• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

Sunindhia, Y.W. dan Ninik Widayanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), Bina Aksara, Jakarta 2010.

Sumardjono, Maria SW,Pengaturan Hak Atas Tanah Serta Bangunan,Kompas Gramedia, Jakarta, 2010.

Suryanto, Eko Imam,Tugas dan Fungsi PPAT dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah,Tarsito, Bandung, 2008.

Sutedi, Adrian, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Syarianto, YusufCamat Selaku Kepala Wilayah dan PPAT (Suatu Tinjauan

Historis),Refika Aditama, Bandung, 2009.

Winata, Iskandar,Peraturan Jabatan PPAT Berdasarkan PP No. 37 Tahun 1998, Rajawali Press, Jakarta, 2006.

Wiryanto, DenyPembagian Tugas dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara sekaligus Kepala Wilayah,Tarsito, Bandung, 2004.

Wuisman, JJJ. M., Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I,Penuntun M.Hisyam, Uji Press, Jakarta, 1996.

Yamin,Muhammad,Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang No. 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1 tahun 2006 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah N. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1972 tentang pelimpahan wewenang pemberian hak atas tanah.

Selasa, 25 Pebruarai 2014.

Wawancara dengan Robert Ginting, Camat Tanah Pinem di Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Joni Hutasoit, Camat Pegagan Hilir di Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Kasim Kudadiri, selaku Camat/PPAT Sementara Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi, di Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi, Rabu, 26 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Badriah Nasution, warga masyarakat Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas, di Medan, Rabu, 5 Pebruari 2014.

Wawancara dengan Ikramsyah Putra Nasution selaku Camat Rantau Selatan, di Kecamatan Rantau Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Kamis 2 Januari 2014.

perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Namun dalam praktek Camat sebagai PPAT Sementara melakukan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat. Berdasarkan latarbelang tersebut ditarik suatu rumusan masalah yaitu yang pertama Apa dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berwenang melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah?, kedua Bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS? Danketiga Bagaimana cara menyelesaikan masalah hukum peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS)?

Untuk menjawab permasalah metode penelitian yang dipakai yaitu jenis penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai pembuatan akta peralihan hak atas tanah yang belum bersertipikat yang dilakukan oleh Camat selaku PPAT Sementara di suatu daerah. Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, maksudnya penelitian ini berupaya untuk memaparkan segala permasalahan yang ada dengan tujuan memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis yang dimaksud berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan yang timbul.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk melakukan pendaftaran diseluruh wilayah Indonesia pemerintah melalui Pasal 5 ayat (3) PP No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT mengangkat Camat sebagai PPAT sementara membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT. Camat selaku PPAT Sementara melakukan peralihan hak atas tanah berupa jual beli tanpa sertipikat dalam formulir atau blako AJB di karenakan masih belum terdaftarnya tanah-tanah di daerah tersebut sehingga disarankan agar warga masyarakat mendaftarkan terlebih dahulu tanah tersebut sebelum dilakukan peralihan hak atas tanah di hadapan PPAT atau Camat sebagai PPAT Sementara. Agar akta PPAT tersebut menjadi akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata.

Kata kunci : Problematika, Camat PPAT Sementara, Peralihan Hak Atas Tanah, Tanpa Sertipikat

ii

through buying-selling, exchanging, granting, income for a company, and legal action for the endorsement, except the endorsement is caused by auction, can be registered if only it can be proved by a deed written by a PPAT (official empowered to draw up land deeds) who has the authority, according to the prevailing regulations.” In practice, however, a Subdistrict head as an interim PPAT does the endorsement on land without any certificate. Based on this background, it can be drawn some problems as follows: first, whether a Subdistrict head as an interim PPAT has the authority to do legal action on land right, secondly, how about the implementation of the endorsement on land without any certificate before a Subdistrict head as an interim PPAT, and thirdly, how about the solution of this legal problem in the endorsement of land right without any certificate done by a Subdistrict head as an interim PPAT.

The research used judicial normative approach by analyzing the prevailing laws and regulations on an endorsement on land right without any certificate done by a Subdistrict head as an interim PPAT in a certain area. The nature of the research was descriptive analytic in order to carefully describe all problems to get detailed and systematic description to answer the problems.

The result of the research showed that, in order to register land rights throughout Indonesia, the government, according to Article 5, paragraph 3 of PP No. 37/1998 on the Regulation on the position of a PPAT, appoints Subdistrict heads as interim PPAT in signing PPAT certificates, on condition that there is lack of PPAT in their areas. A Subdistrict head as an interim PPAT signs a PPAT certificate on land right in the form of buying and selling without any certificate in AJB form to be filled in since the land has not been registered. Therefore, it is recommended that people should register the lands first before a PPAT or a Subdistrict head as an interim PPAT before the endorsement of the land is done so that the PPAT certificate becomes an authentic data as it is stipulated in Article 1868 of the Civil Code.

