Kerangka Pendekatan Studi
Kurang vitamin A (KVA) bisa disebabkan karena rendahnya asupan vitamin A dalam diet harian. Berdasarkan hasil Survey Nasional, diketahui bahwa pada tahun 2010, kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia masih rendah, yang ditunjukkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 80.6 masih dibawah standar yang diharapkan.
Langkah yang dapat ditempuh antara lain: 1) suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita, 2) meningkatkan konsumsi bahan pangan sumber vitamin A terutama pangan hewani, dan 3) fortifikasi pangan, yaitu dengan menambahkan vitamin A dalam bahan pangan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Soekirman (2008), fortifikasi pangan dipandang cost effective dalam penanggulangan masalah gizi. Di Amerika latin, fortifikasi gula dengan vitamin A, dalam 5 tahun berhasil menurunkan prevalensi kurang vitamin A dari 40 persen menjadi 13 persen.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan fortifikasi pangan adalah pemilihan jenis pangan yang tepat untuk vehicle/kendaraan yang akan digunakan untuk membawa zat gizi. Pangan untuk wahana fortifikasi adalah jenis pangan yang dimanfaatkan secara luas di masyarakat, dikonsumsi secara kontinyu, serta memiliki harga yang terjangkau dan tidak fluktuatif. Selain itu juga diproduksi secara terpusat, yang dimaksudkan agar semua proses dalam fortifikasi pangan dapat dikontrol dengan baik sehingga diperoleh produk hasil fortifikasi yang memenuhi standar. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah pemilihan fortifikan zat gizi yang akan digunakan. Menurut WHO (2006), untuk fortifikan vitamin A direkomendasikan penggunaan retinyl acetate, retinyl palmitate dan provitamin A yaitu -karoten. Salah satu sumber provitamin A yang cukup melimpah ketersediaannya di Indonesia adalah minyak sawit baik CPO maupun RPO, yang mengandung karoten antara 440-613 ppm (Darnoko et al. 2002). Gula kelapa merupakan salah satu jenis pangan yang berpotensi digunakan sebagai wahana pembawa provitamin A, karena dikonsumsi secara luas baik pada skala industri maupun rumah tangga pada semua lapisan, dan mempunyai harga yang terjangkau. Dalam salah satu tahapan prosesing gula kelapa ada penambahan minyak sayur untuk tujuan penurunan buih (defoaming). Penggunaan minyak sawit merah untuk tahap defoaming dalam pengolahan gula kelapa akan menghasilkan gula kelapa dengan kandungan provitamin A yang tinggi.
Tersedianya jenis pangan yang kaya provitamin A, yaitu gula kelapa yang diperkaya dengan karoten dari sawit merah di masyarakat, akan meningkatkan asupan provitamin A harian. Konsumsi gula kelapa per kapita per hari sekitar 12.5 gram (BPS 2008). Namun demikian sejalan dengan semakin beragamnya jenis pangan berbasis gula kelapa seperti kecap, makanan tradisional, minuman fungsional, memungkinkan terjadinya peningkatan konsumsi komoditas tersebut. Penambahan minyak sawit merah yang mengandung karoten pada pembuatan gula kelapa akan menjadikan gula kelapa sebagai salah satu pangan sumber provitamin A serta dapat meningkatkan asupan vitamin A harian yang selanjutnya akan berdampak pada status vitamin A serta respon imun. Indikator untuk melihat
status vitamin A antara lain konsentrasi retinol serum dan jumlah cadangan retinol dalam hati, sedangkan indikator respon imun yang dapat diamati antara lain produksi immunoglobulin G (IgG). Vitamin A penting untuk perkembangan barrier tubuh terhadap infeksi, serta menstimulasi dan mempertinggi beberapa fungsi imun termasuk respon antibodi dan aktivitas dari berbagai sel darah putih seperti sel T helper dan fagosit.
