• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah semua wilayah kabupaten/kota di Provinsi Banten. Untuk kesinambungan series data, Kota Tangerang Selatan dan Kota Serang tetap digabungkan dalam kabupaten induk karena kota Serang baru terbentuk tahun 2006 dan Kota Tangerang Selatan terbentuk pada tahun 2008. Provinsi Banten yang secara spasial terletak antara 507’50” - 701’1” Lintang Selatan dan 10501’11” - 10607’12” Bujur Timur.

Waktu penelitian mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis dilaksanakan bulan Juni 2011 sampai Januari 2012.

Jenis Data

Jenis data terdiri dari data sekunder yakni data Potensi Desa tahun 2003, 2005, dan 2008, data Banten Dalam Angka tahun 2002, 2006, dan 2010, data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 2005, dan 2009 (Tabel 11). Semua data dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Banten.

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan indikator pembangunan untuk menggambarkan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Satu set indikator dipilih berdasarkan literatur dan disesuaikan dengan ketersediaan data antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten. Literatur yang digunakan antara lain adalah indikator pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan oleh UN (2007) dan target-target MDGs (Mellenium Development Goals. Indikator yang digunakan seluruhnya merupakan indikator tunggal.

Jumlah indikator yang digunakan sebanyak 27 indikator yang terdiri dari 10 (sepuluh) indikator sosial, 7 (tujuh) indikator ekonomi dan 10 (sepuluh) indikator lingkungan. Pemilihan indikator didasarkan pada prinsip-prinsip penggunaan indikator yakni objektif, terukur, sensitif, dan bisa dikuantitatifkan.

Tabel 11. Jenis, sumber data yang digunakanan, teknik analisis data, dan output yang diharapkan

No Tujuan Jenis data Sumber data Teknik analisis data Output

1. Mempelajari pencapaian indikator pembangunan pada tahun 2001, 2005, dan 2009 di masing-masing kab/kota

Banten dalam Angka tahun 2002, 2006, dan 2010 Susenas tahun 2001, 2005, dan 2009 PODES tahun 2003, 2005 dan 2008 yang menyangkut data indikator ekonomi, sosial dan lingkungan yang dipilih.

BPS Provinsi Banten

Kuantitatif deskriptif Tabel dan grafik pencapaian masing-masing indikator

pembanguan sosial, ekonomi dan lingkungan pada tahun 1995, 2000, 2005 dan 2010

2. Mengukur dan menganalisis perkembangan pembangunan ekonomi, sosial dan

lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.

Tabel pencapaian indikator pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan pada tahun 2001, 2005 dan 2010

Data output dari tujuan 1

Metode Full Permutation Polygon Synthetic Indicator

Nilai sintetik (S) indikator pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan pada tahun 2001, 2005, dan 2009 di masing-masing kabupaten/kota

Model poligon untuk masing- masing tema ekonomi, sosial dan lingkungan

3. Menentukan status pembangunan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.

Nilai Sintetik indikator pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan

Data output dari tujuan 2 Kriteria pengambilan keputusan. Analisis Villain (1996) Analisis Champbell (1996) Perkembangan status pembangunan kabupaten/kota

dimaksudkan agar memenuhi prinsip objektif dari pemilihan indikator. Misalnya pada tema pendidikan, indikator yang digunakan adalah jumlah penduduk melek huruf dan jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan minimal setingkat SMP. Indikator jumlah penduduk melek huruf belum dapat menggambarkan perbedaan kualitas pendidikan masing-masing kabupaten/kota disebabkan jumlah penduduk melek huruf masing-masing kabupaten/kota relatif tidak jauh berbeda sehingga digunakan indikator kedua yakni jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan mimimal setingkat SMP yang relatif memiliki perbedaan antar kabupaten/kota. Demikian juga halnya dengan tema-tema pembangunan yang lainnya seperti kesehatan, kemiskinan, tenaga kerja. Melalui analisis kuantitatif deskriptif diperoleh nilai pencapaian masing-masing indikator pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan.

Hasil pencapaian masing-masing indikator antar waktu dan antar wilayah digunakan sebagai data awal untuk mendapatkan nilai agregat pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan yang disebut dengan nilai sintetik indikator (S). Nilai S diperoleh dengan menggunakan metode Full Polygon Synthetic Indicator

(FPPSI). Berdasarkan nilai sintetik indikator (S) dari pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten dapat dianalisis: (1). Perkembangan atau kemunduran pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan masing-masing kabupaten/kota antar waktu; (2). Perbedaan perkembangan pembangunan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan antar kabupaten/kota serta ketimpangan pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Banten. Selanjutnya dari ketimpangan pembangunan dapat dianalisis perkembangan pembangunan Provinsi Banten secara menyeluruh; (3). Hubungan antara pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan.

