• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

3.2 Alat dan Bahan

3.3.1 Metode pengambilan data pertumbuhan lamun

Pengukuran pertumbuhan mutlak rhizome dan daun lamun dilakukan dengan mengukur panjang dan diameter rhizome serta panjang daun lamun pada selang waktu tertentu. Metode pengukuran pertumbuhan lamun dengan

melakukan penandaan (tagging) pada rhizome dan daun lamun (Lampiran 1). Penandaan rhizome lamun menggunakan kabelties dan kertas tanda (kertas newtop) yang dipasang pada pangkal tunas terakhir (Short dan Duarte, 2001).

Panjang dan diameter awal rhizome diukur setelah tunas terakhir menggunakan jangka sorong pada saat penandaan, kemudian lamun dibiarkan tumbuh secara alami selama satu bulan. Setelah satu bulan, dilakukan pemanenan rhizome untuk dilakukan pengukuran panjang dan diameter akhir dan dihitung pertumbuhannya (Lampiran 1). Kegiatan penandaan dan pengukuran lamun ditampilkan pada Lampiran 2.

Penandaan daun lamun dilakukan dengan membuat lubang menggunakan jarum/kawat ditusukkan pada bagian dasar daun dekat rhizome (Short dan Duarte, 2001). Kemudian diukur panjang daun awal dan dibiarkan selama waktu tertentu. Panjang daun akhir diukur pada saat pemanenan, pengukuran dengan memisahkan daun muda dan daun daun tua, daun muda adalah daun yang muncul selama penandaan. Daun tua adalah daun yang terdapat lubang tanda sedangkan daun muda tidak terdapat lubang bekas penandaan.

3.3.2. Metode pengambilan data produksi lamun

Metode pengukuran produksi total lamun (gbk/m2/bulan) dilakukan dengan mengukur berat kering daun, rhizome, akar, dan batang (stem) dibagi waktu (interval waktu). Pengukuran produksi lamun dengan metode penandaan (Short dan Duarte, 2001). Metode pengukuran produksi total pada area tertentu yaitu dengan mengambil semua bagian lamun yang ditandai dalam suatu transek kuadrat 1 m2 selama selang waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan lamun yang telah ditandai dalam pengukuran pertumbuhan lamun untuk pengukuran produksi lamun. Setelah masa penandaan, lamun dipanen dan dimasukkan ke dalam plastik contoh dan disimpan dalam coolbox untuk kemudian dianalisis di laboratorium.

3.3.3 Metode pengambilan data kualitas air

Parameter kualitas air seperti salinitas, suhu, kadar oksigen terlarut (DO), dan pH diukur menggunakan HorribaTM

cool box, untuk kemudian dianalisis di laboratorium.

(Lampiran 1). Kecerahan diukur menggunakan secchi disk. Analisis kandungan kimia perairan dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan IPB. Contoh air diambil dengan botol contoh kemudian disimpan dalam cool box. Contoh substrat diambil

menggunakan core kemudian disimpan dalam plastik serta dimasukkan dalam

3.3.4 Metode analisis contoh lamun, air dan subtrat

Analisis contoh air (nitrat dan fosfat) menggunakan spektrofotometer di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh substrat dianalisis menggunakan metode pipet (Sudjadi et al.,1971) untuk mengetahui jenis substrat habitat lamun, analisis dilakukan di Laboratorium Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Analisis sampel lamun untuk pengukuran produksi lamun dilakukan di Laboratorium Kering, Bagian Hidrobiologi Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bagian-bagian lamun seperti daun, stem, rhizome dan akar yang dipanen, dicuci bersih menggunakan air tawar hingga tidak ada lagi sedimen maupun epifit yang menempel. Bagian-bagian organ lamun dipotong dan dipisah berdasarkan bagian atas (above ground) yaitu daun dan stem dan bagian bawah (below ground) yaitu akar dan rhizome. Setelah lamun dibersihkan kemudian dikeringkan menggunakan oven selama 24 jam pada suhu 60°C. Kemudian lamun ditimbang bobot keringnya, bobot kering bagian atas lamun dan bobot

kering bagian bawah lamun. Produksi lamun sama dengan total berat kering dari daun, stem, rhizome, dan akar dalam area 1 m2 dibagi interval waktu. Produksi bagian atas lamun merupakan total bobot kering bagian atas lamun dibagi interval waktu dan produksi bagian bawah lamun merupakan bobot kering bagian bawah lamun dibagi interval waktu dengan satuan gram berat kering/m2