Namun demikian, penambahan minyak sawit merah yang mengandung karoten tinggi pada gula kelapa selain berpengaruh pada sifat fungsionalnya yang akan menunjang kesehatan, juga mempengaruhi karakteristik sensori dan penerimaan gula kelapa. Selain itu karoten merupakan komponen yang mudah mengalami kerusakan akibat peristiwa oksidasi maupun isomerisasi yang dipengaruhi oleh paparan cahaya, oksigen, panas dan radikal, sehingga diperlukan cara pengemasan yang tepat untuk mempertahankan retensinya selama penyimpanan, agar di saat sampai ke konsumen, gula kelapa masih potensial sebagai penyumbang vitamin A.
Oleh karena itu, dalam rangka mengevaluasi potensi gula kelapa yang diperkaya CPO maupun RPO sebagai salah satu alternatif pangan untuk mengatasi masalah kurang vitamin A, maka pendekatan studi dilakukan melalui 3 tahapan penelitian yaitu:
1) Formulasi gula kelapa tinggi provitamin A, untuk menghasilkan gula kelapa yang diperkaya CPO maupun RPO yang diterima secara sensori.
2) Kajian tentang pengaruh jenis kemasan terhadap retensi karoten dalam gula kelapa yang diperkaya minyak sawit, yaitu CPO dan RPO selama penyimpanan.
3) Uji pengaruh pemberian gula kelapa yang diperkaya CPO dan RPO terhadap peningkatan status vitamin A dan status imun, yaitu pada tikus kelompok defisien vitamin A berat dan sedang.
Keterangan: = yang diteliti = tidak diteliti
Gambar 10 Kerangka pemikiran
Diet rendah vitamin A
KVA
Fortifikasi Pangan Diversifikasi Pangan Suplementasi Vehicle Fortifikan Produk olahan Gula kelapa: (Kecap, Dodol,nopia) Mak.Tradisional) β-karoten Retinyl Palmitat Retinyl asetat Gula Kelapa Tinggi Provitamin AGula Kelapa (RPO, CPO) MSM
Peningkatan Asupan Metabolisme Strategi penanggulangan Status Vitamin A: Retinol Serum Retinol Hati Imunitas: Konsentrasi IgG
Metode Analisis 1. Kadar Air (AOAC 1970)
Cawan dikeringkan dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang telah dihaluskan sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 4 jam. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai berat konstan. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Kadar Air (%bb) = Keterangan:
A : berat cawan (gram)
B : berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (gram)
C : berat cawan dan sampel setelah dikeringkan sampai konstan (gram) 2. Kadar Gula Reduksi Metode Nelson-Somogyi (Sudarmadji et al.
1997)
a. Pembuatan Kurva Standar
Larutan kurva standar dibuat dengan konsentrasi 10 mg glukosa anhidrat/100 ml, kemudian dari larutan standar tersebut dilakukan pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/100 ml. Disiapkan tabung reaksi yang bersih dan diisi dengan 1 ml larutan glukosa standard dan satu tabung sisanya dengan 1 ml akuades sebagai blanko. Masing-masing tabung ditambah 1 ml reagen Nelson dan dipanaskan pada penangas air mendidih selama 20 menit. Setelah waktu tercapai maka tabung segera didinginkan. Setelah dingin (25°C), masing-masing tabung ditambah 1 ml reagen arsenomolibdat, dikocok sampai semua endapan Cu2O larut sempurna. Kemudian ditambah 7 ml aquades, dikocok sampai homogen, kemudian masing-masing larutan ditera Optical Density (OD) pada panjang gelombang 540 nm. Dibuat kurva standar yang menunjukan hubungan antara OD dengan konsentrasi glukosa.
