• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Progress Status of Regencies Cities Development in Banten Province Based on Sustainable Development Conceps

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Progress Status of Regencies Cities Development in Banten Province Based on Sustainable Development Conceps"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

BERDASARKAN KONSEP

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

HAYATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Perkembangan Status Pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Berdasarkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini.

Bogor, Mei 2012

Hayati

(4)
(5)

Province Based on Sustainable Development Conceps. Under direction of KUKUH MURTILAKSONO and DIDIT OKTA PRIBADI

Sustainable development has been defined as economic and social development that meets the needs of the current generation without undermining the ability of future generations to meet their own needs. Paradigm of sustainable development is a balance of economic grown, social equity and ecology preservation. The purposes of this study were: (1) to study the achievement of social, economic and environmental development indicators, (2) to measure and analyze the differences of social, economic and environmental development, and (3) to determine status of development in 2001, 2005, and 2009 of regencies/cities in Banten Province based on sustainable development conceps.

The data was analyzed by using quantitative descriptive, Full Permutation Polygon Synthetic Indicator (FPPSI), Villain and Champbell analysis. FPPSI analysis used 10 (ten) social indicators, 7 (seven) economic indicators and 10 (ten) environmental indicators were selected based on the principles of simplicity, objectivity, scope, quantification, measurement, sensitivity, and time limit. The result showed that the status of development did not increase in urban areas (Tangerang City, Cilegon City) and rural areas (Pandeglang Regency, Lebak Regency, Serang Regency) from 2001 to 2009. Tangerang City and Cilegon City

had equitable status in 2001, 2005, and 2009. Pandeglang Regency and Serang Regency had ecology preservation status in 2001, 2005, and 2009 while Lebak had ecology preservation status in 2001 and 2005, but it dropped to unsustainable status in 2009. The status of development that increased only in the peri urban area (Tangerang Regency), it had sustainable development status in 2005, but it decreased to equitable status in 2009 as well as in 2001.

(6)
(7)

Banten Berdasarkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan DIDIT OKTA PRIBADI.

Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Paradigma pembangunan berkelanjutan melihat pembangunan sebagai keserasian antara keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial, dan kelestarian lingkungan.

Kabupaten/kota di Provinsi Banten memiliki ketimpangan pembangunan sosial ekonomi antar kabupaten/kota sehingga dikenal adanya disparitas antara Banten bagian utara dan Banten bagian selatan. Penelitian tentang ketimpangan ekonomi di Provinsi Banten telah banyak diteliti, terutama dengan menggunakan indikator PDRB. Bagaimana perkembangan pembangunan antar kabupaten/kota di Provinsi Banten jika dilihat dari konsep pembangunan berkelanjutan belum diteliti. Penelitian ini penting dilakukan agar perencanaan pembangunan ke depan dapat disesuaikan dengan kebutuhan suatu wilayah.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari pencapaian indikator pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten; (2) mengukur dan menganalisa perkembangan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten; dan (3) menentukan status pembangunan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan.

Penelitian dilakukan di 6 (enam) kabupaten/kota di Provinsi Banten yakni Kabupaten Pendeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai Januari 2012.

Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yakni (1) Potensi Desa (PODES) tahun 2003, 2005, dan 2008; (2) Banten Dalam Angka tahun 2002, 2006, dan 2010; (3) Servei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2001, 2005, dan 2009. Data yang digunakan terdiri dari 10 (sepuluh) indikator sosial, 7 (tujuh) indikator ekonomi dan 10 (sepuluh) indikator lingkungan yang dipilih berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan indikator yaitu kesederhanaan, objektivitas, skop, kuantifikasi, dapat diukur, dan punya batas waktu.

Pencapaian indikator pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif desktiptif, pengukuran tingkat perkembangan pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan dilakukan dengan

menggunakan metode Full Permutation Polygon Synthetic Indicator (FPPSI),

sedangkan status pembangunan berkelanjutan ditentukan berdasarkan gambungan

antara metode FPPSI, metode Villain dan Planner Triangle Champbell.

(8)

tidak memenuhi persyaratan baik untuk efisiensi ekonomi, berkeadilan sosial maupun perlindungan lingkungan.

Hasil analisis kuantitatif deskriptif terhadap pencapain indikator pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan menunjukkan bahwa masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten memiliki pencapaian indikator yang berbeda-beda. Secara umum indikator pembangunan sosial yang cenderung mengalami perbaikan dari tahun 2001 sampai 2009 di semua wilayah hanya indikator jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan. Pada pembangunan ekonomi indikator yang mengalami perbaikan di semua wilayah kabupaten/kota dari tahun 2001 sampai 2009 adalah indikator jumlah PDRB, jumlah PDRB perkapita, jumlah pajak bumi dan bangunan, jumlah pajak bumi bangunan perkapita, dan jumlah pengeluaran perkapita perbulan. Sedangkan pada pembangunan lingkungan, tidak terdapat indikator yang mengalami perbaikan di semua wilayah dari tahun 2001 sampai 2009.

Berdasarkan nilai sintetik indikator yang diperoleh melalui analisis FPPSI diketahui perkembangan atau kemunduran pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten. Semakin tinggi nilai sintetik indikator pembangunan di suatu wilayah maka semakin maju pembangunan di wilayah tersebut, sebaliknya semakin kecil nilai sintetik indikator pembangunan di suatu wilayah maka semakin tidak berkembang pembangunan di wilayah tersebut. Nilai sintetik indikator pembangunan sosial kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.021; 0.126; dan 0.111, Kabupaten Lebak 0.042; 0.137; dan 0.126, Kabupaten Tangerang 0.288; 0.423; dan 0.458, Kabupaten Serang 0.160; 0.190; dan 0.275, Kota Tangerang 0.437; 0.660; dan 0.424, Kota Cilegon 0.437; 0.685; dan 0.524. Nilai sintetik indikator pembangunan ekonomi masing-masing wilayah kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.008; 0.023; dan 0.039, Kabupaten Lebak 0.008; 0.002; dan 0.026, Kabupaten Tangerang 0.278; 0.342; dan 0.494, Kabupaten Serang 0.038; 0.045; dan 0.160; Kota Tangerang 0.464; 0.562; dan 0.633, Kota Cilegon 0.297; 0.301; dan 0.492. Nilai sintetik indikator pembangunan lingkungan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.406; 0.483; dan 0.480, Kabupaten Lebak 0.645; 0.513; dan 0.251, Kabupaten Tangerang 0.345; 0.389; dan 0.203, Kabupaten Serang 0.573; 0.417; dan 0.337, Kota Tangerang 0.060; 0.264; dan 0.127, Kota Cilegon 0.136; 0.178; dan 0.173

Status pembangunan di wilayah urban (Kota Tangerang dan Kota Cilegon)

dan wilayah rural (Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten

Serang) di Provinsi Banten tidak meningkat dari tahun 2001 sampai 2009. Status pembangunan di Kota Tangerang dan Kota Cilegon pada tahun 2001, 2005, dan 2009 adalah equitable. Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang pada tahun

2001, 2005, dan 2009 memiliki status pembangunan ecology preservation,

(9)

2005 adalah pembangunan berkelanjutan (sustainable development), namun selanjutnya pada tahun 2009 status pembangunan turun menjadi equitable seperti status pada tahun 2001.

