• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Data arus diperoleh dari Mooring Aanderaa yang merupakan bagian dari Program Arlindo Indonesia-USA pada dua lokasi di Selat Makassar masing- masing pada posisi 2° 51,7’ LS;118° 27,5’ BB (Stasiun 1) dan 2° 51,2’ LS;118° 37,7’BB (Stasiun 2). Lokasi Mooring tersebut disajikan dalam Gambar 5 (a), data tersebut diperoleh dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta. Selain itu juga digunakan data Southern Oscillation Index (SOI) dari 1992 - 1999 yang diperoleh dari Bureau of Meteorology Australia (http://www.bom.gov.au 2005).

Data CTD (Conductivity Temperature and Depth) yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil survei Arlindo Mixing 1993/1994, Arlindo Circulation 1996/1998 yang diperoleh dari website Lamont-Doherty Earth Observatory

(LDEO) Columbia University, USA (www.ldeo.edu.id). Posisi lokasi pengambilan data CTD disajikan dalam Gambar 5 (b) dan Gambar 6 peta lokasi penelitian.

Metode Pengkuran

Pengukuran Arus

Data arus yang digunakan adalah hasil pengukuran mooring Aanderaa dengan sistem akustik yang ditambat selama 14 bulan. Andera itu sendiri mencatat besar dan arah arus pada kedalaman tertentu (200 m, 250 m, 350 m, 750 m, dan 1500 m) dengan interval perekaman setiap 20 menit.

Prinsip kerja sensor Aanderaa ini berdasarkan Shift Doppler tentang perambatan suara. Kerja alat ini bergantung kepada adanya partikel-partikel atau benda-benda renik dalam air yang bersifat menghamburkan suara. Suatu alat pengirim bunyi (transducer) mengirimkan satu berkas suara yang sempit dan berfrekuensi tinggi yang hamburannya akan diterima oleh pesawat penerima. Pesawat penerima ini dipasang sedemikian rupa sehingga hanya bisa mengawasi sebagian kecil saja dari volume air di tempat bunyi itu merambat. Berkas bunyi itu akan mengenai partikel-partikel padat yang mengambang dan bergerak bersama

geraknya arus. Berkas bunyi yang dihamburkan oleh partikel yang sedang bergerak akan me ngalami perubahan frekuensi, sesuai azas Doppler yakni perubahan frekuensi sebuah sinyal suara yang diterima dari obyek-obyek yang bergerak dimana frekuensi akan bertambah jika mendekati objek dan berkurang jika bergerak menjauhinya. Besarnya frekuensi tersebut akan sebanding dengan kecepatan gerak partikel, yang berarti sesuai pula dengan kecepatan arus yang diamati (http://nemoweb.ins.infn.it/sites/site 2002). Besaranya perubahan itu dikalibrasi menjadi ukuran besarnya arus oleh sensor Aanderaa.

(a) (b)

Gambar 5 (a) Peta Lokasi Mooring Andera 1996 – 1998 (data dikumpulkan dalam Program Arlindo Indonesia – Amerika Serikat (USA)). (b) Peta Lokasi CTD Tahun 1993, 1994 (data dikumpulkan dalam

Proyek Arlindo Mixing), 1996, 1998 (data dikumpulkan dalam Proyek Arlindo Circulation). (Transek 1, 2, 3 digunakan dalam analisis arus geostropik.

20

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6 Peta lokasi transek CTD yang digunakan untuk analisa lapisan termoklin (a) Agustus 1993 (b) Februari 1994 (c) November 1996 (d) Februari 1998

Pengukuran CTD

Pengukuran suhu, salinitas dengan menggunakan alat CTD (Conductivty,

Temperature, Depth) SBE 37-SM MicroCAT (spesifikasi alat, lampiran 2) merupakan instrumen yang terdiri dari beberapa sensor untuk mengukur kondiktivitas, suhu dan tekanan air.

Instrumen CTD menggunakan sel-sel elektroda sebagai sensor untuk mengukur konduktivitas, temperatur dan tekanan perairan. Sel-sel elektroda ini merupakan material nonkristal homogen yang disebut pyrex cell yang berbentuk tabung kaca yang dilapisi platina pada permukaan elektrodanya. Air laut yang mengalir akan melewati sel-sel elektroda ini dan sensor akan mengukur suhu, konduktivitas dan tekanan air dari permukaan sampai kedalaman tertentu.

