• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi pembuatan gula kelapa yang diperkaya dengan minyak sawit merah yaitu crude palm oil (CPO) dan red palm oil (RPO) telah berhasil mendapatkan produk gula kelapa dengan penerimaan sensori terbaik, yaitu pada penambahan sejumlah 30 ml/10 L nira. Gula yang dihasilkan mengandung provitamin A yaitu total karoten 3946 g/100 g untuk gula CPO dan 1337 g/100 g untuk gula RPO. Secara umum, gula kelapa yang dibuat dengan menambahkan minyak sawit baik CPO maupun RPO mempunyai nilai fungsional yang lebih baik

karena adanya karoten (provitamin A), yaitu α dan - karoten serta komponen antioksidan seperti tocoferol dan tocotrienol serta lycopen. Minyak sawit merah mengandung vitamin E (560-1000 ppm) yang terdiri dari tocoferol (18-22 persen) dan tocotrienol (78-82 persen) (Bester et al. 2010; Sundram 2003), lycopen (18,5- 38 ppm) (Benade 2013; Aziz 2006). Adanya komponen-komponen antioksidan tersebut di dalam minyak sawit merah, selain dapat melindungi karoten yang ada di dalamnya, juga meningkatkan nilai fungsional dan nilai kompetitif gula kelapa. Pada penelitian tahap pertama tentang penggunaan minyak sawit merah pada beberapa konsentrasi penambahannya menunjukkan bahwa dengan penambahan sejumlah 30 ml minyak sawit merah baik CPO maupun RPO menghasilkan gula kelapa yang secara sensori mempunyai nilai penerimaan yang tidak berbeda dengan gula kontrol. Bahkan mempunyai nilai kesukaan warna yang lebih tinggi dari pada gula kontrol. Adapun karakteristik gula yang dihasilkan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Karakteristik fisik dan kimia gula kelapa yang diperkaya CPO dan RPO

Komponen Gula RPO Gula CPO

Kadar air (%, grafimetri) 7.8 8.21

Total karoten ( g/100 g, spectrofotometri)

1337 3946

-carotene ( g/100 g, HPLC) 291 487

Gula reduksi (%, Nelson Somogyi) 2.22 2.61

FFA (%, titration) 0.122 0.142

Tekstur (mm/g/sec, pnetrometer) 0.0023 0.0031

Kandungan total karoten maupun -karoten dari gula yang diperkaya dengan CPO lebih tinggi dari pada gula RPO. Dalam setiap 100 g gula kelapa CPO

mampu menyumbangkan 478 g -karoten atau setara dengan 79.67 RE atau menyumbangkan sekitar 20 persen RDA, sedangkan untuk gula RPO mampu

menyumbangkan sekitar βλ1 g -karoten setara dengan 48.5 RE atau mampu menyumbangkan sekitar 12 persen RDA.

Penerimaan secara sensori gula kelapa yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak berbeda dengan gula kontrol yang biasa dikonsumsi di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa penggantian minyak goreng yang ditambahkan pada pembuatan gula kelapa menggunakan CPO maupun RPO, tidak mempengaruhi mutu gula kelapa secara hedonik.

Gula kelapa mempunyai umur simpan yang cukup lama yaitu antara 1 hingga 2 bulan. Selama penyimpanan akan terjadi penurunan mutu gula kelapa yang ditandai dengan menurunnya kekerasan tekstur, peningkatan kadar air, gula reduksi dan FFA. Karoten yang terkandung dalam gula kelapa dapat mengalami kerusakan karena peristiwa oksidasi maupun isomerisasi yang dipicu oleh keberadaan oksigen, cahaya, panas, asam dan radikal bebas. Pengemasan yang dapat melindungi produk dari paparan cahaya maupun oksigen akan membantu mempertahankan karoten dalam produk.

