• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

D. Metode penentuan harga pokok produksi

Penentuan harga pokok adalah bagaimana memperhitungkan biaya kepada suatu produk atau pesanan atau jasa, yang dapat dilakukan dengan cara memasukkan seluruh biaya produksi atau hanya memasukkan unsur biaya variable saja. Didalam penentuan harga pokok produksi dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu:

1. Variable Costing

Menurut Mulyadi (2009:18) variable costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berprilaku variable ke dalam biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variable. Dengan demikian biaya produksi menurut metode variable costing terdiri dari unsur biaya produksi sebagai berikut:

Biaya bahan baku XXX

Biaya tenaga kerja langsung XXX

Biaya overhead pabrik variable XXX+

Biaya produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing terdiri dari unsur biaya produksi variable (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsug, biaya overhead pabrik variable) ditambah dengan biaya nonproduksi (biaya pemasaran variable, biaya administrasi dan umum variable). Kelemahan metode variable costing :

a. Pemisahan biaya-biaya ke dalam biaya variable dan tetap sebenarnya sulit dilaksanakan karena jarang sekali suatu biaya benar-benar variable atau benar-benar tetap. Suatu biaya digolongkan sebagai suatu biaya variable jika asumsi berikut ini dipenuhi:

1) Bahwa harga barang atau jasa tidak berubah

2) Bahwa metode dan prosedur produksi tidak berubah-ubah 3) Bahwa tingkat efisiensi tidak berfluktuasi.

Sedangkan biaya tetap dapat dibagi menjadi dua kelompok: 1) Biaya tetap yang dalam jangka pendek dapat berubah 2) Biaya tetap yang dalam jangka panjang konstan

b. Metode variable costing dianggap tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim, sehingga laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum harus dibuat atas dasar metode full costing. Metode variable costing memang lebih ditujukan untuk memenuhi informasi bagi kepentingan intern perusahaan.

c. Dalam metode variable costing, naik turunnya laba dihubungkan dengan perubahan-perubahan dalam penjualannya. Untuk perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat musiman, variable costing akan menyajikan kerugian yang berlebih-lebihan dalam periode-periode tertentu, sedangkan dalam periode lainnya akan menyajikan laba yang tidak normal.

d. Tidak diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan dan harga pokok persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga akan mengurangi modal kerja yang dilaporkan untuk tujuan-tujuan analisis keuangan. (Mulyadi, 2009:152)

2. Full Costing

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), perusahaan manufaktur diwajibkan untuk menerapkan metode perhitungan harga pokok penuh (full absorption costing) untuk keperluan pelaporan kepada pihak eksternal. Dalam sistem harga pokok penuh seluruh biaya produksi variable dan biaya produksi tetap dibebankan kepada produk. Sedangkan dalam sistem harga pokok variable (variable costing) hanya biaya produksi variable yang dibebankan kepada produk (Witjaksono, 2013:117).

a. Pengertian full costing

Full costing adalah suatu metode dalam penentuan harga pokok suatu produk dengan memperhitungkan semua biaya produksi, seperti biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variable dan biaya overhead pabrik tetap (Bustami dan Nurlela 2010:40). Menurut Mulyadi (2009:17) full costing merupakan metode penentuan biaya produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang berprilaku variable maupun tetap. Biaya produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur biaya produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsug, biaya overhead pabrik variable, biaya overhead pabrik tetap) ditambah dengan biaya nonproduksi (biaya pemasaran, biaya administrasi dan umum).

b. Metode Full Costing Ditinjau dari Sudut Penentuan Harga Pokok Produksi

Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berprilaku tetap maupun variable kepada produk. Harga pokok produksi menurut metode Full Costing terdiri dari:

Biaya bahan baku XXX

Biaya tenaga kerja langsung XXX

Biaya overhead pabrik variable XXX

Biaya overhead pabrik tetap XXX+

Harga Pokok Produksi XXX

Dalam metode Full Costing, biaya overhead pabrik, baik yang berprilaku tetap maupun variable, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (unsur harga pokok penjualan) apabila produk jadi tersebut telah terjadi. Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan dimuka pada kapasitas normal, maka jika dalam suatu periode biaya overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut, akan terjadi pembebanan overhead lebih atau overhead kurang. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok produk yang masih dalam persediaan tersebut (baik yang berupa

persediaan produk dalam proses maupun produk jadi). Namun jika dalam suatu periode akuntansi tidak terjadi pembebanan overhead pabrik lebih atau kurang, maka biaya overhead pabrik tetap tidak mempunyai pengaruh terhadap perhitungan rugi-laba sebelum produknya laku dijual (Mulyadi, 2009:122).