Pengolahan dan Analisis Data

1. Analisa Deret Waktu (Time Series Analysis)

Data arus yang direkam dengan interval waktu 20 menit kemudian dirata- ratakan perjam guna pengurangan jumlah data yang besar. Untuk mengamati variabilitas Arlindo di Selat Makassar pada dua stasiun mooring yang terletak di Labbani Channel (memotong lintasan Arlindo) maka data deret waktu tersebut dilakukan analisis deret waktu (spektrum energi) guna ditelaah periodesitas dari fluktuasi arus pada kedua stasiun tersebut. Untuk itu dilakukan penapisan (filter) 50 jam dengan menggunakan Fast Fourier Transform (FFT) guna menghilangkan fluktuasi frekwensi tinggi. Penapisan ini menggunakan perangkat lunak Matlab 6.0.

Data yang diperoleh setelah mangalami penapisan (pemfilteran) terhadap data awal pada sembarang positif t dari xt-n sampai xt+m diberikan oleh (Bendat

and Piersol 1971) : ) 1 ...( ... ... 1 t 1 0 t 1 t 1 m t m n t n m k n k k t k t w x w x w x w x w x w x Y + + + = − = + + + + + + + = =

k = -n, -n + 1,...-1,0,1...m-1,m

dimana : n dan m adalah jumlah cakupan masing- masing ke sebelah kiri dan kanan dari xt sedangkan wk adalah fungsi pembobotan. Dalam penelitian ini

22

pertimbangan hasil lebih halus (smooth) dibandingkan dengan fungsi pembobotan lainnya. Bentuk dan fungsi pembobotan Lanczos adalah (Hamming dalam

Topogulf Group 1986) : ) 2 ...( ... ... ... ... ... ... / ) 1 ( / ) 1 ( sin( ) 1 ( ) ) 1 ( 2 sin( w w c k N i N i x i f i W − − − − = π π π π

Dimana fc adalah pemotongan frekuensi penapisan yaitu 50 jam dan N adalah

freuensi Nyquist guna menghilangkan fluktuasi atau signal dengan periode sampai 50 jam yang merupakan komponen harmonik pasang surut. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan software Matlab 6.0.

Selanjutnya data hasil penapisan ditentukan densitas spektrum energi untuk menelaah energi dari fluktuasi arus yang signifikan. Dengan menggunakan Metode Fast Fourier Transform (FFT), komponen Fourier (X(fk)) dari deret

waktu xt yang dicatat pada selang waktu h (1 jam) diberikan oleh Bendat dan

Piersol (1971) : ) 3 ...( ... ... ... ... ... ... 2 exp ) ( 1 0    − =

− = N kt i x h f X N t t k π Dimana t = 0,1,2,...N – 1

h = selang perekaman data (1 jam), N adalah jumlah pengamatan. Nilai densitas energi spektrum (Sx) dihitung sebagai berikut :

2 ) ( 2 k x X f N h S = ...(4) Analisis Spektrum Energi ini menggunakan Software Statistica 6.

2. Pembuatan Grafik Vektor atau Stickplot Arah dan Kecepatan Arus

Pembuatan grafik vektor ini dimaksudkan agar mempermudah penggambaran dan pembacaan arah dan kecepatan arus sehingga secara visual terlihat fluktuasi yang terjadi. Pembuatan grafik vektor ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Visual Basic versi 6.0. Grafik stickplot ditampilkan tiap bulan untuk setiap lapisan kedalaman.

3. Perhitungan Volume Transpor Nyata

Volume transport massa air yang melewati Selat Makassar dihitung dengan menggunakan asumsi bahwa Selat Makassar merupakan suatu kanal sehingga untuk menghitung besarnya debit massa air yang melewati dengan menggunakan Q =

= = 9 1 ) . ( l i l i A

v dimana Q adalah debit massa air, v adalah kecepatan arus dan A adalah luas penampang pada tiap lapisan kedalaman dimana Andera ditempatkan. l1l9 menyatakan luas permukaan dimana Aanderaa 1 – 9 ditempatkan.

Sebelum perhitungan di atas dilakukan terlebih dahulu data mooring dirata-ratakan per bulan untuk setiap lapisan, sedangkan luas penampang dihitung dari setiap lapisan dimana Andera diletakkan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah kecepatan perkiraan dari alat yang paling bawah ke dasar linier hingga 0 dan alat paling atas ke permukaan kecepatan linier hingga 0 (Gordon 1999).

