajat - SMP/sederajat - SMA/sederajat - Perguruan Tinggi Pendapatan/kap/bulan (Rp) - 50 – 200 ribu - 200 – 400 ribu - 400 – 600 ribu - 600 – 800 ribu - 800 – 1juta - >1juta Jenis penyakit - Penyakit dalam - Bedah Persepsi lauk hewani

(warna, aroma, rasa, tekstur dan kesesuaian porsi)

- Tidak suka - Kurang suka

- Suka - Sangat suka

Tingkat konsumsi lauk hewani contoh terhadap ketersediaan

- < 50 % (kurang baik) - 50-75% (cukup baik)

- >75% (baik)

Definisi Operasional

Penyelenggaraan makanan: serangkaian kegiatan yang dilakukan RSUD Cibinong mulai dari perencanaan menu, pembelian, penerimaan, penyimpanan, pengolahan dan pendistribusian makanan.

Makanan rumah sakit: makanan yang disediakan oleh instalasi gizi rumah sakit untuk pasien rawat inap.

Kerangka menu: macam dan jenis hidangan yang disajikan dalam sekali waktu makan (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah). Lauk hewani : salah satu hidangan dalam kerangka menu dengan bahan utama

pangan hewani (daging sapi, ayam, ikan dan telur).

Persepsi pasien: reaksi dan tanggapan pasien terhadap makanan yang disajikan meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan besar porsi.

Warna makanan: keserasian warna lauk hewani yang disajikan yang ditangkap dengan indera penglihatan.

Aroma makanan: reaksi dan tanggapan pasien terhadap lauk hewani yang disajikan yang ditangkap dengan indera penciuman.

Rasa makanan: reaksi atau tanggapan pasien terhadap lauk hewani yang disajikan yang ditangkap dengan indera pengecap.

Tekstur makanan: keempukan atau kekerasan makanan yang dirasakan oleh indera pengecap.

Kesesuaian porsi: ukuran lauk hewani yang disajikan disesuaikan dengan menu yang lain (makanan pokok lauk nabati, sayuran, dan buah)

Ketersediaan lauk hewani: jumlah energi dan protein dari lauk hewani yang disajikan dari rumah sakit.

Konsumsi lauk hewani: jumlah energi dan protein lauk hewani dari rumah sakit yang dikonsumsi.

Kebutuhan energi dan protein: jumlah energi dan protein yang diperlukan seseorang agar hidup sehat.

Satu kesatuan menu: akumulasi berbagai jenis makanan atau menu yaitu makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah yang disajikan dalam satu kesatuan.

Tingkat konsumsi lauk hewani terhadap ketersediaan: perbandingan jumlah energi dan protein dari lauk hewani yang dikonsumsi dengan ketersediaan energi dan protein lauk hewani yang disajikan dari rumah sakit.

Kontribusi lauk hewani terhadap satu kesatuan menu: perbandingan jumlah energi dan protein yang disumbangkan dari lauk hewani terhadap satu kesatuan menu lengkap dalam satu kali makan.

Kontribusi lauk hewani terhadap kebutuhan: perbandingan jumlah energi dan protein yang disumbangkan lauk hewani terhadap kebutuhan contoh.

Dokumen terkait