(gbk/m

/bulan 2

3.3.5 Analisis data pertumbuhan dan produksi lamun /bulan).

Pertumbuhan mutlak rhizome (cm/bulan) dihitung berdasarkan pertambahan ukuran rhizome selama waktu penandaan. Lamun yang telah dibiarkan tumbuh selama satu bulan (masa penandaan), diukur pertumbuhan panjang dan diameter rhizomenya. Pertumbuhan mutlak daun diperoleh dari pertambahan ukuran panjang daun selama penandaan dibagi lamanya waktu penandaan. Pertumbuhan rhizome dan daun dihitung dengan rumus di bawah ini (Short dan Duarte, 2001):

Keterangan:

P = Pertumbuhan mutlak rhizome/daun lamun (cm/bulan) Pt

P

= Panjang rhizome/daun setelah masa penandaan (cm) ₀

t = Periode pengukuran/ masa penandaan (bulan) = Panjang rhizome/daun lamun awal pengukuran (cm)

Produksi total lamun sama dengan total berat kering lamun dalam area 1 m2 dibagi dengan interval waktu penandaan. Produksi bagian atas lamun merupakan total bobot kering bagian atas lamun (stem dan daun) dibagi interval waktu dan produksi bagian bawah lamun merupakan total bobot kering bagian

bawah lamun (rhizome dan akar) dibagi interval waktu. Produksi lamun dapat dihitung dengan rumus di bawah ini (Short dan Duarte, 2001):

Keterangan:

P = Produksi total lamun (gbk/m2

W = Berat kering lamun dalam satu area (gbk/m /bulan)

2 t = Periode pengukuran/masa penandaan (bulan)

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun, yang saling terkoneksi dan memengaruhi satu sama lain. Padang lamun dapat ditemukan di sebagian besar pulau di Kepulauan Seribu seperti di Pulau Pari, Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Lamun di kawasan Kepulauan Seribu memiliki keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Dari 12 jenis lamun yang tumbuh di perairan Indonesia, 10 jenis di antaranya dapat ditemukan di Kepulauan Seribu (Mardesyawati dan Setyawan, 2011), yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila decipiens, Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis, dan Halodule pinifolia.

Dua spesies lamun yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata, termasuk ke dalam kelompok lamun pionir dari Famili Cymodoceae. Pengambilan data pertumbuhan dan produksi lamun untuk Cymodocea rotundata dilakukan di Pulau Pramuka, sedangkan untuk Cymodocea serrulata dilakukan di Pulau Panggang. Penelitian ini diawali dengan survei untuk menentukan lokasi yang sesuai dan memungkinkan untuk penandaan dan kajian pertumbuhan lamun.

Kondisi habitat Cymodocea serrulata pada saat surut terendah terpapar udara terbuka sehingga lamun terpapar matahari secara langsung karena

kedalaman perairan tidak lagi merendam seluruh bagian vegetasi lamun. Habitat Cymodocea rotundata di barat Pulau Pramuka lamun tetap terendam air pada saat

surut terendah. Saat pemasangan tanda pada awal pengukuran pertumbuhan, kedalaman habitat Cymodocea serrulata yaitu 45 cm, sedangkan Cymodocea rotundata hidup pada kedalaman 90 cm.

Terdapat 7 jenis lamun yang dijumpai di pesisir Pulau Panggang, sedangkan di Pulau pramuka ditemukan 6 jenis lamun. Jenis-jenis lamun yang dijumpai di Pulau Panggang adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang dijumpai di Pulau Pramuka sama dengan jenis lamun yang dijumpai di Pulau Panggang kecuali Cymodocea serrulata, maka terdapat enam spesies lamun yang ada di Pulau Pramuka.