Selanjutnya, status pembangunan masing-masing kabupeten/kota pada tahun 2001, 2005, dan 2009 ditentukan berdasarkan nilai sintetik indikator dan analisis Champbell (1996). Status pembangunan digolongkan kedalam 8 (delapan) kelompok berdasarkan analisis Villain (1996) melalui diagram alir pengambilan keputusan status pembangunan.

Tabel 12. Indikator pembangunan yang digunakan dalam penelitian SOSIAL

Tema Kriteria Indikator Kemiskinan Jumlah penduduk

miskin

Jumlah (%) penduduk di atas garis kemiskinan Ketidaksamaan

pendapatan

Indeks Gini

Pendidikan Tingkat melek huruf Jumlah (%) penduduk melek huruf Level pendidikan Jumlah (%) penduduk yang menamatkan

pendididikan minimal setingkat SMP Kesehatan Angka Kematian

Bayi

Jumlah(%) kelahiran yang dibantu tenaga medis Angka kesakitan Jumlah (%) desa yang tidak kena wabah penyakit Perumahan Penerangan Jumlah (%) rumah tangga yang menggunakan listrik

untuk penerangan Sanitasi Fasilitas sanitasi yang

baik

Jumlah (%) yang mempunyai jamban buang air besar sendiri

Keadilan gender Kesamaan Gender Rasio ijazah perguruan tinggi yang dimiliki perempuan terhadap laki-laki

Keamanan Kriminalitas Jumlah (%) desa yang masyarakatnya tidak terkena tindak kejahatan EKONOMI Pembangunan Ekonomi Tampilan makro ekonomi

Jumlah PDRB atas harga konstan tahun 2000

PDRB perkapita berdasarkan harga konstan tahun 2000 Pendapatan wilayah Pajak Bumi Bangunan berdasarkan harga konstan

tahun 2000

Pendapatan wilayah Pajak Bumi Bangunan perkapita berdasarkan harga konstan tahun 2000

Tenaga kerja Pengangguran Employment population ratio Produktivitas tenaga

kerja

Pekerja yang Bekerja Lebih dari 35 jam seminggu (Labor productivity)

Kesejahteraan Penduduk

Pengeluaran penduduk

Rata-rata pengeluaran penduduk perbulan berdasarkan harga konstan tahun 2000

LINGKUNGAN Ketersediaan fungsi sumberdaya alam yang terjamin Ekosistem sungai sesuai dengan fungsinya

Jumlah (%) desa yang tidak membuang sampah ke sungai

Jumlah (%) desa yang memiliki keluarga yang tidak tinggal di bantaran sungai

Konsisi pemukiman Jumlah (%) desa yang tidak tinggal di pemukiman kumuh

Budidaya pertanian Perbandingan luas pertanian terhadap luas wilayah Tingkat

Pencemaran Rendah

Pencemaran air Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran air Pencemaran tanah Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran

tanah

Pencemaran udara Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran udara/bau

Pencemaran suara Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran suara (bising)

Bencana Alam Banjir Jumlah (%) desa yang tidak mengalami bencana banjir selama 3 tahun terakhir

Longsor Jumlah (%) desa yang tidak mengalami bencana longsor selama 3 tahun terakhir

Gambar 6. Diagram alir tahapan penelitian Analisis Villain (1996) Analisis Champbell (1996) Indikator pembangunan: sosial, ekonomi, lingkungan Analisis kuantitatif deskriptif Perkembangan/kemunduran pembangunan: sosial, ekonomi dan lingkungan antar waktu pada