Setelah disimpan selama 2 bulan kadar karoten mengalami penurunan antara 4.99 hingga 49.79 persen. Gula RPO mengalami penurunan total karoten yang lebih tinggi (24.48 persen) dibandingkan gula CPO (12.95 persen), sebaliknya semakin banyak penambahan minyak sawit merah, penurunan karoten semakin rendah. Penggunaan kemasan ganda secara nyata menunjukkan penurunan total karoten yang lebih lambat dibandingkan dengan kemasan tunggal, yaitu 10.41 : 14.54 persen pada 1 bulan penyimpanan dan 15.38 : 22.05 persen pada 2 bulan penyimpanan. Setelah disimpan selama 2 bulan, kadar air dan kadar gula reduksi gula kelapa yang diperkaya minyak sawit merah masih berada dalam kisaran standar SNI (<10 persen), yaitu masing-masing antara 8.55 - 9.94 persen dan 3.9 – 4.62 persen.

Penyimpanan gula kelapa yang diperkaya minyak sawit merah dalam ruang penyimpanan bersuhu rendah kemungkinan akan memberikan dampak yang lebih baik terutama terhadap retensi karoten dalam produk. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi dan Sarmidi (2010) menunjukkan bahwa minyak sawit merah yang disimpan dalam ruang pendingin bersuhu antara -14 0C hingga –180C mempunyai

penurunan kadar -karoten yang lebih rendah (16.34±1.45 persen) dibandingkan yang disimpan dalam suhu ruang (27.68±0.21 persen).

Gula kelapa yang diperkaya dengan minyak sawit merah mempunyai nilai fungsional yang lebih baik karena mengandung komponen-komponen yang bermanfaat untuk kesehatan seperti beta karoten, tocoferol, tocotrienol. Adanya gum yang merupakan serat larut juga dapat memberikan kontribusi pada nilai glisemik indeks menjadi semakin rendah. Pengembangan kedepan melalui pengembangan gula kristal kaya karoten, akan semakin memperluas pemakaian dan pemanfaatan gula kaya provitamin A untuk berbagai produk makanan dan minuman fungsional. Tingginya komponen antioksidan di dalam minyak sawit merah memungkinkan gula kelapa kaya provitamin A menjadi bahan pangan alternatif untuk kelompok-kelompok tertentu guna menekan stress oksidatif seperti pada atlet kaitannya dengan pengendalian dan pemulihan kerusakan otot yang dipicu oleh reactive oxygen species (ROS) (Cockburn 2010), atau pada kelompok lansia kaitannya dengan pencegahan demensia.

Gula kelapa merupakan jenis pangan yang banyak dikonsumsi baik pada skala rumah tangga maupun industri seperti kecap yang menggunakan gula kelapa sebagai bahan bakunya. Berbagai jenis makanan tradisional seperti: dodol, jenang ketan, nopia, dawet dan masih banyak jenis makanan tradisional di berbagai daerah yang berbasis gula kelapa, akan semakin meningkatkan potensi gula kelapa sebagai salah satu pangan alternative untuk mengatasi KVA.

Gula kelapa yang diperkaya CPO dan RPO dalam penelitian ini telah dikaji pengaruh pemberiannya terhadap peningkatan berat badan, status vitamin A dan status imun tikus. Penelitian dilakukan pada kelompok tikus yang dibuat deplesi

vitamin A berat yang menjalani masa deplesi selama 10 minggu dan deplesi sedang (moderate) yang menjalani masa deplesi selama 6 minggu. Kadar retinol hati pada akhir masa deplesi untuk tikus deplesi berat adalah 0.06γ mol/g hati (terdeplesi 82.88 persen) dan pada tikus deplesi sedang adalah 0.091 mol/g hati (terdeplesi 70.92 persen) (Gambar 29).