Pada status yang sama, kualitas pembangunan dibedakan berdasarkan nilai sintetik komprehensif. Nilai sintetik komprehensif merupakan luas segitiga

Planner Triangle Champbell yang terbentuk antara pilar sosial, ekonomi, dan lingkungan. Semakin luas dan semakin berimbangan segitiga Planner Triangle

Champbell tersebut maka semakin mendekati atau berada pada status

pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Nilai sintetik

komprehensif masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005 dan 2009 berturut-turut adalah: Kabupaten Pandeglang 0.000; 0.018; dan 0.008, Kabupaten Lebak 0.017; 0.008; dan 0.006, Kabupaten Tangerang 0.360; 0.382; dan 0.389, Kabupaten Serang 0.138; 0.062; dan 0.182, Kota Tangerang 0.333; 0.450; dan 0.251, Kota Cilegon 0.404; 0.218; dan 0.381. Meskipun nilai sintetik komprehensif Kota Tangerang pada tahun 2005 dan Kota Cilegon tahun 2001 lebih tinggi dibanding dengan Kabupaten Tangerang pada tahun 2005, namun status pembangunan Kabupaten Tangerang pada tahun 2005 lebih tinggi dibanding dengan status pembangunan Kota Tangerang tahun 2005 dan Kota Cilegon tahun 2001 karena pada tahun 2005 wilayah Kabupaten Tangerang lebih memiliki keberimbangan antara pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Kata kunci: sustainable, unsustainable, equitable, ecology preservation,

(10)
(11)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan lirik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(12)
(13)

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

HAYATI

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

Nama : Hayati

NRP : A156100224

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.

Ketua Anggota

Didit Okta Pribadi, S.P., M.Si.

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(16)
(17)

Terima kasih untuk orang-orang yang ku cintai: Bapak dan ibu, Bapak dan ibu mertua, Suami, Anak-anak ku yang sangat ku sayangi:

(18)
(19)

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Perkembangan Status Pembangunan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Berdasarkan Konsep Pembangunan Berkelanjutan” dan merupakan tugas akhir akademik dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini dapat selesai berkat bimbingan komisi pembimbing dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis haturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S. dan Bapak Didit Okta Pribadi, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan, membuka wawasan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis

2. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis.

3. Gubernur Provinsi Banten yang telah memberikan ijin untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Perencanaan Wilayah IPB.

4. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan

Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

5. Bapak, ibu, suami tercinta dan anak-anak tersayang yang telah memberikan ijin dan dorongan semangat beserta seluruh keluarga dengan dukungannya telah memberikan kekuatan tersendiri kepada penulis selama mengikuti studi.

6. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2010 yang kompak dan bersemangat pantang

menyerah.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012

(20)
(21)

1971 dari pasangan Ayah Ramilus dan dan Ibu Nurjani. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan penulis di Bukittinggi, sedangkan pendidikan sarjana di tempuh pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1991 sampai tahun 1996. Penulis menikah dengan Ir. Lingguan, MM pada tahun 1995 dan pada saat ini telah dikaruniai dua orang putra yaitu Farid Fardan (9,5 tahun) dan Tafhan Harridhi (7 tahun) dan dua orang putri yaitu Aulia Rohadatul Aisy (15 tahun) dan Ghassani Puti Azizah (2,5 tahun).

Setelah lulus pendidikan sarjana, penulis bekerja sebagai guru kimia dan matematika di SMU Al-Ghozali di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor selanjutnya sebagai guru pelajaran science sekaligus pembimbing siswa yang menderita autis di Sekolah Al-Fallah, Cibubur. Penulis diterima sebagai PNS pada tahun 2005 di Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung dan ditempatkan di Dinas Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2007 penulis bertugas di Dinas Kelautan dan Perikanan, Pemerintahan Provinsi Banten, hingga saat ini. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah pascasarjana pada tahun 2010 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).

(22)
(23)

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN... iv

PENDAHULUAN

Latar Belakang ………... 1

Perumusan Masalah ………... 3

Tujuan Penelitian ………... 6

Manfaat Penelitian ………... 6

Kerangka Pemikiran ………... 6

TINJAUAN PUSTAKA

Paradigma Pembangunan ………... 9

Paradigma Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable

Development)... 10

Mengukur Pembangunan Berkelanjutan. ………... 17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Geografis Wilayah ... 30 Iklim ... 32 Kondisi Demografis... 32 Aktivitas Ekonomi ... 35 Pembangunan Sosial ... 36

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 39

Jenis Data ………... 39

Tahapan Penelian...………... 39

Teknik Analisis Data ………... 44

Analisa Terhadap Masing-Masing Indikator…………... 44 Analisa Full Permutation Poligon Synthetic Indicator

(FPPSI)... 54

Analisa Villian (1996)………... 56

(24)

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pencapaian Indikator Pembangunan

Pencapaian Indikator Pembangunan Sosial... 59 Pencapaian Indikator Pembangunan Ekonomi... 72 Pencapaian Indikator Pembangunan Lingkungan ... 81 Perkembangan Pembangunan Antar Wilayah

Perkembangan Pembangunan Sosial... 94 Perkembangan Pembanguna Ekonomi... 100 Perkembangan Pembangunan Lingkungan... 104 Perkembangan Pembangunan Antar Waktu

Kabupaten Pandeglang... 111 Kabupaten Lebak... 114 Kabupaten Tangerang... 118 Kabupaten Serang... 121 Kota Tangerang... 124 Kota Cilegon... 127 Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah... 130 Hubungan Perkembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan... 105 Status Pembangunan Kabupaten/Kota Di Provinsi Benten... 137

KESMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan...………... 151 Saran...………... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Banyaknya desa yang mengalami pencemaran lingkungan menurut

jenis pencemaran lingkungan ………... 2

2. Indikator pembangunan berkelanjutan (UN, 2007)... 19

3. Indikator pembangunan berkelanjutan (Feng el al., 2007)...….... 21

4. Tujuan, target, dan indikator MDG’s di Tahun 2015... 23

5. Tema, sub tema dan indikator pembangunan berkelanjutan menurut

World Bank dan CSD/DESA UN ... 26

6. Distribusi persentase penduduk dan kepadatan penduduk menurut

kabupaten/kota di Provinsi Banten Tahun 2008-2009... 34

7. Distribusi persentase PDRB Provinsi Banten atas harga berlaku tahun

2005-2009 menurut lapangan usaha ... 35

8. PDRB (juta rupiah) Provinsi Banten atas harga konstan tahun 2000

menurut kabupaten/kota dari tahun 2007 sampai 2009... 35

9. Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas menurut kabupaten/kota dan pendidikan yang ditamatkan di Provinsi Banten tahun 2009... 37

10. Indeks Pembangunan Manusia menurut kabupaten/kota pada tahun

2009 di Provinsi Banten... 37

11. Jenis, sumber data yang digunakan, teknik analisis data,dan output yang diharapkan... 41

12. Indikator pembangunan yang digunakan dalam penelitian... 42

13.

14.

Matrik pencapaian indikator pembangunan sosial, nilai maksimum, minimum dan rata-rata indikator...

Perbandingan jumlah penduduk kabupaten/ kota di Provinsi Banten... 71

74

15. Matrik pencapaian indikator pembangunan ekonomi, nilai maksimum,

minimum dan rata-rata indikator... 80

16. Matrik pencapaian indikator pembangunan lingkungan, nilai

(26)

Halaman

17. Hubungan distribusi pendapatan (Indeks Gini) dengan tingkat

keamanan menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 98

18. Nilai standar indikator pembangunan sosial di Kabupeten

Pandeglang... 111

19. Nilai standar indikator pembangunan ekonomi di Kabupeten

Pandeglang... 113

20. Nilai satndar indikator pembangunan lingkungan di Kabupeten

Pandeglang... 114

21. Nilai standar indikator pembangunan sosial di Kabupeten Lebak... 115

22. Nilai standar indikator pembangunan ekonomi di Kabupeten Lebak... 116

23. Nilai standar indikator pembangunan lingkungan di Kabupeten

Lebak... 118

24. Nilai standar indikator pembangunan sosial di Kabupeten

Tangerang... 119

25. Nilai standar indikator pembangunan sosial di Kabupeten Tangerang... 120

26. Nilai standar indikator pembangunan lingkungan di Kabupeten Tangerang... 121

27. Nilai standar indikator pembangunan sosial di Kabupeten Serang... 122

28. Nilai standar indikator pembangunan ekonomi di Kabupeten Serang... 123

29. Nilai standar indikator pembangunan lingkungan di Kabupeten

Serang... 124

30. Nilai standar indikator pembangunan sosial di Kota Tangerang ... 125

31. Nilai standar indikator pembangunan ekonomi di Kota Tangerang... 126

32. Nilai standar indikator pembangunan lingkungandi Kota Tangerang... 127

33. Nilai standar indikator pembangunan sosial di Kota Cilegon... 128

(27)

Halaman

35. Nilai standar indikator pembangunan lingkungan di Kota Cilegon... 130

36. Perbedaan nilai sintetik indikator (S) antara wilayah dengan nilai sintetik indikator terbesar dan terkecil pada pembangunan sosial,

ekonomi dan lingkungan... 131

37.