Keywords: Problems, Subdistrict Head as an Interim PPAT, Endorsement on Land Right, Non-Certificate

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa beserta segala apa yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 tersebut diketahui bahwa kemakmuran masyarakat yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Negara Indonesia sebagai organisasi dari seluruh rakyat Indonesia, dibentuk guna mengatur dan menyelenggarakan segala kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, seluruh rakyat Indonesia melimpahkan wewenang yang dimilikinya berkenaan dengan karunia Tuhan Yang Maha Esa tersebut kepada Negara selaku Badan Penguasa yang berwenang sepenuhnya menguasai, mengatur dan menyelenggarakan berkenaan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya guna terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat diberikan hak untuk menguasai tanah dalam rangka untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, yang dikenal sebagai hak menguasai negara. Negara menguasai artinya negara sebagai badan penguasa mempunyai wewenang untuk pada tingkatan tertinggi (1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; (2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa dan (3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Negara selaku badan penguasa dapat mengatur bermacam-macam hak-hak atas tanah seperti yang disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA. Pemberian beberapa macam hak atas tanah baik kepada perorangan maupun badan hukum, disamping memberikan wewenang untuk mengelola tanah tersebut sesuai dengan hak yang dipegangnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan pembatasan yang berlaku itu, juga membebankan kewajiban kepada pemegang hak tersebut untuk mendaftarkan hak atas tanahnya dalam rangka menuju kepastian hukum.1

Dalam pelaksanaan pembagunan nasional, kebutuhan penguasaan dan penguasaan tanah pada umumnya termasuk untuk kepentingan pembangunan sangat besar. Kegiatan pembangunan yang semakin meningkat membutuhkan tempat untuk

melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini berarti semakin banyak dibutuhkan kesediaannya tanah, dan karena tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas, mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah, keadaan ini menyebabkan semakin meningkatnya nilai ekonomis tanah. Masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah dari hari menunjukkan kecenderungan semakin kompleks. Hal ini dapat dimaklumi sebagai konsekuensi logis dari suatu proses pembangunan yang terus meningkat, disamping makin beragamnya berbagai kepentingan masyarakat dan berbagai sektor yang memerlukan tersedianya tanah.

Benturan-benturan kepentingan yang mengakibatkan sengketa di bidang pertanahan dalam masyarakat baik antar perorangan-perorangan dengan pemerintah maupun antar lintas sektoral akan berlangsung terus sejalan dengan frekuensi kebutuhan akan tanah. Konflik-konflik pertanahan yang sering terjadi saat ini biasanya menyangkut kepastian hukum hak atas tanah.

Hak-hak atas tanah mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, semakin maju masyarakat, semakin padat penduduknya, akan menambah lagi pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah itu bagi pemiliknya. Guna terciptanya kepastian hukum hak atas tanah di seluruh wilayah Indonesia, diperlukan pelaksanaan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah sangat penting bagi para pemegang hak atas tanah, demi terjaminya kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut merupakan keharusan dan kewajiban pemerintah untuk mengatur dan menyelenggarakan pendaftaran tanah. Masalah

pendaftaran tanah ini telah diatur oleh pemerintah Indonesia, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (selanjutnya disebut PP) No. 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, pada tanggal 23 Maret 1961. Namun setelah berjalan 36 tahun PP No. 10 Tahun 1961 tersebut, dipandang tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga perlu penyempurnaan2 yang kemudian diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran yang memberikan batasan dan ketentuan khusus mengenai pendaftaran tanah tersebut.

Digantikannya PP No. 10 Tahun 1961 menjadi PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, diharapkan di dalam pemerataan pembangunan nasional umumnya dan permasalahan pendaftaran tanah khususnya dapat terlaksana dan membuahkan hasil yang maksimal.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, maka keluarlah PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Kemudian Pasal 1 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1997 tersebut menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

Selanjutnya Pasal 5 ayat (3) huruf (a) PP No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT menyebutkan bahwa :

2 Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), Jilid 2, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2002, hal 65.

“Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu, Menteri dapat menunjuk pejabat-pejabat di bawah ini sebagai Pejabat Sementara atau PPAT Khusus:

a. Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara.

b. Kepala Kantor Pertanahan untuk melayani pembuatan akta yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri, sebagai PPAT Khusus.

Dengan demikian tugas pokok PPAT dalam membantu tugas Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Untuk keperluan pendaftaran tanah PPAT diberikan kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Jabatan PPAT mengenai hak atas tanah dan Hak milik atas satuan rumah susun yang terletak dalam wilayah kerjanya. Perbuatan hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah;

d. Pemasukan dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama;

f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik; g. Pemberian hak tanggungan;

h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.

