• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

3 METODE PENELITIAN .1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di perairan Desa Teluk Buton Kecamatan Bunguran Utara Kabupaten Natuna pada bulan April sampai dengan Juni 2009. Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pertama pengumpulan data, tahap kedua observasi lapangan dan tahap ke tiga analisis data. Kondisi umum stasiun penelitian, dimana Desa Teluk Buton merupakan pusat Administratif pemerintahan dan terdapat dua pulau, yaitu Pulau Pendek dan Pulau Panjang. Pulau Pendek yaitu berada dibagian Timur Desa Teluk Buton dan berdekatan dengan Pulau Panjang, dimana Pulau Pendek tersebut tidak berpenghuni/berpenduduk serta bentuk fisiknya berbukit-bukit dan bergelombang. Sementara Pulau Panjang berada di bagian Barat Desa Teluk Buton, dimana pulau tersebut tidak berpenghuni/berpenduduk dan kondisi fisik pulau tersebut, yaitu datar dan berbukit serta ditumbuhi oleh pohon kelapa yang masih produktif. Stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

21

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Parameter perairan dan komunitas karang

Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data parameter perairan dan komunitas karang di stasiun penelitian Desa Teluk Buton, terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Alat dan bahan pengambilan data di stasiun penelitian

Parameter Perairan Komunitas Karang

Parameter Alat Satuan Alat

Kecerahan Secchi disch m Scuba

Kedalaman Deep meter consule m Roll meter

Kecepatan Arus Tali nilon dan gabus cm/dt Camera under water

pH pH meter GPS

Alat tulis bawah air

Perahu motor

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari lapangan melalui metode survei lapangan. Data primer meliputi (1) data parameter kualaitas perairan, (2) data ekologi terdiri dari : (a) persentase tutupan karang hidup yang terdiri dari

hard coral (Acropora dan non Acropora) berdasarkan life form, (b) data kelimpahan ikan karang terdiri dari : ikan target, ikan indikator dan ikan mayor, (c) data benthic fauna yang berasosiasi langsung dengan terumbu karang selain ikan, (3) data foto hamparan karang, (4) data sosial yaitu wawancara meliputi : (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Kelautan dan Perikanan, PLN dan Dinas Pekerjaan Umum), masyarakat setempat (stasiun penelitian), pengunjung, (5) penetapan stasiun penelitian.

Adapun proses pengambilan data primer yang terdiri dari data ekologi terumbu karang, foto hamparan karang, wawancara serta penetapan lokasi yaitu : 1. Ekologi terumbu karang

a. Life form karang

Pada lokasi transek, data diambil dengan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al. (1997), dengan beberapa

22

modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang sebanyak 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangannya yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran sepanjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter. Jenis karang yang dicatat dalam bentuk lifeform dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun komunitas karang berdasarkan lifeform. (Genus)

Kategori Kode Keterangan

Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih atau putih kotor

Dead Coral with Alga DCA Karang ini masih berdiri, struktur skeletal masih terlihat

Acropora

Branching

ACB Paling tidak 2

o percabangan. Memiliki axial dan radial oralit.

Encrusting

ACE Biasanya merupakan dasar dari bentuk acropora belum dewasa

Submassive ACS Tegak dengan bentuk seperti baji

Digitate ACD Bercabang tidak lebih dari 2o

Tabulate ACT Bentuk seperti meja datar

Non-Acropora

Branching

CB Paling tidak 2

o

percabangan. Memiliki radial oralit.

Encrusting

CE Sebagian besar terikat pada substrat (mengerak) Paling tidak 2o percabangan Foliose

CF Karang terikat pada satu atau lebih titik, seperti daun, atau berupa piring.

Massive CM Seperti batu besar atau gundukan

Submassive CS Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji.

Mushroom CMR Soliter, karang hidup bebas dari genera

Heliopora CHL Karang biru

Millepora CML Karang api

Tubipora CTU Bentuk seperti pipa-pipa kecil

Soft Coral SC Karang bertubuh lunak

Sponge SP

Zoanthids ZO

Others OT Ascidians, anemon, gorgonian, dan lain-lain

Alga Alga assemblage AA Coralline alga CA Halimeda HA Macroalga MA Turf alga TA

Abiotik Sand S Pasir

Rubble R Patahan karang yang ukurannya kecil

Silt SI Pasir berlumpur

Water W Air

23

b. Ikan karang

Pengamatan yaitu metode Underwater Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jenis dan jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2 . Spesies ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English et al. 1997), yaitu :

Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili oleh famili

Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan

Acanthuridae (ikan pakol).

Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);

Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5-25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding).

c. Benthic fauna

Kegiatan ini dilakukan untuk menghitung jumlah benthic fauna yang hidup dan berasosiasi dengan terumbu karang bukan termasuk ikan (Manuputy et al.

2006). Metode reef check benthic fauna , yaitu berupa transek yang sama sepanjang 70 m dan dengan lebar 1 meter ke kanan dan 1 meter ke kiri dari garis transek. Total bidang pengambilan dan pencatatan benthic fauna : (2 x 70 ) m2 = 140 m2. Biota yang dicatat jumlah individunya sepanjang transek adalah Udang Barong (Lobster), Bintang bulu seribu (Acanthaster Planci), Udang karang

24

(Drupella), Kima (Large Tridacna), Kima (Small Tridacna), Teripang (Large Holothurian), Teripang (Small Holothurian), Bulu Babi Pensil (Pencil Sea Urchin), Lola (Trochus Nilotichus) selain ikan.

2. Foto hamparan karang

Foto hamparan karang diambil distasiun penelitian yang berdekatan lansung dengan di 10 stasiun penelitian sipatnya menyebar terdiri dari foto hamparan karang, ikan-ikan karang dan benthic fauna yang ada di sekitar wilayah terumbu karang.

3. Sosial

Data sosial diambil melalui wawancara kepada stakeholder meliputi Pemerintah Daerah, masyarakat setempat dan pelaku wisata, dengan target 4 orang per instansi, masyarakat dan pelaku wisata untuk mengetahui tanggapan dan persepsi tentang wisata bahari di Desa Teluk Buton.

4. Penetapan stasiun penelitian

Penetapan titik stasiun penelitian sebanyak 10 titik yang dianggap sudah mewakili pengambilan data ekologi untuk memenuhi kebutuhan laporan penelitian dengan menggunakan global positioning system (GPS) untuk mencatat titik koordinat stasiun penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.

25

Data sekunder meliputi data-data biofisik, batimetri dan iklim yang diperoleh dari dinas instansi terkait, serta laporan-laporan perencanaan (RTRWK/Rencana Tata Ruang Wilayah), makalah-makalah, laporan penelitian, dan artikel-artikel yang terkait lainnya.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis data ekologi a) Persentase tutupan karang

Dari data hasil LIT tersebut bisa di hitung nilai persentase tutupan karang hidup (hard coral maupun soft coral) untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Analisis persentase tutupan karang hidup berdasarkan metode line intersect transect (LIT) dihitung berdasarkan formulasi Gomez and Yap (1988) yaitu :

Panjang tutupan karang hidup

Persentase tutupan (%) = x 100 %

Total panjang transek

Ni = li / L . 100 %

Dimana : Ni = Persen penutupan karang

li = Panjang total life form / jenis ke-i L = Panjang transek (70 m)

75 - 100 % : Sangat baik 50 – 74.9 % : Baik

25 – 49.9 % : Sedang 0 - 24.9 % : Rusak b) Analisis ikan karang

Untuk mengetahui kelimpahan masing-masing ikan karang dengan jumlah stasiun n, bisa dihitung kelimpahannya per satuan unit dengan rumus :

ind. Jenis ikan karang pada sts – i Kelimpahan jenis ikan =

Luas transek

26

c) Analisis benthic fauna

Untuk mengetahui kelimpahan masing-masing benthic fauna karang dengan jumlah stasiun n, bisa dihitung kelimpahannya per satuan unit dengan rumus :

ind. Benthic fauna pada sts – i Kelimpahan benthic fauna =

Luas transek

Untuk perhitungan analisis ekologis persentase tutupan karang, kelimpahan ikan karang dan kelimpahan benthic fauna dilakukan dengan menggunakan Ms.Excel 2007.