Gambar 29 Perubahan kadar retinol hati periode deplesi pada tikus defisien vitamin A berat dan sedang (moderat)

Gula kelapa yang diperkaya CPO maupun RPO mengandung provitamin A yaitu karoten dimana tubuh dapat merubahnya menjadi retinol (Ball 2006). Pemberiannya pada tikus yang dibuat defisien vitamin A berat maupun ringan, menunjukkan respon yang positif terhadap peningkatan status vitamin A yang digambarkan dengan meningkatnya cadangan retinol hati. Pada kelompok tikus deplesi berat, setelah mendapatkan asupan selama 2 minggu, terjadi peningkatan kadar retinol hati pada kelompok CPO, RPO dan RE masing masing sebesar 0.054

mol/g, 0.039 mol/g hati, dan 0.111 mol/g hati. Pada penelitian ini, kelompok tikus yang diberikan retynil ester (RE) secara nyata menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang diberikan gula CPO maupun RPO. Namun demikian pemberian gula kelapa yang diperkaya CPO maupun RPO selama 2 minggu telah mampu meningkatkan status vitamin A tikus defisien menjadi normal yang ditandai dengan kadar retinol hati meningkat diatas nilai cut- off point0.07 mol/g hati.

Pada kelompok tikus deplesi vitamin A sedang (moderat), setelah diberi intervensi selama 2 minggu menunjukkan peningkatan kadar retinol hati yang lebih baik, yaitu pada kelompok CPO, RPO dan RE masing masing meningkat sebesar 0.143, 0.184, dan 0.105 mol/g hati atau meningkat 157.1, 202.2, dan 115.4 persen (Gambar 30). Peningkatan kadar retinol hati pada kelompok tikus deplesi sedang lebih cepat dari pada tikus deplesi berat. Menurut Gavin dan Zachary (2007), defisiensi vitamin A dapat mengakibatkan perubahan keutuhan sel-sel epithel usus, dimana sel-sel vili usus mengalami metaplasia yang akan berdampak pada kenormalan fungsi usus termasuk dalam absorbsi zat gizi. Hal tersebut didukung oleh Villamor dan Fawzi (2005) yang menyebutkan bahwa

salah satu fungsi vitamin A adalah dalam mempertahankan integritas sel-sel mukosa usus.

Gambar 30 Peningkatan kadar retinol hati setelah intervensi selama 2 minggu pada kelompok tikus deplesi berat dan sedang (moderat)

Selain itu pada keadaan deplesi maka jumlah zat gizi lain seperti protein dan lemak juga menurun. Lemak dan protein diperlukan dalam transport dan metabolism vitamin A (Gropper et al. 2009). Pada Gambar 25 dan 30 terlihat bahwa pada kelompok deplesi berat, tikus yang diberikan retinyl ester (retinyl palmitate) secara nyata menunjukkan respon yang lebih cepat dalam peningkatan kadar retinol hati dibandingkan kelompok yang diberikan gula CPO maupun RPO (p<0.05). Namun demikian pada kelompok tikus deplesi sedang (moderate), peningkatan kadar retinol hati pada ketiga kelompok perlakuan menunjukkan respon peningkatan yang tidak berbeda (p>0.05) (Gambar 26 dan 30). Retinyl ester merupakan bentuk vitamin A yang lebih tersedia (available) dan cepat dimetabolisma dibandingkan provitamin A (karoten) yang terkandung dalam CPO maupun RPO (Gropper et al 2009). Disamping itu penyerapan vitamin A meningkat pada kondisi defisiensi berat (severe) (Ball 2006; Gropper et al. 2009; Bender 2003). Berdasarkan pada kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pada kondisi defisiensi vitamin A berat, maka pemberian suplemen vitamin A berupa retinyl ester akan lebih cepat dalam memperbaiki status vitamin A, meskipun pemberian gula kelapa yang diperkaya CPO maupun RPO selama 2 minggu telah mampu memperbaiki status vitamin A tikus deplesi vitamin A berat hingga diatas normal (cut-off point > 0.07). Pemberian gula yang diperkaya CPO maupun RPO pada kondisi deplesi ringan hingga sedang akan lebih menguntungkan karena disamping telah mampu meningkatkan kadar simpanan vitamin A dalam hati, juga dari segi biaya lebih murah karena provitamin A yang berasal dari minyak sawit yaitu CPO maupun RPO ditambahkan dalam gula kelapa yang dikonsumsi secara luas dan kontinyu di masyarakat. Ketersediaan minyak sawit yang berlimpah di Indonesia akan menjamin kontiuitas sumber provitamin A ini sebagai bahan untuk

pengembangan pangan alternatif untuk penanggulangan KVA yaitu gula kelapa tinggi provitamin A.

