SUB TEMA: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKAS
METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada dan Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Bahan
Bahan tanaman penelitian ini berupa tanaman A. cina tetraploid hasil induksi poliploid dengan agen penginduksi zat pengatur tumbuh yaitu kombinasi 2.4-D dengan BA dan telah dikonfirmasi jumlah kromosomnya melalui determinasi kromosom secara mikroskopik . Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam isolasi RNA dan analisis metode RT-PCR adalah RB buffer, PRB buffer, W1 buffer, Wash buffer, Ethanol absolut, Rnase free water, mercaptoethanol, nitrogen cair, 5x reactionbuffer, transcriptorenzymemix, waterpcrgrade. Primer yang digunakan sebanyak lima macam (Tabel.1) dan sebanyak 1 kb Ladder Kappa yang digunakan sebagai penanda.
Isolasi RNA
Identifikasi molekuler dengan menggunakan RT PCR ditujukan untuk mengetahui tingkat ekspresi enzim kunci seperti enzim FPS, HMGR, ADS dan Aldh1 yang terlibat dalam jalur sintesis artemisinin. Prosedur kerjanya adalah : ekstraksi RNA dilakukan menggunakan Total RNA Mini Kit Plant (Gene aid) menurut rekomendasi pabrik. Total RNA diisolasi daun A. cina sebanyak 50 mg diekstrak dengan menambahkan nitrogen cair, PRB buffer dan
Konser Karya Ilmiah Nasional 2017 - Menghadapi Tantangan dan Meraih Kemandirian Pertanian Indonesia 5 Mei 2017, Salatiga – Jawa Tengah, Indonesia .
178
marcaptoetanol. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 60oC selama 5 menit. Sampel disentrifugasi
dengan kecepatan 1000 rpm selama 1 menit. Supernatan ditambahkan ethanol absolut dan disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 1 menit. Sampel ditambahkan W1 buffer dan disentrifugasi selama 30 detik dan ditambahkan wash buffer sebanyak dua kali dan disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 30 detik. Sampel ditambahkan 50 µL Rnase free water dan disentrifugasi pada 14.000 selama 1 menit dan disimpan pada suhu -70oC. Kuantitas RNA
dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Keutuhan RNA dianalisis secara kualitatif menggunakan metode elektroforesis dengan memigrasi RNA pada konsentrasi gel agarosa 1% pada buffer TBE. Sintesis cDNA
Sintesis cDNA melalui transkripsi balik (RT) dilakukan dengan menggunakan transcriptor one-step RP-PCR kit (Roche) yang prosedurnya berdasarkan rekomendasi pabrik. Total volume pada reaksi RT adalah 12,5 µL yang terdiri dari 2,5 µL 5xreaction buffer, 0,25
µL transcriptorenzim mix, 1,25 µL template RNA dan 8,5 µL water PCR grade. Kondisi suhu RT adalah Reverse transcription pada suhu 50 oC selama 30 menit, initial-denaturation pada
suhu 94oC selama 7 menit, yang diikuti oleh 35 siklus yang terdiri dari denaturation pada suhu
94 oC selama 30 detik, Annealing pada suhu 50oC selama 30 detik dan elongation pada suhu
68 oC selama 1 menit 30 detik, kemudian dilanjutkan oleh final elongation pada suhu 68 oC
selama 7 menit.
Analisis ekspresi dengan metode RT-PCR
Primer spesifik yang digunakan adalah HMGR, FPS, ADS, Aldh1 dan RPS9 sebagai kontrol (Tabel 1). Reaksi PCR dilakukan dengan total volume 10 µL yang terdiri dari 5 µL Go Taq Green (Promega), 2,25 µL nuclease free water, 2 µL template cDNA, 1µL primer forward dan 1 µL primer reverse. Kondisi suhu PCR yang digunakan adalah initial-denaturation pada suhu 94 oC selama 7 menit, yang diikuti oleh 35 siklus yang terdiri dari denaturation 94oC
selama 30 detik, Annealing pada suhu 55 oC – 62 oC selama 30 detik dan elongation pada suhu
68oC selama 1 menit 30 detik, kemudian dilanjutkan oleh final elongation pada suhu 68 oC
selama 7 menit. Hasil PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarosa dengan konsentrasi 1% (w/v).