masing-masing kabupaten/kota tahun 2001, 2005, dan 2009

Perbedaan perkembangan pembangunan sosial, ekonomi dan

lingkungan antar kabupaten/kota tahun 2001, 2005, 2009 Analisis FPPSI

Hubungan pembangunan sosial, ekonomi dan

lingkungan Status pembangunan pembangunan

kabupaten/kota tahun 2001, 2005, dan 2009

Nilai sintetik indikator

Pencapaian masing-masing indikator: sosial, ekonomi, lingkungan antar waktu

tujuan penelitian adalah: analisis kuantitatif deskriptif digunakan untuk mempelajari pencapaian masing-masing indikator pembangunan baik indikator- indikator pada pembangunan sosial, ekonomi maupun lingkungan; analisis FPPSI digunakan untuk memperoleh nilai agregat pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan yang disebut dengan nilai sintetik indikator (S). Nilai sintetik indikator digunakan untuk menganalisis perkembangan/kemunduran pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan antar waktu antar wilayah di Provinsi Banten. Selanjutnya berdasarkan nilai sintetik indikator juga dapat diketahui ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Banten serta hubungan antara pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan; (3). Analisis Villain (1996) dan analisis Champbell (1996) digunakan untuk mengelompokkan status pembangunan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi. Pengelompokan status pembangunan dilakukan berdasarkan diagram alir pengambilan keputusan terhadap status pembangunan.

Analisis Pencapaian Masing-masing Indikator

Analisis pencapaian masing-masing indikator dilakukan berdasarkan metode kuantitif deskriptif. Sebanyak 27 indikator yang terdiri dari 10 (sepuluh) indikator pembangunan sosial, 7 (tujuh) indikator pembangunan ekonomi dan 10 (sepuluh) indikator pembangunan lingkungan dianalisis sehingga diketahui masing-masing pencapaian indikator pada kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009. Seluruh indikator yang digunakan adalah indikator tunggal. Penggunaan indikator mengikuti pertimbangan-pertimbangan penggunaan indikator yakni: (1). Skop, indikator harus meliputi seluruh aktivitas manusia terkait dengan ekonomi, sosial dan lingkungan dan tumpang tindih masing-masing indikator seminimal mungkin atau tidak terjadi; (2). Kesederhanaan, indikator harus sederhana; (3). Kuantifikasi, indikator harus dapat diukur; (4). Pengukuran, elemen harus dapat dipantau untuk menunjukkan kecenderungan; (5). Sensitivitas, indikator yang dipilih cukup sensitif terhadap perubahan penting dan (6). Batas waktu, frekuensi dan lingkup elemen dapat

menunjukkan identifikasi waktu dan kecenderungan yang ada. Teknik analisis masing-masing indikator yakni:

Indikator 1: Jumlah (%) penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan (PK) Miskin menurut pengertian BPS Indonesia adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumah tangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/layak bagi kehidupan. Kemiskinan menurut World Bank Institute merupakan suatu ketidakcukupan/kekurangan akan aset-aset penting dan peluang-peluang dimana setiap manusia berhak memperolehnya.

Pendekatan pengukuran garis kemiskinan berdasarkan pendekatan pendapatan dengan standar yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik. Penduduk miskin adalah penduduk yang tidak dapat mencukupi kebutuhan setara dengan 120 kkal/per kapita/tahun. Data kemiskinan bersumber dari BPS Provinsi Banten (BPS Banten, 2002; BPS Banten, 2006; BPS Banten, 2010). Jumlah penduduk yang berada di bawah garis memiskinan dihitung dengan cara:

Indikator 2: Ketidaksamaan pendapatan (distribusi pendapatan)

Ketidaksamaan pendapatan pendapatan dihitung dengan Indeks Gini. Indeks Gini menunjukkan distribusi pendapatan yang berada dalam suatu wilayah yang dihitung dengan cara:

dimana:

G = Indeks Gini/Gini Ratio

Pi = Kumulatif pendapatan pada kelas ke-1 Qi = Kumulatif pendapatan pada kelas ke -i Qi-1 = Kumulatif pendapatan pada kelas ke -i-1

Nilai indeks Gini berkisar antara 0 dan 1, bila indeks Gini lebih besar dari 0,3 dianggap distribusi pendapatan masih timpang. Indeks Gini dihitung berdasarkan data persentase penduduk menurut rata-rata golongan pengeluaran

= − + − = k i i i Q Q Pi

G

1 1) ( 1

perkapita perbulan dan menurut kabupaten/kota (BPS Banten, 200; BPS Banten, 2005a dan BPS Banten, 2009).