Pada kelompok tikus yang mengalami defisiensi berat, nampaknya diikuti pula dengan terjadinya infeksi yang lebih berat yang ditandai dengan perubahan feses tikus menjadi lembek-cair. Infeksi akan mengakibatkan terhambatnya sintesis baik retinol binding protein (RBP) (Rosales et al. 1996) maupun transthyretin (Ramsden et al. 1978). Hal itu yang menyebabkan jumlah retinol yang dilepaskan ke dalam sirkulasi menurun pada akhir periode deplesi, yang juga diikuti dengan menurunnya jumlah imunoglobulin G dan penurunan berat badan.

Vitamin A selain diperlukan untuk fungsi penglihatan juga mempunyai peran penting terhadap imunitas. Kekurangan vitamin A merusak kekebalan bawaan (innate immunity) dengan menghambat regenerasi normal dari barrier mukosa yang rusak akibat infeksi, dan dengan mengurangi fungsi neutrofil, makrofag, dan sel-sel pembunuh alami. Vitamin A juga diperlukan untuk kekebalan adaptif dan memainkan peran dalam pengembangan baik T-helper (Th ) dan sel - sel B (Stephensen 2001). Penurunan kekebalan tubuh akan berdampak pada kerentanan terhadap infeksi akibat menurunnya kemampuan pertahanan tubuh terhadap paparan antigen yang masuk. Salah satu indikator adanya infeksi adalah C-reactive Protein (CRP) yang merupakan golongan protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respon imunitas non- spesifik (Baratawidjaja 2006).

Kedaan infeksi yang lebih ringan nampaknya berkaitan pula dengan perubahan berat badan tikus yang juga lebih baik pada kelompok tikus deplesi sedang (moderat). Sintesis protein yang lebih baik akan menjamin pertumbuhan yang lebih baik. Didalam tubuh, protein mempunyai berbagai peran penting antara lain sebagai katalis (enzim, hormon), immunoprotector (imunoglobulin atau antibodi), protein pentransport dan juga sebagai elemen struktural yang menyusun sel dan jaringan, termasuk jaringan otot, organ-organ internal, tendon, kulit, rambut dan kuku ( Gropper et al. 2009). Setelah diintervensi dengan gula kelapa yang diperkaya CPO maupun RPO selama 2 minggu pada kelompok deplesi sedang, pada tikus yang diberi gula CPO meningkat berat badannya mencapai 8.39 g (naik 7.6 persen) dan pada kelompok gula RPO naik 12.36 g ( naik 11.05 persen). Disisi lain, pada tikus kelompok deplesi berat yang diintervensi dengan gula CPO selama 2 minggu mengalami peningkatan berat badan sebesar 5.6 g (3.1 persen) dan pada kelompok RPO naik 9 g (4.55 persen). Sebaliknya,pada kelompok yang diberi retinyl palmitat baik pada kelompok tikus deplesi sedang maupun deplesi berat, mengalami penurunan berat badan masing-masing sebesar 12.77 g (turun 11.28 persen) dan 10.4 g (turun 5.8 persen). Keadaan tersebut nampaknya didukung dengan peningkatan status imun yang lebih baik pada tikus yang diberikan gula CPO maupun RPO baik pada kelompok deplesi berat maupun sedang (moderate) yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar immunoglobulin G yang lebih baik pada kelompok tersebut. Namun demikian terlihat bahwa pada kelompok deplesi sedang memberikan respon yang lebih baik dibandingkan kelompok deplesi berat. Pemberian gula kelapa yang diperkaya minyak sawit merah selama 2 minggu menaikkan kadar IgG serum tikus deplesi moderate yang diberi gula CPO, RPO dan RE masing-masing sebesar 406.6, 346.6 dan 140 persen, sedangkan pada tikus deplesi berat, peningkatan kadar IgG serum lebih rendah yaitu masing-masing sebesar 225.99, 216.01 dan 59.98 persen.