Tabel 1. Daftar Jenis Primer yang akan digunakan untuk uji ekspresi artemisinin No Nama Primer Urutan Basa(5’-3')
1. HMGR F-TTGTGTGCGAGGCAGTAAT R-CCTGACCAGTGGCTATAAAGA 2. FPS F-TCATTGTCTATTCACCGCCG R-CACCGCTTGGACTGCTTTGCT 3. ADS F-AATGGGCAAATGAGGGACAC R-TTTCAAGGCTCGATGAACTATG 4. Aldh1 F-GGTCATCAAGCCTGCCGAACATA R-ACACGAGACCCTGCCACACACAT 5. RPS9 F-GCGTTTGGATGCTGAGTTGAAG R-GGCGCTCAAGGAAGTTCTCTAC Sumber: Lin et.al (2011)
Pengamatan luas daun
Pengukuran luas daun pada tanaman induk dengan menggunakan Leaf Area Meter (Mark 2 type, Delta T, Burwell Cambridge, England). Pengukuran luas daun dilakukan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah dipindah di tanah (berumur 8 minggu dari mulai
aklimatisasi). Daun yang diukur adalah daun yang telah membuka sempurna pada posisi daun ke 3, 5, 8 dan 10. Satuan pengukuran cm2
Pengamatan trikoma kelenjar (Glandular trichoma)
Pengamatan trikoma kelenjar dilakukan dengan cara permukaan epidermis daun dioles cat kuku yang berwarna bening kemudian ditempel selotip selanjutnya dikupas dan diletakkan diatas gelas obyek mikroskop, kemudian dihitung kerapatan/jumlah trichoma pada luasan tersebut. Pengukuran panjang dan lebar stomata dan kerapatan stomata menggunakan USB kamera Optilab dan program Image raster.
Pengamatan kandungan klorofil
Analisis kandungan klorofil dilakukan pada saat tanaman berumur 5 minggu setelah tanam (berumur 9 minggu dari mulai aklimatisasi) Analisis kandungan klorofil daun menggunakan metode Hiscox dan Israelstam (1979) yang telah dimodifikasi. Daun yang digunakan adalah daun yang telah membuka sempurna. Timbang daun 0,04 gram kemudian dipotong kecil-kecil tempatkan pada cawan keramik kemudian ditambahkan 5 mL DMSO selanjutnya diinkubasi dalam kamar gelap pada suhu ruang selama 48 jam. Setelah 48 jam disaring dengan kertas saring. Dilakukan pengukuran nilai absorbannya menggunakan spektrofotometer (UV mini-1240,UV VIS Spectrophotometer, Zhimadzu) pada panjang gelombang 649 nm (A665) dan 665 nm (A649) (Wellburn,1994). Kandungan klorofil dinyatakan
dalam mg.g-1 berat segar.
Perhitungan:
Kandungan klorofil total = (18,54 A649) + (6,87 A665) Analisis artemisinin (Prass et al.,1991)
Pembuatan kurva baku dengan Artemisinin murni sebagai standar
Pembuatan kurva baku dengan artemisinin murni sebagai standar merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam pengukuran suatu bahan aktif menggunakan HPLC. Pembuatan kurva baku menggunakan artemisinin murni sebagai standar untuk mendapatkan nilai regresi sehingga dari hasil pengukuran sampel menggunakan HPLC dapat dihitung kadar dari artemisinin berdasarkan hasil regresi dari kurva baku.
Ekstraksi
Sampel dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 30 oC hingga mencapai berat
konstan. Sampel yang sudah kering dihaluskan dengan mortar. Seratus mg berat kering sampel kemudian diekstraksi dengan 2 ml toluena, dan disaring dengan menggunakan kertas saring kemudian dimasukan ke dalam flakon.
Analisis Kuantitatif
Analisis artemisinin secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan HPLC. Mula- mula Artemisinin dihidrolisis di dalam larutan alkalin. Produk hidrolisis tersebut disebut Q260 kemudian diukur pada panjang gelombang 260 nm (Zhao & Zeng, 1985 dalam Niesko et al., 1991). Prosedur dari analisis secara kuantitatif adalah sebagai berikut : hasil ekstraksi dengan toluen diambil 500μl kemudian diuapkan/ dikeringkan, residu yang tertinggal dilarutkan kembali dalam 200 μl metanol. Selanjutnya 800 μl larutan NaOH (20 mgL-1 w/v)
ditambahkan dan campuran yang terbentuk diagitasi dengan vortex dan dipanaskan ke dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 50 oC. Setelah dingin ditambah 200 μL metanol dan 800
μL asam asetat 0.2 M, kemudian dilakukan pengukuran artemisinin dengan HPLC, pada panjang gelombang 260 nm, menggunakan kolom Licrospher RP-18 panjang 15 cm. Fase
Konser Karya Ilmiah Nasional 2017 - Menghadapi Tantangan dan Meraih Kemandirian Pertanian Indonesia 5 Mei 2017, Salatiga – Jawa Tengah, Indonesia .