Gambar 7 Sketsa mooring dan posisi kedalamannya pada kedua stasiun dimana Aanderaa di tempatkan di Selat Makassar

24

Setiap blok warna pada Gambar 7 menyatakan kecepatan yang seragam di setiap kedalaman. Kecepatan di tiap kedalaman tersebut mengacu kepada data

mooring. Untuk data kecepatan pada kedalaman yang tidak mempunyai data pengukuran, kecepatan dapat diperoleh dengan menarik garis linier dari data kecepatan yang sudah ada. V1 – V5 menunjukkan kecepatan acuan di tiap

kedalaman berdasarkan data mooring yang diperoleh. Kotak putih adalah tempat pengukuran data kecepatan pada setiap stasiun mooring. Garis merah adalah Sketsa asumsi yang digunakan dalam perhitungan dimana kecepatan perkiraan dari alat yang paling bawah ke dasar linier hingga 0 dan alat ke permukaan kecepatan linier hingga 0. Garis hitam adalah bentuk saluran dimana mooring

Aanderaa ditempatkan.

5.Perhitungan Arus Geostropik

Dalam menelaah sirkulasi massa air yang diakibatkan oleh arus geostropik, maka dibuat sebaran medan tekanan massa air yang dinyatakan dengan menghitung sigma-t, anomali spesifik volume dan sebaran melintang anomali kedalaman dinamik. Dari hasil analisis ini selanjutnya dibuat topografi dinamik pada kedalaman 0 dbar, 25 dbar, 50 dbar, 75 dbar, 100 dbar, 200 dbar dan 300 dbar semuanya relatif terhadap permukaan 400 dbar.

Perhitungan sigma-t, spesifik volume, anomali kedalaman dinamik berdasarkan metode yang dikembangkan oleh (Neumann dan Pierson 1966) Perhitungan sigma-t diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung nilai sigma-0 dengan rumus berikut :

j j jS B

= = 3 0 0 σ ...(1) dimana : B0 = -0,09344586324 B1 = 0,814876576925 B2 = -4,824961403E-4 B3 = 6,767861356E-6 S = Salinitas (psu)

Dari nilai σ0 tersebut nilai σt dapat dihitung sebagai berikut : j i j i ij i i i t A t A t t a ) ( 0 3 0 2 1 0 4 0 σ σ

∑∑

= = = + + = ...(2) dimana : t = Temperatur (°C) A10 = 1,0 A0 = 67,26 A11 = -4,7867E-3 a1 = 4,53168426 A12 = 9,8185E-5 a2 = -0,545939111 A13 = -1,0843E-6 a3 = -1,9824839871E-3 A20 = 0 a4 = -1,43803061E-7 A21 = 1,8030E-5 A22 = -8,164E-7 A23 = 1,667E-8

Kedalaman dinamik ditetapkan berdasarkan D = D35,0,p + ?D. D35,0,p

adalah kedalaman dinamik dari permukaan isobar dengan tekanan p yang diukur berdasarkan standar air laut dengan salinitas 35 ‰ pada suhu 0°C.

) 2 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... 0 , 0 , 35 , 0 , 35 dp D p p p p = α

Nilai spesifik volume air laut standard (α35,0,p) didasarkan pada rumus

empiris Fofonoff dan Tabata (1962). Setelah didapat nilai anomali kedalaman dinamik (? D) berdasarkan persamaan :

?D =

(

)

( ) 2 1 1 − − + + +

i i i i p p δ δ ...(3)

dimana ; D0 = 0 ; i = lapisan kedalaman ke- i, dan ? D =

p p dp 0 . δ

Dari hasil perhitungan anomali kedalaman dinamik (?D), dibuat grafik sebaran melintang anomali kedalaman dinamik yang menggambarkan garis-garis pada permukaan isobar di bawah permukaan laut yang memiliki nilai kedalaman dinamik sama. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui pergerakan massa air berupa arus geostropik antara dua stasiun yang berdekatan. Sebelum mengkonversi anomali kedalaman dinamik menjadi topografi dinamik ditetapkan dulu level of no motion atau reference level, suatu kedalaman dimana tidak gerak (arus) antara dua stasiun tersebut. Dalam analisis ini kedalaman level of no motion

26

adalah 400 m untuk transek 1 bulan Agustus 1993 dan transek 1 bulan Februari 1994. Sedangkan data pada transek 2 bulan Agustus 1993 dan transek 2 bulan Februari 1994 kedalaman level of no motion ditetapkan 2000 m sesuai dengan kedalaman minimum transek tersebut. Arah arus geostropik ditetapkan dengan melihat gambar sebaran melintang anomali kedalaman dinamik pada setiap transek, karena adanya perbedaan tekanan yang dinyatakan dalam kedalaman dinamik.