Jumlah jenis yang dijumpai dalam transek pengamatan Cymodocea rotundata hanya terdapat satu jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata yang merupakan jenis lamun yang diamati pertumbuhan dan produksinya. Penutupan lamun dalam transek pengamatan sebesar 60% dengan densitas 485 ind/m2

Padang lamun dalam transek Cymodocea serrulata tergolong mixed spesies yang terdapat banyak spesies pada satu area padang lamun. Jumlah jenis lamun yang terdapat dalam transek pengamatan ada 6 jenis yaitu Enhalus

acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis,

Syiringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang diamati pertumbuhan dan produksinya hanya Cymodocea serrulata. Penutupan lamun pada transek pengamatan sebesar 90%, sedangkan penutupan jenis Cymodocea

. Kondisi habitat Cymodocea rotundata merupakan perairan tertutup yang terlindung yang terletak dekat dengan break water dan pemukiman penduduk.

serrulata sendiri adalah 50% dari total penutupan lamun dengan densitas 355 ind/m2

Nienhuis et al. (1989) in Kiswara (2010) menemukan bahwa kerapatan tunas lamun per luasan area tergantung pada jenisnya. Jenis lamun yang mempunyai morfologi besar seperti Enhalus acoroides mempunyai kerapatan yang rendah (140 ind/m

.

2

ind/m

) dibandingkan dengan jenis lamun yang mempunyai morfologi kecil seperti Halodule uninervis dengan kerapatan yang tinggi (14.800

2

4.1 Kualitas Air dan Substrat

).

Lamun merupakan satu-satunya angiospermae yang mampu beradaptasi untuk hidup di perairan bersalinitas tinggi. Kebutuhan dasar lamun untuk tumbuh dan berkembang sama dengan kerabatnya yang hidup di darat. Berdasarkan siklus hidupnya, ada empat kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup lamun yaitu kualitas air laut dan substrat yang sesuai, genangan air laut, serta cahaya matahari (Hemminga dan Duarte, 2000). Kualitas air, yang umumnya ditinjau dari

parameter fisika-kimia, seperti cahaya matahari, suhu, salinitas, dan nutrien, akan mempengaruhi proses biokimia dan pertumbuhan lamun (Lee et al., 2007). Lamun merupakan tumbuhan laut yang cepat merespon perubahan lingkungan sehingga jika kondisi habitatnya terdegradasi, maka vegetasi lamun juga akan mengalami degradasi.

Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa, nilai derajat keasaman (pH) perairan di Pulau Pramuka dan di Pulau Panggang adalah 8,12 dan 8,03. Nilai pH tersebut masih dalam batas normal baku

mutu air laut dengan kisaran 7-8,5 (KMNLH, 2004). Nilai salinitas perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki nilai kisaran yang sama yaitu berkisar 31-33 ‰, kisaran ini masih dalam batas toleransi kisaran salinitas hidup lamun (Tabel 2). Lamun merupakan tumbuhan yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap salinitas mulai dari perairan estuari dengan salinitas 10 ‰ hingga mencapai 45 ‰. Meskipun pada salinitas rendah dan tinggi lamun dapat

mengalami stress dan mati pada salinitas 45 ‰ (Hemminga dan Duarte, 2000).

Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat

No Parameter Pulau Pramuka Pulau Panggang Baku Mutu Air laut (KMNLH, 2004) 1 Derajat keasaman (pH) 8,12 8,03 7-8,5 2 Salinitas (‰) 31-33 31-33 33-34 3 Suhu (°C) 30-33 30-33 28-30 4 Oksigen Terlarut (mg/L) 7,45 9,42 >5 5 Nitrat (mg/L) 0,19 0,10 0,01 6 Fosfat (mg/L) 0,01 0,01 0,02 7 Arus (m/detik) 0,10 0,10 - 8 Kecerahan (%) 100 100 - 9 Kedalaman (m) 0,9 0,45 -

10 Jenis substrat pasir Pasir -

Suhu perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kisaran suhu yang sama yaitu berkisar antara 30-33 °C (Tabel 2), kisaran suhu tersebut masih dalam kisaran toleransi hidup lamun terutama di daerah tropis. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian ini sebesar 7,45 mg/L untuk Pulau Pramuka dan 9,42 mg/L untuk Pulau Panggang (Tabel 2). Nilai kandungan oksigen terlarut tersebut termasuk dalam standar baku mutu air laut yaitu di atas 5 mg/L

(KMNLH, 2004). Salmin (2005) mengatakan bahwa suatu perairan dikategorikan berkondisi baik jika kandungan oksigen terlarut lebih dari 5 ppm.

Nutrien seperti fosfat dan nitrat merupakan parameter yang penting bagi pertumbuhan lamun sebagai unsur hara dalam proses fotosintesis. Kandungan nitrat di Pulau Pramuka adalah 0,19 mg/L, sedangkan di lokasi pengamatan Pulau Panggang memiliki nilai kandungan nitrat sebesar 0,10 mg/L (Tabel 2).

