Karya ini kupersembahkan kepada Istriku Retno Harini dan anak-anakku Nurfaini Rofifah dan Nurlaila Nadhifah
VISI KOTA MAKASSAR
3.2. Metode Pengumpulan Data 1 Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan melalui studi kasus dengan metode survai yang dirancang untuk mendeskripsikan kondisi fisika, kimia, biologi, sosial dan ekonomi serta kelembagaan lingkungan perairan pantai sebagai kondisi eksisting lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung meliputi pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar, wawancara kelompok dan perorangan berstruktur dengan berpedoman pada kuesioner. Data sekunder berupa kebijakan publik pengendalian pencemaran dan kondisi kependudukan diperoleh dari studi pustaka, laporan dan data pengukuran lembaga penelitian.
Tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 5, dimulai dengan menganalisis kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar untuk memberikan penilaian tingkat pencemaran perairan, dilanjutkan dengan menentukan beban limbah dan kapasitas asimilasi untuk mengetahui parameter dan besarnya beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar serta kapasitas asimilasinya. Tahap selanjutnya adalah analisis persepsi dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Data pada tahap ini digunakan dalam rangka menilai kondisi eksisting. Variabel yang diperoleh pada tahapan ini digunakan untuk menentukan tipologi aliran beban pencemaran.
Mulai
Studi pustaka dan penetuan pakar
Kebijakan pengelolaan lingkungan pantai
Analisis kondisi eksisting
Kondisi eksisting PEMODELAN
•
Pendekatan sistem•
Analisis dinamik•
Analisis prospektif Analisis tipologi Strategi pengendalian Tipologi Data primer data sekunder PCA Powersim & MS-Excel SelesaiGambar 5. Tahapan Penelitian
Tahap berikutnya dianalisis kebutuhan dari stakeholders dan
diformulasikan masalah dari kebutuhan-kebutuhan tersebut. Diagram sebab akibat dibuat sebagai dasar pembangunan model yang dibangun. Model dibangun menggunakan program powersim.
Pada tahap terakhir dilakukan analisis prospektif untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci pada sistem. Berdasarkan alternatif perubahan faktor kunci dirumuskan berbagai skenario strategi masa depan dan akhirnya ditetapkan strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar.
3.2.2. Pelaksanaan Penelitian
A. Penentuan Stasiun Pengamatan, Parameter Fisik Kimia dan Biologi yang Diukur.
Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan aliran beban limbah cair yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Kemudian ditentukan titik pengambilan contoh, di sungai atau kanal dan di perairan pantai di muara sungai atau kanal. Adapun stasiun pengamatan yang ditetapkan adalah Stasiun 1 = Sungai Tallo; Stasiun 2 = Kanal Panampu; Stasiun 3 = Kanal Benteng; Stasiun 4 = Kanal Haji Bau; Stasiun 5 = Kanal Jongaya; Stasiun 6 = Sungai Jeneberang (Gambar 4). Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan parameter limbah cair kota yaitu suhu, salinitas, pH dan total padatan tersuspensi
(TSS), chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD5), NH3,
nitrat, fosfat, oksigen terlarut, logam Pb, Cd dan Cu. Parameter biologi menggunakan struktur komunitas makrozoobentos yang bersifat tidak mobil, sehingga dapat menggambarkan pengaruh dari limbah kota.
B. Teknik Pengambilan Contoh Air dan Specimen Makrozoobentos serta Pengukuran Parameter Fisika-Kimia
Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu air surut menggunakan botol Nansen, kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol dan disimpan
dalam coolbox, selanjutnya dibawa ke laboratorium.
Pengambilan specimen makrozoobentos dilakukan pada tiga titik di
muara sungai atau kanal menggunakan grab sampler dengan luas bukaan 16
cm2. Setelah disaring, specimen makrozoobentos dimasukkan ke dalam wadah
berisi larutan alkohol, selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di laboratorium menggunakan kaca pembesar.