38.

39.

Jumlah pedesaan dan perkotaan di masing-masing kabupaten/kota Provinsi Banten...

Pola ketimpangan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan antara wilayah dengan nilai sintetik pembangunan terbesar dan

terkecil...

Hubungan antara pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan kabupaten/kota di Provinsi Banten...

132

134

137

40. Perbandingan niali sintetik (S) masing-masing pilar dan interaksi 2

(dua) pilar antar kabupaten/kota di Provinsi Banten... 138

41. Status pembangunan kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001,

2005, dan 2009... 142

(28)
(29)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kontribusi PDRB (atas harga berlaku) kabupaten/kota Provinsi Banten... 2

2. Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian... 8

3. Pola hubungan prinsip ekonomi, ekologi dan sosial dalam

pembangunan berkelanjutan (Villain, 1996) ... 16

4. Definisi sustainable development oleh Champbell (1996) yang digambarkan sebagai Planner Triangle... 17

5. Peta administrasi Provinsi Banten... 32

6. Diagram alir tahapan penelitian... 43

7. Sebuah contoh model poligon dengan 6 (enam) indicator... 55

8. Diagram alir pengambilan keputasan untuk menentukan status

pembangunan kabupaten/kota di Provinsi Banten... 57

9. Perbandingan jumlah penduduk diatas garis kemikinan menurut

kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009... 60

10. Perbandingan Gini Ratio pada masing-masing Kabupaten/Kota

di Provinsi Banten... 61

11. Perbandingan jumlah (%) penduduk melek huruf kabupaten/kota di Provinsi Banten... 62

12. Perbandingan jumlah (%) penduduk usia 10 tahun keatas yang memiliki ijazah minimal setingkat SMP... 63

13. Jumlah (%) balita dengan penolong kelahiran dibantu tenaga medis menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009... 64

14. Perbandingan jumlah desa yang tidak terkena wabah penyakit berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten... 65

15. Perbandingan rumah tangga menurut kabupaten/kota yang

menggunakan listrik sebagai sumber penerangan... 66

16. Jumlah (%) rumah tangga yang memiliki jamban buang air besar

(30)

Halaman

17. Rasio ijazah perguruan tinggi yang dimiliki perempuan terhadap

laki-laki menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 69

18. Perbandingan jumlah desa yang masyarakatnya tidak tidak terkena

tindak kejahatan menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 70

19. Distibusi PDRB (berdasarkan harga kontan tahun 2000) kabupaten/

kota di Provinsi Banten... 73

20. Distribusi PDRB perkapita masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten dari tahun 2001 sampai 2009... 74

21. Jumlah penerimaan pajak bumi bangunan (berdasarkan harga konstan tahun 2000) kabupaten/kota di Provinsi Banten... 75

22. Jumlah pajak bumi dan bangunan perkapita (berdasarkan harga konstan tahun 2000) menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001,

2005, dan 2009... 76

23. Employment pupulation ratio menurut kabupaten/kota di Provinsi

Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009... 77

24. Jumlah pekerja yang bekerja lebih dari 35 jam dalam satu minggu (labour productivity) menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009... 78

25. Jumlah pengeluaran penduduk perkapita perbulan (berdasarkan harga kontan tahun 2000) menurut kabupeten/kota di Provinsi

Banten... 79

26. Jumlah desa (%) yang penduduknya membuang sampah ke sungai

menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 81

27. Jumlah desa yang memiliki keluarga yang tinggal di pemukiman

kumuh menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 82

28. Jumlah desa (%) yang memiliki keluarga yang tinggal di bantaran

sungai berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Banten... 85

29. Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran air berdasarkan

kabupaten/kota di Provinsi Banten... 86

30. Jumlah desa (%) yang tidak mengalami pencemaran tanah menurut

(31)

Halaman

31. Jumlah desa (%) yang tidak mengalami pencemaran udara menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 88

32. Jumlah (%) desa yang tidak mengalami pencemaran suara (bising)

menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 89

33. Jumlah (%) desa yang tidak mengalami bahaya banjir selama 3 (tiga) tahun terakhir menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 90

34. Jumlah (%) desa yang tidak mengalami longsor dalam 3 (tiga) tahun

terakhir menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten... 91

35. Luas (%) lahan Pertanian terhadap luas wilayah menurut kabupaten/

kota di Provinsi Banten... 92

36. Perbandingan model poligon pembangunan sosial kabupaten/kota di

Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009... 95

37. Perbandingan nilai sintetik indikator (S) pembangunan sosial kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009... 99

38. Perbandingan model poligon perkembangan pembangunan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009... 102

39. Perbandingan nilai sintetik indikator (S) pembangunan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009.... 104

40. Perbandingan model poligon pembangunan lingkungan kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun 2001, 2005, dan 2009... 106

41. Perbandingan nilai sintetik indikator (S) pembangunan lingkungan kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009... 110

42. Pola ketimpangan ekonomi, sosial dan lingkungan antara wilayah dengan nilai sintetik pembangunan terbesar dan terkecil... 134

43. Perbandingan model Planner Triangle Champbell antar kabupaten/ kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009... 140

44. Peta status pembangunan Provinsi Banten tahun 2001... 143

45. Peta status pembangunan Provinsi Banten tahun 2005... 143

(32)
(33)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perhitungan indeks Gini kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009.....

163

2. 126

172 Perhitungan nilai sintetik indikator (S) pembangunan sosial kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009...

3.

181 Perhitungan nilai sintetik indikator (S) pembangunan ekonomi

kabupaten/ kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009...

4.

190 Perhitungan nilai sintetik indikator (S) pembangunan lingkungan kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2001, 2005, dan 2009...

(34)

Latar Belakang

Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang undang No. 23 Tahun 2000. Pada awalnya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam perkembangannya, pada tahun 2006 terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang dan pada tahun 2008 Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Dengan demikian pada saat ini Provinsi Banten terdiri dari 4 (empat) kabupaten dan 4 (empat) kota. Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas sebesar 9 662.92 km2

Selat Sunda di sebelah barat. Dengan demikian, Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

atau sekitar 0.51 persen dari luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayahnya, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan, dan

Masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten mengalami proses perkembangan pembangunan yang berbeda-beda. Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang sebagai hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta dan Kota Cilegon yang berada di gerbang lalu lintas perdagangan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa mengalami pertumbuhan pembangunan ekonomi dan sosial yang jauh lebih cepat dibanding dengan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang berada di Banten bagian selatan.

(35)

Gambar 1. Kontribusi PDRB (atas harga berlaku) kabupaten/kota Provinsi Banten pada tahun 2009

Ditinjau dari sisi pembangunan lingkungan, perkembangan pembangunan ekonomi cenderung disertai dengan kemunduran lingkungan. Kota Tangerang sebagai penyumbang PDRB terbesar di Provinsi Banten, namun secara kontradiktif pada tahun 2009, hampir seluruh kecamatan (8 kecamatan dari 12 kecamatan yang ada) di Kota Tangerang mengalami banjir (BPS Kota Tangerang, 2010). Demikian juga halnya dengan pencemaran lingkungan, pencemaran air, suara dan udara yang besar berada di kabupaten/kota penyumbang PDRB yang besar yakni Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon seperti ditunjukkan pada Tabel 1 (BPS Banten, 2008).