Kandungan nitrat dari hasil penelitian ini relatif tinggi dibandingkan batas normal baku mutu air laut yaitu 0,01 mg/L (KMNLH, 2004). Kandungan fosfat di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,01 mg/L (Tabel 2), nilai tersebutrelatif rendah dari batas normal baku mutu air laut yaitu 0,02 mg/L (KMNLH, 2004). Kadar nitrat dan fosfat dari hasil penelitian masih dalam kondisi aman untuk kehidupan organisme (KMNLH, 2004).

Kecepatan arus di lokasi pengamatan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,1 m/detik (Tabel 2). Arus pada perairan tersebut relatif tenang dan sedikit turbulensi. Kecepatan arus dipengaruhi oleh angin dan kedalaman perairan, perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi dapat memperkecil pergerakan arus (Efriyeldi, 2003). Kondisi perairan yang memiliki arus yang tenang pada umumnya memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengukuran kecerahan pada lokasi pengamatan baik Pulau Pramuka maupun Pulau Panggang yang memiliki tingkat kecerahan sebesar 100% (Tabel 2). Kondisi perairan ini relevan dengan manfaat lamun sebagai stabilisator perairan yang menangkap sedimen, memperlambat pergerakan air dan pada saat yang sama menjadikan air lebih jernih (Thorhaug dan Austin, 1976 in Azkab, 2006). Kecerahan perairan hingga 100% artinya penetrasi cahaya mencapai dasar perairan, kondisi ini merupakan kondisi yang baik untuk proses fotosintesis lamun. Substrat lamun pada lokasi

penelitian di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki karakteristik yang sama yaitu substrat pasir, hasil ini diperoleh dari fraksinasi tekstur substrat metode pipet (Sudjadi et al., 1971). Karakteristik substrat pasir atau pasir berlumpur merupakan jenis substrat yang sesuai untuk pertumbuhan lamun jenis Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata (Terrados et al., 1999; Hemminga dan Duarte, 2000).

Kedalaman perairan di lokasi pengamatan Pulau Pramuka adalah 0,9 m (Tabel 2), pada saat surut terendah kondisi lamun masih tetap terendam air. Lokasi pengamatan di Pulau Panggang memiliki kedalaman 0,45 m yang pada saat surut lamun akan terpapar udara (tidak terendam air). Kondisi kedalaman tersebut sesuai dengan habitat lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata yang hidup di perairan dangkal (Hemminga dan Duarte, 2000).

4.2 Pertumbuhan Lamun

4.2.1 Pertumbuhan panjang rhizome lamun

Pertumbuhan panjang rhizome lamun dilihat dari pertambahan ukuran panjang rhizome selama masa penandaan. Umumnya pertumbuhan terlihat dari munculnya tunas baru yang menjadi ekstensi pertambahan panjang rhizome (Lampiran 3). Selain munculnya tunas baru, pertumbuhan juga akan terlihat dari pertumbuhan secara vertikal yaitu munculnya node menembus substrat hingga kolom air yang merupakan bekas seludang daun.

Rata-rata pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini adalah 9,36 cm/bulan, dengan kisaran 4,12-14,48 cm/bulan

(Lampiran 4), sedangkan rata-rata untuk Cymodocea serrulata adalah 0,75 cm/bulan dengan kisaran 0,03 – 1,47 cm/bulan (Lampiran 5). Nilai pertumbuhan

panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih seragam dibandingkan dengan nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata. Hal tersebut terlihat dari nilai standar deviasi untuk nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih kecil dibandingkan Cymodocea rotundata. Kisaran nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata lebih lebar dibandingkan dengan Cymodocea serrulata.

Pertumbuhan panjang rhizome dari beberapa hasil penelitian seperti yang disajikan pada Tabel 3. Nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea

rotundata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Azkab dan Kiswara (1994) yang dilakukan di Teluk Kuta, Lombok. Namun, nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil penelitian Kawaroe et al. (2011) yang dilakukan di Pulau Pari Kepulauan Seribu DKI

Jakarta yang merupakan masih satu kawasan perairan dengan lokasi penelitian ini yaitu perairan Kepulauan Seribu. Nilai pertumbuhan panjang rhizome

Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini juga lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh Vermaat et al. (1995) yang melaporkan nilai pertumbuhan Cymodocea rotundata sebesar 2,79cm/bulan yang dilakukan di Filipina.