Dalam menjalankan fungsi penting bagi masyarakat di bidang pendaftaran tanah, maka fungsi tersebut harus dilaksanakan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu di wilayah yang belum cukup terdapat PPAT, Camat dapat diangkat sebagai PPAT Sementara dalam melaksanakan fungsi tersebut. Berdasarkan pertimbangan untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil, yang masyarakatnya akan merasakan kesulitan apabila harus pergi ke Kantor Kecamatan untuk melaksanakan transaksi mengenai tanahnya, maka Menteri juga dapat menunjuk Kepala Desa untuk melaksanakan tugas PPAT. Kepala Desa juga disebut sebagai PPAT sementara.3

PPAT Sementara menjalankan tugasnya sebagai PPAT berdasarkan penunjukkan yang dilakukan oleh Menteri untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sedangkan PPAT Khusus adalah Kepala Kantor Pertanahan yang ditunjuk oleh Menteri (sekarang Kepala BPN) untuk melayani pembuatan akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani pembuatan akta PPAT tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan asas resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri. Dalam menjalankan jabatannya, PPAT Sementara dan PPAT Khusus

3Heriandi Admaja,Peranan Camat Sebagai PPAT (Sementara) di Wilayah Kecamatan yang Dipimpinya,Aksara Jaya, Surabaya, 2006, hal 15.

juga tunduk pada Peraturan Jabatan PPAT berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Dalam praktek pelaksanaan jabatan Camat selaku PPAT Sementara wewenang yang dimiliki oleh Camat tersebut adalah sama dengan PPAT pada umumnya sebagaimana telah diuraikan di atas. Akan tetapi di daerah-daerah terpencil di mana Camat ditunjuk dan diangkat sebagai PPAT Sementara dalam melaksanakan tugasnya juga melakukan perbuatan hukum yang berada di luar kewenangannya selaku PPAT. Salah satu perbuatan hukum Camat yang berada di luar kewenangannya tersebut adalah melakukan pembuatan akta jual beli tanah yang belum/tanpa bersertipikat. Perbuatan hukum melakukan pembuatan akta jual beli terhadap tanah yang tidak memiliki sertipikat tersebut adalah suatu perbuatan yang berada di luar kewenangan Camat selaku PPAT Sementara sebagaimana Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi: ”Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.4

Hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi :

4Boedi Harsono, 2002, Hukum Agraria Indonesia(Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah), Djambatan, Jakarta, Halaman 538-539.

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.5

Jual beli atas tanah tanpa sertipikat tidak dapat dilakukan di hadapan Camat selaku PPAT Sementara, namun jual beli tanah tanpa sertipikat tersebut seharusnya dibuat oleh Notaris selaku pejabat umum sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lain-lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Dalam praktek judul akta terhadap jual beli (peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat) tersebut lazim disebut dengan pelepasan hak dengan ganti rugi atau pengikatan jual beli tanah. Apabila Camat telah melakukan perbuatan hukum pembuatan akta jual beli (peralihan hak atas tanah) tanpa sertipikat, maka akta tersebut akan menimbulkan problematika hukum bagi para pihak yang berkepentingan terhadap akta tersebut.

Berkaitan dengan problematika produk hukum akta jual beli terhadap tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara, maka penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembuatan akta tersebut. Oleh karena itu dimaksudkan untuk memaparkan/ menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam problematika produk hukum Camat selaku PPAT Sementara berupa akta jual beli yang dibuatnya terhadap tanah

tanpa sertipikat beserta segala aspek hukum yang timbul oleh karenanya, sekaligus membahas dan menganalisa permasalahan hukum yang timbul tersebut untuk dapat menemukan solusi yang tepat dalam menjawab permasalahan hukum tersebut. Untuk itulah penelitian ini dilakukan lebih lanjut dalam membahas problematika produk hukum Camat berupa akta jual beli tanah tanpa sertipikat beserta akibat hukum yang timbul dari problematika produk hukum tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berwenang melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah? 2. Bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan

Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS)?

3. Bagaimana cara menyelesaikan masalah hukum peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS)?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dasar hukum Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) berwenang melakukan tindakan hukum peralihan hak atas tanah.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat di hadapan Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).

3. Untuk mengetahui cara menyelesaikan masalah hukum peralihan hak atas tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum kenotariatan tentang masalah pertanahan khususnya mengenai peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh Camat sebagai PPAT Sementara. Disamping itu juga dapat menjadi literatur dalam memperkaya khasanah dan kepustakaan serta perkembangan ilmu hukum kenotariatan khususnya di bidang hak atas tanah diperguruan tinggi.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat dan Camat sebagai PPAT Sementara agar mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Camat sebagai

PPAT Sementara dan kewenangannya dalam membuat akta peralihan hak atas tanah, sehingga tidak menimbulkan masalah hukum dikemudian hari.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan Magister Kenotariatan Fakultas Hukum atau perpustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, sejauh yang diketahui tidak ditemukan judul yang sama dengan judul penelitian ini. Adapun penelitian yang ada kaitannya dengan masalah Peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh Camat sebagai PPAT Sementara adalah sebagai berikut :

1. Tetty Marlina Tarigan (017011063/MKn), Tugas dan Fungsi Notaris dalam Pembuatan Akta (Kajian terhadap Pembuatan Akta Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi atas Tanah di wilayah kerja Kantor Notaris Kota Medan).

2. Harliaminda (057011033/MKn), Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dalam Pendaftaran Hak Atas Tanah (Studi di Kota Tebing Tinggi).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.6 Fungsi teori dalam penelitian ini

Dokumen terkait