180
gerak yang digunakan adalah Metanol : Kalium dihidrogen phosphat 0.05 mM (55 : 45), laju aliran 0,5 mL.menit-1. Waktu retensi berkisar 14 menit.
Analisis Data
Analisis data penelitian menggunakan sidik ragam (analysis of variance) dan apabila terdapat perbedaan perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5% untuk pengamatan luas daun, klorofil total dan ukuran glandular trikhoma, uji T pada taraf nyata 5% untuk pengamatan kandungan artemisinin. Program yang digunakan untuk analisis data adalah SAS 9.1.3 untuk sidik ragam, uji DMRT dan sedangkan untuk uji T menggunakan Microsoft Excel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis ekspresi gen-gen terkait biosintesis Artemisinin pada A. cina
Analisis molekuler menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan metode RT-PCR (Reverse Transcription -Polymerase Chain Reaction) untuk deteksi ekspresi gen yang terkait biosintesis artemisinin. Primer spesifik terkait biosintesis artemisinin yaitu HMGR, FPS, ADS, Aldh1 dan RPS9 sebagai kontrol internal untuk mendeteksi keberadaan gen-gen tersebut dan ekspresinya pada A. cina, pengamatan pada tanaman A. cina diploid dan tetraploid hasil induksi dengan zat pengatur tumbuh.
Untuk melihat tingkat ekspresi gen-gen yang terkait dengan biosintesis Artemisinin maka kualitas pita yang dihasilkan oleh empat primer spesifik diskoring berdasarkan intensitas kecerahan pita yang dihasilkan. Kecerahan pita yang dihasilkan oleh gen RPS9 digunakan sebagai kontrol. Kriteria kecerahan pita dan nilai skoringnya yaitu 0 sampai 5 (Tabel 2). Tabel 2. Kriteria kecerahan pita dan nilai skoring ekspresi gen
Pita yang dihasilkan Tingkat kecerahan Skor nilai
Sangat kuat 5
Kuat 4
Redup 3
Agak redup 2
Sangat redup 1
Tidak ada pita 0
Hasil analisis deteksi dan ekspresi gen-gen yang terkait dengan biosintesis artemisinin diuraikan di bawah ini:
Primer RPS9
Hasil deteksi menggunakan primer RPS9 (40S ribosomal protein S9) sebagai kontrol internal menunjukkan bahwa gen RPS9 terekspresi pada semua sampel A. cina yang digunakan baik yang tetraploid maupun diploid dan menghasilkan pita tunggal pada semua sampel A cina (gambar 1). Ukuran pita yang dihasilkan sama dengan ukuran pita yang diperoleh pada A. annua yaitu 260 bp (Lin et al., 2011).
(A) (B)
Gambar 1. Ekspresi gen RPS9 pada tanaman A. cina tetraploid (2n=4x) hasil induksi zat pengatur tumbuh (A) dan A. cina diploid (B)
Primer HMGR
Hasil deteksi menggunakan primer HMGR menunjukkan bahwa gen HMGR terekspresi pada semua sampel A. cina yang digunakan (Tabel 4.9) dan menghasilkan pita tunggal pada semua sampel A cina (Gambar 4.7). Ukuran pita yang dihasilkan sama dengan ukuran pita yang diperoleh pada A. annua yaitu 183 bp (Jiang et al., 2010; Lei et al., 2011; Lin et al., 2011). Gen HMGR merupakan gen yang berfungsi merubah 3-hydroxy-3- methylglutaryl-CoA (HMG-Co A) menjadi 3-mevalonic acid (MVA) dan berperan ditahap awal biosintesis artemisinin (Zhang et al., 2010).
