• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Untuk analisis, dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu

Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Indonesian

Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), dan PT Saraswanti Indo Genetech (SIG) Bogor, yang di mulai pada bulan Nopember 2010 sampai bulan Desember 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah daun dari klon tebu transgenik IPB 1 dan isogenik, es, aquadest, HClO4, HNO3, NH4 Molibdat, H3BO4, H2SO4 pekat,

Larutan Bray, NaOH 50%, HCl pekat, indicator Conway, Paraffin cair, Na acetat

pH 5, larutan AAM (aseton : 5 N asam sulfur : 10 mM amonium molibdat dengan perbandingan 1:1:2), asam sitrat, asam borax, agarose, ethidium bromida,

kloroform, isoamilalkohol, penol, etanol absolut, etanol 70%, CTAB, mercapto,

RNAse, aquabidest, tris HCl, asam asetat, EDTA, master mix, primer EC1, EC3

dan SYBR green.

Alat-alat yang digunakan: oven, mortal dan pestle, pipet, mikropipet, tabung eppendorf, erlenmeyer, timbangan, hot plate, stirer, termometer, kuvet, autoklaf, sarung tangan, masker, sentrifuse, perangkat elektroforesis, real-time PCR, freezer, spektrofotometer.

Rancangan Percobaan

1) Percobaan pada umur 3 bulan setelah tanam, dilakukan secara deskripsi pada ulangan 1, dengan jumlah sampel 96 (24 klon tebu x 4 aras pemupukan).

2) Percobaan pada umur 6 bulan setelah tanam dirancang berdasarkan rancangan split plot dalam RAK.

Rancangan split plot dalam RAK (Rancangan Acak Kelompok), pada penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu faktor A sebagai petak utama: pemupukan Nitrogen (N) dan Fosfor (P). Faktor B sebagai anak petak: klon tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 sebagai kontrol.

- Klon tebu transgenik IPB 1 adalah klon yang berasal dari kultivar PS 851 yang telah mengalami penyisipan gen fitase.

- Klon tebu isogenik adalah klon yang mempunyai latar belakang genetika yang lebih seragam, digunakan untuk memantau perubahan klon tebu transgenik (Hifni dan Kardin 1998).

Pemupukan N dan P terdiri atas 4 aras perlakuan. Aras perlakuan yang dimaksud yaitu: perlakuan a: pemupukan N 50% dan P 50%, perlakuan b: pemupukan N 100% dan P 50%, perlakuan c: pemupukan N 50% dan P 100%, perlakuan d: pemupukan N 100% dan P 100%. Pupuk yang digunakan adalah pupuk ZA, SP 36, dan KCl. Pemupukan normal untuk tanaman tebu adalah 8 ku ZA/ha, 2 ku SP 36/ha, dan 1 ku KCl/ha. Selain pemupukan N dan P, dilakukan juga pemupukan K yang diberikan sesuai dengan rekomendasi. Pupuk ZA 50% dan SP 36 100% dari perlakuan, diberikan pada saat tanam. Kemudian pupuk ZA 50% dari perlakuan dan KCl sesuai rekomendasi diberikan pada saat tanaman berumur 1,5 bulan setelah tanam. Penanaman dilakukan pada minggu kedua bulan Juli tahun 2010 (Surendra 2011, komunikasi pribadi).

Klon tebu transgenik IPB 1 yaitu: A: IPB 1-34, B: IPB 1-56, C: IPB 1-59, D: IPB 1-6, E: IPB 1-37, F: IPB 1-7, G: IPB 1-3, H: IPB 1-46, I: IPB 1-40, J: IPB 1- 53, K: IPB 1-36, L: IPB 1-2, M: IPB 1-62, N: IPB 1-12, O: IPB 1-51, P: IPB 1-71, Q: IPB 1-4, R: IPB 1-55, S: IPB 1-1, T: IPB 1-52 U: IPB 1-5, V: IPB 1-17, W: IPB 1-21, X: PS 851 (Lampiran 3). Total kombinasi perlakuan adalah 24 klon tebu (23 klon tebu transgenik IPB 1 dan 1 klon tebu isogenik) x 4 aras pemupukan N dan P = 96 perlakuan. Tiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 288 unit percobaan. Ulangan 1 berada dekat saluran irigasi, kemudian ulangan 2 dan ulangan 3 yang berada dekat saluran drainase (Surendra 2011, komunikasi pribadi). Peubah yang diamati adalah aktivitas fitase. Selain melihat data aktivitas fitase yang diperoleh, juga melihat data kandungan N dan P, kandungan klorofil pada umur 6 bulan (data Nugraha 2012) dan produksi (data Rahmatullah 2012).

