2 TINJAUAN PUSTAKA
3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang bersumber dari Susenas 2008 – 2010 periode Maret. Data yang digunakan adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga beserta karakteristiknya, dengan cakupan Provinsi Papua. Jumlah sampel rumah tangga di Provinsi Papua dari tahun 2008 - 2010 berturut-turut adalah 1 000, 982, dan 1 032 rumah tangga. Jadi, secara keseluruhan jumlah rumah tangga yang diolah sejumlah 3 014 rumah tangga.
Data sekunder yang dijadikan bahan acuan untuk memperdalam analisis adalah data dari BPS, Kementrian Pertanian, dan penelitian yang terkait. Data dari BPS yang digunakan antara lain produksi dan konsumsi beras, dan luas lahan pertanian. Selain data, informasi terkait program ketahanan pangan pokok (beras) di Indonesia dan program diversifikasi pangan dari BKP, Kementan dijadikan rujukan dalam melakukan analisis secara deskriptif.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain variabel harga, pangsa pengeluaran per komoditi terpilih, dan pendapatan (yang didekati oleh pengeluaran). Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Asumsi rutinitas. Data konsumsi Susenas mencatat transaksi pengeluaran rumah tangga dalam kurun waktu seminggu yang lalu (untuk makanan) dan sebulan terakhir (untuk non makanan). Situasi ekonomi pada saat pengumpulan data seperti gejolak harga, inflasi, musim panen, musim kemarau, sebenarnya mempengaruhi asumsi rutinitas konsumsi rumah tangga. Akan tetapi, hal ini secara teori dimungkinkan untuk dilakukan.
2. Data pendapatan tidak diperoleh, sehingga nilai pendapatan didekati dengan pengeluaran. Pengeluaran konsumsi merupakan pengeluaran konsumsi selama sebulan yang diproksikan dari pengeluaran seminggu yang lalu untuk komoditi makanan dan pengeluaran sebulan yang lalu untuk komoditi bukan makanan.
3. Justifikasi nilai konsumsi terhadap beberapa rumah tangga (dikarenakan tidak semua rumah tangga mengkonsumsi kelompok makanan yang dipilih). Rumah tangga yang tidak mengonsumsi suatu komoditi dilakukan justifikasi nilai pengeluaran dengan menggunakan harga minimum dengan kuantitas yang sangat kecil yaitu 0.000001.
4. Justifikasi nilai pengeluaran konsumsi lebih difokuskan pada nilai pengeluaran konsumsi yang rata-rata merefleksikan gambaran konsumsi suatu komoditi di wilayah tertentu dan untuk menghilangkan efek inflasi maka dilakukan justifikasi dengan mendeflate nilai pengeluaran dengan indeks harga konsumen pada tahun tersebut.
5. Nilai harga untuk komoditi makanan merupakan harga implisit yang dihasilkan dari pendekatan total pengeluaran terhadap total konsumsi. Konversi satuan dilakukan untuk beberapa komoditi, sehingga setiap kelompok komoditas memiliki satuan yang sama
Model LA-AIDS digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pangan dan non pangan pada rumah tangga pada semua strata pendapatan (yang didekati dengan pengeluaran) dengan memasukkan variabel penjelas. Estimasi model dilakukan dengan memberikan bobot/penimbang pada setiap rumah tangga agar
sampel rumah tangga dapat mewakili populasinya. Adapun variabel yang digunakan (sesuai ketersediaan data) adalah:
1. Nilai pangsa pengeluaran untuk setiap komoditi pilihan perkapita sebulan per rumah tangga (interval). Cakupan komoditi yang dipilih didasarkan pada konsumsi pangan pokok masyarakat Papua, yaitu beras, ubi jalar, sagu, jagung, dan singkong. Komoditi tambahan yaitu daging, ikan, buah dan sayuran digunakan untuk menganalisis barang komplementer dari pangan pokok utama. Jadi, secara keseluruhan diteliti 9 komoditi pangan. Pemilihan komoditi yang diteliti didasarkan pada kelompok makanan yang sering dikonsumsi sekaligus mewakili pangan sumber karbohidrat dan protein utama. 2. Harga setiap komoditi yang secara implisit didekati dengan nilai pengeluaran
dibagi kuantitas konsumsi (interval).