Tabel 1. Banyaknya desa yang mengalami pencemaran lingkungan menurut jenis pencemaran lingkungan menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten

Kabupaten/Kota Total jumlah desa

Jumlah desa yang mengalami pencemaran

Air Udara Suara

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Kab.Pandeglang 335 22 6.57 21 6.27 27 8.06

Kab. Lebak 320 34 10.63 22 6.88 27 8.44

Kab. Tangerang 328 66 20.12 64 19.51 57 17.37

Kab. Serang 308 62 20.13 58 18.83 22 7.14

Kota Tangerang 104 22 21.15 27 25.96 20 19.23

Kota Cilegon 43 9 20.93 15 34.88 14 32.56

Kota Serang 66 6 9.09 11 16.67 8 12.12

Sumber: BPS Banten, 2008

5,29 5,16

21,75

8,14 33,94

14,15

3,47,17

Pandeglang

Kab Lebak

Kab. Tangerang

Kab. Serang

Kota Tangerang

Kota Cilegon

Kota Serang

(36)

Secara umum pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan kinerja pembangunan yang paling populer. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang pesat tersebut jika disertai dengan kerusakan sumberdaya alam akan berdampak paradoks dan mengarah kepada kemunduran pembangunan itu sendiri. Adanya permasalahan-permasalahan tersebut memaksa para pakar pembangunan untuk mengkaji tolak ukur (indikator) pembangunan yang bukan hanya pertumbuhan ekonomi, tetapi harus disertai beberapa indikator lainnya (Rustiadi

et al., 2009).

Dalam perspektif konsep pembangunan, pendekatan pembangunan dituntut untuk memperhatikan keberimbangan dan keadilan antar generasi yang dikenal

dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Kesadaran untuk memberikan perhatian pada lingkungan dimulai sejak

UN (2007) memberikan arahan untuk mengukur pembangunan berkelanjutan dengan menggunakan indikator yang dikelompokkan ke dalam

adanya deklarasi Stockholm pada tahun 1972. Dua puluh tahun setelah konferensi Stockholm, PBB kembali melakukan konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro, Brasil, pada tanggal 3 sampai 14 Juni 1992, yang lebih popular dengan KTT Rio (Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio). KTT ini dihadiri oleh kurang lebih 100 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan seluruh dunia. Salah satu isu yang sangat penting yang menjadi dasar pembicaraan di KTT Rio adalah prinsip pembangunan berkelanjutan (UN, 2007).

Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya (UN, 2007). Paradigma pembangunan berkelanjutan melihat pembangunan sebagai keserasian antara keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan

kelestarian lingkungan.

(37)

tema yakni kemiskinan, pemerintahan, kesehatan, pendidikan, kependudukan, bencana alam, atmosfir, lahan, kepulauan, laut dan pantai, biodiversity, perkembangan ekonomi, persatuan ekonomi global, pola konsumsi dan produksi.

Dalam penelitiannya, Feng et al. (2009) menggunakan 52 (lima puluh dua) indikator untuk menilai pembangunan berkelanjutan di Kota Jining, China. Indikator yang digunakan terdiri dari 10 indikator pertumbuhan ekonomi dan efesiensi, 15 indikator untuk perlindungan lingkungan, 14 indikator sosial dan 13 indikator lingkungan. Selain itu, Nader et al. (2008) menggunakan 110 indikator untuk mengukur sustainable development yang dikelompokkan dalam tema kependudukan, standar hidup, pola konsumsi dan produksi, agriculture, industri, energi, pelayanan, transpor, udara, air, lahan dan tanah, dan biodiversity.

Analisis terhadap tingkat perkembangan pembangunan berkelanjutan penting dilakukan agar pembangunan tidak hanya menjadi konsep yang abstrak. Beberapa peneliti telah melakukan analisis untuk mengukur pembangunan berkelanjutan. Feng et al. (2007) menggembangkan metode Full Permutation Polygon Synthetic dalam mengevaluasi sustainable development di Kota Jining, Cina. Ferrarini et al. (2001) menggunakan metode multi kriteria analisis untuk mengukur kualitas dan keberlanjutan lingkungan di Provinsi Reggio Emillia, Italy dan Graymore et al. (2009), menggabungkan metode GIS yang didasarkan pada

multi criteria analysis untuk memperoleh sebuah indeks dari regional sustainability di Victoria , Australia.

Perumusan Masalah

Kabupaten/kota di Provinsi Banten mengalami proses perkembangan pembangunan yang berbeda-beda. Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Cilegon, dan Kota/Kabupaten Serang yang berada di bagian utara memiliki perkembangan sosial ekonomi yang lebih maju dibandingkan dengan Banten bagian selatan yakni Pandeglang dan Lebak.

(38)

pertumbuhan ekonomi regional di Provinsi Banten. Kedua penelitian tersebut menggunakan data PDRB untuk menggambarkan ketimpangan ekonomi antara Banten bagian utara dan selatan.

Menurut Rustiadi et al. (2009), PDRB adalah salah satu indikator yang populer untuk mengukur tingkat pembangunan ekonomi di suatu wilayah, namun PDRB yang tinggi belum tentu mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Diperlukan indikator lain untuk mengukur keberhasilan tingkat pembangunan di suatu wilayah.

Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan yang tidak disertai dengan munculnya berbagai masalah berupa penurunan distribusi pendapatan, peningkatan jumlah pengangguran, peningkatan jumlah keluarga di bawah garis kemiskinan serta kerusakan sumber daya alam. Konsep pembangunan tersebut adalah konsep pembangunan yang mempunyai keberimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kelestarian lingkungan yang dikenal dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Pengukuran pembangunan berkelanjutan secara kuantitatif belum dilakukan di Provinsi Banten walaupun telah banyak kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilaksanakan yang didasarkan pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Pengukuran pembangunan berkelanjutan secara kuantitatif merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengetahui apakah suatu wilayah sudah atau belum memenuhi syarat-syarat pembangunan berkelanjutan.

(39)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Mempelajari pencapaian indikator pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.

2. Mengukur dan menganalisis pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.

3. Menentukan status pembangunan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintahan daerah Provinsi Banten dalam merumuskan rencana pembangunan ke depan agar sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masing-masing wilayah.

Kerangka Pemikiran

Status pembangunan berkelanjutan di suatu wilayah ditentukan oleh pencapaian pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan di wilayah tersebut. Pembangunan yang diharapkan di suatu wilayah adalah pembangunan yang memiliki pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kelestarian lingkungan.

(40)

diperlukan keberimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan kelestarian lingkungan yang dikenal dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

Provinsi Banten terbentuk pada bulan Oktober 2000 dengan 6 (enam) wilayah kabupaten/kota. Masing-masing wilayah mengalami perkembangan pembangunan yang berbeda-beda. Ditinjau dari sisi PDRB, Kota Tangerang, Kota Cilegon dan Kabupaten Tangerang yang terletak di Banten bagian utara memiliki kontibusi PDRB yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah Banten bagian selatan (Kabupaten Pandeglang dan Lebak). Namun jika ditinjau dari sisi pembangunan lingkungan, wilayah-wilayah yang mengalami tingkat pencemaran yang tinggi baik pencemaran tanah, air, udara dan suara terjadi di wilayah yang memberikan kontibusi PDRB yang tinggi. Demikian juga halnya dengan masalah lingkungan berupa bencana banjir, pada tahun 2009 hampir seluruh kecamatan di Kota Tangerang mengalami bencana banjir.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka perlu dikaji perkembangan pembangunan berkelanjutan antar waktu dan antar wilayah di Provinsi Banten. Hal ini penting dilakukan agar perencanaan pembangunan selanjutnya dapat diarahkan terhadap keberimbangan pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial dan kelestarian lingkungan agar tercipta pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

(41)

Gambar 2. Diagram alir kerangka pikir penelitian Perkembangan pembangunan ekonomi, sosial, dan

lingkungan antar waktu antar wilayah Pola ketimpangan pembangunan sosial, ekonomi dan

lingkungan

Hubungan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan

Status pembangunan antar waktu antar wilayah di Provinsi Banten Pengukuran indikator : sosial, ekonomi, lingkungan

Konsep Pembangunan Berkelanjutan Provinsi Banten

Banten Bagian Utara

Pada umumnya sektor utama industri dan jasa. Ekonomi dan sosial relatif

lebih maju. Masalah lingkungan

Banten Bagian Selatan

Perkembangan ekonomi dan sosial tertinggal di banding Banten bagian

(42)

TINJAUAN PUSTAKA

Paradigma Pembangunan

Paradigma pembangunan adalah kerangka berpikir yang menjadi panduan atau pegangan semua pihak yang terlibat dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Kerangka berpikir membimbing para pelaku pembanguan dalam merumuskan masalah, penentuan tujuan, sasaran, prioritas, dan cara-cara untuk mencapainya (Lubis et al., 2000).

