• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pulau Hoga, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Gambar 8). Untuk pengamatan lokasi penyelaman dilakukan di 15 titik (Tabel 6), pengamatan lokasi snorkeling di 10 titik (Tabel 7), dan pengamatan lokasi rekreasi pantai dilakukan di 5 lokasi (Tabel 8). Jangka waktu penelitian dilaksanakan selama 10 bulan, dari bulan Februari 2011 – Desember 2011.

Gambar 8. Peta lokasi penelitian di Pulau Hoga Kabupaten Wakatobi Pemilihan Pulau Hoga sebagai lokasi penelitian karena didasari hal hal berikut:

1. Pulau Hoga adalah salah satu pulau kecil di Taman Nasional Wakatobi. 2. Pulau Hoga merupakan destinasi ekowisata bahari yang ramai dikunjungi

ekowisatawan domestik dan internasional yang dikelola Operation Wallacea bekerjasama dengan Yayasan Alam Wakatobi.

4. Pulau Hoga dikelola dua otoritas, yakni Pemda Kabupaten Wakatobi dan Balai Taman Nasional Wakatobi, dimana sebahagian kawasan terumbu karang pulau ini masuk dalam zona pemanfaatan pariwisata

5. Kabupaten Wakatobi adalah kabupaten kepulauan relatif baru dan menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan disamping perikanan.