(A) (B)
Gambar 2. Ekspresi gen HMGR pada A. cina poliploid (2n=4x) hasil induksi zat pengatur tumbuh (A) dan A. cina diploid (B)
Primer FPS
Hasil deteksi pada A. cina menggunakan primer FPS menunjukkan bahwa gen FPS terekspresi pada ukuran 100 bp, 200 bp, 300 bp, 435 bp, dan 1200 bp .Pada Gambar 3 terlihat bahwa ekspresi gen FPS A. cina pada ukuran pita 1200 bp lebih tinggi dibandingkan ekspresi pada ukuran 100 bp, 200 bp, 300 bp dan 435 bp. Pada A annua gen FPS terekspresi secara tunggal pada ukuran 435 bp (Jiang et al., 2010; Lei et al., 2011; Lin et al., 2011).
Gen FPS merupakan salah satu gen yang mengatur kondensasi IPP dan DMPP menjadi GPP dan kondensasi GPP dan IPP menjadi FPP, menyediakan substrat untuk sesquiterpene synthase untuk membentuk bermacam–macam sequiterpene termasuk Artemisinin (Wang et al., 2011).
183 bp 260 bp
L 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61
Konser Karya Ilmiah Nasional 2017 - Menghadapi Tantangan dan Meraih Kemandirian Pertanian Indonesia 5 Mei 2017, Salatiga – Jawa Tengah, Indonesia .
182
Gambar 3. Ekspresi gen FPS pada A. cina poliploid (2n=4x) hasil induksi zat pengatur tumbuh (A) dan A. cina diploid (2n=2x) (B)
Primer ADS
Hasil deteksi pada A. cina menggunakan primer ADS menunjukkan bahwa gen ADS terekspresi pada ukuran 252 bp dan 800 bp (Gambar 4). Ukuran pita 252 bp sama dengan ukuran pita pada A. annua. Ekspresi kedua gen yang terdeteksi hampir sama besar tingkat kecerahannya. Gen ADS adalah gen yang berfungsi merubah Farnesyl diphosphat (FPP) menjadi Amorpha-4,11-diene (Jiang et al., 2010; Lin et al., 2011; Lei et al., 2011).
(A) (B)
Gambar 4. Ekspresi gen ADS pada A. cina poliploid (2n=4x) hasil induksi zat pengatur tumbuh (A) dan A. cina diploid (2n=2x) (B)
Primer Aldh1
Hasil deteksi pada A. cina menggunakan primer Aldh1 menunjukkan bahwa gen Aldh1 terekspresi pada ukuran 356 bp dan 600 bp (Gambar 5). Ukuran pita 356 bp sama dengan ukuran pita pada A. annua. Tingkat kecerahan gen pada ukuran pita 600 bp lebih tinggi dibandingkan gen pada ukuran pita 356 bp. Gen Aldh1 berfungsi merubah Dihydroartemisinic aldehyde menjadi Dihydroartemisinic acid kemudian Dihydroartemisinic acid dirubah menjadi artemisinin (Jiang et al., 2010; Lei et al., 2011; Lin et al., 2011).
100 bp 200 bp 300 bp 435 bp 1200 bp 252 bp 800 bp L 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 L 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 A B
(A) (B)
Gambar 5. Ekspresi gen Aldh1 pada A. cina poliploid (2n=4x) hasil induksi zat pengatur tumbuh (A) dan A. cina diploid (2n=2x) (B)
Dari hasil analisis molekuler menggunakan PCR menunjukkan bahwa pada tumbuhan A. cina, gen-gen yang terkait dengan biosintesis artemisinin terdeteksi dan terekspresi semua hanya tingkat ekspresinya yang berbeda-beda. Terekspresinya gen-gen yang terkait biosintesis artemisinin dapat menjawab adanya kandungan artemisinin pada A. cina. Pada penelitian ini diperoleh informasi bahwa hasil deteksi pada primer FPS, ADS dan Aldh1 menunjukkan pita yang lebih dari satu. Ada beberapa hal yang menyebabkan pita DNA tidak spesifik antara lain suhu annealing amplifikasi yang rendah, konsentrasi primer yang digunakan, enzim DNA polymerase, MgCl2 dan dNTP yang terlalu tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
mispriming sehingga primer menempel pada bagian yang bukan menjadi target penempelan. Keberadaan primer dalam reaksi PCR sangat mempengaruhi hasil amplifikasi reaksi tersebut (amplikon). Primer akan menempel pada daerah spesifik yang diinginkan sehingga DNA polymerase dapat mengamplifikasi fragmen gen target (Innis & Gelfand 1991; Alfianis, 2015). Hosseini (2011) melaporkan bahwa A. annua, A. austrica dan A.chamaemelifolia menghasilkan pita yang tidak spesifik atau lebih dari satu pita dengan menggunakan gen am1 (gen yang berperan penting terhadap fungsi gen ADS).