Data yang diperoleh dianalisis dengan mengggunakan Statistical Analysis Software (SAS) dengan model split plot dalam RAK untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Perlakuan yang berpengaruh dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%, untuk mengetahui beda nyata antar perlakuan. Berdasarkan data yang diperoleh pada umur 3 dan 6 bulan, dilakukan seleksi klon tebu dengan melihat rerata klon tebu pada setiap peubah. Nilai

rerata peubah kandungan N dan P, kandungan klorofil (rasio rerata klorofil a/b), aktivitas fitase dan produksi dari klon tebu transgenik IPB 1 yang lebih tinggi dari kontrol (PS 851), menjadi klon tebu transgenik yang terseleksi. Klon tebu transgenik IPB 1 terseleksi yang produksi biomassa dan gula yang tinggi, dipilih menjadi klon terbaik tebu transgenik IPB 1.

Model linier aditif untuk rancangan split plot dalam RAK dapat dituliskan sebagai berikut:

i =1,2,3,4 (a) j = 1,2,3,4,…,β4 (b) k=1,2,3 (r)

Yijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan

ulangan ke- k

 : komponen aditif dari rataan

i : pengaruh petak utama A (aras pemupukan N dan P) taraf ke-i

j : pengaruh anak petak B (klon tebu) taraf ke-j

k : pengaruh blok taraf ke-k (blok/kelompok, dalam penelitian ini

disebut dengan ulangan)

()ij : komponen interaksi dari faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j

(α )ik : sisaan petak utama (blok x A)

Tahapan Penelitian

Gambar 1 Diagram alir penelitian, garis putus-putus ( - - - -) merupakan keterkaitan penelitian yang dilakukan secara terpisah

Pengambilan sampel umur 6 bulan setelah tanam Pengambilan sampel

umur 3 bulan setelah tanam

Data keragaan: - diameter batang - tinggi batang - jumlah batang Analisis Laboratorium: Aktivitas fitase Analisis Laboratorium: - Kandungan N

(metode pengabuan basah) - Kandungan P

(metode pengabuan basah) - Kandungan klorofil

(metode wintermans dan De Mots) - Aktivitas fitase

(metode Greiner)

Deteksi gen fitase

(real-time PCR)

Seleksi klon (skoring): - 7 klon tebu transgenik IPB 1 - 1 klon tebu isogenik PS 851

Analisis Laboratorium: - Kandungan N - Kandungan P

Umur 12 bulan setelah tanam Data: - Produksi tebu

- Rendemen - Produksi gula

Klon terbaik tebu transgenik IPB 1 yang memiliki efisiensi tinggi terhadap penggunaan pupuk N dan P, kandungan klorofil tinggi, aktivitas fitase tinggi dan produksi biomassa dan gula yang tinggi dibandingkan dengan kontrol

Analisis Laboratorium: Kandungan klorofil

Seleksi klon tebu transgenik IPB 1

(Klon tebu transgenik yang memiliki nilai peubah: kandungan N dan P, kandungan klorofil (rasio rerata klorofil a/b), aktivitas fitase dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (PS 851))

Pengambilan Sampel

1. Pengambilan sampel daun pada umur 3 bulan setelah tanam dilakukan pada seluruh klon tebu pada ulangan 1 yang berjumlah 96 sampel, untuk memberikan gambaran pertumbuhan awal dengan mengetahui kandungan N, P, klorofil dan aktivitas fitase.