6. Perhitungan Lapisan Termoklin

Data CTD bulan Agustus 1993, Desember 1994, 1996 dan 1998 (stasiun CTD lihat Gambar 6) dibuat transek sejajar aliran dari utara ke selatan. Masing- masing data dimasukkan dalam program Excel dan dihitung gradien suhu per meter. Menurut Ross (1970) bahwa lapisan termoklin adalah lapisan dimana gradien suhu lebih dari 0,1°C/m. Dari data ini pula dicari Batas Atas Lapisan Termoklin dan Batas Bawah Lapisan Termoklin dan selanjutnya didapatkan ketebalan lapisan termoklin. Data tersebut kemudian dirata-ratakan lagi pada setiap titik CTD untuk setiap musim sehingga dapat ditemukan Batas Atas, Batas Bawah, dan Ketebalan Lapisan Termoklin pada setiap periode musim. Selanjutnya dicari standar deviasi setiap data untuk melihat heterogenitas data setiap musim.

Pola Arus Tiap Lapisan Kedalaman di Selat Makassar

Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 1

Pada bulan Desember 1996 – Februari 1997 yang merupakan puncak musim barat arah arus pada tiap lapisan kedalaman tidak memperlihatkan suatu perbedaan yang signifikan setiap bulan. Sepanjang musim aliran cenderung mengalir ke arah tenggara dan selatan sebagaimana disajikan dalam grafik

stickplot pada Gambar 8. Kecepatan arus melemah sejalan dengan bertambahnya kedalaman. Kecepatan maksimum 48,60 cm/det pada lapisan kedalaman 205 m dan minimum 1,20 cm/det pada kedalaman 755 m. Kecepatan rata-rata arus pada musim ini sebesar 27,23 cm/det.

Pada bulan Maret – Mei 1997 yang merupakan masa peralihan pertama menuju musim timur, pola arus masih belum mengalami perubahan yang signifikan. Pola arus pada musim ini dapat dilihat pada grafik stickplot

sebagaimana disajikan pada lampiran 4. Kecepatan maksimum 43,08 cm/det pada lapisan kedalaman 255 m dan minimum 29,37 cm/det pada lapisan kedalaman 355 m. Kecepatan rata-rata 31,19 cm/det. Data pada musim peralihan 1 mengalami kekosongan pada kedalaman 750 m. Penyimpangan arah arus terjadi ke arah barat daya dan utara dari arah arus umumnya sepanjang musim. Penyimpangan ini terjadi dengan kecepatan yang cukup lemah. Kecepatan arus rata-rata pada musim peralihan pertama ini mencapai 23,50 cm/det.

Selanjutnya pada bulan Juni – Agustus 1997 yang merupakan puncak musim timur kecepatan arus maksimum cukup tinggi yaitu 47,63 cm/det ke arah tenggara dan selatan pada lapisan kedalaman 205 m. Kecepatan minimum sebesar 10,55 cm/det pada lapisan kedalaman 750 m dengan kecepatan rata-rata sebesar 33,59 cm/det. Arah arus mengalami penyimpangan ke arah barat daya dan utara pada kedalaman 350 meter terutama pada bulan Juni. Gambaran fenomena ini disajikan dalam Gambar 9.

Memasuki musim peralihan kedua yaitu bulan September – November 1997 arah arus mulai bergerak tidak menentu terutama pada lapisan di bawah 255 meter dan kecepatan arus cenderung mengecil dibandingkan periode musim

29

sebelumnya. Pada lapisan kedalaman 350 m dan 750 m memperlihatkan arah arus yang cenderung bergerak ke arah barat laut dan utara sebagaimana disajikan dalam Gambar pada Lampiran 4. Kecepatan maksimum mencapai 42,23 cm/det pada lapisan kedalaman 205 m. Kecepatan minimum sebesar 2,85 cm/det dengan kecepatan rata-rata sebesar 22,69 cm/det.

