• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHUULUAN

G. Metode Penelitian

Menurut Nasir dalam Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa metode penelitian ialah cara utama yang dipergunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan. Penelitian juga merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi.

Hal ini disebabkan oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan

67

kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Melalui proses tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.66

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum dan penelitian terhadap sinkronisasi hukum67. Metode penelitian normatif disebut juga penelitian doctrinal (dokrtinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis dalam buku (law as it is in the book), maupun hukum yang diperlukan hakim melalui proses pengadilan (law is detected by the judge through judicial progress).68

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder.

Data sekunder adalah data atau bahan hukum, yang terdiri dari doktrin (pendapat ahli), dokumen-dokumen pendukung (misalnya bahan sejarah hukum, hukum dari negara lain, dan sebagainya), hasil penelitian hukum yang sudah perna ada, dan lain-lain.69 Adapun sumber data penelitian dalam skripsi ini diperoleh dari bahan-bahan hukum sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu :Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

66 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta, Raja Grafindo, 2001), hlm.1

67 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peneltian Hukum Normatif, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.38

68 Ibid, hlm.39

69 Munir Fuady, Metode Riset Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2018), hlm. 158

68

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal, surat kabar, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya.

c. Bahan hukum tersier, yaitu berupa bahan-bahan yang memberi petunjuk apapun maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, berupa kamus dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (library research) yakni penelitian yang menunjukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya penelitian, dimana peneliti dapat memilih dan menelaah bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan guna dapat memecahkan dan menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan.70

Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan penelitian.71 Dari studi kepustakaan ini akan diperoleh manfaat berupa:

a. Diperoleh konsep-konsep dan teori-teori yang bersifat umum yang berkaitan dengan permasalahan penelitian;

b. Melalui prosedur logika deduktif, akan dapat diterik kesimpulan spesifik yang mengarah pada penyusunan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitiannya;

70 Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006), hlm. 21

71 Bambang Sunggono, Op cit, hlm. 112

69

c. Akan diperoleh informasi empirik yang spesifik yang berkaitan dengan permasalahan penelitian;

Melalui prosedur logika induktif, akan diperoleh kesimpulan umum yang diarahkan pada penyusunan jawaban teoretis terhadap permasalahannya.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, dimana tiap bab terbagi atas beberapa sub bab, untuk mempermudah pemahaman akan skripsi ini maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah/Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Hukum Pidana Indonesia. Bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni pembahasan tentang Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta Tindak Pidana Pembunuhan dan kaitannya dengan Undang-Undang Diluar KUHP

BAB III Pembuktian Unsur “Dengan Sengaja” Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Yurisprudensi Nomor 1/Yur/Pid/2018. Bab ini terdiri dari tiga sub bab yakni membahas tentang Kesengajaan Dalam Hukum Pidana, serta Hal Yang Menjadi Dasar Dikeluarkannnya Yurisprudensi No. 1/Yur/Pid/2019, serta Kaidah Hukum Yang Terdapat Dalam Yurisprudensi Nomor 1/Yur/Pid/2018

70

BAB IV Penerapan Yurisprudensi Nomor 1/Yur/Pid/2018 Pada Pembuktian Unsur “Dengan Sengaja” Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Putusan No.

6/Pid.Sus-Anak/2019/PN Psr Dan No. 683/Pid.B/2019/PN Sky). Bab ini terdiri atas tiga sub bab yang membahas mengenai Yurisprudensi Sebagai Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara, Penerapan Yurisprudensi Nomor 1/Yur/Pid/2018 Pada Pembuktian Unsur Kesengajaan Dalam TIndak Pidana Pembunuhan (Studi Putusan No. 6/Pid.Sus-Anak/2019/PN Psr Dan No.

683/Pid.B/2019/PN Sky), serta Analisis Kasus Putusan Nomor 6/Pid.Sus-Anak/2019/PN Psr Dan Putusan Nomor 683/Pid.B/2019/PN Sky.