3. Nilai total pengeluaran perkapita sebulan sebagai pendekatan dari pendapatan perkapita sebulan (interval). Hal ini didasarkan dengan asumsi bahwa semua pendapatan sebulan habis seluruhnya digunakan untuk konsumsi, tanpa ada tabungan.
4. Variabel dummy yang menunjukkan:
a. golongan rumah tangga (didekati dengan pengeluaran, yaitu miskin menengah, dan atas (ordinal). Rumah tangga miskin merupakan rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Golongan atas merupakan 20% rumah tangga dengan pengeluaran tertinggi, kemudian yang lain pada golongan menengah;
b. jenis potensi pangan lokal dari daerah tempat tinggal yaitu daerah potensi ubi jalar dan potensi sagu (nominal). Kabupaten/kota dikelompokkan berdasarkan produksi pangan pokok lokal yang utama dan nilai konsumsi normatif pangan daerah tersebut;
c. rumah tangga penerima raskin, yaitu: terima raskin dan tidak menerima raskin (ordinal).
5. Variabel tren tahun, yaitu : 2008, 2009, 2010 (ordinal).
Metode Analisis Analisis Deskriptif
Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam menafsirkan hasil observasi. Metode analisis ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama.
Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan secara umum keragaan kondisi pola konsumsi pangan rumah tangga di Provinsi Papua. Pola konsumsi dianalisis berdasarkan golongan rumah tangga, jenis pangan potensi menurut wilayah, dan status penerimaan raskin.
Analisis Model LA-AIDS
Metode analisis model Linear Approximation Almost Ideal Demand System (LA-AIDS), yang dapat digunakan untuk mempelajari fungsi konsumsi dengan variabel sosial ekonomi. Model ini digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yang ke-2 dan ke-3. Tujuan ke-2 didasarkan dari hasil model sistem
persamaan LA-AIDS sedangkan tujuan ke-3 dijawab menggunakan simulasi berdasarkan elastisitas yang dihitung dari koefisien penduga model.
Model LA-AIDS merupakan pengembangan dari kurva Engel dan fungsi permintaan tidak terkompensasi yang diturunkan dari teori maksimisasi utilitas. Deaton (1980a) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendapatan (pengeluaran) dengan tingkat konsumsi yang dinyatakan dalam bentuk budget share, sebagai berikut:
wi = αi + β i log x (3.1)
wi menunjukkan proporsi pangsa pengeluaran komoditi i sedangkan
x merupakan variabel penjelas yaitu harga dan pendapatan Model permintaan AIDS dibangun berdasarkan fungsi biaya yang didefinisikan sangat spesifik sehingga dapat mewakili struktur preferensi individu. Struktur preferensi ini dimungkinkan dilakukannya agregasi preferensi dari tingkat mikro sampai level yang lebih tinggi secara konsisten. Deaton dan Muellbauer (1980) membangun model permintaan AIDS berdasarkan fungsi biaya yang menunjukkan biaya minimum dari kebutuhan konsumen dalam memaksimalkan utilitasnya pada tingkat dan harga tertentu. Fungsi biaya dapat dinyatakan dengan:
log c(u, p) = (1−u) log[a(p)] + u log[b(p)] (3.2) c menunjukkan total pengeluaran, u dan p menunjukkan nilai utilitas dan vektor harga. Pada persamaan 3.2 fungsi a(p) dan b(p) bersifat linear positif dan homogen berderajat satu terhadap harga. Fungsi a(p) bernilai antara nol dan satu sehingga dapat diinterpretasikan sebagai biaya subsisten jika nilai u adalah nol. Sedangkan b(p) merupakan biaya “kenikmatan” (cost of bliss) jika nilai u adalah satu. Bentuk logaritmanya dengan sejumlah k komoditi persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi:
log ( , ) = + logpj + 1
2 ∗log log
+ (3.3)
α, β, dan γ adalah parameter.