2. Pengambilan sampel pada umur 6 bulan setelah tanam dilakukan pada seluruh klon tebu pada ulangan 1, 2 dan 3. Sampel yang di ambil terdiri atas daun dan meristem yang berjumlah 288 sampel. Daun digunakan untuk pengukuran aktivitas fitase dan meristem digunakan untuk deteksi gen fitase.

Teknik Sampling

Sampel daun tebu transgenik diambil dari Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Daun yang diambil adalah daun ke dua dari bawah dari setiap klon tebu transgenik IPB 1 yang masih berwarna hijau dan belum mengalami klorosis, untuk analisis N dan P. Untuk analisis kandungan klorofil dan aktivitas fitase diambil daun ke tiga dari atas, sedangkan untuk deteksi gen fitase dengan menggunakan meristem pucuk. Sampel diambil ketika tebu transgenik berumur 3 bulan dan 6 bulan setelah tanam.

Daun yang telah dipotong, dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan di dalam kotak pendingin. Untuk analisis kandungan klorofil, aktivitas fitase dan deteksi gen fitase, sampel disimpan di dalam freezer supaya tetap dalam keadaan segar. Daun untuk analisis N dan P, dikeringkan di dalam oven selama 48 jam pada suhu 60oC, kemudian digiling dan disimpan dalam plastik untuk selanjutnya dilakukan analisis.

Analisis Laboratorium

Analisis kandungan N dan P. Analisis kandungan N dan P dilakukan dengan metode Pengabuan Basah yaitu dengan cara sebagai berikut: sampel daun tebu yang telah digiling halus ditimbang sebanyak 0,5 g, dan dimasukkan ke dalam labu didih (labu destruksi). Kemudian ditambahkan H2O2 5 ml dan H2SO4 5 ml (campuran berwarna putih), dipanaskan dengan suhu 230 0C selama ± 1 jam, lalu didinginkan. Selanjutnya, ditambahkan kembali 1 ml H2O2, kemudian

dipanaskan lagi dengan suhu 230 0C selama 30 menit. Setelah dingin, aquadest

± 25 ml ditambahkan, kemudian disaring dengan kertas saring dan ditambah aquadest lagi hingga mencapai 50 ml. Hasil destruksi ini disimpan dan dapat

digunakan untuk mengukur kandungan hara jaringan tanaman, selain kandungan N dan P, juga K, Ca, Mg, Na dan unsur mikro.

Kandungan N (N total). Kandungan N dianalisis dengan cara sebagai berikut: hasil destruksi dipipet 25 ml ke dalam erlenmeyer, 100 ml aquadest dan 20 ml NaOH (teknis) 50% ditambahkan ke dalam erlenmeyer tersebut, kemudian dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer lain yang telah berisi H3BO3 10 ml dan indikator Conway 5 tetes (1 tetes ± 0,05 ml), hingga mencapai volume ± 100 ml (larutan berwarna hijau). Larutan berwarna hijau tersebut dititrasi dengan HCl 0,05 N hingga warna berubah menjadi merah, kemudian dicatat jumlah titrasi (ml) yang digunakan. Selain sampel, juga dibuat blanko dengan prosedur yang sama. Besarnya kandungan N dapat diketahui dengan rumus: ml HCl (contoh – blanko) x 14 x 1000 Kandungan N (ppm) = Berat sampel Kandungan N (ppm) Kandungan N (%) = 10000

Kandungan P (P total). Kandungan P dianalisis dengan cara sebagai berikut: hasil destruksi dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan PB 5 ml dan PC 5 tetes (biru tua). Selain sampel, juga dibuat standar 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm dan 5 ppm. Kemudian sampel dan standar diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Besarnya kandungan P dapat diketahui dengan rumus:

50 ml 10 ml

Kandungan P (ppm) = x x absorban x rata-rata kurva standar 0,5 2

Kandungan P (ppm) Kandungan P (%) =

Analisis Kandungan Klorofil. Analisis kandungan klorofil dilakukan berdasarkan metode Wintermans dan De Mots (1965), dengan cara sebagai berikut: sampel daun ditimbang 0,1 g, dicuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan dengan menggunakan kertas pengering (tissue) dan dipotong kecil- kecil (kira-kira lebar 2 mm). Daun tersebut ditempatkan dalam mortal, dan ditambah 500 µl borat 10 mM dingin kemudian digerus menggunakan pestle. Hasil gerusan dimasukan dalam tabung eppendorf 1,5 ml, dan disentrifugasi dengan kekuatan relatif 21382 xg selama 10 menit. Supernatannya diambil dan dimasukan dalam eppendorf yang lain. Supernatan tersebut dipindahkan sebanyak 50 µl (tergantung jumlah supernatan yang diperoleh) dalam eppendorf yang lain lagi, kemudian ditambahkan etanol hingga volume mencapai 1000 µl,

kemudian divortek. Campuran supernatan dan etanol diinkubasi pada suhu 4 0C

dalam ruang gelap selama 30 menit, kemudian disentrifugasi dengan kekuatan relatif 9503 xg selama 5 menit. Campuran supernatan tersebut dipindahkan ke

dalam kuvet, kemudian diukur absorbannya dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 649 nm dan 665 nm. Etanol 96% digunakan sebagai pembanding. Kandungan klorofil dapat diketahui dengan rumus:

Klorofil a = (13,7 x λ 665) –(5,76 x λ 649) = µg klorofil ml-1

Klorofil b = (β5,8 x λ 649) –(7,60 x λ 665) = µg klorofil ml-1 Rasio klorofil a/b = klorofil a : klorofil b

Analisis Aktifitas Fitase. Analisis aktivitas fitase dilakukan dengan menggunakan metode Greiner (tidak dipublikasikan), dengan cara sebagai berikut: sampel daun yang telah dibersihkan ditimbang sebanyak 0,1 g, dan dimasukan dalam mortal. 0,1 M Na-acetat pH 5 sebanyak 350 µl ditambahkan ke dalam mortal, kemudian digerus menggunakan pestle. Hasil gerusan dimasukan ke dalam eppendorf, kemudian diinkubasi selama 3 jam pada suhu 4oC sambil dikocok. Setelah diinkubasi, selanjutnya disentrifugasi dengan kekuatan relatif 9503 xg selama 10 menit dan kemudian supernatannya diambil (sumber enzim kasar). Sebanyak 50 µl enzim kasar dipindahkan ke dalam eppendorf yang lain (eppendorf 2 ml). 0,1 M Na acetat pH 4,5 sebanyak 175 µl dan 1,5 mM phytate sebanyak 175 µl ditambahkan ke dalam eppendorf tersebut . Selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit. Setelah inkubasi, ditambahkan larutan AAM (aceton : 5N asam sulfat :10mM ammonium molibdat,

dengan perbandingan 2:1:1) sebanyak 1,5 ml dan asam sitrat sebanyak 100 µl. Larutan diukur absorbannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 355 nm. Besarnya aktivitas fitase dapat diketahui dengan rumus:

Keterangan:

∆E = Esampel– Eblanko

Esampel = Absorban larutan sampel Volume total = 2000 µl

Eblanko = Absorban larutan tanpa enzim Volume enzim = 50 µl

∑ = 8,7 cm2 µmol-1 (tetapan Greiner) t = 30 menit

Secara visual aktivitas fitase akan membentuk warna kekuningan (yang menunjukan suasana agak asam) pada larutan sampel bila dibandingkan dengan larutan blanko. Hal ini disebabkan adanya aktivitas fitase yang menguraikan fitat dalam larutan sampel. Satu unit aktivitas fitase didefinisikan sebagai ukuran fosfat anorganik yang dapat dibebaskan oleh setiap 1 ml larutan enzim kasar

dalam waktu 30 menit pada suhu 370C.