BAB V Terdiri atas kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan bab akhir yang akan merumuskan keseimpulan yang didapat berdasarkan uraian dan pembahasan terhadap pokok permasalahan yang timbul dalam penelitian ini.

Kemudian dari hasil penulisan tersebut akan diakhiri dengan saran-saran.

71 BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

A. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Sengaja 1. Tindak Pidana Pembunuhan Pokok

Tindak pidana pembunuhan biasa sering juga disebut denganistilah tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok.72 Tindak pidana ini diatur di dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barang siapadengansengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

Apabila rumusan tersebut dirinci unsur-unsurnya, maka terdiri dari:73 a. Unsur Obyektif

1) Perbuatan: menghilangkan nyawa;

2) Obyeknya: nyawa orang lain b. Unsur subyektif : Dengan Sengaja

Perlu dikemukakan, bahwa perbuatan menghilangkan nyawa orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP harus memenuhi 3 syarat yaitu:74

a) Adanya wujud perbuatan b) Adanya akibat berupa kematian

c) Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara perbuatan dengan akibat yang berupa kematian.

72 Tongat, Loc.cit, hlm. 5

73 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap…, Op.cit, hlm. 57

74 Tongat, Loc.cit, hlm. 5

37

37

Dalam tindak pidana pembunuhan Pasal 338 KUHP syarat adanya wujud perbuatan tersebut mengandung pengertian bahwa perbuatan menghilangkan nyawa orang lain itu harus lah merupakan perbuatan yang positif atau aktif walaupun dengan perbuatan sekecil apapun.75 Wujud perbuatan di atas tidak menunjuk pada perbuatan tertentu, tetapi bersifat abstrak sehingga wujud perbuatan menghilangkan nyawa dalam konteks Pasal 338 KUHP tersebut dapat berupa bermacam macam perbuatan, seperti membacok, memukul, memanah, membenturkan, termasuk perbuatan perbuatan-perbuatan yang hanya sedikit saja menggerakkan anggota tubuh seperti meracun dan lain sebagainya.76 Rumusan Pasal 338 dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai “menghilangkan nyawa” orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materiil.77

2. Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dikualifikasikan

Tindak pidana pembunuhan ini diatur dalam Pasal 339 KUHP yang berbunyi

“Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana bila tertangkap tangan, ataupun memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”

Tindak pidana pembunuhan dalam Pasal 339 KUHP pada hakikatnya merupakan jenis tindak pidana pembunuhan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal

75 Ibid.

76 Ibid.

77 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap…, Loc.cit, hlm.. 57

38

38

338 KUHP yang oleh karena ada unsur yang memberatkan diancam dengan pidana yang lebih berat.78

Unsur-Unsur penting dalam tindak pidana ini yang perlu diperhatikan, yaitu:79

a. Unsur objektif, yaitu:

1) Perbuatan pembunuhan biasa (doodslag);

2) Perbuatan itu diikuti, disertai atau didahului dengan tindak pidana lain.

b. Unsur subjektif:

Perbuatan itu dilakukan dengan maksud untuk: mempersiapkan;

mempermudah; jika tertangkap dapat melepaskan diri bersama kawan kawan dari hukuman; menjamin barang yang didapatnya dengan melawan hak.

Unsur diikuti oleh tindak pidana lain dalam, komteks Pasal 339 KUHP mengandung pengertian bahwa pembunuhan itu dilakukan terlebih dahulu yang kemudian diikuti oleh tindak pidana lain. Contohnya Jeki ingin merampok sepeda motor dari seorang pria yang sedang berkendara di depannya, untuk mempermudah aksinya jeki pun membunuh pria tersebut dan kemudian membawa lari sepeda motornya.