Derivasi parsial dilakukan terhadap harga ∂ log c(u, p) / ∂ log pi = qi dan dengan asumsi nilai u yang konstan serta mengalikan kedua sisi dengan ⁄ ( , ), dimana ⁄ ( , ) = sehingga persamaan 3.3 menghasilkan fungsi permintaan berupa budget share komoditi i atau dinotasikan wi :
= + log +
(3.4) Berdasarkan tujuan memaksimalkan kepuasaan konsumen, total pengeluaran X sama dengan c(u, p), sehingga u dan budget share dapat dinyatakan sebagai fungsi dari pengeluaran dan harga dalam bentuk:
= + log + log (3.5)
Persamaan 3.5 dikenal sebagai model LA-AIDS Deaton dan Muellbauer (1980). P adalah indeks harga, dengan bentuk fungsional :
logP = + log + 1
2 ∗log log (3.6)
Indeks harga dalam bentuk fungsional tersebut akan membentuk persamaan AIDS yang cenderung non linear, sehingga nilai I (Price indeks) diestimasi dengan Stone’s Price indeks :
logI = log
(3.7) dengan demikian persamaan 3.6 menjadi model Linear Approximation AIDS :
= + log + logx− log
(3.8) Model AIDS dapat bersifat restricted atau unrestricted, dimana model yang restricted mengharapkan terpenuhinya beberapa asumsi dari fungsi permintaan adalah:
Adding Up : = 1, = 1, = 0, = 0
Homogeneity : = 0, untuk setiap i Symmetry : γij= γji
Fungsi biaya AIDS yang berbentuk fleksibel mengakibatkan fungsi permintaan persamaan 3.8 merupakan first order approximation dari perilaku konsumen dalam memaksimumkan kepuasaannya. Apabila maksimasi kepuasaan tidak terpenuhi atau tidak diasumsikan terjadi, fungsi permintaan AIDS tetap merupakan fungsi yang berhubungan dengan pendapatan dan harga, sehingga tanpa restriksi homogeneity dan symmetry, fungsi tersebut masih merupakan first order approximation terhadap fungsi permintaan secara umum. Beberapa kelebihan model LA-AIDS antara lain:
1. Dapat digunakan untuk mengestimasi sistem persamaan yang terdiri atas beberapa kelompok komoditi yang saling berkaitan.
2. Model lebih konsisten dengan data pengeluaran konsumsi yang telah tersedia. 3. Karena model merupakan semilog, maka secara ekonometrik model akan
menghasilkan parameter yang lebih efisien artinya dapat digunakan sebagai penduga yang baik.
4. Secara umum konsisten dengan teori permintaan karena adanya restriksi yang dapat dimasukkan dalam model dan dapat digunakan untuk mengujinya
Model LA-AIDS merupakan sebuah sistem persamaan yang secara ekonometrik dilakukan metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) yang diestimasi dengan prosedur Generalized Least Square (GLS). Model SUR terdiri atas suatu kumpulan peubah-peubah endogen yang dipertimbangkan sebagai suatu kelompok karena memiliki hubungan yang erat satu sama lain, sehingga SUR diartikan sebagai regresi yang seolah-olah tidak berkaitan satu sama lain yang disebabkan oleh kedekatan secara teoritis antar persamaan tersebut.
Ada beberapa persyaratan dasar yang harus dimiliki oleh sebuah model permintaan, yaitu symmetri dan homogeinity, sedangkan sifat fungsi permintaan yang utama yaitu adding up sudah dipenuhi model. Simetri diderivasi dari teori utilitas yang menunjukkan kekonsistenan konsumen dengan rasionalitas ekonomi dalam mengkonsumsi. Homogenitas menunjukkan kelenturan konsumen dalam melakukan pengaturan dan pengaturan ulang anggaran biaya konsumsi sesuai dengan perubahan anggaran total biaya konsumsi yang dimilikinya.