Tabel 3 merupakan perbandingan pertumbuhan rhizome lamun dari beberapa hasil penelitian. Nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil penelitian Kawaroe et al. (2011) dan hasil penelitian Vermaat et al. (1995) yang melaporkan pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata di Filipina sebesar 6,45 cm/bulan. Berbeda jika dibandingkan dengan hasil

penelitian di Tanjung Kerasak, Kepulauan Bangka Belitung pada Stasiun 1, yang memperoleh nilai rata-rata pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata 0,45 cm/bulan (data tidak dipublikasikan), maka nilai pertumbuhan panjang rhizome dari hasil penelitian ini lebih besar. Sedangkan untuk hasil yang diperoleh pada Stasiun 2 di Tanjung Kerasak, Kepulauan Bangka Belitung yang memperoleh hasil sebesar 0,96cm/bulan, maka nilai pertumbuhan panjang dari hasil penelitian ini lebih kecil.

Tabel 3. Pertumbuhan panjang rhizome lamun dari beberapa hasil penelitian

Jenis lamun Pertumbuhan panjang rhizome Lokasi Sumber Cymodocea rotundata 9,36 cm/bulan

Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Hasil penelitian ini

4,11 cm/bulan

Pulau Pari, Kepulauan Seribu Kawaroe et al. (2011)

11,19 cm/bulan

Teluk Kuta, Lombok Azkab dan Kiswara (1994)

2,79 cm/bulan

Pulau Silaqui dan Pislatan, Filipina Vermaat et al. (1995)

Cymodocea serrulata

0,75 cm/bulan

Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Hasil penelitian ini

0,45 cm/bulan

Tanjung Kerasak, Pulau Bangka (Stasiun 1)

Unpublished data

0,96 cm/bulan

Tanjung Kerasak, Pulau Bangka (Stasiun 2)

Unpublished data

3,24 cm/bulan

Pulau Pari, Kepulauan Seribu Kawaroe et al. (2011)

6,45 cm/bulan

Pulau Silaqui dan Pislatan, Filipina Vermaat et al. (1995)

Pertumbuhan panjang rhizome lamun pada penelitian ini mendapati bahwa pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan Cymodocea serrulata (Gambar 4). Hal ini selaras dengan penelitian Kawaroe et al. (2011) dan Marba dan Duarte (1998) yang menerangkan bahwa pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata mencapai 210 cm per tahun, sedangkan

Cymodocea serrulata hanya mencapai 153 cm per tahun. Morfologi rhizome lamun mempengaruhi kecepatan pertumbuhannya. Lamun yang memiliki diameter rhizome lebar biasanya memiliki pertumbuhan yang lambat, dibandingkan lamun berdiameter rhizome sempit (Marba dan Duarte, 1998).

Gambar 4. Pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata

Hemminga dan Duarte (2000) mengemukakan hubungan antara ukuran diameter dengan tingkat pertumbuhan panjang rhizome, semakin besar ukuran rhizome maka pertumbuhannya semakin lambat. Duarte (1991) in Vermaat, et al. (1995) melakukan analisis komparatif terhadap hubungan jenis lamun yang berbeda ukurannya dengan dinamika pertumbuhan lamun. Jenis lamun dengan ukuran yang besar akan mengalami masa hidup yang panjang namun

pertumbuhan yang lambat, sedangkan jenis lamun dengan ukuran yang kecil memiliki masa hidup yang pendek namun memiliki pertumbuhan yang cepat.

Lamun jenis Cymodocea rotundata memiliki rhizome yang lebih tipis dengan diameter 1-2 mm, rhizome Cymodocea serrulata berdiameter lebih tebal 2-3 mm (Waycott et al., 2004). Rhizome cymodocea serrulata membutuhkan

waktu 12,7 hari untuk menghasilkan segmen rhizome yang baru, waktu tersebut lebih lambat dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan Cymodocea rotundata yang hanya 9,4 hari untuk menghasilkan segmen rhizome yang baru (Short dan Duarte, 2001). Hal ini juga menjadi faktor yang menyebabkan pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih kecil dibandingkan pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata.