b. Penentuan gula reduksi terlarut pada sampel
Larutan sampel disiapkan sekitar 2 gram/100 ml, di-shaker selama 30 menit. Setelah itu disentrifus selama 15 menit. Diambil supernatannya lalu diencerkan sesuai kebutuhan. Diambil 1 ml hasil pengenceran dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah 1 ml pereaksi Nelson. Dipanaskan dengan penangas air selama 20 menit. Tabung reaksi diambil dan segera didinginkan dalam gelas yang berisi air dingin. Setelah dingin, ditambahkan 1 ml reagensia arsenomolibdat, kemudian dikocok sampai semua endapan CuO2 yang ada larut kembali, lalu ditambahkan 7 ml aquades. Kadar gula reduksi ditentukan berdasarkan Optical Density (OD) masing-masing larutan tersebut pada panjang gelombang 540 nm. Kadar gula reduksi dihitung dengan rumus :
Kadar gula reduksi (%bb) = Kadar gula reduksi (%bk) = Keterangan:
X : Konsentrasi glukosa dari kurva standar B : Berat sampel awal (mg)
3. Kadar Gula Total Metode Nelson-Somogyi (Apriyantono et al. 1989)
Membuat larutan standar dengan cara yang sama seperti pada kurva standar gula reduksi. Kemudian membuat larutan gula (2 gram dalam 100 ml akuades). Larutan disaring menggunakan kertas saring. Filtrat diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah 15 ml akuades dan 5 ml HCl. Kemudian dipanaskan di atas penangas air pada suhu 67-70ºC. Kemudian didinginkan secepatnya sampai suhu 20ºC. Larutan tersebut dinetralkan dengan NaOH 45% kemudian ditambahkan akuades sampai volume 100 ml (larutan A). Selanjutnya ambil 1 ml larutan dan diencerkan dalam labu ukur 100 ml (larutan B). Ambil 1 ml dari larutan B ke dalam tabung reaksi dan lakukan seri pengenceran (50, 100, 250, 500), diberi pereaksi Nelson dan didihkan selama 20 menit. Setelah 20 menit, dinginkan tabung dan beri reagen arsenomolybdat 1 ml + 7 ml aquades kemudian divortek. Selanjutnya ditentukan absorbansinya dengan spektrofotometer dan dihitung nilai gula totalnya.
Kadar gula reduksi (%bb) = Kadar gula reduksi (%bk) = Keterangan:
X : Konsentrasi glukosa dari kurva standar B : Berat sampel awal (mg)
4. Kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC 1975 dalam
Sudarmadji et al. 1997)
Labu penampung dan alat ekstraksi soxhlet dibersihkan dan dikeringkan. Ditimbang sebanyak 2 gram sampel, dibungkus dengan kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 1 jam, kemudian ditimbang (Y). Sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang dipasang diatas penangas air dan dihubungkan dengan pendingin tegak. Petroleum ether dimasukkan melalui lubang pendingin sampai setengah dari alat soxhlet (seluruh sampel dalam keadaan tercelup). Sampel diekstraksi selama 4 jam sampai petroleum ether yang ada jernih. Erlenmeyer yang telah mengandung lemak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C, selama 1 jam dan didinginkan selama 30 menit kemudian ditimbang (Z).
5. Penentuan Asam Lemak Bebas (Sudarmadji et al. 1997)
Bahan diaduk merata dan dalam keadaan cair pada saat diambil contohnya. Bahan ditimbang sebanyak 28,2 gram dalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 2 ml indikator phenolphthalein (PP). dilanjutkan dengan titrasi menggunakan larutan 0,1 N NaOH sampai berwarna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30 detik. Asam lemak bebas (ALB) dinyatakan sebagai % ALB:
%ALB=
6. Pengukuran tekstur (Sumarmono et al. 2007)
Pengukuran tekstur gula kelapa cetak dilakukan dengan menggunakan pnetrometer. Pengukuran tekstur dimaksudkan untuk mengetahui kekerasan gula kelapa cetak. Disiapkan penetrometer pada tempat yang datar dan dipasang universal cone pada tempatnya. Setelah itu, ditambahkan pemberat 150 g pada penetrometer, dicatat jumlah berat needle + test rod + pemberat. Berat needle dan test rod masing-masing adalah 2,5 g dan 47,5 g. Disiapkan sampel gula dengan diletakkan pada dasar penetrometer, kemudian penetrometer diatur sedemikian rupa sehingga permukaan sampel tepat bersinggungan dengan ujung universal cone dan jarum pada skala yang menunjukkan angka 0. Kemudian ditekan tuas penetrometer selama 10 detik, dibaca skala yang menunjukkan kedalaman penetrasi universal cone ke dalam sampel. Perhitungan:
Keempukan tekstur (mm/g/dt) = b : a : t Keterangan:
a = bobot needle + test rod + pemberat (g) b = skala kedalaman penetrasi sampel (mm) t = waktu pengujian (dt)
7. Kadar β-karoten (HPLC) (AOAC 2005) a) Persiapan sampel
Sampel ± 1 gram dihancurkan dan diekstrak dengan heksan dan aseton (1:1) kemudian disaring menggunakan corong Buchner dalam kondisi vakum. Filtrat yang dihasilkan dimasukkan kedalam tabung reaksi untuk dikeringkan dengan N2.