Vitamin E mempunyai efek meningkatkan kekebalan (immunoenhanching effect) dengan cara menstimulasi proliferasi sel di dalam organ immunopoietic seperti limfa, meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi oleh sel-sel plasma, dan mengakibatkan pergeseran produksi antibodi dari IgM ke IgG (Tengerdy et al. 2003). Adanya antioksidan seperti vitamin E yaitu tocopherol dan tocotrienol serta lycopen yang terdapat di dalam CPO maupun RPO akan memicu proses proliferasi sel-sel plasma pada lymfosit B, sehingga akan meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi. Dalam mekanisme respon imun, ketika terjadi paparan antigen, maka akan merangsang sel sel imun baik innate (bawaan) maupun adaptive termasuk sel limfosit B yang akan mengalami proliferasi membentuk sel- sel plasma yang memproduksi antibodi (immunoglobulin) (Roitt 2001).

Gula kelapa yang diperkaya baik CPO maupun RPO mempunyai kemampuan yang sama dalam memperbaiki status vitamin A maupun status imun tikus defisien vitamin A sedang maupun berat. Namun demikian pada gula kelapa CPO tekstur gula lebih cepat mengalami penurunan kekerasannya. Hal tersebut akan berdampak pada kecepatan penurunan mutu gula kelapa.

Implikasi Hasil dan Keterbatasan Penelitian

Vitamin A mempunyai peranan penting, selain dalam fungsi penglihatan juga pada fungsi imun. Strategi penanggulangan melalui pengembangan pangan kaya provitamin A yaitu gula kelapa yang diperkaya minyak sawit baik CPO maupun RPO merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah KVA. Ketersediaan sawit yang sangat berlimpah sebagai potensi sumberdaya alam Indonesia, akan menjamin kontinuitas penyediaan sumber provitamin A ini.

Penelitian ini telah menunjukan bahwa pada pembuatan gula kelapa, bila minyak goreng yang ditambahkan dalam tahapan proses diganti dengan CPO maupun RPO yang kaya akan provitamin A sejumlah 30 ml/10 L, tidak mempengaruhi mutu hedonik gula yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa produk gula kelapa yang diperkaya provitamin A dari minyak sawit berpotensi diterima di masyarakat. Penyimpanan menggunakan kemasan ganda plastik polypropylene dan kertas coklat lebih mampu dalam mempertahan kadar karoten gula kelapa yang disimpan dalam suhu ruang. Suhu sangat berpengaruh terhadap kerusakan karoten. Semakin rendah suhu penyimpanan, karoten semakin dapat dipertahankan. Namun demikian, penelitian yang telah dilakukan belum mengkaji pengaruh suhu penyimpanan terhadap retensi karoten dalam gula kelapa.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa gula kelapa yang diperkaya baik CPO maupun RPO setara dengan 7 RE, yang diberikan pada tikus yang dibuat defisien vitamin A berat dan sedang selama 2 minggu, mampu memperbaiki status vitamin A yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar retinol hati hingga di atas cut-off point. Selain itu juga mampu memperbaiki status imun, yang dalam hal ini diwakili oleh penanda respon imun yaitu kadar immunoglobulin G (IgG). Vitamin A selain berperanan dalam produksi antibodi (immunoglobulin), juga terhadap fungsi neutrofil, sel NK, monosit maupun makrofag. Namun dalam penelitian ini belum mengkaji marker imun yang lain selain IgG.