Sifat restriksi homogen dan simetri sulit untuk dipenuhi bila terjadi ketidakkonsistenan data. Uji restriksi perlu dilakukan untuk menunjukkan efektifitas model yang digunakan. Hasil uji restriksi yang signifikan menunjukkan model yang dihasilkan belum memenuhi asumsi restriksi yang dimaksud. Hasil uji model restriksi dalam penelitian ini dengan model yang tidak direstriksi pada taraf nyata satu persen menunjukkan hasil yang signifikan yang berarti bahwa model tidak terestriksi berbeda dengan model restriksi. Pembahasan selanjutnya mengggunakan model persamaan permintaan dengan memaksakan (impose) restriksi homogen dan simetri. Hal ini didasarkan dengan pertimbangan bahwa asumsi homogen dan simetri merupakan sifat suatu fungsi permintaan.
Spesifikasi Model
Dua tahapan model menggunakan model LA-AIDS mengkaji pola konsumsi rumah tangga berdasarkan strata pendapatan. Pengelompokan komoditi utama penelitian ini ada 9 komoditi makanan yaitu beras, ubi jalar, sagu, singkong, jagung, daging, ikan, sayur, dan buah. Model penelitian akan dibentuk untuk masing-masing golongan pendapatan (pengeluaran) yaitu atas, menengah, dan miskin/bawah. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi model yang digunakan Ingco (1991) dan Wen et al. (2003) sebagai pengembangan model asli Deaton dan Muellbauer (1980) sebagai berikut:
= + ∑ ln + ( ) + + +
1 + 2 + + (3.9)
dimana:
i = proporsi pangsa pengeluaran perkapita untuk kelompok komoditi ke-i j = estimasi harga kelompok komoditi ke-j
( )ij = total pengeluaran riil, yang dideflasi dengan indeks harga Stone i = indeks harga Stone dimana = ∑
= dummy golongan rumah tangga, dimana 0=rumah tangga miskin 1=rumah tangga tidak miskin
= dummy golongan rumah tangga, dimana 0=rumah tangga menengah 1=rumah tangga atas
1 = dummy potensi pangan lokal, dimana 0=potensi sagu 1=potensi ubi jalar
2 = dummy status rumah tangga penerima raskin, dimana 0=tidak menerima 1=menerima raskin
= tren waktu, dengan t = 0,1, dan 2 untuk tahun 2008 - 2010 i, j = kelompok komoditas pangan terpilih 1,2,..,9
Tujuan ke-3 dianalisis melalui pengukuran elastisitas dan simulasi yang diperoleh dari model LA-AIDS. Analisa dampak perubahan konsumsi komoditi beras dilakukan dengan 3 alternatif kebijakan melalui guncangan perubahan harga. Bentuk umum elastisitas harga pada permintaan yang tidak terkompensasi dari model LA-AIDS adalah:
= = − + = − + { − }/
= − + { − }/ (3.10)
keterangan: ij = 1 untuk i = j dan ij = 0 untuk i ≠ j.
dalam penurunan ini diasumsikan dlnP/dlnPj = wj. Berdasarkan penurunan
tersebut, bisa dituliskan rumusan elastisitasnya adalah sebagai berikut:
1. Elastisitas harga sendiri: = ( ) − 1
(3.11) 2. Elastisitas harga silang:
= ( ) (3.12) 3. Elastisitas pengeluaran (sebagai pendekatan elastisitas pendapatan):
= + 1 (3.13) dimana: , merupakan koefisien penduga model LA-AIDS
merupakan rata-rata pangsa pengeluaran
Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat elastisitas harga antara lain: 1. Tingkat substitusi. Semakin sulit mencari substitusi suatu barang, permintaan
terhadap barang tersebut semakin inelastis dan sebaliknya.
2. Jumlah pemakai. Semakin banyak jumlah pemakai, permintaan terhadap suatu barang semakin inelastis, dan sebaliknya.
3. Proporsi kenaikan harga terhadap pendapatan konsumen. Bila proporsi tersebut besar, maka permintaan cenderung lebih elastis.