Unsur “disertai” tindak pidana lain berarti antara tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana lain dilakukan secara bersamaan atau serentak yang mana tindak pidana pembunuhan ini dimaksudkan untuk memperlancar atau

78 Tongat, Op.cit, hlm. 9

79 Ismu Gunadi Dan Jonaedi Efendi, Op.cit, hlm. 108

39

39

mempermudah tindak pidana lain itu. Contoh:80 ketika seorang pemuda

“menindih” tubuh seorang gadis yang hendak diperkosanya dan sedang asik berusaha memenuhi hasrat birahinya yang meluap, tiba tiba datang bapak dari gadis itu untuk menolong karena mendengar teriakan anak gadisnya. Melihat kedatangan si bapak gadis itu, seketika timbul kehendak pemuda itu untuk membunuh bapak si gadis, maka ditikamnya dengan pisau belati yang tadi digunakannya untuk mengancam gadis itu, sehingga matilah bapak si gadis itu.

Setelah itu, dilanjutkannya tindak pidana pemerkosaan terhadap si gadis itu hingga pemuda itu berhasil “menggagahi” gadis itu.

Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa antara tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana lain dilakukan secara bersamaan, karena meskipin tindak pidana lain diselesaikan setelah tindak pidana pembunuhan dilakukan namun tindak pidana pembunuhan tersebut dilaksanakan setelah tindak pidana lain tersebut sudah terjadi.

Unsur “didahului” oleh tindak pidana lain berarti tindak pidana pembunuhan terjadi setelah diselesaikannya tindak pidana lain itu. Tindak pidana pembunuhan ini dimaksudkan untuk :81

a) Untuk menyelamatkan diri sendiri atau peserta lain dari pidana; atau b) Untuk tetap menguasai benda yang diperoleh secara melawan hukum.

Contoh :

Jeki melakukan pencurian kendaraan bermotor di parkiran salah satu minimarket, pada saat melakukan aksinya, jeki tertangkap oleh satpam dan

80 Tongat, Op.cit, hlm. 11

81 Ibid.

40

40

berusaha melarikan diri dengan cara menusuk belati di bagian perut satpam tersebut sehingga ia tewas.

3. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

Tindak pidana ini diatur di dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”

Rumusan pasal di atas terdiri dari unsur-unsur:82 a) Unsur Subyektif:

1) Dengan sengaja;

2) Dan dengan rencana terlebih dahulu;

b) Unsur Obyektif

1) Perbuatan : menghilangkan nyawa;

2) Obyeknya : nyawa orang lain

Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti Pasal 338 ditambah dengan adanya unsur rencana terlebih dahulu.83

Menurut R. Soesilo dalam Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi84 “direncanakan terlebih dahulu” (voorbedachte) yaitu: antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaannya itu masih ada tempo bagi si pembuat untuk dengan tenang memikirkannya misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu akan dilakukannya. Tempo ini juga tidak terlalu sempit juga tidak terlalu lama, yang terpenting dalam itu si pembuat “dengan tenang”,asih dapat berpikir, yang

82 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap…, Op.cit, hlm. 81

83 Ibid.

84 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Op.cit, hlm. 110

41

41

sebenarnya ia masih ada kesempatan membatalkan niatnya, akan tetapi waktu itu tidak digunakannya.

Pada dasarnya jika dicermati lebih dalam, unsur dengan rencana terlebih dahulu yang terkandung dalam Pasal 340 KUHP mengandung tiga syarat, yaitu:85

a) Kehendak yang diputuskan dalam keadaan tenang.

b) Waktu untuk berpikir cukup sejak timbulnya niat (kehendak) sampai dengan pelaksanaan kehendak itu.

c) Pelaksanaan kehendak itu dilakukan dalam keadaan tenang.

4. Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Anak

Tindak pidana pembunuhan terhadap bayi atau anak yang baru dilahirkan diatur dalam Pasal 341 KUHP dan Pasal 342 dengan rumusan sebagai berikut:

Pasal 341 KUHP

“Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak dihukum karena pembunuhan anak dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun.”