Berat ringan nya kondisi defisien vitamin A akan mempengaruhi respon dalam perbaikan status vitamin A. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian gula kelapa yang diperkaya baik CPO maupun RPO pada tikus defisien vitamin A sedang (moderate), menunjukkan respon yang lebih baik dibandingkan tikus defisien berat. Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian gula kelapa yang diperkaya provitamin A dari CPO maupun RPO secara kontinyu pada kondisi defisien vitamin A ringan sampai sedang, akan memberikan efek yang lebih menguntungkan karena merupakan upaya penanggulangan KVA berbasis potensi lokal dengan biaya yang lebih murah. Untuk penanggulangan defisiensi vitamin A berat, maka pemberian suplemen vitamin A adalah lebih tepat. Kelebihan lain dari penggunaan gula kelapa yang diperkaya dengan provitamin A (karoten), adalah relatif aman meskipun dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan karena tidak mengakibatkan keracunan atau hypervitaminosis. Selain itu, akses masyarakat terhadap provitamin A yang ditambahkan dalam gula kelapa akan semakin luas, mengingat gula kelapa juga digunakan sebagai bahan baku untuk keperluan industri makanan dan minuman.

Simpulan

Penambahan minyak sawit merah sebagai pengganti minyak goreng pada pembuatan gula kelapa sejumlah 30 ml/10 L nira, tidak merubah penerimaan hedonik gula kelapa. Gula yang dihasilkan mempunyai retensi total karoten antara 25.3 hingga 63.38 persen dengan kadar total karoten antara 1337 – 3946

g/100 g.

Kemasan ganda plastik polypropylene dan kertas coklat lebih mampu menghambat penurunan karoten selama penyimpanan dibandingkan kemasan tunggal. Setelah disimpan selama 1 dan 2 bulan, kadar karoten gula kelapa RPO hasil terbaik turun 39.36 dan 49.79 persen pada kemasan tunggal , sedangkan pada kemasan ganda turun 25.80 dan 35,71 persen . Untuk gula CPO turun 17.22 dan 25.40 persen pada kemasan tunggal dan pada kemasan ganda turun 8.4 dan 14.04 persen.

Gula kelapa yang diperkaya RPO potensial sebagai bahan pangan untuk mengatasi masalah KVA. Sehubungan dengan penggunaan gula kelapa sebagai pangan sumber provitamin A, maka intervensi pada kondisi defisiensi vitamin A moderate memberikan respon yang lebih baik terhadap perbaikan status vitamin A dan status imun.

.

Saran

Penggunaan gula kepala yang diperkaya minyak sawit merah secara teratur akan menjaga status vitamin A dan ketahanan tubuh (imun), yang selanjutnya akan memberikan efek yang positif terhadap kesehatan. Gula kelapa yang dihasilkan mempunyai retensi total karoten yang cukup baik, namun demikian masih perlu ditingkatkan agar dapat memberi nilai manfaat yang lebih baik ketika digunakan oleh konsumen. Oleh karena itu masih perlu kajian tentang penggunaan enkapsulan untuk melindungi dan mempertahankan karoten. Masih diperlukan kajian tentang pengaruh penggunaan suhu penyimpanan terhadap retensi karoten.

Penelitian yang telah dilakukan masih terbatas pada uji bioavailabilitas pada tikus percobaan. Oleh karena itu masih diperlukan kajian di masyarakat tentang efikasi gula kelapa yang diperkaya minyak sawit terhadap peningkatan status vitamin A, imun, morbiditas dan penerimaannya di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemistry 15th ed. Arlington: AOAC Inc.

Al-Saqer JM, Sidhu JS, Al-Hoot SN, Al-Amiri HA, Al-Othman A, Al-Haji A, Ahmed N, Mansour IB, Minal J. 2004. Developing functional foods using red palm olein, tocopherols and tocotrienols. J Food Chem 85: 579-583. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis

Pangan Petunjuk Laboratorium. Bogor: IPB Press.