Sedangkan pembangunan sendiri dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik (Rustiadi et al., 2009). UNDP mendefinisikan pembangunan khususnya pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk, dimana penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir.

Todaro (2004) berpendapat bahwa ada 3 (tiga) tujuan pembangunan.

Pertama, yakni peningkatan standar hidup setiap orang baik pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang dan papan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, institusi-institusi nasional, disamping mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Kedua, penciptaan kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri setiap orang. Ketiga, peningkatan kebebasan setiap individu.

(43)

mencapai tujuan bersama dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki atau dikuasai oleh berbagai pihak tersebut (Lubis et al., 2000).

Menurut Rustiadi et al. (2009), paradigma pembangunan selama beberapa dekade terakhir mengalami pergeseran dan perubahan-perubahan mendasar. Berbagai pergeseran paradigma akibat adanya distorsi berupa kesalahan di dalam penerapan model-model pembangunan selama ini adalah:

1. Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan yang tidak saling menenggang ke keharusan mencapai tujuan tersebut secara berimbang.

2. Kecenderungan pendekatan dari kecenderungan melihat pencapaian

tujuan-tujuan pembangunan dari diukur secara makro menjadi pendekatan-pendekatan regional dan lokal.

3. Pergeseran tentang asumsi peranan pemerintah yang dominan menjadi pendekatan pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan.

Paradigma Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Proses kristalisai paradigma pembangunan berkelanjutan dimulai dari tahap perdebatan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan pada tahun 1960-an hingga tahun 1970-an. Kemudian pada tahun 1980-an hingga awal tahun 1990-an mulai dikenal konsep dan argumen pentingnya pembangunan berkelanjutan.

(44)

Kerangka berpikir pembangunan berkelanjutan pada intinya adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa menghalangi kebutuhan pemenuhan kebutuhan generasi masa datang. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan sekarang, bagaimana untuk dapat memenuhinya, dan bagaimana caranya agar pemenuhan kebutuhan masa datang tidak terganggu merupakan permasalahan yang bisa berlainan dan beraneka untuk setiap tempat. Melalui kerangka berpikir pembangunan berkelanjutan maka setiap negara, wilayah, dan daerah dapat mengembangkannnya sendiri baik cara maupun prioritas permasalahan yang diatasi dan potensi yang akan dikembangkan (UN, 2007).

Berbeda dengan teori pembangunan yang pernah ada sebelumnya, yang dimunculkan oleh pemikir pembangunan ekonomi, kelahiran konsep pembangunan berkelanjutan memiliki dimensi yang agak lain. Kemunculannya sangat berkaitan erat dengan timbulnya kesadaran lingkungan. Pembangunan berkelanjutan dikembangkan karena kecemasan akan semakin merosotnya kemampuan bumi untuk menyangga kehidupan. Hal ini karena ledakan jumlah penduduk yang tinggi, meningkatnya aktivitas manusia, dan intensitas eksploitasi sumberdaya alam yang diiringi dengan meningkatnya limbah yang dilepaskan ke alam. Kesemuanya itu membuat kemampuan bumi dalam menyangga kehidupan mengalami penurunan drastis. Apabila semua kecendruangan tersebut dibiarkan dan bahkan semakin dipacu tanpa adanya upaya pencegahan, maka bisa dipastikan kehidupan manusia dan segala isinya di dunia akan terancam keberlanjutannnya (Lubis et al., 2007).

(45)

kalangan perempuan. Keempat, program program yang berkaitan dengan sarana untuk pelaksanaan seperti pembiayaan, alih teknologi, pendidikan dan lain sebagainya.

Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup secara berkelanjutan dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya secara berkelanjutan dengan prasyarat terselengggaranya sistem pemerintahan yang baik. Pembangunan berkelanjutan juga diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial ekonomi dan ekologi. Walaupun secara konseptual pemaduan ini masuk akal namun implementasinya tidak sederhana (Noeman, 2000).

Menurut Aziz et al. (2010), pembangunan berkelanjutan membutuhkan perubahan fundamental dari paradigma pembangunan konvensional yaitu:

1. Pembangunan mengubah prespektif jangka pendek menjadi jangka

panjang. Pembangunan konvensional biasanya mengejar keuntungan jangka pendek yang dilakukan lewat eksploitasi sumberdaya alam secara intensif. Sedangkan pembangunan berkelanjutan berorientasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah sumberdaya hayati yang dapat bertahan dalam waktu yang lama dan demikian cocok untuk prespektif pembangunan jangka panjang.

2. Pembangunan berkelanjutan memperlemah posisi dominan aspek

ekonomi, dan menempatkan pada tempat yang sama dengan pembangunan sosial dan lingkungan.

3. Skala preferensi individu menjadi indikator yang menentukan barang apa yang akan diproduksi dan lewat metode alokasi sumberdaya seefesien mungkin. Pembanguanan berkelanjutan memerlukan perubahan kebijakan secara fundamental agar kepentingan publik dapat ditempatkan di atas kepentingan pribadi dengan cara menggunakan instrumen fiskal dan moneter yang tepat dalam sebuah kerangka kebijakan yang kondusif.

(46)

Deplesi sumberdaya tambang dan bahan bakar fosil yang tak terbarukan tidak tercermin dalam biaya depresiasi. Pembangunan berkelanjutan harus mengoreksi kegagalan pasar dan menginternalkan semua biaya eksternal yang berkaitan dengan pembangunan sosial dan lingkungan.

5. Pemerintah harus menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengoreksi kegagalan pasar. Hal ini membutuhkan komitmen pemerintah secara penuh untuk melayani kepentingan masyarakat dan lingkungan.

Ada 5 (lima) azas yang perlu ditaati apabila pembangunan berkelanjutan dipilih sebagai pola pikir yang mendasari penyusunan pembangunan yaitu (Lubis

et al., 2000):

1. Pengembangan kualitas hidup manusia dan masyarakat secara

berkelanjutan. Yang dimaksud dengan hidup yang berkualitas sebagai individu adalah kemampuan untuk memilih. Makin tinggi kualitas hidup seseorang, makin tinggi kemampuan untuk memilih. Misalnya kondisi kesehatan atau pendidikan dapat menyebabkan seseorang tidak mampu merumuskan keinginan dan menentukan pilihannnya. Ini berarti kualitas hidupnya rendah. Walaupun seseorang mempunyai kemampuan untuk memilih tetapi memiliki keterbatasan pilihan juga dapat disebut kualitas hidupnya rendah. Selain itu pilihan yang disediakan tidak hanya dalam arti kuantitatif tetapi variasi pilihan harus bermutu beradab dan menjamin keberlanjutan pasokannnya. Selain meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai perorangan, pembangunan berkelanjutan juga harus meningkatkan kualitas hidup manusia sebagai anggota masyarakat. Artinya membangun, memelihara, serta mengembangkan norma dan perilaku secara terus menerus dan menjadikan pergaulan, serta kerjasama membuahkan kehidupan yang bermutu.