Pengukuran parameter fisika kimia perairan pantai dilakukan pada waktu air surut. Hal ini dilakukan untuk mendapat data pengaruh aliran beban limbah cair kota yang dominan. Metode analisa parameter fisik kimia dan biologi perairan laut yang digunakan disajikan Tabel 2.
Tabel 2. Parameter kualitas air yang diteliti serta metode analisa dan pengukurannya.
Parameter Satuan Metode Analisa/Alat Lokasi
Fisika 1. TSS 2. Suhu 3. pH 4. Salinitas Kimia 1. Oksigen terlarut 2. BOD5 3. COD 4. Ammonia 5. Fosfat 6. Nitrat 7. Cd 8. Pb 9. Cu Biologi 1. Makrozoobentos mg/l oC - o/ oo mg O2/l mg O2/l mg O2/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l ind/m2 Gravimetri Pemuaian pH meter Pembiasan Elektrokimiawi
Titrimetri Winkler inkubasi 5 hari
Titrimetri dengan pemanasan Biru indofenol Molybdat SSA SSA SSA Pencacahan Lab. In situ In situ In situ In situ Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab.
C. Sumber dan Beban Limbah serta Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai
Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah dilakukan melalui wawancara dan data sekunder. Data beban limbah diperoleh melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai dengan jarak berkisar 500 – 1000 meter dari muara sungai atau kanal.
D. Sosial Ekonomi Masyarakat
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada
kuesioner kepada responden terpilih dan akan menghasilkan data primer. Di samping itu dilakukan pula pengumpulan data sekunder yang relevan dengan
tujuan penelitian. Responden masyarakat diambil secara cluster random
sampling (Faisal, 2003), Masyarakat yang menjadi responden bermukim di pantai dibagi berdasarkan jenis tipologi aliran yaitu:
1) Masyarakat sekitar muara Sungai Tallo; 2) Masyarakat sekitar muara kanal;
Pada tiap tipologi aliran diambil responden sebanyak 50 kepala keluarga, sehingga total responden 150 kepala keluarga. Data yang dikumpulkan dari responden adalah umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, persepsi dan partisipasi. Dengan mengumpulkan data-data ini setelah dianalisis diharapkan dapat mengetahui karakteristik masyarakat.
E. Kerjasama Kelembagaan
Keberadaan dan peran kerjasama kelembagaan dalam pengendalian
pencemaran pantai dilakukan melalui wawancara dengan stakeholders dan
pakar.
F. Data Validasi Model Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai
Pengumpulan data untuk validasi model sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai dilakukan dengan bantuan pakar (expert) dalam
bidang pengendalian pencemaran perairan pantai. Adapun kriteria yang memenuhi syarat sebagai pakar adalah sebagai berikut (Marimin, 2002):
1. Pakar yang mendapat pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji
2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki pendidikan formal di bidang lain.
3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang dikaji.
4. Pakar berasal dari praktisi, didasarkan pada lama kerja dan kewenangan di suatu posisi tertentu.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan identifikasi adanya sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional. Tahapan dengan metode pendekatan sistem meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi, implementasi
A. Analisis Kebutuhan (Needs Analysis)
Tahap awal yang harus dilakukan dalam pengkajian menggunakan pendekatan sistem adalah analisis kebutuhan. Analisis ini dinyatakan dalam
kebutuhan-kebutuhan stakeholders yang berpengaruh terhadap sistem yang
dikaji. Stakeholders mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai perannya
masing-masing. Stakeholders yang terlibat dalam sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai Kota Makassar adalah:
1. Pemerintah Daerah, yaitu badan dan dinas-dinas pada pemerintahan daerah Kota Makassar yang terkait dengan upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar;
2. Masyarakat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di sekitar pantai dekat dengan muara sungai atau kanal;
3. Pengusaha, yaitu orang-orang yang berusaha di sekitar pantai dekat dengan muara sungai atau kanal;
4. Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu lembaga dibentuk oleh masyarakat yang perduli dengan masalah pencemaran lingkungan laut;
5. Perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang peduli dan meneliti masalah pencemaran lingkungan laut.
Analisis kebutuhan stakeholders terhadap upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai kota adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah: Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat, bantuan dana dan kerjasama antar lembaga.