4. Jangka waktu. Hal ini berkaitan dengan dimensi waktu, elastisitas jangka pendek adalah untuk jangka waktu kurang dari satu tahun dan elastisitas jangka panjang untuk jangka waktu lebih dari satu tahun. Untuk barang-barang yang habis dipakai dalam waktu kurang dari satu tahun (tidak tahan lama atau non durable goods), permintaan lebih elastis dalam jangka panjang dibanding jangka pendek. Sebaliknya untuk barang yang masa konsumsinya lebih dari setahun (barang tahan lama atau durable goods), permintaan lebih elastis dalam jangka pendek dibanding jangka panjang.
Hasil penghitungan elastisitas digunakan sebagai dasar dalam pengukuran dampak kebijakan. Simulasi ditentukan berdasarkan alternatif kebijakan yang pernah (dan sedang) menjadi pertimbangan pemerintah. Alternatif kebijakan yang disimulasikan adalah dengan tetap memberikan raskin kepada RTS terutama rumah tangga miskin; mencabut kebijakan raskin sehingga harga beras sesuai harga pasar; dan penggantian raskin menjadi komoditi pangan pokok lain.
Simulasi pertama adalah dengan tetap memberikan raskin terhadap RTS. Masih terdapat RTS miskin yang belum memperoleh raskin yang menjadi indikasi belum tepat sasaran. Harga diperhitungkan dengan dasar rata-rata harga beras yang dibayarkan oleh rumah tangga miskin sebagai prioritas RTS. Proporsi rumah tangga miskin yang menerima raskin hanya 55.1% dan membayar beras seharga rata-rata Rp1 859.7, masih terdapat 44.9% rumah tangga miskin yang belum mendapatkan raskin dan membayar beras rata-rata Rp3 096.9. Rata-rata harga beras yang dibayarkan oleh rumah tangga miskin adalah Rp2 415.5. Jadi, apabila semua rumah tangga miskin memperoleh raskin maka terjadi rata-rata harga beras turun sebesar 21.34%.
Simulasi ke-2 adalah kebijakan untuk mencabut raskin sehingga terjadi guncangan harga beras dimana harga disesuaikan harga pasar yaitu menjadi Rp5 200/kg. Harga rata-rata diperhitungkan dari proporsi beras yang bersumber raskin sebesar 33.98% dan yang berasal dari pembelian sebesar 66.02%. harga rata-rata yang diperoleh adalah sebesar Rp4 072.6 sehingga apabila raskin dicabut maka terjadi kenaikan harga beras sebesar 27.37%.
Simulasi ke-3 merupakan alternatif kebijakan yang masih dalam proses perumusan dan koordinasi, yaitu penggantian raskin menjadi Pangkin (komoditi disesuaikan kearifan pangan pokok lokalnya). Dalam cakupan Provinsi Papua, penulis mensimulasikan perubahan harga beras, ubi jalar, dan sagu berturut- turut naik 27.37%, turun 21.9%, dan turun 29.18%. Simulasi yang akan dipilih sebagai usulan kebijakan adalah yang mampu menurunkan konsumsi beras kemudian meningkatkan konsumsi pangan lokal (ubi jalar dan sagu) dengan tetap menjaga batas minimum asupan kebutuhan kalori.
Adapun bentuk matematis simulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: ln ⋮ ln = E ln ⋮ ln (3.14)
Keterangan: i sampai j adalah komoditi pangan terpilih yang dianalisis, yaitu: beras, ubi jalar, sagu, singkong, jagung, daging, ikan, sayur, dan buah.
E adalah matrik 9 x 10, yang merupakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan rumah tangga.
p adalah harga komoditi
y adalah pendapatan rumah tangga
Langkah selanjutnya dilakukan penghitungan konversi kuantitas konsumsi perkapita menjadi satuan kalori. Semua komoditi terpilih yang merupakan sumber karbohidrat dikalikan dengan rata-rata kalori per satuan (kg) kemudian dijumlahkan. Hasil penjumlahan dibandingkan dengan batas anjuran kalori WNPG dari pangan sumber karbohidrat senilai 1 100 kkal. Kebijakan yang memberikan dampak penurunan konsumsi beras dengan tetap menjaga batas asupan kalori yang telah dianjurkan yang akan disarankan.