Desember 1996

Januari 1997

Februari 1997

Gambar 8 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus pada Bulan Desember 1996 – Februari 1997 (Musim Barat, Fase La-Nina) di lapisan kedalaman 350 meter (stasiun 1)

Lebih lanjut pada puncak musim barat berikutnya yaitu pada Desember 1997, Januari 1998 dan Februari 1998 sebagaimana disajikan dalam Gambar 10 memperlihatkan kecepatan arus terlemah dari periode-periode sebelumnya. Kecepatan arus maksimum hanya mencapai 40,94 cm/det pada kedalaman 205 m dan minimum 9,50 cm/det pada kedalaman 755 m. Kecepatan arus rata-rata pada periode musim ini adalah sebesar 20,31 cm/det. Grafik stickplot arus pada stasiun 1 sebagaimana disajikan dalam Gambar 8, 9 dan 10 memperlihatkan kecepatan arus tertinggi terdapat pada musim timur yaitu sebesar 33,59 cm/det (Juni 1997 – Agustus 1997). Namun demikian terdapat keunikan pada musim barat (Desember 1996 – Februari 1997, Gambar 8) dengan kecepatan arus rata-rata yang sangat

tinggi jika dibandingkan dengan musim barat (Desember 1997 – Februari 1998). Peristiwa ini diduga karena pada musim tersebut adalah fase La-Nina sebagaimana diperlihatkan pada nilai Southern Oscillation Index (SOI) yang disajikan dalam Gambar 11.

Juni 1997

Juli 1997

Agustus 1997

Gambar 9 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus pada Bulan Juni 1997 – Agustus 1997 (Musim Timur) di lapisan kedalaman 350 meter (stasiun 1)

Nilai indeks pada Desember 1996 sampai Februari 1997 adalah positif yang berarti masa terjadinya La-Nina. Index ini mengindikasikan kekuatan angin pasat dimana jika nilai indeks tinggi, gradien tekanan antara timur dan barat pasifik tropis juga tinggi (Stewart 2003). Hal ini mengakibatkan angin pasat yang kuat sehingga mendorong massa air menumpuk di barat pasifik tropis dan menaikkan paras laut di wilayah tersebut. Akibatnya terbentuk kemiringan yang curam mengarah ke pantai selatan Jawa dan Sumbawa. Fenomena inilah yang mengakibatkan aliran arus yang kuat menuju ke selatan. Gordon et al. (1999) juga menyebutkan bahwa transpor Arlindo menguat pada fase La-Nina.

31

Desember 1997

Januari 1998

Februari 1998

Gambar 10 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus pada Bulan Desember 1997 – Februari 1998 (Musim Barat, fase El-Nino) di lapisan kedalaman 350 meter (stasiun 1)

Gambar 11 Indeks Osilasi Selatan (Southern Oscillation Index) tahun 1991 - 1999

Terdapat pola pergantian arah arus dalam periode mingguan (7 - 15 hari). Fenomena ini terjadi terutama pada lapisan kedalaman 1500 meter sebagaimana disajikan dalam Gambar 12, 13 dan 14. Hal ini diduga oleh karena gerakan kompensasi yang mengimbangi kontinuitas aliran kuat yang terjadi pada kanal yang sempit (recirculate). Selain itu juga fenomena ini diduga merupakan signal komponen pasut periode panjang Mm dan Mf yaitu lebih dari seminggu hingga 30 hari. Sebagaimana Lisitzin (1974) menyebutkan bahwa perairan yang posisinya berada pada 0 -10° S komponen Mm dan Mf memberikan kontribusi yang relatif besar yaitu masing- masing sekitar 22,31% dan 41,11%. Kondisi ini menunjukkan

bahwa pengaruh komponen pasut periode panjang terhadap dinamika laut seperti perairan Indonesia cukup besar.

Desember 1996

Januari 1997

Februari 1997

Gambar 12 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus di lapisan kedalaman 1500 meter Bulan Desember 1996 – Februari 1997 yang menunjukkan arah arus mengalami penyimpangan (reversal) yang diduga karena gerakan kompensasi terhadap kontinuitas pada kanal yang sempit Arah arus yang sesekali bergerak tak menentu arah hingga persisten ke arah utara dan barat laut juga terjadi terutama pada lapisan 350 meter sebagaimana disajikan dalam Gambar 13. Fenomena ini diduga kuat oleh karena propagasi Kelvin Wave dari Samudera India yang merambat masuk melalui Selat Lombok. Sprintall at al. (2000) menyebutkan bahwa signal Gelombang Kelvin ditemukan di Lintasan Arus Pantai Jawa (APJ) dan berbelok ke utara melalui Selat Lombok dan memasuki Selat Makassar.

