• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metodologi Penelitian

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan pnelitian deskristif dengan menggunakan semiotik. Semiottik yang digunakan dalam peenelitian ini merupakan bagian dari teori signs dan meaning, yang mana penggunaan pendekatan tersebut didasarkan pada tulisan Aart van Zoest yang menyatakan :

“Semiotik adalah ilmu tanda, studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda – tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya (Zoest, 1996:5).”

Penelitian yang menggunakan semiotik merupakan penelitian pesan komunikasi yang bersifat eksploratif dengan metode kualitatif. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini observasi non partisipasi. Peneliti memusatkan perhatian pada analisis semiotik yaitu peneliti harus menggunakan symbol dan subjek yang terdapat dalam film yang akan digunakan. Peneliti kali ini difokuskan pada pemaparan simbol, pesan serta makna yang terdapat dalam film Pasir Berbisik tentang keberadaan perempuan.

3.1.1. Waktu penelitian

3.2Definisi Operasional 3.2.1. Film

Film yang dimaksud dalam penelitian ini adalah film teatrikal (layar lebar) jenis film cerita, yaitu yang menyajikan suatu cerita dan diproduksi secara khusus untuk dipertukkan digedung – gedunng bioskop/cinema (Effendy, 1986:222). Film jenis ini berbeda dengan fim televisi (television film) atau sinetron (sinema elektronika) yang khususnya dibuat untuk siaran televisi. Film teatrikal dibuat secara mekanik, sedangkan film televisi dibuat secara elektronik (Effendy, 1993:201). Berkaitan dengan penelitian ini, yang ingin diteliti ialah tentang penokohan dalam sebuah film layar lebar, yaitu penokohan Perempuan dalam film PASIR BERBISIK, dalam hal merepresentasikan keberadaan perempuan.

Gambar 1 & 2. Daya dan Ibunya, pada Scene 1 & 2

Ibunya yang merasa kasian dengan Daya anaknya yang merasa kesepian dan kurang kasih sayang dari seorang bapak yang pergi tanpa meninggalkan pesan / (laki – laki yang dengan seenaknya mencampakkan Istri dan anaknya).

Gambar 3. Daya dan Ibunya pada Scene 7

Ibunya menasehati daya dengan berpesan agar jangan pergi di padang rerumputan lagi seorang diri anak gadis, karena pantang bagi seorang gadis untuk pergi sendiri disana, karena menurut sang Ibu sang gadis dapat dianggap sebagai perempuan ‘nakal’ bila ada lelaki yang melihatnya. Dayapun masih membantah dan tidak mengerti maksud omongan Ibunya tersebut karena Ibunya pun tidak apa – apa walau pergi sendirian di tempat tersebut.(karena menurut diri sang Ibu dia lebih bisa menjaga diri dibanding dengan anaknya yang masih belum seberapa tahu kisah seluk beluk di desanya tersebut).

Gambar 4 & 5 Berlian dan Ibu Suri membantu proses Aborsi seorang gadis, pada Scene 8 & 9

Proses pengguguran yang kerap dilakukan di pedesaan tempat mereka tinggal itukarena memang sering terjadi adanya perilaku menyimpang antara seorang laki – laki

pada seorang gadis. Karena perempuan yang hanya dianggap sebagai alat pemuas nafsu birahi saja/perjuangan kehidupan perempuan untuk relasi kesetaraan gender yang menjadi kisah harus bisa diperjuangkan.

Gambar 6 & 7, Daya dan Ibunya (Berlian); perjalanan pada saat mencari tempat tinggal kembali pada scene 17 & 18

Betapa sulitnya perjalanan kehidupan ini tanpa ditemani seorang laki – laki, apalagi laki – laki tersebut pergi mencampakkan keluarga tidak peduli nasib keluarganya. Perjalanan Daya dan Ibunya hádala untuk mencari tempat tinggal dimana mereka ingin berteduh.

3.2.2 Representasi

’Representasi berasal dari kata dasar dalam bahasa Inggris ’represent’ yang bermakna ’stand for’, artinya ’berarti’, atau juga ’act as a delegate for’ yang berarti bertindak sebagai ’perlambang’ atas sesuatu (Krebs, 2001:456). Oleh karena itu, yang dimaksud dengan representasi perempuan melalui pentokohan perempuan dalam film ”Pasir Berbisik” berarti bahwa di dalam film ini terdapat sistem tanda pada tokoh yang memiliki makna tentang ide – ide keberadaan perempuan.