Indikator 3: Jumlah (%) penduduk melek huruf (AMH)

Angka melek huruf dihitung dari persentase populasi dewasa yang bisa menulis dan membaca. Melek huruf juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan menggunakannya untuk mengerti sebuah bacaan, mendengarkan perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, dan berbicara. Dalam perkembangan modern kata ini lalu diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang dapat menyampaikan idenya dalam masyarakat yang mampu baca-tulis, sehingga dapat menjadi bagian dari masyarakat tersebut. Jumlah penduduk melek huruf menurut kabupaten/kota dihitung berdasarkan data Susenas (BPS Banten, 2001; BPS Banten, 2005a; BPS Banten, 2009) dan dihitung dengan cara:

Indikator 4: Jumlah (%) penduduk yang menamatkan pendidikan minimal setingkat SMP (LP)

Pemerintah menetapkan wajib belajar 9 (sembilan) tahun yakni sampai pendidikan tingkat SMP. Indikator ini menghitung persentase penduduk yang menamatkan pendidkan minimal setingkat SMP. Jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan minimal setingkat SMP bersumber dari data (BPS Banten, 2001; BPS Banten, 2005a dan BPS Banten, 2009) dan dihitung dengan cara:

Indikator 5: Jumlah (%) kelahiran dibantu tenaga medis

Karena keterbatasan data di lapangan, angka kematian bayi didekati dengan jumlah persalinan yang dibantu oleh tenaga medis, dalam hal ini diasumsikan bahwa semakin banyak kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis

maka semakin kecil angka kelahiran bayi. Data jumlah kelahiran dibantu dengan tenaga medis bersumber dari data Susenas (BPS Banten, 2001; BPS Banten, 2005a dan BPS Banten, 2009) dan dihitung dengan cara:

dimana:

JK = Jumlah kelahiran dibantu tenaga medis

a = Jumlah kelahiran anak pertama dibantu tenaga medis b = Jumlah kelahiran anak kedua dibantu tenaga medis

Indikator 6: Jumlah (%) desa yang tidak terkena wabah penyakit

Jumlah desa yang tidak terkena wabah penyakit menggambarkan angka kesakitan di suatu wilayah. Angka kesakitan menggambarkan tingkat kesehatan di suatu wilayah. Semakin tinggi angka kesakitan semakin jelek tingkat kesehatan wilayah tersebut. Data angka kesakitan berasal dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara :

dimana:

AK = Jumlah (%) desa yang tidak terkena wabah penyakit a = Jumlah desa yang tidak terkena wabah muntaber/diare b = Jumlah desa yang tidak terkena wabah deman berdarah c = Jumlah desa yang tidak terkena wabah campak

d = Jumlah desa yang tidak terkena wabah infeksi saluran pernafasan e = Jumlah desa yang tidak terkena wabah malaria

f = Jumlah desa yang tidak terkena wabah lainnya n = Jumlah jenis wabah penyakit

Indikator 7. Jumlah (%) rumah tangga yang menggunakan listrik untuk sumber penerangan

Penerangan rumah merupakan salah satu indikator dalam menilai pembangunan sosial masyarakat. Sumber penerangan yang digunakan oleh masyarakat Banten adalah listrik (PLN dan non PLN), pelita, obor dan lain sebagainya (misalnya lilin). Jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik

sebagai sumber penerangan diperoleh langsung dari data Sussenas (BPS Banten, 2001; BPS Banten, 2005a dan BPS Banten, 2009).

Indikator 8. Jumlah (%) rumah tangga yang mempunyai jamban buang air besar sendiri (S)

Indikator sanitasi menunjukkan proporsi penduduk yang mampu mengakses sanitasi yang baik yang diverifikasi dengan jumlah (%) rumah tangga yang memiliki fasilitas buang air besar sendiri. Data jumlah rumah tangga yang mempunyai jamban buang air besar sendiri bersumber dari data Susenas (BPS Banten, 2001; BPS Banten 2005a dan BPS Banten, 2009) dan dihitung dengan cara:

Indikator 9: Rasio ijazah perguruan tinggi yang dimiliki perempuan terhadap laki-laki (KG)

Rasio ijazah perguruan tinggi yang dimiliki perempuan terhadap laki-laki menggambarkan tingkat kesetaraan gender. Mendorong kesataraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu target dalam Melenium Development Goals. Rasio ijazah perguruan tinggi yang dimiliki oleh perempuan terhadap laki-laki bersumber dari Susenas (BPS Banten, 2001; BPS Banten, 2005a dan BPS Banten, 2009) dan dihitung dengan cara:

dimana:

KG = Kesamaan gender

a = Persentase penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang memiliki ijazah D1 sampai S3 (perguruan tinggi)

b = Persentase penduduk laki-laki usia 10 tahun ke atas yang memiliki ijazah D1 sampai S3 (perguruan tinggi