Selain morfologi, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lamun adalah fisiologi dan metabolisme lamun. Cymodocea serrulata yang diamati pada penelitian ini berada di daerah yang tidak terendam air saat surut terendah sehingga lamun terpapar udara dan matahari, sedangkan Cymodocea rotundata berada di daerah yang tetap terendam air saat surut terendah. Perbedaan kondisi terpapar udara dan tidak terpapar diduga menjadi faktor pendukung yang

menyebabkan nilai pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea serrulata lebih rendah dibandingkan Cymodocea rotundata. Menurut Den Hartog (1967) lamun akan terhambat metabolismenya saat terpapar udara terbuka atau tidak terendam air. Jika terpapar dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan stres pada lamun dan proses fotosintesisnya terhambat (Dawson dan Dennison, 1996).

Lan et al. (2005) menyebutkan bahwa efek paparan udara lebih

berpengaruh dibandingkan radiasi matahari dalam menghambat distribusi lamun, terutama untuk jenis lamun dengan morfologi rhizome yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman surut terendah bukan fokus kepada pencahayaan sebagai faktor pembatas, namun paparan udara. Perbedaan

kerapatan dan penutupan lamun juga diduga menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rhizome. Lamun yang memiliki penutupan dan kerapatan tinggi,

akan memiliki pertumbuhan rhizome lebih lambat dibandingkan lamun yang hidup di habitat berpenutupan dan kerapatan rendah.

Faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan lamun yaitu kompetisi antar spesies lamun pada satu area. Jumlah jenis lamun pada transek pengamatan Cymodocea rotundata hanya terdapat satu jenis yaitu Cymodocea rotundata, sedangkan pada transek pengamatan Cymodocea serrulata jumlah jenis lamun lebih beragam, terdapat 6 jenis dalam transek pengamatan. Jenis-jenis lamun tersebut adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium dan Cymodocea serrulata. Lamun yang hidup pada habitat lamun yang padat serta keragaman spesies yang tinggi diduga akan memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan lamun pada habitat yang renggang dan keragaman spesies yang rendah.

4.2.2 Pertumbuhan diameter rhizome lamun

Nilai pertumbuhan diameter rhizome lamun dari hasil penelitian ini seperti yang ditampilkan pada Gambar 5. Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini berkisar 0,01 – 0,11 cm/bulan dengan rata-rata sebesar 0,06 cm/bulan (Lampiran 6), sedangkan untuk Cymodocea serrulata memiliki pertumbuhan yang lebih lambat yaitu 0,02 cm/bulan dengan kisaran 0 – 0,04 cm/bulan (Lampiran 7). Kisaran nilai pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata lebih lebar dibandingkan Cymodocea serrulata, hal ini berarti nilai pertumbuhan diameter Cymodocea rotundata lebih beragam.

Pertumbuhan diameter rhizome dari kedua spesies yang diamati memiliki rata-rata pertumbuhan yang tidak jauh berbeda secara signifikan. Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan pertumbuhan

diameter Cymodocea serrulata. Morfologi lamun Cymodocea serrulata memiliki diameter yang lebih tebal sekitar 2-3 mm dibandingkan dengan diameter

Cymodocea rotundata yang lebih tipis yaitu sekitar 1-2 mm (Waycott et al., 2004). Marba dan Duarte (1998) menjelaskan bahwa jenis lamun dengan diameter rhizome yang tipis akan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan lamun berdiameter rhizome tebal.

Gambar 5. Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata

Nilai pertumbuhan diameter rhizome lebih kecil dibandingkan

pertumbuhan panjangnya. Pertumbuhan panjang rhizome tidak diikuti dengan pertumbuhan diameternya, sebagaimana terlihat dari rendahnya nilai pertumbuhan diameter dibandingkan pertumbuhan panjang rhizomenya. Hal tersebut dapat terlihat dari pertumbuhan panjang yang jauh lebih cepat dibandingkan

pertumbuhan diameter rhizome lamun. Selain itu, morfologi diameter rhizome lamun juga memiliki batas ukuran maksimal. Pertumbuhan diameter akar rimpang lamun penting untuk diamati karena merupakan parameter yang mendukung pertumbuhan lamun secara keseluruhan.

4.3.3. Pertumbuhan panjang daun lamun

Pertumbuhan daun lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata dari hasil penelitian ini seperti yang ditampilkan pada Gambar 6. Nilai rata-rata pertumbuhan daun tua dari Cymodocea rotundata adalah 4,97 cm/bulan dengan

Dokumen terkait