Tabel 6. Posisi koordinat lokasi pengamatan untuk penyelaman

No Nama lokasi penyelaman Posisi Koordinat

Lintang Bujur

1 Buoy 1 05º 23’20,0’’S 123º 45’37,0’’E

2 Buoy 2 05º 28’52,9’’S 123º 45’54,5’’E

3 Buoy 3 05º 28’02,0’’S 133º 45’33,0’’E

4 Kasim’s Point 05º 28’01,3’’S 123º 45’40,5’’E

5 Baby Batfish 05º 27’49,2’’S 123º 45’40,5”E

6 Inner Pinnacle 05º 27’22,0”S 123º 45’33,0”E

7 Outer Pinnacle 05º 26’57,6”S 123º 45’14,1”E

8 Coral Garden 05º 26’50,0”S 123º 45’12,5”E

9 Blue Hole 05º 26’40,8”S 123º 45’29,8”E

10 North Wall 05º 26’52,8”S 123º 46’0,26”E

11 Hoga Timur 1 05º 27’31,7”S 123º 46’38,4”E

12 Hoga Timur 2 05º 27’54,3”S 123º 47’16,7”E

13 Hoga Timur 3 05º 28’37,4”S 123º 47’40,7”E

14 Hoga Selatan 1 05º 28’ 59,5”S 123º 46’5,7”E

15 Hoga Selatan 2 05º 28’ 47,9”S 123º 46’2,9”E

Tabel 7. Posisi koordinat lokasi pengamatan untuk snorkeling

No Nama Lokasi Posisi Koordinat

Lintang Bujur

1 Paparan Terumbu Barat 1 05º 28’17,63”S 123º 45’30,76”E

2 Paparan Terumbu Barat 2 05º 27’49,74”S 123º 45’26,73”E

3 Paparan Terumbu Barat 3 05º 27’27,41”S 123º 45’26,34”E

4 Paparan Terumbu Utara 1 05º 27’10,79”S 123º 45’55,57”E

5 Paparan Terumbu Utara 2 05º 27’19,00”S 123º 46’29,17”E

6 Paparan Terumbu Timur 1 05º 27’48,69”S 123º 46’58,75”E

7 Paparan Terumbu Timur 2 05º 28’21,25”S 123º 47’17,65”E

8 Paparan Terumbu Selatan 1 05º 28’49,23”S 123º 47’16,63”E

9 Paparan Terumbu Selatan 2 05º 28’43,23”S 123º 46’36,80”E

Tabel 8. Posisi koordinat lokasi pengamatan untuk rekreasi pantai

No Nama Lokasi Posisi Koordinat

Lintang Bujur

1 Pantai Hoga Besar 05º 28’19,30”S 123º 45’41,00”E

2 Pantai Kasim 05º 27’57,60”S 123º 45’41,52”E

3

4 Pantai Hoga UtaraPantai Hoga Timur 05º 27’34,34”S05º 27’44,62”S 123º 46’08,24”E123º 46’33,09”E

5 Pantai Hoga Selatan 05º 28’32,92”S 123º 45’53,65”E

3.2. Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan dibagi atas 5 tahapan (Gambar 9), sebagai berikut: 1. Analisis potensi ekowisata bahari menggunakan pendekatan kesesuaian

dan daya dukung ekologis. 2. Analisis dampak ekonomi.

3. Valuasi ekonomi sumber daya terumbu karang 4. Analisis stakeholder dan konflik antara stakeholder

5. Analisis keberlanjutan sumber daya ekowisata bahari berbasis keterpaduan stakeholder.

3.3. Jenis dan Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui pengukuran langsung terhadap parameter penelitian di lapangan, observasi (pengamatan lapangan), kuisioner, wawancara mendalam (indepth interview), dan melalui diskusi kelompok terfokus (focus group discussion/FGD). Data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur dan laporan hasil penelitian yang relevan, ataupun publikasi ilmiah yang diterbitkan oleh TNC WWF Wakatobi, Balai Taman Nasional Laut Wakatobi, Coremap II Kabupaten Wakatobi, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wakatobi, Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi, Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Aset Daerah (PPKAD) Kab. Wakatobi, LSM lokal, dan BPS Wakatobi (Tabel 9).

Metode penentuan responden untuk analisis dampak ekonomi dan analisis stakeholder menggunakan metode purposive sampling. Kelompok contoh dalam penelitian ini meliputi pengelola ekowisata bahari, wisatawan, masyarakat lokal,

dan instansi pemerintah dan para pengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan ekowisata bahari di Kabupaten Wakatobi.

Tabel 9. Parameter kebutuhan data yang diamati dan dianalisis dalam penelitian

Kategori Jenis Data Sumber

Data Metode Pengambilan Data

Ekologis 1.Terumbu karang

2.Ikan karang 3.Tumbuhan pantai 4.Biota berbahaya Primer dan sekunder LIT Visual sensus Pengamatan lapangan Pengamatan lapangan Oseanografi/

Kondisi fisik 1.Kecerahan2.Kedalaman 3.Arus 4.Tipe pantai 5.Lebar pantai 6.Material dasar 7.Kemiringan pantai 8.Ketersediaan air tawar

9. Lebar hamparan dasar karang

Primer dan sekunder

Secchi disk Tali pengukur dan konsul

Pelampung arus Pengamatan lapangan Pengukuran di lapangan

Pengamatan lapangan Sudut pandang dan meteran

Jarak dari sumber air tawar

Dari Peta Citra danGoogle Earth

Ekonomi 1. Dampak ekonomi

aktifitas ekowisata bahari 2. Valuasi ekonomi terumbu karang Primer dan sekunder

Kuisioner, wawancara, dan penelusuran laporan Opwall, TN Wakatobi, Coremap II Wakatobi, Dinas Pariwisata, BPS Wakatobi,

Dinas PPKAD Wakatobi

Sosial 1.Karakteristik dan

profil wisatawan 2.Sosial masyarakat 3.Demografi penduduk 4.Kelembagaan 5.Budaya masy. 6.Keamanan Primer dan sekunder

Kuisioner, wawancara, FGD, dan penelusuran laporan TNC WWF,

BTNL Wakatobi, Coremap II Wakatobi, Dinas Pariwisata, BPS

Wakatobi

Peta Peta Citra ALOS

Gambar 9. Alur penelitian Sumber daya terumbu karang sebagai modal

pengembangan ekowisata bahari

Analisis kesesuaian

(rekreasi pantai, wisata snorkeling, wisata selam) Analisis daya dukung ekologis

Valuasi ekonomi terumbu karang (travel cost method/TCM)