Filtrat yang sudah dikeringkan ditambah 4 ml KOH 5% dan methanol dan selanjutnya dikocok selama 30 menit dan diaerasi selama 30 menit. Ekstrak dipanaskan dalam penangas air pada suhu 600C selama 30 menit, kemudian ekstrak ditambah 4 ml air bebas ion dan 8 ml heksan. Ulangi langkah tersebut dengan penambahan 4 ml air bebas ion dan 6 ml heksan kemudian dikocok 1 menit dan lapisan teratas ekstrak diambil dan dikumpulkan. Filtrat yang diperoleh selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Fase organic dipindahkan dan dikeringkan dengan N2. Residu kering ditambah 5 ml CHCl3 5%
dalam methanol selanjutnya dikeringkan dan diaerasi selama 30 menit. Ekstrak selanjutnya didiamkan dalam pendingin bersuhu -200C selama 12 jam lalu
dikeringkan dengan N2. Residu kering ditambah 2 ml asetonitril (ACN) :
dikhloromethan : methanol (65:30:5) sebagai fase gerak.
Standar -karoten dicampurkan dalam petroleum ether, dievaporasi dan dicampurkan dengan dikhlorometan. Konsentrasi standar ditunjukkan secara spektrofotometri menggunakan koefisien ekstensi molar Etem 1% = 2530. Konsentrasi yang berbeda digunakan untuk analisa HPLC dan memplot grafik standar. Koefisien korelasi dihitung untuk menaksir kelinieran diantara konsentrasi standard dan puncak area/grafik. Sampel diencerkan untuk diinjeksikan dan pemisahan. Analisa dihubungkan dengan rata-rata aliran pelarut pada 1,5 ml per menit dengan sensitivitas detektor (AUES) 0,02 dan standar gelombang 450 nm menggunakan rumus:
Kadar -karoten(ppm) = x konsentrasi standar x fp
b) Persiapan standar -karoten (AOAC 2005)
Sejumlah 1 mg kristal -karoten ditimbang dalam tabung reaksi yang ditutup alufo, selanjutnya dilarutkan dengan sempurna dalam 2 ml chloroform (CHCl3) HPLC, kemudian diencerkan dengan 6 ml methanol (MeOH) HPLC.
Selanjutnya diambil 0,5 ml dan diencerkan 10 kali dengan methanol:asetonitril (1:1). Larutan hasil pengenceran selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm dengan blanko methanol:asetonitril (1:1) menggunakan
spektrofotometer. Konsentrasi -karoten dalam larutan tersebut dapat dihitung berdasarkan nilai E1% (1 cm), yaitu absorbansi dari 1 % larutan -karoten (10 mg/ml, 10µg/µ L) pada panjang gelombang 450 nm menggunakan kuvet 1 cm, sebagai berikut:
10 (mg/ml) Konsentrasi -karoten semu -
2600 Absorbansi pada 450 nm Keterangan:
2600 = nilai E1% (1 cm) untuk 1% larutan -karoten pada panjang gelombang 450 nm
Selanjutnya sejumlah 20 µL dari larutan encer tersebut diinjeksikan ke dalam HPLC dengan fase mobil asetonitril (ACN) : diklorometan: methanol
(65μγ0μ5) untuk mendapatkan kemurnian all trans -karoten pada 450 nm. Dari
persen kemurnian tersebut dapat diperoleh konsentrasi -karoten yang sebenarnya
yaitu dengan cara mengalikan persen kemurnian dengan konsentrasi -karoten
semu. Larutan -karoten selanjutnya disimpan pada suhu -200C dan dihindarkan dari cahaya.