2. Pengembangan dan pemeliharaan ketersediaan sumberdaya.

(47)

sumberdaya sosial. Pembangunan dapat pula diartikan sebagai pembangunan sumberdaya merubah kekayaan menjadi sumberdaya, menciptakan sumberdaya baru, dan menata keterkaitan antar sumberdaya sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup secara berkelanjutan.

3. Menuju penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Konsep penerapan penyelenggaraan negara yang memadukan fungsi, peranan dan kemampuan pemerintah sektor bisnis dan masyarakat sipil. Selanjutnya dilakukannnya keterpaduan dan kerjasama yang akan membuahkan hasil optimal masing-masing komponen harus bersifat partisipatif, penataan dan penegakan peraturan perundangan, transparansi, mempunyai daya tanggap, berorientasi pada konsensus, bersikap adil, efektif dan efesien, akuntabilitas, memiliki visi dan strategi.

4. Pendekataan ruang untuk pemaduan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi. Pembangunan berkelanjutan secara sederhana diartikan sebagai pemaduan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi. Menurut konsepnya pemaduan ini dapat dimengerti dan diterima tetapi dalam penerapannnya tidak sederhana. Pendekatan yang tepat untuk melakukan tujuan sosial, ekonomi dan ekologi adalah pendekatan keruangan (spasial). Artinya penataan ruang dengan segala komponen dan proses yang ada di dalamnya menjadi bagian penting yang harus digarap dalam pembangunan berkelanjutan. Apabila konsep semacam ini belum dibangun maka diperlukan upaya yang lebih besar dan kompleks untuk melakukan pemaduan, karena bisa jadi aktifitas ekonomi dan kerusakan ekologi di bagian hulu telah memberi dampak sosial di bagian hilir.

5. Dari ketergantungan menjadi saling ketergantungan

(48)

Keadaan ini disebut sebagai simpul jasa distribusi. Walaupun demikian, keadaan tersebut dapat pula menjadi penyebab terjadinya eksploitasi suatu daerah terhadap daerah lain. Misalnya eksploitasi kota terhadap daerah belakangnya. Sehingga ekosistem yang dewasa, kuat dan mapan melakukan invasi serta mengalahkan ekosistem yang muda, lemah dan labil. Kondisi ini tidak mendukung pembangunan berkelanjutan. Yang harus dikembangkan adalah saling ketergantungan kerjasama antar daerah berdasarkan kekuatan masing-masing.

Siregar (2004) menjelaskan ada 3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan infrastruktur. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. Sedangkan infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutannya di masa yang akan datang.

Esensi pembangunan berkelanjutan adalah perbaikan mutu kehidupan manusia dengan tetap berusaha tidak melampaui kemampuan ekosistem yang mendukung kehidupannya. Sedangkan ekonomi berkelanjutan merupakan buah dari pembangunan berkelanjutan, yaitu sistem ekonomi yang tetap memelihara basis sumberdaya alam yang digunakan dengan terus mengadakan penyesuaian dan penyempurnaan pengetahuan, organisasi, efisiensi teknis dan kebijaksanaan.

(49)

meliputi penghindaran konflik keadilan baik dalam satu generasi maupun antar generasi (Munasinghe, 1993).

Pola hubungan antara keseimbangan ekonomi, ekologi dan sosial dijelaskan pada Gambar 3. Suatu pembangunan dikatakan bearable apabila pembangunan tersebut memenuhi kriteria sosial dan lingkungan sehingga manusia dan alam dapat berkesinambungan. Namun kondisi ini belum dikatakan

sustainable atau berkelanjutan karena secara ekonomi tidak memenuhi. Suatu pembangunan juga dikatakan sebagai viable apabila pembangunan tersebut memenuhi kriteria lingkungan dan ekonomi. Namun, karena kondisi ini tidak dapat disinambungkan dengan kondisi sosial manusia, maka kondisi ini belum disebut sustainable. Pembangunan yang hanya memenuhi kriteria sosial dan ekonomi saja disebut sebagai equitable namun karena tidak memenuhi kriteria lingkungan, kondisi ini tidak sustainable. Untuk mencapai kondisi yang

sustainable, kriteria sosial yaitu persamaan hak antara manusia, kriteria lingkungan yaitu preservasi dan konservasi alam, dan juga ekonomi yaitu efisiensi yang tinggi, harus dipenuhi (Villain, 1996).

.

Gambar 3. Pola hubungan prinsip ekonomi, ekologi dan sosial dalam pembangunan berkelanjutan (Villain, 1996)

Menurut Harris (2000), 3 (tiga) aspek konsep pembangunan berkelanjutan yakni ekonomi berkelanjutan harus mampu memenuhi barang dan jasa secara berkelanjutan, suatu sistem lingkungan yang berkelanjutan harus mempertahankan kestabilan sumberdaya, menghindari over eksploitasi sumberdaya, pemeliharaaan keanekaragaman hayati, stabilitas atmosfir, dan fungsi ekosistem lain. Sebuah

Ecology Preservation

Social Equity

Economy Effeciency Viable

Bearable

(50)

sistem sosial yang berkelanjutan harus mencapai keadilan distribusi, penyediaan pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender politik, akuntabilitas dan partisipasi.

Menurut Champbell (1996), sustainable development digambarkan pada segitiga perencana atau planners triangle (Gambar 4) merupakan suatu keadaaan yang menggambarkan keseimbangan dari ketiga kutub tujuan pembangunan. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu keadaan ideal yang dapat dicapai melalui conftronting dan resolving konflik secara terus menerus.

Gambar 4. Definisi sustainable development oleh Champbell (1996) yang digambarkan sebagai Planner Triangle

Mengukur Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan Berkelanjutan merupakan konsep yang populer dan sangat penting, namun terdapat berbagai jenis interpretasinya. Berbagai penelitian dari perguruan tinggi, organisasi lingkungan, lembaga nasional dan internasional

mencoba mengukur pembangunan berkelanjutan. Pendekatan terhadap

pengukuran pembangunan berkelanjutan yakni dilakukan berdasarkan indikator atau tolak ukur. Indikator adalah ukuran kualitatif dan atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan ( Rustiadi et al., 2009).

Indikator mempunyai banyak fungsi. Indikator bisa mencapai keputusan yang lebih baik dan tindakan yang lebih efektif dengan menyederhanakan, mengklarifikasi dan membuat informasi yang dikumpulkan tersedia bagi pembuat kebijakan. Indikator dapat membantu menggabungkan pengetahuan ilmu fisik dan

Sosial justice, Economic opportunity Income equality

Enviromental Protection Overeall Economic

Growth and Effeciency

(51)

sosial ke dalam pengambilan keputusan, dan indikator dapat membantu mengukur kemajuan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. Mereka dapat memberikan peringatan dini untuk mencegah kemunduran ekonomi, sosial dan lingkungan. Mereka juga alat yang berguna untuk mengkomunikasikan ide-ide, pikiran dan nilai-nilai.

Beberapa pertimbangan untuk pemilihan indikator pembangunan adalah kesederhanaan, skop, kuantifikasi, pengukuran, sensitivitas, dan batas waktu. Kesederhanaan adalah indikator harus sederhana, skop adalah indikator harus meliputi aktivitas manusia yang terkait dengan ekonomi dan lingkungan, dan

overlap antar masing-masing indikator harus seminimal mungkin, kuantifikasi maksudnya adalah elemen-elemennya harus dapat dikur, pengukuran maksudnya elemen harus dipantau untuk menunjukkan kecendrungan, sensitivitas maksudnya indikator yang terpilih cukup sensitif terhadap perubahan penting dalam karakteristik lingkungan dan batas waktu maksudnya lingkup elemen harus dapat menunjukkan identitas waktu dan kecendrungan yang ada (Rustiadi et al., 2009).