3.4.2 Analisis matriks kesesuaian untuk snorkeling

Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling mempertimbangkan tujuh (7) parameter dengan tiga (3) klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata snorkeling antara lain kecerahan perairan (%) dengan nilai bobot 5 dan mempunyai standar parameter (100) skor 3 (80 < 100) skor 3 (20-<80) skor 1 (<20) skor 0, tutupan komunitas karang (%) dengan nilai bobot 5 dan standar parameter (>75) skor 3 (>50-75) skor 2 (25-50) skor 1 (<25) skor 0, jumlah jenis

lifeform keragaman genus karang dengan bobot 3 dan standar parameter (>12) skor 3 (<7-12) skor 2 (4-7) skor 1 (<4) skor 0, jumlah jenis ikan karang mempunyai bobot 3 dan standar parameter (>50) skor 3 (30-50) skor 2 (10-<30) skor 1 (<10) skor 0, kecepatan arus dengan bobot 1 dan standar parameter (0-15) skor 3 (>15-30) skor 2 (>30-50) skor 1 (>50) skor 0, kedalaman terumbu karang dengan bobot 1 dan standar parameter (1-3) skor 3 (>3-6) skor 2 (> 6-10) skor 1 (>10-<1) skor 0 dan lebar hamparan datar karang dengan bobot 1 dan standar parameter (>500) skor 3 (>100-500) skor 2 (20-100) skor 1 (<20) skor 0 dan mempunyai jumlah maximum yaitu 57 yang digunakan untuk pembagian jumlah bobot dikali jumlah skor untuk menghasil nilai indek kesesuaian wisata snorkeling (Yulianda 2007). Menentukan indek kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling berdasarkan spot stasiun penelitian dengan menkolektor beberapa parameter sesusai foam, tersaji pada matrik IKW snorkeling dapat dilihat pada Tabel 3.

27

Tabel 3 Matrik kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling

No. Parameter Bobot Standar Parameter Skor N (Bobot x

Skor) 1. Kecerahan perairan (%) 5 100 3 80 < 100 2 20 - < 80 1 < 20 0 2. Tutupan komunitas karang % 5 > 75 3 > 50 – 75 2 25 – 50 1 < 25 0 3. Jenis (keragaman Genus) karang 3 > 12 3 < 7 -12 2 4 -7 1 < 4 0

4. Jenis ikan karang

3 > 50 3 30 – 50 2 10 - < 30 1 < 10 0 5. Kecepatan arus (cm/det) 1 0 – 15 3 >15 – 30 2 >30 – 50 1 > 50 0 6. Kedalaman terumbu karang (m) 1 1 – 3 3 > 3 – 6 2 >6-10 1 > 10-< 1 0 7. Lebar hamparan datar karang (m) 1 > 500 3 > 100 - 500 2 20 – 100 1 < 20 0 N = Nmaks = 57 IKW = Sumber : Yulianda (2007) IKW = (Ni/Nmaks) 100 %

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor) Nmaks = Nilai maksimun dari suatu kategori wisata

Nilai maksimum = 57 Keterangan:

S1 = Sangat sesuai, dengan IKW 83-100 % S2 = Sesuai, dengan IKW 50 - < 83 % N = Tidak sesuai, dengan IKW < 50%

28

3.4.3 Analisis matrik kesesuaian untuk diving

Wisata bahari dikawasan terumbu karang dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu wisata diving, wisata snorkeling. Menurut Yulianda (2007) kesesuaian wisata bahari dalam kategori wisata diving mempertimbangkan enam parameter dengan tiga (3) klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata bahari kategori wisata diving antara lain kecerahan perairan dengan nilai bobot 5 dan standar parameter (>80) skor 3 (50–80) skor 2 (20-<50) skor 1 (<20) skor 0, tutupan komunitas karang (karang keras, karang lunak dan biota lain) nilai bobot 5 dengan standar parameter (>75) skor 3 (>50-75) skor 2 (25-50) skor 1 (<25) skor 0, jenis lifefoom nilai bobot 3 dengan standar parameter (>12) skor 3 (<7-12) skor 2 (4-7) skor 1 (<4) skor 0 , jenis ikan karang dengan nilai bobot 3 dengan standar parameter (>100) skor 3 (50-100) skor 2 (20-<50) skor 1 (<20) skor 0, kecepatan arus memiliki nilai bobot 1 dengan standar parameter (0-15) skor 3 (>15-30) skor 2 (>30-50) skor 1 (>50) skor 0, dan kedalaman terumbu