Metode Full Costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual. Jadi biaya overhead pabrik yang terjadi, bagian yang berprilaku tetap maupun yang variable, masih dianggap sebagai aktiva (karena melekat pada persediaan) sebelum persediaan tersebut terjual. Full Costing mengadakan pemisahan antara biaya produksi dengan period cost. Biaya produksi adalah biaya yang diidentifikasikan dengan produk yang dihasilkan, sedangkan period cost adalah biaya-biaya yang tidak ada hubungannya dengan produksi dan dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Biaya yang termasuk dalam period cost menurut Full Costing adalah biaya pemasaran, dan biaya administrasi dan umum baik yang berprilaku tetap maupun variable (Mulyadi, 2009:124).

c. Perbedaan perhitungan rugi-laba metode full costing dengan metode variable costing

1) Perbedaan pokok antara metode full costing dengan metode variable costing adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya overhead pabrik tetap. Jika misalnya:

A : volume penjualan dalam satuan kuantitas B : volume produksi dalam satuan kuantitas C : biaya overhead pabrik tetap per periode

Jumlah biaya overhead pabrik tetap per satuan yang dibebankan kepada produk adalah sebesar c/b. Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik tetap yang dibebankan

kepada produk per periode adalah sebesar hasil kali biaya overhead pabrik tetap per satuan produk (c/b) dengan jumlah produk yang dijual dalam periode.

2) Bila volume penjualan konstan dan volume produksi berubah, maka laporan rugi laba variable costing menunjukkan laba atau rugi yang konstan karena laba atau rugi tidak dipengaruhi oleh perubahan persediaan, sedangkan laporan rugi laba full costing akan menunjukkan laba atau rugi yang berubah, karena dipengaruhi oleh perubahan persediaan.

3) Bila volume produksi konstan, kedua metode tersebut akan menunjukkan laba yang berubah sesuai dengan penjualannya, yaitu bila volume penjualan naik, maka laba akan naik dan sebaliknya apabila volume penjualan turun, maka laba akan turun, tetapi perubahan laba dalam kedua metode tersebut tidak sama, karena di dalam full costing perubahannya dipengaruhi oleh perubahan persediaan (Mulyadi, 2009: 127-132).

d. Pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk atas dasar tarif dalam metode full costing

Tarif biaya overhead pabrik yang telah ditentukan dimuka kemudian digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik kepada produk yang diproduksi. Jika perusahaan menggunakan metode full costing didalam penentuan harga pokok produksinya, produk akan dibebani biaya overhead pabrik dengan menggunakan tarif biaya overhead pabriik variable dan tarif biaya overhead pabrik tetap.

Setelah tarif biaya overhead pabrik ditentukan, maka produk yang diproduksi sesungguhnya dibebani dengan biaya overhead

pabrik dengan menggunakan tarif tersebut. Jurnalnya sebagai berikut:

Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik XXX

Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan XXX

e. Pengumpulan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya dalam Metode Full Costing

Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dicatat dalam rekening control biaya yang sesungguhnya. Rekening ini dirinci lebih lanjut dalam kartu biaya untuk jenis biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi. Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik (BOP) yang sesungguhnya terjadi adalah sebagai berikut:

BOP

sesungguhnya XXX

Persediaan Bahan Penolong XXX

Persediaan Bahan Bakar XXX

Gaji dan Upah XXX

Persediaan Suku Cadang XXX

Persekot Ansuransi Gedung XXX

Akumulasi Depresiasi Mesin XXX

Kas XXX

(Mulyadi, 2009: 127-132).

f. Perhitungan dan analisis selisih biaya overhead pabrik dengan metode full costing

Jika perusahaan menggunakan metode full costing dalam penentuan harga pokok produksinya, pada akhir periode akuntansi dilakukan penghitungan selisih biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk. Untuk mencatat selisih biaya overhead pabrik jurnalnya adalah sebagai berikut:

1) Jurnal untuk menutup rekening biaya overhead pabrik yang dibebankan ke rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya.

Biaya Overhead Pabrik yang dibebankan XXX

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya XXX

2) Jurnal untuk mencatat selisih biaya overhead pabrik

Selisih biaya overhead pabrik XXX

Biaya overhead pabrik sesungguhnya XXX

(Mulyadi, 2009: 207-208)

Terjadinya selisih tersebut disebabkan karena satu atau beberapa faktor. Salah satu faktor penyebab terjadinya selisih tersebut adalah kurang tepatnya taksiran biaya overhead pabrik yang digunakan untuk menghitung tarif. Sedangkan faktor-faktor lainnya adalah:

1) Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi besar atau kecil bila dibandingkan dengan biaya overhead pabrik yang dianggarkan (yang digunakan untuk menghitung tarif biaya overhead pabrik atas dasar kapasitas normal), yang telah disesuaikan pada tingkat kapasitas sesungguhnya. Hal ini merupakan petunjuk bahwa perusahaan telah mengeluarkan biaya overhead pabrik telalu banyak atau sangat hemat. Penyebab utama ini terutama adalah biaya overhead pabrik variable.

2) Kegiatan produksi lebih besar atau kurang untuk menyerap bagian biaya overhead pabrik tetap untuk bulan tertentu. Hal ini merupakan petunjuk ketidak efisienan, adanya idle time

overtime. Selisih ini berhubungan dengan biaya overhead pabrik tetap.

3) Selisih biaya overhead pabrik mungkin terjadi sebagai akibat faktor-faktor musiman seperti perbedaan jumlah hari dalam bulan atau sifat-sifat musiman elemen biaya overhead pabrik tertentu. Selisih ini disebabkan oleh biaya overhead pabrik baik yang berupa variable maupun yang tetap (Mulyadi, 2009: 209-210).

Dokumen terkait