3.2.3 Perempuan

Dalam pandangan masyarakat Indonesia, kata perempuan mengalami degradasi semantis, atau peyorasi, penurunan nilai makna, arti lebih rendah dari arti dahulu (Kridalaksana, 1993). Di pasar pemakaian, terutama di tubuh birokrasi dan kalangan atas, nasib perempuan terpuruk di bawah kata wanita, sehingga yang muncul adalah Menteri Peranan Wanita, Pengusaha Wanita, Peranan Wanita dalam pembangunan, dan pastilah bukan *Menteri Peranan Perempuan, *Pengusaha Perempuan, *Peranan Perempuan dalam pembangunan. Sementara itu, kata keperempuanan berarti “perihal perempuan”, maksudnya adalah pastilah masalah yang berkenaan dengan keistrian dan rumah tangga. Dalam hal ini, meski tidak terlalu rendah, tetapi jelas bahwa kata ini menunjuk perempuan sebagai ‘penunggu rumah’.

3.3 Jenis Data a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari peneliti melalui cara observasi terhadap objek penelitian dalam hal ini film Pasir Berbisik.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh melalui sumber – sumber lain yang sudah dikumpulkan dari berbagai sumber data antara lain buku, VCD film Pasir berbisik, dan Internet. Hal lain berita dengan kajian film dilakukan dengan penelusuran study pustaka.

3.4 Corpus Penelitian

Seluruh scene dalam film yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini adalah film berjudul ” Pasir Berbisik ”. Film ini juga disebut sebagai film keluarga karena mengungkapkan suatu jalinan cerita yang dimainkan oleh beberapa anggota keluarga perempuan dan segala keberadaan mereka sebagai seorang keluarga. Mengkaji bagaimana keberadaan perempuan dalam perspektif film Indonesia, terutama terkait dengan isu gender dan marginalisasi, gender dan subordinasi, gender dan beban kerja, gender dan kekerasan.

Scene yang menjelaskan hubungan kekuasaan dalam Film Pasir Berbisik diteliti karena dianggap mampu mempresentasikan bagaimana keberadaan perempuan dalam kehiduapn masyarakat. Film ini juga mempunyai karakter peran yang diharapkan dapat memberikan keberadaan perspektif film Indonesia terhadap perempuan sehingga dapat memberi kontribusi tentang bagaimana keberadaan perempuan dalam perfilman Indonesia.

3.4. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah sintagma – paradigma yang terdapat pada level realitas, representasi, dan ideologi. Menurut Anton Kaes (Kaes, 1994 www.artalpha.anu.edu.au), unit analisis sintagma – paradigma yang terdapat pada level realitas dapat dijelaskan, sbb :

1. Latar (Setting)

a. Lokasi : Dalam ruangan (indoor/internal) atau di luar ruangan (out door/eksternal).

b. Penggambaran setting : realistis atau abstrak

c. Penggambaran setting : histrotikal atau kontemporer d. Simbol – simbol yang ditonjolkan, fungsi, serta maknanya 2. Kostum dan make up (Costume and make up)

Paradigma dari kostum dan make up terdiri dari :

a. Apakah kostum dan make up tokoh memberikan signifikasi tertentu menurut kode social cultural, misalnya : status, kesejahteraan, dsb

b. Kostum dan make up yang dikenakan pemain : realistis atau abstrak 3. Dialog/diam (Dialogue/Silence)

Paradigma dari dialog/ diaam terdiri dari : a. Bahasa yang digunakan : resmi atau tidak resmi

b. Apakah karakter yang berbeda mempengaruhi bahsa yang digunakan.

c. Kalimat – kalimat yang di ucapkan dalam dialog apakah memilki arti tertentu (kiasan)

d. Apakah terdapat karakter tertentu yang tampak dalam diam

Unit analisis sintagma – paradigma yang terdapat pada level representasi dapat dijelaskan, sbb :

1. Teknik kamera

a. Long shot (LS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia maka dapat di ukur antara lutut, kai hingga sedikit ruang diatas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long Shot (ELS), mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan memberi informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk pada body language, ekspresi tubuh, gerak, cara berjalan, dsb dari ujung rambut sampai kaki) yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan itu.

b. Medium Shot ( MS), yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka dapat di ukur sebatas dada hingga sedikit ruang diatas kepala. Dari medium shot dapat dikembangkan lagi, yaitu wide medium shot (WMS, gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan kiri.