karang dengan nilai bobot 1 dengan standar parameter (6-15) skor 3 (>15-20/3-<6) skor 2 (>20-30) skor 1 (>30-<3) skor 0. Potensi karang yang dapat

dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota lain yang berasosiasi langsung dengan karang. Komunitas-komunitas ini mempunyai nilai daya tarik wisata karena mempunyai variasi morfologi dan warna yang menarik. Parameter karang yang digunakan untuk kesesuaian wisata diving adalah persentase tutupan komunitas karang yang terdiri dari karang keras, karang lunak dan biota lainnya masuk kategori “other fauna”. Sedangkan luas hamparan karang yang dapat dimanfaatkan untuk wisata diving

dibatasi oleh kedalaman 30 meter. Selain parameter tutupan karang ada juga parameter lainnya seperti kecerahan perairan mempunyai nilai standar bobot yang sama dengan bobot tutupan karang, dimana kecerahan merupakan faktor pendukung untuk pertumbuhan karang, sehingga menjadi penentu untuk penetapan kesesuaian kawasan wisata diving. Penetapan indek kesesuain wisata

diving berdasarkan dalam penelitian ini berdasarka spot pengamatan di stasiun penelitian. Matrik indek kesesuaian wisata bahari kategori wisata diving dapat dilihat pada Tabel 4.

29

Tabel 4 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata diving

No. Parameter Bobot Standar Parameter Skor N

(Bobot x Skor) 1. Kecerahan perairan (%) 5 > 80 3 50 – 80 2 20 - < 50 1 < 20 0 2. Tutupan komunitas karang % 5 > 75 3 > 50 – 75 2 25 – 50 1 < 25 0 3. Jenis (keragaman Genus) karang 3 > 12 3 < 7 -12 2 4 -7 1 < 4 0

4. Jenis ikan karang

3 > 100 3 50 – 100 2 20 - < 50 1 < 20 0 5. Kecepatan arus (cm/det) 1 0 – 15 3 >15 – 30 2 >30 – 50 1 > 50 0 6. Kedalaman terumbu karang (m) 1 6 – 15 3 >15 – 20 / 3 - <6 2 >20 – 30 1 > 30 < 3 0 N = Nmaks = 54 IKW = Sumber : Yulianda (2007) IK W = ( Ni/Nmaks) 100 %

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Nilai maksimum = 54

Keterangan:

S1 = Sangat sesuai, dengan IKW 83 – 100 % S2 = Sesuai dengan IKW 50 - < 83 %

N = Tidak sesuai, dengan IKW < 50%

Berdasarkan parameter-parameter tersebut disusun matriks kesesuaian, kelas-kelas kesesuaian pada matrik tersebut menggambarkan tingkat kecocokan dari suatu bidang untuk penggunaan tertentu. Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi dalam dua kelas, yang didefenisikan sebagai berikut :

1) Kelas S1 : Sangat sesuai (highly suitable) : Kawasan ekosistem terumbu karang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk dikembangkan sebagai

30

kawasan wisata bahari (snorkeling dan diving) secara lestari, atau hanya mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti dan tidak terpengaruh secara nyata terhadap kondisi kawasan tersebut, serta tidak menambah masukan (input) untuk dikembang sebagai objek wisata bahari.

2) Kelas S2 : Sesuai (Suitable) : kawasan ekosistem terumbu karang yang mempunyai pembatas agak berat untuk pemanfaatan sebagai kawasan wisata bahari secara lestari. Faktor pembatas tersebut akan mengurangi pemanfaatan kawasan tersebut, sehingga diperlukan upaya tindakan-tindakan tertentu dalam membatasi pemanfaatan dan mengupayakan konservasi dan rehabilitasi.

3.4.4 Analisis penzonasian kawasan terumbu karang

Analisis penzonasian kawasan atau arahan pengeloaan pada penelitian ini, yaitu arahan pengembangan kawasan wisata bahari (Bakorsurtanal 1996; Arifin, 2001: Yulianda 2007). Pendekatan analisis keruangan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), dengan menggunakan software Arc View Ver.3.3.