33

Mei 1997

Juni 1997

Gambar 13 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus di lapisan kedalaman 350 meter Bulan Mei dan Juni 1997 yang menunjukkan arah arus mengalami penyimpangan (reversal) yang diduga karena propagasi dari Gelombang Kelvin

Juni 1997

Juli 1997

Agustus 1997

Gambar 14 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus di lapisan kedalaman 1500 meter Bulan Juni 1997 – Agustus 1997 yang menunjukkan arah arus mengalami penyimpangan (reversal) yang diduga karena gerakan kompensasi terhadap kontinuitas pada kanal yang sempit.

Desember 1997

Januari 1998

Februari 1998

Gambar 15 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus di lapisan kedalaman 1500 meter Bulan Desember 1997 – Februari 1998 yang menunjukkan arah arus mengalami penyimpangan (reversal) yang diduga karena gerakan kompensasi terhadap kontinuitas pada kanal yang sempit.

Fluktuasi Arus dalam Ranah Waktu di Lokasi Mooring Stasiun 2

Seperti halnya lokasi mooring sebelumnya, mooring stasiun 2 memperlihatkan pola arus yang relatif sama (Gambar 16,17 dan 18). Pada bulan Desember 1996, Januari 1997 dan Februari 1997 (Gambar 16) yang merupakan awal pengamatan menampakkan kecepatan arus yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan arus pada stasiun 1. Kecepatan arus tertinggi mencapai 52,15 cm/det pada kedalaman 250 m dan kecepatan minimum 0,32 cm/det pada kedalaman 750 meter dengan kecepatan rata-rata sebesar 30,05 cm/det. Pada lapisan 1500 m arah arus berbalik 180° menuju ke arah barat laut dan utara dengan kecepatan yang sangat lemah.

Berikut pada bulan Maret, April dan Mei 1997 yang merupakan fase peralihan 1 menuju ke musim timur, kecepatan arus pada lapisan 200 m hingga 350 meter masih cukup tinggi. Grafik stickplot pada periode musim peralihan 1 dapat dilihat pada Lampiran 5. Kecepatan maksimum arus hingga mencapai 49,17

35

cm/det dengan arah yang konsisten ke selatan, tenggara dan barat daya. Kecepatan minimum hanya 2,68 cm/det pada lapisan kedalaman 1500 m dengan kecepatan rata-rata sebesar 28,38 cm/det. Mulai dari lapisan kedalaman 350 meter arah arus mulai berbalik ke utara dengan kecepatan yang melemah dibandingkan dengan pada lapisan 200 meter.

Periode puncak musim timur yaitu pada bulan Juni, Juli dan Agustus 1997 memperlihatkan arah arus yang unik. Pada minggu pertama bulan Mei dan Juni arah arus sesekali mengarah ke barat laut hingga ke utara pada kedalaman 350 meter (Gambar 17). Kecepatan arus maksimum pada musim ini mencapai 53,07 cm pada kedalaman 350 m dan minimum 0,63 cm/det pada kedalaman 1500 m. Kecepatan rata-rata arus pada musim ini adalah sebesar 29,85 cm/det.

Pada periode September, Oktober dan November 1997 yang merupakan fase peralihan 2 menuju musim barat kecepatan arus perlahan melemah dengan arah yang konsisten ke selatan dan tenggara. Kecepatan arus maksimum masih cukup tinggi hingga mencapai 45,14 cm/det pada kedalaman 250 m dan minimum adalah 4,42 cm/det pada kedalaman 1500 m. Kecepatan arus rata-rata lebih rendah dari periode musim timur yaitu hanya 20,57 cm/det.