2. Masyarakat: Pengendalian yang berkeadilan, tidak hanya masyarakat kecil jadi sasaran, tetapi secara keseluruhan;
3. Pengusaha: Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan;
4. Lembaga Swadaya Masyarakat: Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat dan berkeadilan;
5. Perguruan tinggi: Pengendalian yang efektif dan efisien.
B. Formulasi Permasalahan
Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno, 1999). Rumusan permasalahan dapat diartikan sebagai gugus kriteria kelakuan sistem untuk selanjutnya dievaluasi.
Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan
antar stakeholders dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota
Makassar, maka dapat diformulasikan masalah sebagai berikut: belum tersedianya strategi pengendalian pencemaran perairan pantai yang efektif dan efisien.
C. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen yang terlibat di dalam sistem yang akan dikaji. Identifikasi sistem digambarkan
dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab
akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal
relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah
diagram sebab akibat (causal-loop), pangkal panah mengungkapkan sebab dan
ujung panah mengungkapkan akibat.
Pada Gambar 6 diperlihatkan diagram sebab akibat dari sistem pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar.
IPAL Jumlah Industri Beban Limbah Domestik Jumlah Hotel Beban Pencemaran Kesejahteraan penduduk + + + + + - - + Beban limbah industri + + Jumlah penduduk + + Partisipasi Masyarakat Tingkat Pendidikan + + - Konsentrasi limbah Baku Mutu +
Gambar 6. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sistem pengendalian
Sistem pengendalian pencemaran pantai diidentikkan dengan komponen perairan pantai kota yang merupakan suatu ekosistem terbuka oleh pengaruh dari luar. Peningkatan jumlah penduduk dan industri pada kota pantai menghasilkan berbagai jenis limbah cair dalam jumlah yang besar.
Perairan pantai kota Makassar menerima limbah melalui sungai dan kanal. Dengan kapasitas asimilasi yang dimiliki perairan pantai sebenarnya limbah dapat dikurangi daya racunnya, namun dengan beban limbah yang terus meningkat seiring berkembangnya penduduk dan industri berakibat kapasitas asimilasi menurun. Menurunnya kapasitas asimilasi menimbulkan akumulasi limbah dan meningkatkan tingkat pencemaran perairan pantai.
Peningkatan pencemaran perairan pantai akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya hayati. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap keberlangsungan aktivitas pembangunan seperti perikanan, pariwisata, pemukiman dan investasi. Pemerintah daerah selaku pengelola kota mempunyai tanggungjawab mengendalikan pencemaran perairan pantai. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak pencemaran yang ditimbulkan.
Harapan seluruh stakeholder terhadap upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai Kota Makassar adalah terjadinya penurunan tingkat pencemaran,
adanya partisipasi stakeholder dan tersedianya payung hukum. Pada Gambar 7
diperlihatkan diagram black box sistem pengendalian pencemaran perairan
pantai Kota Makassar.
3.4. Pemodelan
Membangun model dilakukan bertujuan melihat perilaku sistem dalam membantu perencanaan strategi pengendalian pencemaran perairan pantai kota. Model bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil studi yang dikombinasikan dengan konsep teoritis dari berbagai kepustakaan.