Selanjutnya menurut Rustiadi et al. (2009), dari pendekatan yang ada, terdapat 3 (tiga) kelompok cara dalam menetapkan indikator pembangunan yakni indikator berbasis tujuan, indikator berbasis sumberdaya dan indikator berbasis proses pembangunan. Terdapat 3 (tiga) tujuan pembangunan dari berbagai pendekatan yang ada yakni; (1) produktivitas, efesiensi dan pertumbuhan, (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan, dan (3) keberlanjutan (sustainability). Indikator berbasis sumberdaya mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya fisik buatan, dan sumberdaya sosial. Indikator berbasis proses pembangunan meliputi input, implementasi/proses, output, outcome, benefit dan

impact.

(52)

Tabel 2. Indikator pembangunan berkelanjutan (UN, 2007).

Tema Sub tema Core indicator Indikator lain

Kemiskinan Pendapatan warga miskin

Proporsi populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional

Proporsi populasi yang mempunyai pendapatan kurang dari 1$ per hari

Ketidaksamaan pendapatan

Perbandingan rasio pendapatan tertinggi dan terendah

Sanitasi Proporsi populasi yang menggunakan fasilitas sanitasi yang baik

Air minum Proporsi penduduk yang menggunakan sumber air bersih

Akses terhadap energi

Proporsi rumah tangga tanpa listrik atau jasa energi modern

Populasi (%) menggunakan bahan bakar padat untuk memasak Kondisi hidup Proporsi penduduk perkotaan

yang tinggal di daerah kumuh

Pemerintahan Korupsi Persentase penduduk yang

membayar suap

Kriminal Jumlah pembunuhan yang

disengaja dalam 100.000 penduduk

Kesehatan Kematian Tingkat kematian balita

Pemeliharaan

Angka Partisipasi sekolah

Tingkat pencapaian sekolah

level menengah dan tinggi

Tingkat Buta Huruf

Tingkat buta huruf penduduk dewasa

Kependudukan Populasi Tingkat pertumbuhan

penduduk

Total tingkat kematian

Rasio ketergantungan

Pariwisata Rasio penduduk lokal

untuk dapat berwisata Bencana Alam Kerentanaan

terhadap bencana alam

Persentase penduduk yang tinggal di daerah rawan bahaya

Atmosfir Perubahan iklim Emisi karbondioksida Emisi gas rumah kaca Penipisan lapisan

Perubahan penggunaan

lahan

(53)

Tabel 2. Lajutan

Tema Sub tema Core indicator Indikator lain

Lahan Pertanian Lahan pertanian yang subur dan

permanen

Hutan Proporsi lahan yang tertutup hutan

Air tawar Kuantitas air Proporsi sumberdaya air yang digunakan

Penggunaan air yang intensif

untuk aktifitas ekonomi

Kualitas air Persentase coliform dalam air

tawar

BOD dalam tubuh air

Pengolahan air limbah

Ekosistem Proporsi kawasan terestrial

dilindungi, total dan menurut wilayah ekologi

Rasio utang terhadap GNI

Tenaga kerja Rasio penduduk yang bekerja Produktifitas tenaga kerja Sumbangan wanita yang bekerja pada sektor non pertanian Teknologi

informasi dan telekomunikasi

Penggunaan internet per 100 orang penduduk

Wisata Kontribusi wisata pada GDP

Perdagangan Giro defisit sebagai persentase dari PDB

Material ekonomi Material domestik

(54)

Tabel 2. Lanjutan

Tema Sub tema Core indicator Indikator lain

Penggunaan energi

Total energi per tahun

Manajemen limbah

Pengolahan dan pembuangan limbah

Transportasi Angkutan penumpang Transportasi barang

Intensitas energi untuk transportasi

Sumber: UN (2007)

Feng et al. (2007), mengukur keberlanjutan pembangunan di Kota Jining, China menggunakan 52 indikator yang dibagi kedalam 4 tema yakni pertumbuhan ekonomi dan efesiensi, lingkungan dan pembangunan infrastruktur, perlindungan terhadap lingkungan serta kemajuan kesejahteraan sosial (Tabel 3).

Tabel 3. Indikator pembangunan berkelanjutan (Feng et al., 2007)

Tema Indikator

Pertumbuhan ekonomi dan efesisensi

GDP per kapita

Rata-rata penerimaan pajak per kapita pertahun Rata-rata penghasilan petani pertahun

Rata-rata penghasilan masyarakat kota pertahun Proporsi industri jasa dalam GDP

Konsumsi energi Konsumsi air

Proporsi perusahaan yang memiliki sertifikat ISO 14000 Proporsi GDP yang dibelanjakan untuk investasi linkungan GDP density

Proporsi lahan terdegradasi yang direstorasi Luas ruang terbuka hijau publik perkapita

Proporsi inftrastruktur yang memenuhi standar ekologi Proporsi ruang terbuka hijau di area terbangun Proporsi area pertambangan yang direstorasi Proporsi dari total area perairan

Proporsi eco countri yang memenuhi standar SEPA Proporsi dari lahan yang tak ditembus air

Proporsi sungai dengan natural bank

Proporsi penilaian dampak ekologi yang dilakukan untuk proyek

Proporsi rakyat yang berpartisipasi dalam aktifitas perlindungan lingkungan Perlindungan

Lingkungan

Jumlah hari masyarakat kota yang mendapati kualitas air baik Proporsi area air yang polusinya di bawah standar nasional SO2 discharged per 10.000 RMB dari GDP

Debit COD dalam air

(55)

Tabel 3. Lanjutan

Tema Indikator

Perlindungan Proporsi limbah perkotaan yang ditangani Lingkungan Proporsi air industri yang didaur ulang

Proporsi penggunaan limbah pedesaan yang memenuhi standar polusi nasional

Proporsi jumlah jam pertahun yang kebisingan berada di bawah standar nasional

Proporsi limbah domestik perkotaan yang diperlakukan sesuai standar nasional

Proporsi limbah padat industri yang diolah dan digunakan kembali Proporsi wisatawan yang puas dengan lingkungan wisata

Penggunaan bahan anorganik perunit area yang digunakan secara intensif Proporsi limbah ternak yang digunakan

Proporsi limbah industri; pemakaian yang memenuhi standar nasional Kemajuan

kesejahteraan sosial

Proporsi penduduk tinggal di wilayah perkotaan

Proporsi rumah dan bisnis yang menggunakan gas alam bukannya batubara Proporsi bangunan perkotaan yang cetrally centrelly heated

Indeks Engle (proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan) Indeks Gini

Proporsi lulusan sekolah menegah atas yang masuk perguruan tinggi Proporsi populasi yang puas dengan lingkungannya

Lama sekolah rata-rata

Jumlah masyarakat yang lulus sekolah menengah atas Rata-rata umur harapan hidup

Luas jalan per orang

Luas area rata-rata per orang untuk hidup Jumlah air yang digunakan per orang

Jumlah tempat tidur di rumah sakait per 10.000 populasi Sumber: Feng et al. (2007)

Mellinium Development Goals (MDGs) mempunyai tujuan dan target pencapaian indikator pembangunan berkelanjutan sampai tahun 2015 (Tabel 4) dan World Bank (2001) menggunakan frame work driving force-state- respone

dan menggelompokkan indikator menjadi driving force, state dan response.

(56)

indikator lain sebagai alternatifnya. Pencapaian kondisi berkelanjutan bagi pembangunan tidak harus tercapai dalam waktu singkat.

Tabel 4. Tujuan, target dan indikator MDG’s di tahun 2015

Tujuan dan target Indikator untuk monitoring

Tujuan 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Target 1: Menurunkan proporsi penduduk

yang tingkat pendapatannya di bawah $ 1 per hari menjadi setengahnya antara 1990 – 2015

1. Proporsi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional.

2. Proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari $ 1 per hari. 3. Kontribusi kuantil pertama penduduk

berpendapatan terendah terhadap konsumsi nasional.