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas pita yang dihasilkan lebih dari satu pita pada gen FPS, ADS dan Aldh1 pada A. cina diduga disebabkan sekuen gen individu yang digunakan pada saat merancang primer berbeda. Primer FPS, ADS dan Aldh1 menggunakan sekuen gen target dari A. annua. Ukuran pita yang berbeda juga dhasilkan pada primer Mgs1 (gen penyandi sepal dan petal) pada tumbuhan manggis karena menggunakan sekuen dari tumbuhan Arabidopsis.
Berdasarkan hasil scoring dibuat grafik untuk memperjelas ekspresi gen-gen yang terkait biosintesis artemisinin antara A. cina poliploid dengan diploid.
356 bp 600 bp
Konser Karya Ilmiah Nasional 2017 - Menghadapi Tantangan dan Meraih Kemandirian Pertanian Indonesia 5 Mei 2017, Salatiga – Jawa Tengah, Indonesia .
184
Kandungan artemisinin pada tanaman A. cina hasil induksi zat pengatur tumbuh Tabel 3. Kandungan artemisinin, Luas daun, klorofil total dan ukuran glandular trichoma
antara Artemisia cina diploid dengan tetraploid hasil induksi zat pengatur tumbuh. Level Ploidi
Kadar
Artemisinin Luas Daun (cm) Klorofil Total Glandular Trichoma (cm) (%) (mg/g) Panjang Lebar Diploid (2n=2x ) 0.05 ± 0.01 b 19.79 ± 3.40 b 2.00 ± 0.20 b 25.31 ± 1.58 b 9.36 ± 0.85 b Tetraploid (2n=4x) 0.13 ± 0.09 a 25.87 ± 4.45 a 2.47 ± 0.25 a 30.35 ± 2.42 a 11.02 ± 1.02 a Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata antar perlakuan
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa A. cina tetraploid memiliki kandungan artemisinin secara nyata lebih tinggi dibandingkan tumbuhan A. cina diploid. Hal ini diduga berhubungan dengan ekspresi gen-gen yang terkait dalam biosintesis artemisinin. Selain itu juga berkaitan dengan ukuran glandular trikhoma dan ketersediaan senyawa prekusor yang berperan dalam biosintesis artemisinin.
Pada gambar 6 menunjukkan ekspresi gen-gen yang terkait biosintesis artemisinin pada A. cina tetraploid lebih tinggi pada gen FPS, ADS dan Aldh1, sedangkan pada gen HMGR ekspresinya sedikit lebih rendah pada A. cina tetraploid dibandingkan pada A. cina diploid. HMGR merupakan enzim kunci yang terlibat di dalam jalur biosintesis asam mevalonat (AMV), ekspresinya menyebabkan peningkatan kandungan asam mevalonat yang selanjutnya digunakan untuk membentuk produk akhir termasuk artemisinin.
Enzim FPS merupakan enzim kunci yang terlibat dalam kondensasi GPP menjadi IPP dan selanjutnya kondensasi IPP menjadi FPP. Ekspresi FPS yang tinggi pada A. cina tetraploid memungkinkan terbentuknya senyawa FPP yang merupakan senyawa yang dibutuhkan dalam menyediakan substrat untuk sesquiterpene synthase untuk membentuk bermacam–macam sequiterpene termasuk Artemisinin (Wang et al., 2011).
Gen ADS adalah gen yang berfungsi merubah Farnesyl diphosphat (FPP) menjadi Amorpha-4,11-diene (Jiang et al., 2010; Lin et al., 2011; Lei et al., 2011) sedangkan gen Aldh1 berfungsi merubah Dihydroartemisinic aldehyde menjadi Dihydroartemisinic acid kemudian Dihydroartemisinic acid dirubah menjadi artemisinin (Jiang et al., 2010; Lei et al., 2011; Lin et al., 2011).