Deteksi Gen Fitase. Deteksi gen fitase yang telah disisipkan dapat diketahui dengan mengisolasi DNA dan dilanjutkan dengan analisis PCR. Isolasi DNA dilakukan dengan metode CTAB, yaitu dengan cara sebagai berikut:

sampel ditimbang sebanyak 0,1 gram, lalu digerus dalam mortal dengan N2 cair.

Hasil gerusan dimasukan dalam eppendorf yang telah berisi 600 µl buffer CTAB

dan 1,2 µl mercapto. Eppendorf dibolak-balik supaya hasil gerusan tercampur

dengan baik, dan kemudian diinkubasi pada suhu 650C selama 30-60 menit. Setelah inkubasi, eppendorf diletakkan dalam wadah yang berisi es dan ditambahkan ke dalam eppendorf tersebut kloroform dan isoamilalkohol dengan perbandingan 24:1 sebanyak 600 µl. Selanjutnya disentrifugasi dengan kekuatan relatif 9503 xg selama 10 menit pada suhu 4 0C. Supernatan (fase atas) dipindahkan ke dalam eppendorf yang lain. Supernatan tersebut dicampur dengan penol, kloroform, isoamilalkohol, dengan perbandingan (25:24:1) sebanyak 1 kali volume supernatan yang diperoleh. Setelah larutan bercampur

U ∆E Volume total = x

dengan baik, selanjutnya disentrifugasi dengan kekuatan relatif 9503 xg selama 10 menit. Supernatan dipindahkan dalam eppendorf yang lain lagi dan ditambahkan natrium acetat 2M pH 5,2 sebanyak 0,1 kali volume supernatan. Etanol absolut juga ditambahkan sebanyak 2 kali volume supernatan tersebut. Eppendorf dibolak-balik supaya supernatan dan larutan yang ditambahkan bercampur dengan merata. Kemudian disimpan dalam freezer minimal 1 jam. Setelah disimpan di freezer, disentrifugasi dengan kekuatan relatif 9503 xg

selama 30 menit pada suhu 4 0C. Supernatannya dibuang dan peletnya diambil.

Pelet yang diambil, ditambahkan etanol 70% ± 500 µl dan disentrifugasi kembali dengan kekuatan relatif 9503 xg selama 5 menit pada suhu 4 0C. Setelah sentrifugasi, etanol kemudian dibuang, dan peletnya dikeringkan. Setelah pelet

kering, ditambahkan ddH2O sebanyak 20 µl (dilarutkan). Kemudian ditambahkan

RNAse 0,2 kali volume larutan pelet. Larutan pelet tersebut disimpan selama 10 menit pada suhu 37 0C dan 10 menit pada suhu 70 0C, selanjutnya disimpan dalam freezer. Untuk mengetahui kuantitas dan kualitas DNA yang diperoleh, dilakukan pengukuran spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm serta elektroforesis pada gel agarose 1%.

Menurut Santosa et al. (2004), analisis PCR dilakukan untuk mengetahui integrasi gen pada tanaman dengan menggunakan primer spesifik untuk gen

fitase. Primer tersebut adalah EC1: 5’CA GGC TCT ATC CGC TAA TCG-3’ dan

EC3: 5’-GG CGC GGT GGG GCA ATA ATC-3’ (Greiner, tidak dipublikasikan). Prinsip metode yang digunakan adalah mengamplifikasi fagmen DNA yang telah

diisolasi dengan menggunakan real-time PCR. Program termal untuk setiap

reaksi diatur sebagai berikut: pra PCR pada 950C selama 5 menit, denaturasi pada 95oC selama 30 detik, annealing pada 55oC selama 40 detik dan

pemanjangan pada 72oC selama 50 detik. Jumlah setiap campuran reaksi adalah

20 µl larutan yang mengandung 7 µl dd H2O, 1 µl masing-masing primer spesifik untuk gen fitase (1 µl EC1 dan 1 µl EC3); 1 µl DNA dari tanaman dan 10 µl SYBR green. Reaksi dijalankan pada real-time PCR sebanyak 40 siklus.

Dokumen terkait