Indikator 10: Jumlah desa (%) yang masyarakatnya tidak terkena tindak kejahatan (K)

Jumlah desa yang masyarakatnya tidak terkena tindak kejahatan menggambarkan tingkat keamanan si suatu wilayah. Tindak kejahatan yang

dimaksud adalah pencurian, perampokan, penjarahan, penganiayaan, pembakaran, pemerkosaaan , pembunuhan dan lainnya. Data bersumber dari data Potensi Desa (BPS, 2003; BPS, 2005b dan BPS, 2008) dan dihitung dengan dengan cara:

dimana:

K = Jumlah desa yang tidak kena tindak kejahatan (%)

a =

=

Persentase desa yang terkena tindak kejahatan

1,2,3,...,n = jenis tindak kejahatan

N = jumlah jenis tindak kejahatan

Indikator 11: Jumlah PDRB atas harga kontan tahun 2000

Jumlah PDRB atas harga konstan diperoleh langsung dari data Provinsi Banten dalam Angka (BPS Banten, 2002; BPS Banten, 2006 dan BPS Banetn 2010).

Indikator 12: PDRB perkapita atas harga konstan tahun 2000

PDRB perkapita menunjukkan tingkat produktivitas setiap orang, yang dihitung dengan rumus :

dimana:

= Pendapatan per kapita atas harga konstan wilayah i pada tahun berjalan

= PDRB atas harga konstan wilayah i pada tahun berjalan = Jumlah penduduk wilayah i pada tahun berjalan

Indikator 13: Jumlah Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan harga konstan tahun 2000

Pajak merupakan salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang dapat menjadi sumberdaya yang penting bagi pemerintahan daerah di dalam pengembangan wilayah termasuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Data pajak diperoleh langsung dari sumber data (BPS Banten, 2002; BPS Banten, 2006 dan BPS Banten, 2010) dan distandarkan dengan harga konstan tahun 2000.

Indikator 14: Jumlah pajak bumi bangunan perkapita (PBB/kapita)

Nilai pajak distandardisasi dengan harga konstan tahun 2000. Jumlah PBB perkapita pada masing-masing kabupaten kota diperoleh dengan cara membagi jumlah pajak bumi dan bangunan dengan jumlah penduduk pada titik tahun yang diteliti. Nilai pajak distandardisasi dengan harga konstan tahun 2000.

Indikator 15: Employment population ratio

RP

Employment population rasio adalah jumlah (%) angkatan kerja yang bekerja. Data diperoleh langsung dari Banten dalam Angka (BPS, 2002; BPS, 2006 dan BPS, 2010).

Indikator 16 : Produktifitas tenaga kerja (labour productivity)

Produktifitas tenaga kerja diperoleh dengan menghitung jumlah persentase pekerja yang bekerja lebih dari 35 jam dalam seminggu yang diperoleh dari Banten dalam Angka (BPS Banten, 2002; BPS Banten, 2006 dan BPS Banten, 2010).

Indikator 17 : Rata-rata jumlah pengeluaran perbulan (RP)

Rata-rata pengeluaran perbulan bersumber dari data Susenas (BPS, 2001; BPS, 2005a dan BPS, 2009) dan dihitungdengan cara:

dimana:

= rata-rata pengeluaran penduduk per bulan a = kelompok pengeluaran ke-

p = jumlah penduduk pada kelompok pengeluaran ke- n = jumlah kelompok pengeluaran

Indikator 18. Jumlah (%) desa yang tidak membuang sampah ke sungai (PS)

Jumlah desa yang tidak membuang sampah ke sungai bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

PS = Jumlah (%) yang tidak membuang sampah ke sungai a = Jumlah total desa

b = Jumlah desa yang membuang sampah ke sungai

Semakin kecil jumlah desa yang membuang sampah ke sungai di suatu wilayah maka semakin baik wilayah tersebut dalam mengendalikan pembangunan lingkungan, begitu juga sebaliknya.