Apabila rumusan itu dirinci, maka akan terdiri dari unsur-unsur:86 1. Unsur-unsur obyektif terdiri dari:

a. Petindaknya : seorang ibu;

b. Perbuatannya : menghilangkan nyawa;

c. Obyeknya : nyawa bayinya;

d. Waktunya : (1) pada saat bayi dilahirkan

85 Ibid, hlm. 111

86 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap…, Op.cit, hlm. 87-88

42

42 (2) tidak lama setelah bayi dilahirkan

e. Motifnya : karena takut diketahui melahirkan 2. Unsur Subyektif : dengan sengaja

Pasal 342 KUHP

“Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang diambil sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, menghilangkan jiwa anaknya itu pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu dihukum karena membunuh bayi secara berencana dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun.”

Perbedaan antara Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP adalah bahwa pada Pasal 342 KUHP, telah direncanakan terlebih dahulu yang artinya sebelum melahirkan bayi tersebut, telah diipikirkan dan telah ditentukan cara-cara melakukan pembunuhan itu dan telah mempersiapkan alat-alatnya.87

5. Tindak Pidana Pembunuhan Atas Permintaan Korban

Menurut Adami Chazawi dalam Ismu Gunadi dan Jonaedi Effendi 88Istilah pembunuhan jenis ini dikenal dengan euthanasia atau mercy killing. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 344 KUHP dengan rumusan pasal sebagai berikut:

“Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri, yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun”

Kejahatan yang dirumuskan tersebut di atas, terdiri dari unsur sebagai berikut:89

a. Perbuatan : Menghilangkan nyawa

87 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Nyawa Dan Tubuh: Pemberantasan Dan Prevensinya, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm. 44

88 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Op.cit, hlm. 115

89 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap…, Op.cit, hlm. 102

43

43 b. Obyek : Nyawa orang lain

c. Atas permintaan orang itu sendiri

d. Yang jelas dinyatakan dengan sungguh sungguh.

Perbedaan yang nyata antara pembunuhan 344 dengan pembunuhan 338, ialah terletak bahwa pembunuhan 344 terdapat unsur atas permintaan korban sendiri yang dinyatakan dengan sungguh-sungguh.

6. Tindak Pidana Menghasut Untuk Bunuh Diri

Jenis tindak pidana ini diatur dalam Pasal 345 KUHP dengan rumusan pasal

“Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, kalau orang tersebut jadi bunuh diri”. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam jenis tindak pidana ini adalah:90

a. Unsur objektif :

1) Membujuk orang lain untuk bunuh diri 2) Menolong orang lain untuk bunuh diri 3) Memberi bantuan untuk bunuh diri 4) Perbuatan bunuh diri telah terlaksana b. Unsur Subjektif:

Perbuatan dilakukan dengan sengaja

90 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Op.cit, hlm. 116

44

44

Berdasarkan pada unsur perbuatan, kejahatan yang diatur dalam Pasal 345 KUHP dapat dibagi kedalam tiga bentuk, yakni:91

a. Bentuk pertama, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan mendorong orang lain untuk bunuh diri.

b. Bentuk kedua, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan menolong orang lain dalam melakukan bunuh diri

c. Bentuk ketiga, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan memberikan sarana pada orang yang diketahui akan bunuh diri.

7. Tindak Pidana Penguguran Kandungan

Kata “penguguran kandungan” adalah terjemahan dari “abortus provocatur”

yang dalam kamus kedokteran diterjemahkan dengan “membuat keguguran”.92 Penguguran kandungan diatur dalam Pasal 346, 347, 348, dan 349 KUHP yang akan dibahas di bawah ini:

1. Pasal 346 KUHP (tindak pidana pengguguran kandungan oleh si ibu) Adapun yang menjadi rumusan pasal ini adalah “Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain menyebabkan itu dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Unsur-unsur dari rumusan tersebut di atas adalah:93 Unsur obyektif

a. Petindak : seorang wanita

b. Perbuatan : (1) menggugurkan

91 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap…, Op.cit, hlm. 107

92 Leden Marpauung, Op.cit, hlm. 46

93 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap…, Op.cit, hlm. 112

45

45 (2) mematikan

(3) menyuruh orang lain menggugurkan; atau (4) menyuruh orang lain mematikan.