3.4.5 Analisis nilai visual foto komunitas karang

Untuk menentukan nilai visual pengembangan wisata bahari yaitu menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Tahapan yang dilakukan dalam menentukan nilai SBE ini di awali dengan penentuan titik pengamatan, pengambilan foto, seleksi foto, penilaian oleh responden. Adapun tahapan dalam penentuan nilai SBE, yaitu :

a. Penentuan hamparan titik pengamatan dan pengambilan foto, yaitu lokasi pengamatan yang memiliki nilai kesesuaian wisata snorkeling dan diving

kategori S1 (sangat baik) dan S2 (baik). Pengambilan foto yaitu hamparan karang serta organisme yang berasosiasi dengan karang di stasiun penelitian. b. Seleksi foto, yaitu foto yang akan dipresentasikan/diperlihatkan pada

responden merupakan hasil seleksi dari seluruh foto yang diambil. Seleksi dilakukan dengan memilih foto yang dianggap dapat mewakili keanekaragaman ekosistem terumbu karang yang dilihat hamparan karang di stasiun penelitian. Untuk mengurangi bias akibat pengaruh cahaya perairan, maka dilakukan editing dengan menggunakan software ACDSee, sehingga

31

diharapkan foto yang dipresentasikan pada responden memiliki kualitas gambar yang sama dengan aslinya.

c. Penilaian oleh responden, yaitu: Responden yang dipilih wisatawan asing/lokal, pelaku wisata selam atau penyelam yang memiliki sertifikasi selam A1. Jumlah responden yang pilih sebanyak 50 orang. Penilaian oleh responden dalam bentuk memperlihatkan foto yang telah dipilih dalam bentuk kuisioner dan penayangan LCD Proyektor dalam bentuk presentasi. Dari setiap foto yang ditampilkan responden akan menilai setiap foto yang ditampilkan dengan memberikan skor 1 sampai 10, dimana skor 1 menunjukkan nilai yang paling tidak disukai dan skor 10 merupakan nilai yang paling disukai.

d. Perhitungan nilai visual dengan menggunakan Metode SBE diawali dengan tabulasi data, perhitungan frekuensi setiap skor (f), perhitungan frekuensi kumulatif (cf) dan cumulative probabilities (cp). Selanjutnya dengan menggunakan Tabel z ditentukan nilai z untuk setiap nilai cp. Khusus untuk nilai cp=1.00 atau cp = (z=± ) digunakan rumus perhitungan cp= 1 – 1/(2n) atau cp = 1/(2n) (Bock dan Jones 1968 diacu dalam khakim 2009). Rata-rata nilai z yang diperoleh untuk setiap fotonya kemudian di masukkan dalam rumus SBE sebagai berikut :

SBEx = (Zx – Zo) 100

Dimana :

SBEx = nilai penduga nilai keindahan pemandangan lanskap ke–x Zx = nilai rata-rata z untuk lanskap ke-x

Zo = nilai rata-rata suatu lanskap tertentu sebagai standar

Untuk sebaran apabila dibuat klasifikasi menjadi 3 yaitu nilai SBE tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan jenjang sederhana (simplified rating) menurut Sutrisno Hadi (2001) diacu dalam khakim (2009) dengan rumus:

Nilai tertinggi – nilai terendah I =

32

3.4.6 Analisis nilai daya dukung kawasan

Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dan manusia, dan (2) standar keaslian sumberdaya alam (Yulianda 2007).

Analisis daya dukung ditujukan para pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, sehingga perlu adanya penentuan daya dukung kawasan.

Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK). Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia, dapat dilihat pada rumus:

DDK =

k

Keterangan:

DDK = Daya dukung kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu. Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan pada (Tabel. 5). Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian tetap terjaga. Setiap melakukan kegiatan ekowisata, setiap pengunjung akan memerlukan ruang gerak yang cukup luas untuk melakukan aktivitas seperti diving (menyelam) dan snorkeling untuk menikmati keindahan pesona alam bawah laut, sehingga perlu adanya prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Tabel 6.

33

Tabel 5 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Jenis kegiatan pengunjung

(orang) Unit area (Lt) Keterangan Snorkeling 1 500 m2 Setiap 1 orang dalam

100 m x 5 m

Diving 2 2 000 m2 Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m

Sumber : Yulianda (2007)

Tabel 6 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Jenis kegiatan Waktu yang

dibutuhkan Wp-(jam)

Total waktu 1 hari Wt-(jam) Snorkeling 3 6 Diving 2 8 Sumber : Yulianda (2007)

ANALISIS STATUS TERUMBU KARANG

Dokumen terkait