Input tak terkontrol - Limbah non poin
Input terkontrol - Laju pertumbuhan penduduk - Laju pertumbuhan industri - Jumlah partisipasi masyarakat - beban limbah SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI KOTA
Output yang dikehendaki
- Beban pencemaran
memenuhi baku mutu
- Meningkatnya
partisipasi masyarakat
Output yang tidak dikehendaki - Jumlah beban limbah
meningkat - Kurangnya kerjasama stakeholders Parameter kinerja - Baku mutu Lingkungan PP No 27 tahun 1999 KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004 Manajemen Pengendalian
Gambar 7. Diagram input output sistem pengendalian pecemaran perairan pantai Kota Makassar
- Submodel Penduduk
Pertambahan penduduk mengikuti suatu fungsi dari kelahiran, kematian dan urbanisasi. Penduduk pada suatu waktu (Pti) (jiwa) ditentukan oleh populasi saat ini (Pto) (jiwa), jumlah kelahiran (KEL) (%), urbanisasi (URB) (%), jumlah kematian (KEM) (%) secara umum ditulis :
Pti = Pto + Pto (KEL+URB – KEM) Lcpti = Pti * Flcp
Jumlah limbah cair penduduk (Lcpti) (ton/tahun) suatu waktu dipengaruhi jumlah penduduk (Pti) (jiwa) dan fraksi limbah cair penduduk (Flcp) (%).
- Submodel Hotel
Jumlah limbah cair hotel (Lchti) (ton/tahun) pada waktu tertentu yang masuk ke sungai dan kanal dipengaruhi oleh fraksi limbah cair hotel (FLCH) (%) dan jumlah pengunjung hotel suatu waktu (JPHti) (jiwa) . Dirumuskan dengan persamaan: Lchti = JPHti *FLCH
- Submodel Industri
Jumlah beban limbah cair industri (Lci) (ton/tahun) dipengaruhi oleh jumlah industri pada waktu ti (JIti), jumlah industri awal (JIto), fraksi pembangunan industri (FPI) (%), luas lahan kawasan (LK) (Ha), fraksi limbah cair industri (Flci) (%). Dengan asumsi untuk tiap industri membutuhkan satu hektar lahan Secara umum dirumuskan sebagai berikut:
Jlti = Jito (1+ FPI)/LK Lci = JIti * Flci
- Submodel Pengolah Limbah Cair
Jumlah limbah cair (JL) (ton/tahun) yang masuk ke perairan pantai kota dipengaruhi oleh beban limbah (BL) (ton/tahun) bersumber dari pemukiman, hotel dan industri dan kapasitas instalasi pengolahan limbah cair (KIpal) (ton/tahun). Secara umum dirumuskan:
JL = BL - KIpal
Pengolahan limbah merupakan upaya untuk mengurangi beban limbah hingga memenuhi baku mutu.
3.5. Analisis Data
3.5.1. Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Pantai A. Parameter Fisik dan Kimia Perairan pantai
Data parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar dianalisis menggunakan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya laut KEP-MEN LH No. 51/MenKLH/2004.
B. Struktur Komunitas Makrozoobentos - Komposisi Jenis dan Kelimpahan
Kelimpahan makrozoobentos dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Odum (1971) sebagai berikut:
b
xa
Y
=
10000
Keterangan:Y = Jumlah individu (ind/m2)
a = Jumlah makrozobentos yang tersaring (ind)
b = Luas bukaan grab sampler (cm2)
- Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:
H’ = - ∑ Pi ln Pi ; Pi = n/N
Keterangan:
H’= Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah individu jenis
N = Jumlah total individu
Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu:
1) H’ ≤ 1 = keanekaragaman rendah, penyebaran individu tiap jenis
rendah dan kestabilan komunitas rendah, indikator adanya pencemaran berat
2) 1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang, penyebaran individu tiap jenis rendah dan kestabilan komunitas sedang, indikator adanya pencemaran sedang
3) H’ ≥ 3 = keanekaragaman tinggi, penyebaran individu tiap jenis rendah
dan kestabilan komunitas tinggi, indikator tidak terjadi pencemaran
- Indeks Keseragaman Jenis (E)
Untuk mengetahui indeks keseragaman jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:
E = H’/H’ Maks Keterangan:
E = indeks keseragaman jenis
H’ = indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener H’ maks = keanekaragam maksimum
Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu:
1) 0,0 < E < 0,5 Komunitas dalam kondisi tertekan 2) 0,5 < E < 0,75 Komunitas dalam kondisi labil 3) 0,75 < E < 1,0 Komunitas dalam kondisi stabil
- Indeks Dominasi Jenis (C)
Untuk mengetahui indeks dominasi jenis makrozoobentos dipergunakan rumus Simpson (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut:
C = ∑ (ni/N)2
Keterangan:
C = Indeks dominasi jenis ni = Jumlah individu jenis N = Jumlah total individu
3.5.2. Sumber dan Beban Limbah, Kapasitas Asimilasi serta Tingkat Pencemaran Perairan Pantai
Sumber limbah dianalisis secara deskriptif, beban limbah yang berasal dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur
melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3/det) dengan konsentrasi limbah
(mg/L).
Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu
Q = V.A Keterangan:
V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det)
A = Luas penampang sungai atau kanal (m2)
Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink, 1993):
BL = Q x C
Keterangan:
BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det)
Q = Debit sungai/kanal (m3/det)
C = Konsentrasi limbah (mg/L)
Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 x 3600 x 24 x 30
Perhitungan beban limbah dari kegiatan penduduk dilakukan antara jumlah penduduk yang beraktivitas pada daerah aliran limbah dengan konstanta besaran limbah yang dihasilkan dalam satuan g/kapita/hari. Konstanta yang
digunakan adalah (Kositrana et al. 1988):
Tanpa pengolahan : BOD5 = 53, COD = 101,6, N = 22,7 dan P = 3,8
Pendugaan kapasitas asimilasi perairan pantai dalam menampung limbah menggunakan metode hubungan antara konsentrasi limbah dan beban limbah (Dahuri, 1999). Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan pantai dengan limbah parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisis dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut. Pola hubungan tersebut konsentrasi limbah dan beban limbah disajikan pada Gambar 8.
Beban Limbah Konsentrasi
Pencemar
Baku mutu
Kapasitas asimilasi
Gambar 8. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)
Asumsi :
1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan dalam penelitian
2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan tersebut.
3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di
Tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar ditentukan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu TSS, BOD, COD, DO, pH. Adapun persamaan yang digunakan:
(
i ij)
j
F
C
L
IP
=
Keterangan:
IPj = Indeks polusi bagi peruntukan air
Lij = Baku peruntukan air
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air
Pada metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka
pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan Ci/Lij acuan
polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus Numerow (1991) :
(
) (
)
2
2 2 R ij i M ij i ijL
C
L
C
P
=
+
Keterangan: (Ci/Lij )R : nilai rata-rata Ci/Lij (Ci/Lij )M: nilai maksimum Ci/LijUntuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut:
0 ≤ Pij≤ 1,0 → memenuhi baku mutu
1,0 ≤ Pij≤ 5,0 → tercemar ringan
5,0 ≤ Pij≤ 10 → tercemar sedang
Pij > 1,0 → tercemar berat
3.5.3. Karakteristik Masyarakat dan Kerjasama Kelembagaan
Karateristik masyarakat di sekitar daerah aliran beban limbah diperoleh dari data responden, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel. Sementara data kerjasama kelembagaan hasil wawancara dianalisis secara deksriptif
3.5.4. Karakteristik Tipologi Aliran
Berdasarkan variabilitas dalam beberapa parameter lingkungan pada tiga tipologi aliran maka dilakukan analisis multivariabel analisis komponen utama
Legendre (1983) dan Johnson dan Wichern (1988). Untuk mengetahui parameter-parameter penciri pada masing-masing tipologi aliran. Analisis ini
menggunakan program Excelstat
3.5.5. Validasi dan Simulasi Model
Setelah melakukan pemodelan terhadap sistem menggunakan powersim,
selanjutnya dilakukan validasi. Validasi merupakan usaha menyimpulkan apakah model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan meyakinkan (Eriyatno, 1999). Validasi dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model. Validasi struktur melalui studi pustaka dan keluaran model dibandingkan dengan data statistik pada periode 5 tahun ( 1999-2004). Untuk memverifikasi keluaran model dengan data statistik dilakukan uji KF ( Kalman Filter) untuk mengetahui besarnya penyimpangan model. Tingkat kecocokan hasil simulasi dengan nilai aktual adalah 47,5 – 52,3% menggunakan persamaan:
(Vs
Va
))
Vs
KF
+
=
Keterangan: KF = Saringan KalmanVa = Varian nilai aktual
Vs = Varian nilai simulasi
Selanjutnya untuk melihat perilaku model sistem yang dibangun dilakukan simulasi. Menurut Manetch dan Park (1977) simulasi adalah suatu aktivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya.