Analisis keberlanjutan sumber daya terumbu

karang(multidimensional scaling)

Pengelolaan ekowisata bahari secara terpadu dan berkelanjutan kuat

Analisis stakeholder Analisis dampak ekonomi

(efek pengganda)

Masukan

Proses

Metode pemilihan responden untuk melihat gambaran umum wisatawan dan nilai ekonomi terumbu karang menggunakan metode convenience sampling, yakni pemilihan responden berdasarkan atas kesediaan mengisi kuisioner. Pengambilan data pengunjung, ukuran contoh (n) responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 79 orang. Angka tersebut ditentukan dengan mengambil nilai rerata jumlah ekowisatawan yang ke Pulau Hoga lima tahun terakhir, yaitu 445 orang kemudian diformulasi menggunakan rumus Slovin (Sevilla 1993) yaitu:

N n= ——— 1+Ne2 Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi 0,05)

3.4. Metode Analisis

3.4.1. Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari

Analisis kesesuaian pemanfaatan ekowisata bahari dilakukan dengan menggunakan matriks kesesuaian dari Yulianda (2007), untuk setiap kategori ekowisata bahari yang ada di tiap stasiun pengamatan, kemudian dilakukan pembobotan dan pengharkatan, dan dianalisis untuk menentukan tingkat kesesuaian setiap kategori ekowisata bahari. Analisis daya dukung menggunakan formulasi Yulianda (2007).

a. Analisis data terumbu karang dan ikan karang

Analisis ini dilakukan untuk menggambarkan potensi dan kondisi sumber daya alam (natural capital) di lokasi penelitian. Adapun data yang dianalisis adalah data primer yang meliputi terumbu karang dan ikan karang.

Kondisi terumbu karang, terutama penutupan karang, dihitung dengan rumus tutupan karang hidup menurut Englishet al. (1994), yaitu :

Kehadiran tiap kategori (%) = Jumlah kehadiran tiap kategori x 100 % Total panjang titik pengamatan

Hasil perhitungan tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan kategori persentase tutupan komunitas karang, dimana persentase tutupan komunitas karang merupakan penjumlahan dari persentase tutupan karang keras, persentase tutupan karang lunak, dan persentase tutupan kategori others (OT) (Yulianda 2007). Kriteria tersebut menggunakan 4 kategori, yaitu :

(1) Kategori rusak : 0 – 24,9 %

(2) Kategori sedang/kritis : 25 – 50 %

(3) Kategori baik : 50,1 – 75 %

(4) Kategori sangat baik : 75,1 – 100 %

Persentase tutupan adalah persentase luas area yang ditutupi oleh pertumbuhan karang.

Data ikan karang dalam penelitian ini diperoleh dengan metode Underwater Visual Census(UVC) pada transek terumbu karang yang sama yaitu metode untuk mengidentifikasi ikan karang melalui pengamatan terhadap ikan ikan karang yang ditemukan pada jarak 2,5 meter ke kiri dan ke kanan di garis transek. Keberadaan ikan karang dicatat, yang belum dikenali kemudian difoto untuk diidentifikasi di darat. Penentuan jumlah dan jenis ikan karang tersebut dilakukan berdasarkan nama latin spesiesnya (Englishet al. 1994).

b. Analisis kesesuaian pemanfaatan

Pada dasarnya suatu kegiatan pemanfaatan yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumber daya dan peruntukkannya. Oleh karena itu, analisis kesesuaian yang dimaksud di sini adalah analisis kesesuaian dari potensi sumber daya dan lingkungannya untuk dikembangkan sebagai obyek ekowisata bahari. Untuk itu, rumus yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian ekowisata bahari ini mengacu pada Yulianda (2007), adalah sebagai berikut:

IK W = [∑Ni/Nmaks] x 100 dimana :

IKW = indeks kesesuaian wisata

Ni = nilai pararneter ke i (bobol x skor)

Tabel 10. Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata selam

Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor

Kecerahan perairan

(%) 5 >80 3 50 – 80 2 20 <50 1 <20 0

Tutupan komunitas

karang (%) 5 >75 3 >50 – 75 2 25 – 50 1 <25 0

Jenis life form 3 >12 3 <7 – 12 2 4 – 7 1 <4 0

Jenis ikan karang 3 >100 3 50 – 100 2 20 <50 1 <20 0 Kecepatan arus (cm/dtk) 1 0 – 15 3 >15 – 30 2 >30 – 50 1 <50 0 Kedalaman terumbu karang (m) 1 6 15 3 >15 – 20 2 >20 30 1 <30 0 Sumber: Yulianda (2007) Keterangan: Nilai maksimum = 54

Kategori sesuai, dengan nilai 83 – 100%

Kategori sesuai bersyarat, dengan nilai 50 < 83% Kategori tidak sesuai, dengan nilai < 50%

Tabel 11. Matriks kesesuaian perairan untuk ekowisata snorkeling

Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor

Kecerahan perairan (%) 5 100 3 80 < 100 2 20 <80 1 <20 0

Tutupan komunitas karang (%)

5 >75 3 >50 – 75 2 25 – 50 1 <25 0

Jenis life form 3 >12 3 <7 – 12 2 4 – 7 1 <4 0

Jenis ikan karang 3 >50 3 30 50 2 10 <30 1 <10 0

Kecepatan arus (cm/dtk) 1 0 – 15 3 >15 – 30 2 >30 – 50 1 <50 0 Kedalaman terumbu karang (m) 1 1 3 3 >3 6 2 >6 10 1 <10; <1 0

Lebar hamparan dasar karang (m)

1 >500 3 >100 500 2 20 100 1 <20 0

Sumber: Yulianda (2007) Nilai maksimum = 57

Kategori sesuai, dengan nilai 83 – 100%

Kategori sesuai bersyarat, dengan nilai 50 < 83% Kategori tidak sesuai, dengan nilai < 50%

Penentuan kategori kesesuaian, diperoleh melalui bantuan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan acuan kriteria kesesuaian setiap peruntukkan. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh melalui penjumlahan nilai dari seluruh parameter. Matriks kesesuaian untuk ekowisata secara lengkap untuk masing masing peruntukan dapat dilihat pada Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12.

Tabel 12. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori rekreasi Parameter Bobot Kategori

S1

Skor Kategori S2

Skor Kategori S3

Skor Kategori N Skor Kedalaman

perairan (m)

5 0 – 3 3 >3 6 2 >6 10 1 >10 0

Tipe pantai 5 Pasir

putih 3 Pasir putih,sedikit karang 2 Pasir hitam, berkarang, sedikit terjal 1 Lumpur, berbatu, terjal 0 Lebar pantai (m) 5 >15 3 10 15 2 3 <10 1 <3 0 Material dasar perairan 3 Pasir 3 Karang

berpasir 2 berlumpurPasir 1 Lumpur 0 Kecepatan arus (m/dt) 3 0 0,17 3 0,17 0,34 2 0,34 0,51 1 >0,51 0 Kemiringan pantai (⁰) 3 <10 3 10 25 2 >25 45 1 >45 0 Kecerahan perairan (m) 1 >10 3 >5 10 2 3 5 1 <2 0 Penutupan lahan pantai 1 Kelapa, lahan terbuka 3 Semak, belukar, rendah, savanna 2 Belukar

tinggi 1 bakau,Hutan pemukiman, pelabuhan 0 Biota berbahaya 1 Tidak

ada 3 Bulu babi 2 Bulu babi,ikan pari 1 Bulu babi,ikan pari, lepu, hiu 0 Ketersediaan air tawar (km) 1 <0,5 3 >0,5 1 2 >1 2 1 >2 0 Sumber: Yulianda (2007) Keterangan: Nilai maksimum = 90