8. Rendemen
Rendemen dihitung berdasarkan ratio jumlah gula yang dihasilkan (gram), terhadap total nira (ml) dinyatakan dalam persen.
Luasan puncak sampel
9. Retensi provitamin A
Retensi provitamin A dihitung berdasarkan ratio kandungan provitamin A
( -karoten) produk akhir yang dihitung sebagai jumlah provitamin A akhir
terhadap jumlah -karoten awal yang ditambahkan. Untuk mengevaluasi retensi provitamin A digunakan rumus sebagai berikut:
Retensi vitamin A =
10. Preparasi plasma dan hati pada masa deplesi dan replesi
Tikus dimatikan dengan cara cervical dislokation, darah ditampung dari jantung menggunakan syringe dan jarum (needle) yang mengandung EDTA 10%. Darah disentrifuge pada 10,000 g selama 5 menit kemudian plasma dipisahkan dan disimpan pada suhu -800C. Hati tikus dipotong, dicuci dengan 0,9% larutan garam, tiriskan dan keringkan (atau langsung dimasukkan dalam nitrogen cair) , timbang lalu simpan pada suhu -80oC hingga dilakukan pengujian.
11. Analisis Retinol Plasma (HPLC, Hosotani and Kitagawa, 2003) a) Ekstraksi Retinol Plasma
Sejumlah 0.15 ml plasma dicampurkan dengan 0,35 ml air, 0,5 ml 3% Na- askorbat, 2 ml ethanol yang mengandung 0,135 % BHT. Campuran selanjutnya divortex selama 20 detik dan diinkubasikan selama 5 menit pada suhu 70oC. Dilanjutkan tahap saponifikasi, yaitu dengan menambahkan 1 ml 10 M KOH pada suhu 70oC selama 30 menit, kemudian didinginkan. Kemudian ditambahkan 40 ml heksan yang mengandung 0,025% BHT (sebagai extraction solvent/ larutan pengekstrak). Selanjutnya divortex selama 10 menit, kemudian disentrifuge pada 500 xg selama 10 menit. Heksan dibuang kemudian dilakukan pencucian sebanyak 3 kali menggunakan larutan pengekstrak. Ekstrak heksan yang diperoleh dicampur, selanjutnya dikeringkan pada suhu 40oC. Residunya dilarutkan kembali (redissolved) dalam 50 L mobile phase, disaring dengan 0,45 M milipore dan 10 L diinjeksikan ke HPLC.
b) Ekstraksi retinol hati
Satu gram hati dihomogenisasi dengan 10 ml HPLC grade water dalam homogenizer pada 13,500 RPM selama 5 menit. Sejumlah 0,3 ml homogenat dicampurkan dengan 0,7 ml air, 0,5 ml 25% Na-askorbat, 2 ml methanol dan divortex selama 20 detik. Setelah diinkubasikan pada suhu 70oC selama 5 menit, sampel disponifikasi dengan 1 ml 10 M KOH pada suhu 70oC selama 30 menit, selanjutnya dinginkan. Ditambahkan sekitar 4 ml heksan sebagai larutan pengekstrak, divortex selama 10 menit dan disentrifuge pada 500 xg selama 10 menit. Heksan selanjutnya dibuang dan dilakukan proses pencucian hingga 4 kali menggunakan larutan pengekstrak. Ekstrak heksan yang diperoleh dicampurkan dan dievaporasi hingga kering pada suhu 40oC. Residunya dilarutkan kembali (redissolve) dalam 50 L mobile phase, disaring melalui 0,45 M milipore dan 10 L diinjeksikan kedalam HPLC. Digunakan γ,5 m Simmetry C18 (4,6x150 mm)
Jumlah provitamin A produk akhir x 100% Jumlah provitamin A awal
pada 30oC dengan perbandingan antara acetonitrile-dichloromethane-methanol-1- octanol (90:15:10:0,1) pada flow rate 1 mL min-1. Sebelumnya telah dilakukan kalibrasi kurva menggunakan retinol yang dilarutkan dalam methanol.