Gambar 6. Skoring ekspresi gen terkait biosintesis artemisini dari Artemisia cina tetraploid dan diploid
Artemisinin merupakan metabolit sekunder yang disintesis dan disimpan di glandular trikhoma. Pada tabel 3 menunjukkan ukuran glandular trikhoma pada A. cina tetraploid secara nyata lebih besar dibandingkan A. cina diploid. Hal ini diduga pada tanaman tetraploid terjadi peningkatan jumlah kromosom menjadi lebih banyak dibandingkan diploid sehingga
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 diploid (2n=2x) Tetraploid (2n=4x)
menyebabkan ukuran sel dan inti sel menjadi lebih besar peningkatan ukuran sel dan inti sel menyebabkan jumlah sel persatuan luas menjadi lebih sedikit atau jarak antara sel yang satu dengan sel yang lain menjadi lebih rapat. Ukuran Glandular trikhoma berkorelasi dengan kandungan artemisinin (Herawati, 2016 ; Dangash et al., 2014). Semakin tinggi ukuran Glandular trikhoma kerapatannya juga meningkat maka kandungan artemisininnya juga meningkat didukung pula dengan ketersediaan senyawa prekusor yang memadai.
Artemisinin termasuk dalam golongan Terpenoid. Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dari unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit
isoprena diturunkan dari asam mevalonat (mevalonic acid) (Dewick, 2002).
Asam mevalonat merupakan prekusor pada biosintesis artemisinin, ketersediaan senyawa prekusor berpengaruh terhadap proses biosintesis artemisinin. Ketersediaan asam mevalonat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan subtrat yang dihasilkan pada metabolisme primer yaitu ketersediaan Asetil CoA. Asetil CoA merupakan substrat yang dihasilkan pada proses katabolisme karbohidrat dan proses tersebut dapat terjadi bila tersedia gula yang dihasilkan pada proses fotosintesis.
Proses fotosintesis pada tanaman selain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan juga dipengaruhi oleh luas daun dan kandungan klorofil di dalam daun. Pada tabel 3 menunjukan bahwa luas daun dan kandungan klorofil pada A. cina tetraploid secara nyata lebih tinggi dibandingkan diploid. Pada tanaman tetraploid /poliploid secara umum menunjukkan perubahan morfologi dan anatomi dari tumbuhan diploid (Otto & Whitton, 2000; Ye et al., 2010). Peningkatan level ploidi dari diploid menjadi poliploid menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kromosom menjadi lebih banyak dibandingkan tumbuhan diploid. Hal ini menyebabkan ukuran sel dan inti sel menjadi lebih besar peningkatan ukuran sel dan inti sel menyebabkan jumlah sel persatuan luas menjadi lebih sedikit atau jarak antara sel yang satu dengan sel yang lain menjadi lebih rapat.
Pada tumbuhan tetraploid memiliki luas daun yang lebih lebar dibanding diploid sehingga memiliki kemampuan menangkap cahaya matahari lebih tinggi selain itu juga kandungan klorofil secara nyata lebih tinggi dibandingkan tumbuhan diploid (Tabel 3). Luas daun dan kandungan klorofil yang lebih tinggi akan berpengaruh terhadap laju fotosintesis dan gula yang dihasilkan pada tumbuhan tetraploid.
Gula yang dihasilkan pada proses fotosintesis selanjutnya akan digunakan sebagai substrat pada proses respirasi. Asetil CoA merupakan substrat yang dihasilkan pada proses respirasi, selanjutnya pada biosintesis artemisinin Asetil CoA akan bereaksi dengan Hydroxymethylglutaril CoA (HMG CoA) membentuk Asam mevalonat. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim Hydroxymethylglutaril coenzyme A reductase (HMGR). Reaksi ini merupakan tahap awal pada biosintesis artemisinin dan ketersediaan substrat asam mevalonat merupakan pembatas pada biosintesis artemisinin melalui jalur asam mevalonat (Towler & Weathers, 2007; Lin et al., 2011).
KESIMPULAN
Identifikasi molekuler menggunakan RT-PCR menkonfirmasi ekspresi gen HMGR, FPS, ADS dan Aldh1 yang terkait dengan biosintesis artemisinin pada A. cina. Ekspresi gen FPS, ADS dan Aldh1 pada A. cina tetraploid lebih tinggi dibanding diploid sedangkan HMGR pada tanaman tetraploid ekspresinya sedikit lebih rendah. Kandungan artemisinin pada A. cina tetraploid secara nyata lebih tinggi dibandingkan diploid. Hal itu berkaitan dengan ekspresi gen-gen yang terkait biosintesis artemisinin. Selain itu juga berkaitan dengan luas daun,
Konser Karya Ilmiah Nasional 2017 - Menghadapi Tantangan dan Meraih Kemandirian Pertanian Indonesia 5 Mei 2017, Salatiga – Jawa Tengah, Indonesia .