Target 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015

4. Prevalensi balita kurang gizi.

5. Proporsi penduduk yang berada di bawah garis konsumsi minimum (2.100 kkal/per kapita/hari).

Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3: Memastikan pada 2015 semua

anak-anak dimana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar

6. Angka Partisipasi Murni di sekolah dasar. 7. Angka Partisipasi Murni di sekolah

lanjutan tingkat pertama.

8. Proporsi murid yang berhasil mencapai kelas 5.

9. Proporsi murid yang berhasil menamatkan sekolah dasar.

10. Proporsi murid yang berhasil

menyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar.

11. Angka melek huruf usia 15-24 tahun. Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015

12. Angka kematian balita. 13. Angka kematian bayi.

14. Persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak.

Target 6: Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara 1990 – 2015

15. Angka kamatian ibu.

16. Proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih.

17. Angka pemakaian kontrasepsi. Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Menular Lainnya

Target 7: Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada 2015.

18. Prevalensi HIV di kalangan ibu hamil yang berusia antara 15 -24 tahun.

19. Penggunaan kondom pada hubungan seks beresiko tinggi.

20 Penggunaan kondom pada pemakai kontrasepsi.

21. Persentase anak muda usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan

(57)

Tabel 4. Lanjutan

Tujuan dan target Indikator untuk monitoring

Target 8: Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada 2015

22. Prevalensi malaria dan angka kematiannya. 23. Persentase penduduk yang mendapat penanganan

malaria secara efektif

24. Persentase penduduk yang menggunakan cara pencegahan yang efektif untuk memerangi malaria 25. Prevalensi tuberkulosis dan angka kematian

penderita tuberkulosis dengan sebab apa pun selama pengobatan OAT.

26. Angka penemuan penderita tuberkulosis BTA positif baru.

27. Angka kesembuhan penderita tuberkulosis.

Tujuan 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Target 9: Memadukan prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang

28. Proporsi luas lahan yang tertutup hutan.

29. Rasio luas kawasan lindung terhadap luas daratan.

30. Energi yang dipakai (setara barel minyak) per PDB (juta rupiah).

31. Emisi CO2 per kapita.

32. Jumlah konsumsi zat perusak ozon (metrik ton). 33. Proporsi jumlah penduduk berdasarkan bahan

bakar untuk memasak

34. Proporsi penduduk menggunakan kayu bakar dan arang untuk memasak.

Target 10: Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015

35. Proporsi penduduk dengan akses terhadap sumber air minum yang terlindungi dan berkelanjutan. 36. Proporsi penduduk dengan akses terhadap fasilitas

sanitasi yang layak.

Target 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020

37. Proporsi rumah tangga dengan status rumah milik atau sewa

Tujuan 8: Mengembangkan Kemitraan Global untuk Kemitraan

Target 12: Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang melibatkan komitmen terhadap pengaturan manajemen yang jujur dan bersih, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.

Bantuan resmi pemerintah (ODA)

38 Total ODA untuk negara-negara kurang maju merupakan prosentase pendapatan nasional bruto negara-negara anggota OECD

39. Proporsi dari seluruh bantuan bilateral ODA dari negara-negara donor OECD/DAC dialokasikan untuk layanan social dasar (pendidikan dasar, kesehatan dasar, pangan

Target 13: Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara maju, termasuk pembebasan tarif dan kuota eksport, mengembangkan program pembebasan dan penghapusan utang untuk negara paling miskin, dan bantuan pembangunan untuk mengurangi kemiskinan.

40. Proporsi bantuan bilateral negara-negara OECD/DAC sebagai bantuan resmi

41. ODA yang diterima di negara-negara berkembang di wilayah terpencil sebagai bagian dari

pendapatan nasional bruto.

(58)

Tabel 4. Lanjutan

Tujuan dan target Indikator untuk monitoring

Target 14: Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara tertinggal, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil.

43. Proporsi total impor negara maju (tidak termasuk persenjataan) dari negara-negara berkembang dan negara-negara kurang maju, diperlakukan bebas pajak. Target 15: Secara komprehensif

mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang.

44. Tarif rata-rata diatur oleh negara maju terhadap produk pertanian, tekstil, dan pakaian dari negara-negara berkembang. 45. Perkiraan dukungan sector agrikultur untuk

negara-negara anggota OECD merupakan prosentase domestic bruto.

46. Proporsi ODA untuk membantu

peningkatan kapasitas dalam perdagangan.

Pengelolaan utang yang berkelanjutan (debt Sustainability)

47. Pengurangan Beban utang yang disepakati sesuai dengan inisiatif pengurangan utang bagi negara termiskin dengan beban utang yang berat

48. Pegurangan merupakan inisiatif negara-negara paling miskin dengan beban utang yang berat

49. Pembayaran utang merupakan prosentase dari eksport barang dan jasa

Target 16: Dalam kerjasama dengan negara maju, mengembangkan dan melaksanakan strategi produktif yang baik, dijalankan untuk kaum muda

50. Angka pengangguran kaum muda usia 15-24 tahun, berdasarkan jenis kelamin dan jumlah.

Target 17: Dalam kerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan akses pengobatan dasar yang terjangkau di negara-negara berkembang.

51. Proporsi penduduk yang mendapatkan layanan pengobatan dasar secara berkesinambungan

Target 18: Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan

komunikasi.

52.

53.

Sambungan telephone dan cellular yang dijangkau orang per 100 penduduk Pengguna komputer secara individu per 100 penduduk

Target 16: Dalam kerjasama dengan negara maju, mengembangkan dan melaksanakan strategi produktif yang baik, dijalankan untuk kaum muda

50. Angka pengangguran kaum muda usia 15-24 tahun, berdasarkan jenis kelamin dan jumlah.

Target 17: Dalam kerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan akses pengobatan dasar yang terjangkau di negara-negara berkembang.

51. Proporsi penduduk yang mendapatkan layanan pengobatan dasar secara berkesinambungan

Target 18: Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan

komunikasi.

52.

53.

Sambungan telephone dan cellular yang dijangkau orang per 100 penduduk Pengguna komputer secara individu per 100 penduduk

Gambar

Gambar 1.  Kontribusi PDRB (atas harga berlaku)  kabupaten/kota Provinsi
Gambar 2.  Diagram alir kerangka pikir penelitian
Tabel 2.  Indikator pembangunan berkelanjutan (UN, 2007).
Tabel 2.  Lajutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk 16 (enam belas) Dinas, terdiri dari : 1. Dinas Ketenagakerjaan dan Sosial; 4. Dinas Komunikasi dan Informatika; 6. Dinas Kebudayaan dan

Gambar senyawa golongan flavonoid yang berhasil diisolasi dari daun genus Calophyllum yang berasal dari Malaysia, Sri Lanka dan Papua New Guinea ditunjukkan pada

Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Kehadiran Ibu di Kelas Ibu Hamil dengan

Panti Asuhan Bait Allah dengan angka kejadian skabies atau kudisA.

5) Apabila prodi menyetujui tema dan judul tersebut maka prodi menunjuk dosen pembimbing bagi mahasiswa. 6) Setelah mendapatkan dosen pembimbing mahasiswa berhak

Oleh karena ini peneliti hanya mendeskripsikan pengelolaan objek wisata Taman Ade Irma Suryani Nasution yang berkelanjutan di Kota Cirebon, maka penelitian

Limit Fungsi adalah nilai pendekatan di sekitar suatu titik (baik dari kiri maupun dari kanan titik itu), atau pada suatu titik tak hingga.. Perhitungan nilai limit disekitar

Apabila set point yang diinginkan sudah dapat tercapai,maka heater dan blower input akan mati, jika terjadi over shoot pada suhu atau suhu yang dihasilkan lebih tinggi dari