c. Obyeknya : Anak Kandungnya sendiri Unsur subyektif : dengan sengaja

2. Pasal 347 KUHP (tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan tanpa persetujuan perempuan yang mengandung)

Adapun yang menjadi rumusan dari Pasal 347 KUHP ini adalah sebagai berikut:

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diipidana denggan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Adapun yang menjadi unsur-unsur dari rumusan di atas adalah:94 Unsur-unsur obyektif:

1) Perbuatan : a) mengugurkan b) mematikan;

2) Obyek : kandungan seorang perempuan 3) Tanpa persetujuan perempuan itu

Unsur subyektif: dengan sengaja

3. Pasal 348 KUHP (tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan atas persetujuan perempuan yang mengandung)

Adapun yang menjadi rumusan dari pasal ini adalah:

94Ibid, hlm. 118-119

46

46

(1) Barangsiapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun 6 bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan mati perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

Yang menjadi perbedaan antara Pasal 348 dan Pasal 347 KUHP terdapat pada setuju atau tidaknya si perempuan untuk mengugurkan kandungannya.

4. Pasal 349 KUHP (tindak pidana penguguran atau pembunuhan kandungan oleh dokter, bidan, atau juru obat

Dalam tindak pidana pasal ini ancaman hukuman tidak dapat dikenakan seperti kepada setiap orang karena pelaku dalam tindak pidana ini telah ditentukan yaitu seorang dokter, bidan, atau juru obat. Adapun yang menjadi rumusan Pasal 349 KUHP ini adalah :

“Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan itu dilakukan.”

Pengaturan hukum mengenai pengguguran kandungan dalam KUHP dalam sudah dikesampingkan oleh peraturan yang lebi khusus atau lex specialis dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya disebut sebagai UU Kesehatan) banyak berdampak pada ketentuan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelumnya, seperti contohnya ketentuan mengenai larangan untuk melakukan aborsi sebagaimana yang sudah diatur di dalam KUHP.

Berdasarkan ketentuan Pasal 346 sampai Pasal 349 KUHP, tindakan aborsi secara jelas dan tegas dilarang kecuali apabila ada alasan penghapus pidana yang

47

47

dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana abortus tersebut yang diatur dalam Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 51 KUHP, dengan kata lain apabila terdapat alasan alasan lain yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut maka tindakan abortus tidak boleh dilakukan. Namun pada Pasal 75 Ayat (2) UU Kesehatan diberikan pengecualian terhadap keadaan-keadaan khusus sehingga seseorang dapat melakuukan abortus. Adapun yang menjadi rumusan dari Pasal 75 UU Kesehatan adalah sebagai berikut:

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehhamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetiik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan;

atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan ooleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Lebih lanjut pada Pasal 76 UU Kesehatan diberikan beberapa syarat tambahan yang harus dipenuhi sebelum dapat melaksanakan atau melakukan aborsi sesuai dengan Pasal 75 UU Kesehaan yakni:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

48

48

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri

Hal ini berbeda dengan apa yang diatur di dalam KUHP, dimana dalam Pasal 75 dan 76 UU Kesehatan diberikan kesempatan untuk melakukan aborsi bagi mereka yang memiliki keadaan-keadaan khusus yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan.

Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, bukan hanya syarat-syarat mengenai kapan aborsi dapat dilakukan atau tidak saja yang berubah, melainkan juga hukuman bagi mereka yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang juga turut berubah. Hal ini terjadi karena ketentuan dalam Pasal 346 sampai Pasal 349 KUHP tidak lagi digunakan. Adapun pasal yang digunakan untuk menjerat pelaku aborsi adalah Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Apabila kita lihat rumusan pasal tersebut, terdapat perbedaan dengan KUHP dimana dalam UU Kesehatan tidak lagi membedakan hukuman bagi para pelaku aborsi yang menyalahi ketentuan undang-undang.

49

49

B. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Tidak Disengaja

B. Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Tidak Disengaja

Dokumen terkait