Kategori sesuai, dengan nilai 83 – 100%

Kategori sesuai bersyarat, dengan nilai 50 < 83% Kategori tidak sesuai, dengan nilai < 50%

c. Analisis daya dukung kawasan ekowisata

Perhitungan daya dukung dilakukan untuk mengetahui daya dukung Pulau Hoga terhadap pengembangan kawasan ekowisata bahari yang dilakukan oleh Operational Wallacea yang bermitra dengan Yayasan Alam Wakatobi. Perhitungan daya dukung lokasi penyelaman, snorkeling, dan rekreasi pantai dengan menggunakan pendekatan standar kenyamanan individu dalam melakukan suatu aktifitas rekreasi dengan mengacu pada formulasi Yulianda (2007), sebagai berikut:

DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp Dimana:

DDK = daya dukung areal penyelaman;

K = potensi ekologis pengunjung per satuan unit area;

Lp = luas area yang dapat dimanfaatkan x persentase tutupan karang. Lt = unit area untuk kategori tertentu;

Wt = waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari; Wp = waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan.

Nilai maksimum (K) per satuan unit area dan (Lt) untuk setiap kategori wisata bahari serta waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata, disajikan pada Tabel 13 dan nilai Wp dan Wt disajikan pada Tabel 14 berikut:

Tabel 13. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis kegiatan K (∑pengunjung) Unit area (Lt) Keterangan

Selam 2 2000 m2 Setiap 2 orang dalam 200 m

x 10 m

Snorkeling 1 500 m2 Setiap 1 orang dalam 100 m

x 5 m

Rekreasi pantai 1 50 m 1 orang tiap 50 m panjang

pantai

Sumber: Yulianda (2007)

Tabel 14. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata bahari Kegiatan Waktu yang dibutuhkan

(Wp) (jam)

Total waktu satu hari (Wt) (jam)

Selam 2 8

Snorkeling 3 6

Rekreasi pantai 3 6

Sumber: Yulianda (2007)

Menurut Bengen dan Retraubun (2006) bahwa arahan pemanfaatan di wislayah perairan pulau pulau kecil sebesar 70 persen dari luas lahan yang direkomendasikan dan sisanya 30 persen direkomendasikan sebagai daerah perlindungan laut (kawasan lindung perairan).

3.4.2. Analisis dampak ekonomi ekowisata bahari terhadap stakeholder Analisis dampak ekonomi ekowisata bahari terhadap stakeholder yang langsung terkait dengan pengembangan ekowisata bahari di Pulau Hoga. Para pihak tersebut adalah pengelola ekowisata bahari, masyarakat lokal yang bermukim di sekitar Pulau Hoga dan pemerintah yang dalam hal ini adalah Taman Nasional Wakatobi dan Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi.

Untuk mengukur dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal digunakan dua analisis tipe pengganda (META 2001), yatu:

1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar pengeluaran wisatawan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran wisatawan berdampak pada keseluruhan ekonomi lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung dan dampakinduced.

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keynesian Income Multiplayer Ratio Income Multiplayer, Tipe I Ratio Income Multiplayer, Tipe II dimana:

E : Tambahan pengeluaran wisatawan (Rupiah).

D : Pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rupiah).

N : Pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rupiah). U : Pendapatan lokal yang diperoleh secarainduceddari E (Rupiah).