Indikator 19: Jumlah (%) desa yang penduduknya tidak tinggal di pemukiman kumuh (PK)

Jumlah desa yang penduduknya tidak tinggal di pemukinan kumuh bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

PK = Jumlah (%) desa yang penduduknya tidak tinggal di pemukiman kumuh

a = Jumlah total desa

b = Jumlah desa yang penduduknya tinggal di pemukiman kumuh

Indikator 21: Jumlah (%) desa yang memiliki keluarga yang tidak tinggal di bantaran sungai (BS)

Jumlah desa yang memiliki keluarga yang tidak tinggal di bantaran sungai bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

PS = Jumlah desa (%) yang memiliki keluarga yang tidak tinggal di bantaran sunggai

a = Jumlah total desa

b = Jumlah desa yang memiliki keluarga yang tidak tinggal di bantaran sungai

Indikator 21: Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran air (PA)

Jumlah desa yang tidak mengalami pencemaran air dihitung bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

PA = Jumlah (%) yang tidak mengalami pencemaran air a = Jumlah total desa

b = Jumlah desa mengalami pencemaran air

Indikator 22: Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran tanah

Data jumlah desa yang tidak mengalami pencematan tanah bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

PT = Banyaknya desa (%) yang tidak mengalami pencemaran tanah a = Jumlah total desa

b = Jumlah desa mengalami pencemaran tanah

Indikator 23: Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran udara/bau Data jumlah desa yang tidak mengalami pencemaran udara bersumber dari Potensi desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

PU = Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran udara/bau a = Jumlah total desa

Indikator 24: Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran suara (bising) Data jumlah desa yang tidak mengalami pencemaran suara bersumber dari Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

PS = Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran suara/bising a = Jumlah total desa

b = Jumlah desa mengalami pencemaran suara/bising

Indikator 25: Jumlah (%) desa yang tidak mengalami bencana banjir selama 3 (tiga) tahun terakhir

Data jumlah desa yang tidak mengalami bencana banjir selama 3 (tiga ) tahun terakhir bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

B = Jumlah (%) desa yang tidak mengalami bencana banjir a = Jumlah total desa

b = Jumlah desa mengalami bencana banjir

Indikator 26: Jumlah (%) desa yang tidak mengalami bencana longsor selama 3 (tiga) tahun terakhir

Jumlah desa yang tidak mengalami bencana longsor selama 3 (tiga) tahun terakhir bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

L = Jumlah (%) desa yang tidak mengalami bencana longsor a = Jumlah total desa

Indikator 27. Luas (%) lahan pertanian

Luas lahan pertanian pada masing-masing wilayah bersumber dari data Potensi Desa (BPS Banten, 2003; BPS Banten, 2005b dan BPS Banten, 2008) dan dihitung dengan cara:

dimana:

L = Luas lahan pertanian (%) a = Luas lahan pertanian (ha) b = Luas wilayah (ha)

Analisis Full Permutation Polygon Synthetic Indicator (FPPSI)

Pada analisis FPPSI, sisi terluar sebuah poligon (Gambar 7) menggambarkan nilai maksimum masing-masing indikator, sedangkan titik pusat indikator menggambarkan nilai minimum dari masing-masing indikator. Nilai maksimum indikator merupakan pencapaian maksimum indikator antar waktu dan antar wilayah dan nilai minimum indikator merupakan pencapaian minimum indikator antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten. Nilai standar indikator dihitung dengan cara:

dimana:

Si = Nilai standar indikator Ui = Nilai maksimum indikator Li = Nilai minimum indikator

Ti = Nilai ambang (treshold) indikator Xi = Nilai setiap indikator

Nilai ambang indikator (Ti) dapat berupa target masing-masing indikator atau nilai rata-rata indikator. Pada penelitian ini nilai ambang menggunakan nilai rata-rata indikator antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten. Si minimum bernilai -1 (minus satu) dan Si maksimum bernilai 1 (satu), sedangkan nilai ambang (treshold) bernilai 0 (nol). Jumlah sisi poligon ditentukan oleh jumlah indikator yang digunakan (Gambar 7).

Gambar 7. Sebuah contoh model poligon dengan 6 (enam) indikator

Berdasarkan nilai Si yang diproyeksikan ke dalam poligon, diperoleh luas poligon, dan luas rata-rata dari seluruh permutasi poligon yang terbentuk disebut nilai sintetik indikator (S). Nilai sintetik indikator pada pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan merupakan nilai dari pembangunan tersebut. Nilai sintetik indikator berkisar dari nilai 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Semakin besar nilai indikator pada suatu waktu di suatu wilayah maka semakin berkembang pembangunan pada wilayah tersebut. Nilai sintetik indikator dihitung dengan tahapan sebagai berikut:

a. Jumlah segitiga yang dibentuk oleh garis antara pusat titik dan indikator

Dokumen terkait