12. Pemeriksaan Kadar Imunoglobulin G (IgG). Metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
Serum IgG dinalisa dengan menggunakan kit rat IgG ELISA core Kit (Komabiotech, Inc.) Komponen kit berisi: coating antibody (goat-anti rat IgG), detection antibody (HRP conjugated goat anti-rat IgG), standard protein, dan TMB solution sebagai prestained color development reagen. Material yang digunakan adalah: ELISA micro plates, coating buffer (50 mM carbonat- bicarbonat buffer, pH 9.6), assay diluents (PBS, 1% BSA, pH 7.4), washing solution (PBS, 0.05% tween-20, pH 7.4), stop solution (2 M H2SO4).
Seratus mikro liter diluted coating antibody dilapiskan pada masing-masing sumuran (plate well) dan diinkubasikan pada suhu 40C selama semalam, kemudian dicuci menggunakan larutan pencuci (washing solution) hingga 3-4
kali. Kemudian pada masing sumuran ditambahkan β00 L blocking solution dan diinkubasikan pada suhu ruang selama sekitar 1 jam dan selanjutnya dicuci dengan larutan pencuci. Langkah selanjutnya sejumlah 100 L standar atau sampel dimasukkan ke sumuran yang telah diberi kode/tanda, dan ditambahkan
100 L antibodi pendeteksi, dibiarkan sebentar kemudian dicuci dan ditambahkan
100 L TMB dan dicampur dengan baik dan dibiarkan selama γ0 menit kemudian
masukan stop solution untuk selanjutnya dibaca menggunakan microtiter plate reader pada panjang gelombang 450 nm.
Karya Ilmiah
Sebagian dari disertasi ini telah diajukan untuk publikasi pada jurnal nasional dan jurnal internasional terkakreditasi, serta diseminarkan pada seminar nasional. Adapun topik naskah dan jurnal yang dituju disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Daftar publikasi dari sebagian hasil disertasi
Jenis Publikasi Topik Keterangan
Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan
Efek Pemberian Gula Kelapa Yang Diperkaya Minyak Sawit Merah Terhadap Pertumbuhan Dan Kadar Retinol Serum Tikus Sprague Dawley
Accepted dan akan
diterbitkan pada jurnal PGM Volume 36 No 1. (Juni) Tahun 2013. Status: terakreditasi, Nomor: 434/AU2/P2MI- LIPI/08/2012; ISSN: 0125- 9717 Jurnal Teknologi Industri Pertanian
Penambahan minyak sawit merah sebagai sumber provitamin A terhadap retensi karoten, sifat fisik dan sensori gula kelapa
Accepted dan akan
diterbitkan dalam Jurnal TIP Volume 24 tahun 2014 ISSN 0216-3160 Pakistan Journal of
Nutrition
Effect of Feeding Palm Sugars Enriched with Red Palm Oil on Liver Retinol and IgG Concentration of Vitamin A Depletion Rats
Accepted dan akan
diterbitkan pada jurnal PJN Vol. 12 No. 12 Tahun 2013
Simposium Nasional 100 Hasil Penelitian Terkini Pangan dan Gizi
Sertifikat terlampir
Seminar Nasional Pengembangan sumberdaya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan III
4.PENAMBAHAN CPO DAN RPO SEBAGAI SUMBER PROVITAMIN A