Untuk mengetahui dampak ekonomi terhadap pemerintah dihitung melalui pungutan pajak dan biaya tiket masuk (enterance fee) dari kegiatan ekowisata bahari, sedangkan dampak ekonomi atau keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan ekowisata bahari oleh Yayasan Alam Wakatobi adalah dengan mengestimasi antara pemasukan yang diperoleh dari kunjungan ekowisatawan dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Secara keseluruhan dampak ekonomi dari kegiatan ekowisata bahari terhadap stakeholder dihitung selama tahun 2011. 3.4.3. Valuasi ekonomi terumbu karang

Analisis kunjungan wisata yang digunakan adalah metode biaya perjalanan (travel cost method). Menurut Fauzi (2006) TCM digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation), seperti memancing, berburu,hiking dan sebagainya. Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat tempat rekreasi di atas.

Grigalunaset al. (1998) menyebutkan bahwa metode Travel Cost didasari oleh prinsip dimana biaya yang dikeluarkan untuk berwisata ke suatu area dianggap sebagai harga akses dari area tersebut. Pendekatan ini didasarkan pada konsep sederhana Harold Hotteling yang menyebutkan bahwa kebiasaan yang diamati dapat digunakan untuk membuat kurva permintaan dan menentukan nilai dari sumber daya alam atau lingkungan. Metode ini juga mempunyai kelebihan karena hanya menggunakan datacross section untuk menginferensi permintaan rekreasi. Dibandingkan dengan metode kontingensi dan metode harga hedonic, TCM merupakan yang terbaik untuk menduga nilai manfaat dan permintaan rekreasi di luar ruangan. Selain itu metode ini lebih sering digunakan dan secara teoritis lebih kuat dibandingkan dengan pendekatan lainnya.

Guna menduga nilai surplus konsumen yang merupakan manfaat yang dirasakan oleh ekowisatawan dari kegiatan ekowisata bahari di Pulau Hoga, sejumlah variabel akan digunakan untuk menduga fungsi permintaan rekreasi ke lokasi ini. Variabel variabel ini diharapkan akan mampu menjelaskan fungsi permintaan ekowisata bahari di Pulau Hoga.

Secara sederhana, fungsi permintaan dari metode ini dapat ditulis sebagai berikut:

Vij = ƒ(Cij, Tij, Qij, Dij, Mij) Keterangan:

Vij = Jumlah kunjungan oleh individuike tempatj

Cij = Biaya perjalanan yang dikeluarkan individuiuntuk mengunjungi lokasij Tij = Biaya waktu yang dikeluarkan individuiuntuk mengunjungi lokasij Qij = Persepsi respondeniterhadap kualitas lingkungan lokasijyang dikunjungi Dij = Jarak perjalanan respondeniuntuk mengunjungi lokasi wisata

Iij = Pendapatan individui

Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa jumlah kunjungan ke suatu lokasi wisata dipengaruhi oleh banyak faktor. Persamaan tersebut merupakan model umum yang dipakai untuk menentukan jumlah kunjungan ke suatu lokasi wisata tertentu. Dalam aplikasinya, tidak semua faktor faktor atau variabel peubah tersebut sesuai dengan lokasi yang diteliti.

Selanjutnya, agar lebih operasional, maka persamaan di atas dibuat dalam fungsi linier dan fungsi logaritma, masing masing dibuat sebagai berikut:

dan

V = α0Cα1Tα2Qα3Dα4Iα5 atau

ln V = α0+ α1lnC+ α2lnT+ α3lnQ+ α4lnD+ α5lnI

Setelah mengetahui fungsi permintaan, selanjutnya dapat dihitung surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi. Surplus konsumen tersebut dapat diukur melalui formula:

N2

WTP ≈CS= (untuk fungsi permintaan linear) 2α1

dan

N

WTP ≈CS= (untuk fungsi permintaan logaritma) α1

Keterangan:

CS = Consumer Surplusatau surplus konsumen

N = Jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individui 3.4.4. Analisis stakeholder