Pengambilan gambar :

1. Cut, perubahan secara tiba – tiba dari suatu pengambilan, sudut pandang atau lokasi lakonnya. Ada bermacam – macam cut yang mempunyai efek untuk merubah scene, mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, atau membentk ksan terhdap image atau ide.

2. Jump Cut, untuk membuat suatu adegan yang dramatis.

3. Motivated Cut, bertujuan untuk membuat penonton segera ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak di tampilkan sebelumnya.

Sedangkan yang dapat diamati pada level ideology ialah ideology ‘kultural’ yang khususnya pada paradigma kultural tentang keberadaan perempuan.

Kebebasan dalam menentukan pilihan, serta kedudukan antara laki – laki dan perempuan sejajar.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kemampuan waktu, biaya dan tenaga yang ada melalui beberapa metode sebagai berikut :

a. Observasi

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan film sebagai media objek yang merepresentasikan keberadaan perempuan tersebut. Pengamatan difokuskan pada : (1) Gender dan Marginalisasi (2) Gender dan Subordimasi, (#) Gender dan Kekerasan, (4) Gender dan Beban Kerja.

b. Dokumentasi

Melalui dokumentasi, yaitu rekaman VCD film ”PASIR BERBISIK” dengan mengamati simbol – simbol yang ditampakkan, dialog yang di ucapkan, berbagai sumber tertulis, serta tulisan – tulisan yang ada pada situs internet dan sejenisnya yang mendukung analisa peneliti tentang simbol – simbol dan pesan yang terdapat pada sebuah film.

c. Study Pustaka

Melalui penelusuran literature untuk mencari data mengenai teori – teori yang dapat mendukung penelitian.

3.6. Teknik Analisis Data

Pada studi semiotik, terdapat tiga elemen sebagai wilayah studinya (Fiske, 1996:40), yaitu :

1. The Sign, wilayah terdiri atas studi yang mempelajari tentang tanda – tanda (signs) yang sangat beragam, cara – cara signs tersebut memberikan makna, serta cara – cara signs berhubungan dengan orang – orang yang menggunakan signs tersebut. Dalam hal ini, signs merupakan konstruksi manusia dan hanya dapat dipahami oleh orang – orang yang menciptakannya.

2. The Codes, wilayah ini mempelajari tentang cara – cara yang ditempuh untuk mengembangkan kode – kode yang beraneka ragam agar sesuai dengan kebutuhan – kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk mengeksploitasi media komunikasi yang sesuai untuk transmisi pesan – pesan mereka.

3. The Culture (budaya), wilayah ini merupakan ’lingkungan’ diman sigs dan codes digunakan.

Berkaitan dengan penelitian ini, maka yang digunakan sebagai wilayah studi adalah element the sign, karena di dalam penelitian ini nantinya hanya akan menganalisis signs/sistem tanda yang merepresentasikan melalui tokoh – tokoh perempuan dalam film. Selanjutnya sesuai dengan pendapat Fiske, analisis semiotik pada film akan dibagi menjadi 3 (tiga) level, yaitu level realitas, level representasi, dan level ideologi. Pada level realitas, dianalisis beberapa kode – kode sosial yang merupakan realitas dapat berupa :

1. Kostum dan make up yang digunakan oleh pemain dalam film ”Pasir Berbisik” 2. Lingkungan/setting yang ditampilkan dari cerita pemeran

3. Dialog yang mempunyai hubungan dengan representasi keberadaan perempuan Pada level representasi (representation), yang akan diamati meliputi kerja kamera, yaitu Long Shot, Medium Shot, dan Close Up. Pada teknik editing digunakan untuk mmilih scene yang ada hubungannya dengan unsur – unsur kekerasan dan pencahayaan untuk mengetahui karakter pemain yang ditranmisikan sebagai kode – kode representasi yang bersifat konvensional.

Namun, pada penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada suara dan penataan musik yang ada dalam level representasi, karena keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap pembahasan representasi perempuan dalam film PASIR BERBISIK. Level representasi ini membantu dalam melakukan analisis pada level realitas.

Dokumen terkait