3.6. Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai
Pengembangan skenario pengendalian pencemaran perairan pantai
dilakukan dengan analisis prospektif menggunakan software MS-Excel . Metode
ini terdiri dari enam langkah yaitu: 1. Menentukan tujuan studi
2. Identifikasi faktor-faktor
3. Analisis pengaruh antar faktor
Untuk melihat pengaruh antar faktor dalam sistem pada tahap pertama digunakan matriks pada Tabel 3 (Treyer, 2000).
Tabel 3. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar
Dari Terhadap A B C D E F G H A B C D E F G H Sumber : Hatrisari (2002)
Keterangan : A – F = faktor penting dalam sistem
Pedoman Penilaian :
Skor : Keterangan:
0 Tidak ada pengaruh 1 Berpengaruh kecil 2. Berpengaruh sedang 3 Berpengaruh sangat kuat Pedoman pengisian:
1. Faktor yang tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya beri nilai 0 2. Faktor yang pengaruhnya sangat kuat, jika ya diberi nilai 3
3. Faktor yang pengaruhnya kecil = 1 dan yang pengaruhnya sedang = 2
Untuk menentukan faktor kunci yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem diperlihatkan pada Gambar 9 berikut:
Varibel Penentu INPUT Varibel Penghubung STAKES Varibel Bebas UNUSED Varibel Output TERIKAT Ketergantungan Pengaruh
Gambar 9. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor
1. Membuat keadaan (state) suatu faktor
Dari faktor-faktor dominan yang telah ditentukan dibuat keadaan (state)
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Keadaan harus mempunyai peluang yang sangat besar untuk terjadi (bukan hayalan) dalam suatu waktu di masa datang
b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tetang situasi dari sebuah faktor
c. Setiap keadaan harus didefenisikan secara jelas
d. Bila keadaan dalam suatu aktor lebih dari satu, maka keadaan tersebut harus dibuat secara kontras
e. Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk
terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompotible).
2. Membangun skenario yang mungkin terjadi
Tahap-tahap dalam membangun skenario yang mungkin terjadi sebagai berikut:
a. Skenario yang memiliki peluang lebih besar untuk terjadi di masa datang disusun
b. Skenario merupakan kombinasi, oleh sebab itu sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang saling bertolak
belakang (mutual incompotible).
c. Setiap skenario (mulai dari nama paling optimis sampai nama paling pesimis) diberi nama.
d. Langkah selanjutnya adalah memilih skenario yang paling mungkin terjadi.
3. Implikasi skenario
Merupakan tahap akhir dalam analisis prospektif, meliputi:
a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi
b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya
c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun
Rekomendasi dari implikasi hasil analisis prospektif ini disusun strategi
3.7. Definisi Operasional
Beberapa definisi operasional yang digunakan dalam peneltian ini meliputi: 1. Desain adalah rancang bangun pada bagian proses dari suatu sistem, dibuat
berdasarkan input yang sudah diketahui dan output yang sudah ditetapkan. 2. Sistem adalah suatu kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi dan