Analisis akan dilakukan terhadap semua stakeholder terkait atau memberikan dampak terhadap kegiatan ekowisata bahari di Pulau Hoga. Langkah pertama analisis ini adalah, mencoba mengetahui preferensi stakeholder mengenai kegiatan ekowisata bahari di Pulau Hoga sebagai suatu produk jasa lingkungan. Analisis ini akan dilakukan dengan analisis faktor. Tahapan awal yang dilakukan adalah masing masing responden diminta memberikan penilaian terhadap atribut yang dirasakan paling penting dari sudut pandang masing masing pihak. Atribut yang menjadi fokus adalah tingkat kepentingan, pengaruh, partisipasi, dan peranan masing masing stakeholder terhadap keperadaan kegiatan ekowisata bahari di Pulau Hoga.

Analisis ini akan memberikan informasi stakeholder yang memiliki kepentingan, pengaruh, peranan, dan tingkat partisipasi mulai dari tingkat paling tinggi sampai tingkat terendah (menggunakan skala 1 – 5, dimana 1=sangat rendah dan 5= sangat tinggi) dalam kegiatan ekowisata bahari di Pulau Hoga.

Hasil analisis ini juga akan membantu mengklasifikasikan stakeholder ke dalam 5 kategori menurut Hobley (1996), yaitu: (1) stakeholder primer; (2) stakeholder sekunder; (3) stakeholder level mikro; (4) stakeholder level makro; (5) stakeholder analisis.

Sejumlah stakeholder yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari, masing masing dipetakan berdasarkan penilaian atas tingkat kepentingan (importance), pengaruh, peranan, dan tingkat partisipasi. Hasil analisis stakeholder ini akan membantu menentukan stakeholder yang perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Hasil ini juga membantu menentukan stakeholder yang perlu dilibatkan dalam suatu kegiatan, dimana pelibatan tersebut tergantung pada tujuan yang ingin dicapai oleh program.

3.4.5. Analisis keberlanjutan ekowisata bahari

Analisis keberlanjutan ekowisata bahari berbasis keterpaduan stakeholder antara pemerintah, swasta, dan masyarakat ditujukan untuk melihat dan mengevaluasi sejauhmana tingkat keberlanjutan ekowisata tersebut dengan menggunakan pendekatan keterpaduan stakeholder. Analisis keberlanjutan pengelolaan ekowisata bahari berbasis keterpaduan di Pulau Hoga menggunakan metode multivariate atau dikenal dengan multidimensional scaling (MDS), yakni memasukkan berbagai variabel atau atribut yang sesuai di dalam pengelolaan ekowisata bahari secara terpadu dan berkelanjutan.

Perangkat lunak analisis adalah dengan menggunakan software RASME (Rapid Appraisal of Sustainability Marine Ecotourisme) yang dimodifikasi dari software Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Pada software RASME, dimensi dan atribut yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan sendiri yang merupakan hasil dari kontribusi antara stakeholder (pemerintah swasta masyarakat) dalam pengembangan ekowisata bahari. Nilai atribut yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan status keberlanjutan kegiatan ekowisata bahari yang dicapai saat ini berdasarkan kontribusi antara stakeholder. Atribut atribut tersebut yang kemudian dinilai oleh responden sesuai dengan kondisi atau keadaan di lapangan, dengan meletakkan skala penilaian mulai dari yang paling

buruk sampai skala yang paling baik (kondisi ideal atau seharusnya) dengan kondisi yang telah dicapai saat ini.

A. Review atribut berdasarkan kontribusi antara stakeholder

Tahap pertama yang diselesaikan pada tahap analisis ini adalah mereview atribut kontribusi antara stakeholder. Identifikasi kondisi dan tujuan ideal yang ingin dicapai dari tiap kontribusi antara stakeholder, yakni: kontribusi pemerintah ke swasta dan sebaliknya, kontribusi pemerintah ke masyarakat dan sebaliknya, kontribusi swasta ke masyarakat dan sebaliknya.