Desember 1996

Januari 1997

Februari 1997

Gambar 16 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus pada Bulan Desember 1996 – Februari 1997 (Musim Barat, fase La-Nina) di lapisan kedalaman 350 meter (stasiun 2)

Juni 1997

Juli 1997

Agustus 1997

Gambar 17 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus pada Bulan Juni 1997 – Agustus1997 (Musim Timur) di lapisan kedalaman 350 meter (stasiun 2)

Desember 1997

Januari 1998

Februari 1998

Gambar 18 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus pada Bulan Desember 1997 – Februari 1998 (Musim Timur) di lapisan kedalaman 350 meter (stasiun 2)

Pada musim barat berikutnya yaitu bulan Desember 1997 – Februari 1998 kecepatan arus melemah dengan nilai maksimum hanya mencapai 40,47 cm/det pada kedalaman 250 m. Gambaran kekuatan dan arah arus untuk periode musim

37

ini disajukan dalam Gambar 18. Kecepatan ini merupakan terlemah dari periode- periode lainnya. Kecepatan minimum mencapai 3,93 cm/det pada kedalaman 1500 m. Kecepatan arus rata-rata pada periode musim ini hanya mencapai 18,43 cm/det. Arah arus masih menunjukkan keunikan pada lapisan 1500 m yang mengarah ke utara, hal ini menyimpang dari karakter Arlindo sebenarnya sebagaimana digambarkan dalam Gambar 20.

Hasil stickplot pada stasiun 2 memberikan gambaran yang relatif sama dengan fenomena yang terjadi pada satsiun 1. Namun demikian kecepatan arus pada stasiun 2 cenderung lebih kuat. Arah dan kecepatan arus masih menunjukkan karakter yang sama dimana kecepatan arus melemah dengan bertambahnya kedalaman sedangkan arah arus konsisten ke selatan dan tenggara serta pada periode musim tertentu dan lapisan tertentu mengarah ke utara. Menurut Susanto dan Gordon (2003) mengarahnya aliran arus ke utara pada kedalaman 200 m - 350 m pada bulan September 1997 – Februari 1998 diduga akibat pengaruh ENSO yang kuat pada bulan-bulan tersebut. Mereka juga menyebutkan bahwa selama puncak El-Nino September 1997 – Februari 1998 aliran mengarah ke utara inilah yang mereduksi total transpor ke selatan. Pada akhir Mei dan Juni 1997 juga terlihat arah arus mengarah ke utara pada lapisan kedalaman 350 meter (Gambar 19). Sedangkan Sprintall et al. (2000) menyebutkan bahwa pada periode waktu yang relatif singkat yaitu dari Akhir Mei sampai awal Juni, di sisi timur Selat Makassar terdapat arus yang mengarah ke utara. Aliran arus ke utara ini berhubungan dengan tibanya Gelombang Kelvin di Selat Makassar yang merambat dari Selat Lombok. Dalam penelitian ini ditemukan aliran yang mengalami pembalikan arah tidak hanya terjadi pada bulan-bulan tertent u tretapi sepanjang tahun terutama di lapisan dalam (750 m – 1500 m). Sehingga diduga kuat pembalikan ini bukan disebabkan karena El-Nino tetapi oleh karena gerakan kompensasi terhadap suatu kontinuitas sebagaimana disajikan dalam Gambar 21 dan 22.

Sebaga imana telah disebutkan sebelumnya yaitu terdapat keunikan seperti pada dua periode musim barat yaitu Desember 1996 – Februari 1997 (Gambar 16) dan Desember 1997 – Februari 1998 (Gambar 18). Periode musim barat pada Desember 1996 – Februari 1997 menunjukkan kecepatan arus yang cukup tinggi

dibandingkan periode musim barat pada Desember 1997 – Februari 1998. Padahal kecepatan arus maksimum di Selat Makassar terjadi pada saat angin musson tenggara antara Juli – September dan minimum saat Muson Barat Laut antara November – Februari sebagaimana dikemukakan oleh (Meyers et al. 1995; Gordon et al. 1999; Molcard et al. 2000; Hautala et al. 2001).

Mei 1997

Juni 1997

Gambar 19 Grafik stickplot kecepatan dan arah arus pada bulan Mei dan Juni 1997 dimana terjadi penyimpangan (reversal) arah arus ke utara dan barat laut yang diduga karena propagasi Gelombang Kelvin

Desember 1996

Januari 1997

Februari 1997

Gambar 20 Grafik stickplot arah dan kecepatan arus di lapisan kedalaman 1500 meter Bulan Desember 1996 – Februari 1997 yang memperlihatkan arah arus mengalami penyimpangan (reversal) yang diduga karena gerakan kompensasi terhadap kontinuitas pada kanal yang sempit

Dokumen terkait