Aziz AA. 2006. Development of HPLC analysis for detection of lycopene in tomato and crude palm oil. Malaysia (M): Faculty of Chemical Engineering and Natural Resources. University College of Engineering and Tecnology Malaysia.

Ball GFM. 2006. Vitamins In Foods. Analysis, Bioavailability, And Stability. USA: Taylor and Francis, CRC Press.

Bank Dunia 2006. Repositioning Nutrition as Central to Development: a Strategy for Large Scale Action. WB. Publication.

[Bappenas] Badan Pengembangan dan Pembangunan Nasional. 2011. Menghantarkan Vitamin A Secepatnya kepada Anak Balita sebagai Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Vitamin A. Semiloka Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Vitamin A di Indonesia. Jakarta, 19 Agustus 2011.

Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi Dasar. Indonesia (ID): Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

Benade AJS. 2013. Red palm oil carotenoids. Potential role in disease prevention. Di dalam: Watson RA, Preedy VR, editor. Bioactive Food as Interventions for Cardiovascular Disease. Elsevier. London. p: 333-343.

Bender DA. 2003. Nutritional Biochemistry of the Vitamins. Ed ke-2. London: Cambridge University Press.

Bester D, Esterhuyse AJ, Truter EJ, van Royen J. 2010. Cardiovascular effects of edible oil: a comparison between four popular edible oils. Nut Res Rev. 23:334-348.

[BPS] Biro Pusat Statistik 2002. Banyumas dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kabupaten Banyumas

Brekhman JJ, Nestrenko IF. 1983. Brown sugar and health. Pergamon Press – New York.

Burri BJ. 2012. Evaluating global barriers to the use of red palm oil as an intervention food to prevent vitamin A deficiency. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Savety. 11:221-232.

Canfield LM, Kaminsky RG, Taren DI, Shaw E, Sander JK, 2001. Red palm oil in the maternal diet increases provitamin A carotenoids in breast milk and serum of the mother-infant dyad. Eur J Nutr. 40:30–38.

Che Man YB, Haryati T, Ghazali HM, Asbi BA. 1999. Composition and thermal profile of crude palm oil and its products. JAOCS 76(2): 237 -242.

Christian P., West KP, Khatry SK, Pradhan EK, LeClerq SC, Katz J, Shrestha SR, Dali M, Sommer A. 2000. Night blindness during pregnancy and

subsequent mortality among women in Nepalμ Effect of vitamin A and - carotene supplementation. Am J Epid. 152(6):542-547.

Chunningham RS, McNeeley DF, Moon A. 2005. Mechanism of nutrient modulation of the immune response. Am. Academy of Allergy, Asthma and Immunology. Doi:10.1016/j.jaci.2005.04.036.

Cockburn E. 2010. Acute protein-carbohydrat supplementation: effect on exercise induce muscle damage. Current Topics in Nutraceutical Research 8: 1-18.

Darnoko D, Siahaan D, Nuryanto E, Elisabeth J, Erningpraja L, Tobing PL, Naibaho PM, Haryati T. 2002. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Dirbinkesmas. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

[Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan 2005. Luas Pertanaman Kelapa dan Produksi Gula Jawa Tengah. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi. Jateng.

Dwiyanti H, Prihananto V, Aini N. 2005. Vitamin A Fortified Brown Sugar. 9 th Asian Food Conference. Emerging Science and Technology in The Development of Food Industry in The Asean. Jakarta: 8-10 August 2005. Dwiyanti H. 2006. Penerapan Teknologi Fortifikasi Vitamin A pada Masyarakat

Perajin Gula Kelapa. Purwokerto [laporan penelitian]. Lembaga Penelitian Unsoed.

Dwiyanti H, Riyadi H, Rimbawan, Damayanthi E, Suleman A., 2013.

Dokumen terkait