Tabel 15. Atribut dan kondisi ideal pengembangan ekowisata bahari berbasis keterpaduan stakeholder

Kontribusi antara stakeholder

Atribut Kondisi yang diharapkan

Pemerintah.Swasta

Pemerintah ke swasta Larangan Pemda merusak TK Pengaturan kunjungan wisatawan Infrastruktur ekowisata bahari Promosi oleh Pemda

Jaminan keamanan berwisata

Ada Perda larangan merusak TK

Ada pengaturan sesuai daya dukung lokasi Infrastruktur dasar EB lengkap

Promosi rutin oleh Pemda Aman dan tidak ada konflik Swasta ke pemerintah Bayar pajak/pungutan dari EB

Bayar tiket masuk

Input kebijakan ke pemerintah Promosi mandiri oleh swasta

Dibayar sesuai tagihan pajak Dibayar sesuai jumlah pengunjung Ada input/masukan ke Pemda Ada promosi rutin oleh pihak swasta

Pemerintah.Masyarakat

Pemerintah ke

masyarakat Regulasi keterlibatan masy. di EBPeningkatan kapasitas masy. Penyadaran masy. pelestarian TK Bantuan stimulan Pemda kaitan EB

Ada perda yang mengatur masy. Pelatihan kpd masy. sudah sering Penyuluhan kpd masy. sudah sering Ada bantuan stimulan kepada masy. Masyarakat ke

pemerintah

Sikap masy. terhadap kebijakan EB Sikap masy. thdp pelestarian TK Membayar pajakhomestay/cottage

Sikap masy. thdp budaya bahari

Masyarakat setuju dan berpartisipasi Masyarakat setuju dan berpartisipasi Dibayar sesuai tagihan pajak Memelihara budaya melaui festival

Masyarakat.Swasta

Swasta ke masyarakat Lahan untuk EB

Beri bantuan ke masyarakat Keterlibatan masy. di sektor EB Pendapatan masy. yg bekerja di EB

Beli/sewa lahan masyarakat Ada bantuan rutin ke masyarakat Masy. terlibat bekerja dan berusaha Pendapatan masy. di atas UMR Masyarakat ke swasta Sikap masy. terhadap ekowisatawan

Sikap masy. dengan adanya EB Sikap masy. terhadap zona wisata kesediaan menjadi tenaga kerja

Terbuka dan berinteraksi positif Terbuka dan berinteraksi positif Patuh dan taat pada rambu rambu Bersedia menjadi tenaga kerja

Keterangan: EB = ekowisata bahari; TK = terumbu karang; UMR = Upah minimum regional.

Identifikasi akan menghasilkan beberapa atribut yang akan digunakan untuk menentukan status keberlanjutan ekowisata bahari berbasis keterpaduan

stakeholder. Atribut atribut berdasarkan interaksi kontribusi dari ketiga stakeholder yang dikaji tersebut selanjutnya dibandingkan dengan kondisi ideal guna mengetahui tingkat keberlanjutan pengelolaan ekowisata bahari. Kondisi ideal ini diperoleh dari analisis kesesuaian dan daya dukung, serta nilai ekonomi ekowisata, serta penelusuran data sekunder sesuai dengan kebutuhan atribut. Rumusan atribut yang disusun berdasarkan kontribusi antara stakeholder selengkapnya disajikan pada Tabel 15.

B. Pembuatan skor

Berdasarkan identifikasi atribut yang diperoleh dari hubungan kontribusi antara stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan ekowisata bahari, maka selanjutnya dilakukan pemberian skor atau peringkat yang menggambarkan keberlanjutan pengelolaan ekowisata bahari. Mengacu pada penskoran software Rapfish, maka skor yang diberikan dapat berupa nilai yang "buruk (bad)"di satu sisi, yang mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan dalam pengelolaan wisata bahari, dan juga dapat berupa nilai yang "baik (good)" di sisi

Dokumen terkait