186
kandungan klorofil dan ukuran glandular trikhoma yang secara nyata lebih tinggi pada A. cina tetraploid dibandingkan diploid.
DAFTAR PUSTAKA
Afianis, R. 2015. Sebaran ekspresi artemisinin oleh A. cina dengan menggunakan Reverse transcription Chain Reaction (RT-PCR), Thesis, UGM Yogyakarta
Croteau, R. & Mc Caskill, D.1998. Monoterpene and sesquiterpene biosynthesis in glandular trichomes of peppermint (Mentha x piperita) rely exclusively on plastid-derived isopentyl diphosphate. Planta. 197:49-56
Dangash,A., Pandya, N., Bharillya,A.,Jhala,A. 2014. Impact of exogenous elicitors on artemisinin production and trichome density in Artemisia annua L. under subtropical conditions, Notulae Scientia Biologicae, 6(3):349-353
Dewick, PM. 2002. The biosynthesis of C5-C25 terpenoid compounds, Nat Prod Rep, Vol.19,pp: 181-222.
Herawati, M.M. 2016. Peningkatan hasil artemisinin melalui poliploidisasi dan kultur teknik Artemisia cina Berg ex Poljakov, Disertasi, Fakultas Pertanian UGM
Hosseini, R., Yasdani, N., Garoosi,G.A. 2011. The Presence of amorpha-4,11-diene synthase, a key enzyme in artemisinin production in ten Artemisia species. DARU 19(5): 332-337.
Innis,M.A, Gelfand., Sninsky. 1991. PCR Protocols. California: Cetus
Jiang, L., Hua, L., Jinbin, W., Furong,T., Kai, Z.,Xiao,W.,Hong,Z.,Kexuan, T.,and Xueming,T. 2010. Characteriz tion and comparison of three transgenic Artemisia annua varieties and wild type variety in environmental release trial. J. Med. Plant. Res. 4(24): 2719 – 2728.
Klayman, D.L. 1985. Qinghaosu (Artemisinin): An Antimalarial Drug from China, Science Vol : 228, pp : 1049 – 1055.
Lei, C.Y., Ma, D.M., Pu, G.B., Qiu,X.F., Dua, Z.G., Wang, H, Li., G.F, Ye, H.C., Liu,B.Y. 2011. Foliar application of chitosan activates artemisinin biosynthesis in Artemisia annua L. Ind. Crop Prod. 33(1): 176 -182.
Lin,X., Zhou, Y., Zhang ,J., Zhang ,F., Shen, Q., Wu, S., Chen, Y., Wang, T., Tang K .2011. Enhancement of artemisinin content in tetraploid Artemisia annua plants by modulating the expression of genes in artemisinin biosynthetic pathway, Biotechnology and Applied Biochemistry Vol.58, No.1, pp 50 – 57
Otto, S.P & Whitton, J. 2000. Polyploid incidence and evolution. Annu Rev Genet 34: 401– 437
Pras N, Visser JF, Batterman S, Woerdenbag HJ dan Malingre T, 1991. Laboratory Selection of Artemisia annua L. for High Artemisinin Yielding Types, Phytichemical Analysis, Vol. 2. 80 – 83.
Towler, M.J, Weathers, P.J.2007. Evidence of artemisinin production from IPP stemming from both the mevalonate and the nonmevalonate pathways. Plant Cell Rep 26: 2129– 2136
Wang, Y., Jing, F., Yu, S., Chen, Y., Wang, T., Liu,P., Wang, G., Sun, X., Tang, K. 2011. Co-overexpression of the HMGR and FPS genes enhances artemisinin content in Artemisia annua L. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 5(15), pp. 3396- 3403.
Ye, Y.M., Tong, J., Shi, X.P., Yuan, W., Li, G.R., 2010. Morphological and cytological studies of diploid and colchicines induced tetraploid lines of Crape myrtle (Langerstroemia indica), Scientia Horticuturae 125 : 95-101
Zhang, W., Hui, H., Leyuan, M., Cong, Z., Xiyan, Y. 2010. Tetraploid muskmelon morphological characteristic and improves fruit quality, Scientia Horticulturae 125 : 396-400.
Konser Karya Ilmiah Nasional 2017 - Menghadapi Tantangan dan Meraih Kemandirian Pertanian Indonesia 5 Mei 2017, Salatiga – Jawa Tengah, Indonesia .
188