DESAIN SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN
PERAIRAN PANTAI KOTA
(Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)
MUH. FARID SAMAWI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DESAIN SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN
PERAIRAN PANTAI KOTA
(Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)
MUH. FARID SAMAWI
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PENYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul ” Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota (Studi Kasus : Perairan Pantai Kota Makassar) ” merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2007
MUH.FARID SAMAWI
MUH. FARID SAMAWI. Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai Kota (Studi Kasus : Perairan Pantai Kota Makassar) Di bawah bimbingan LATIFAH K DARUSMAN, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO dan ETTY RIANI
Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain sistem pengendalian pencemaran perairan pantai yang sistematis dalam rangka pembangunan Kota Makassar berkelanjutan. Tujuan operasional dari penelitian adalah untuk: (1) Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan pantai kota (2) Mendesain model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai kota (3) Menyusun skenario pengendalian pencemaran perairan pantai kota (4) Merumuskan strategi dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Novelty penelitian ini menggabungkan antara metode analisis tipologi dan pendekatan sistem dalam mengendalikan pencemaran pantai kota. Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, pada bulan Januari 2004 – Januari 2006. Metode yang digunakan adalah pendekatan sistem dengan menggunakan data primer dari pengukuran langsung di lapangan dan wawancara serta data sekunder dari studi pustaka. Kondisi terkini (existing condition) dari faktor-faktor lingkungan meliputi parameter fisik kimia, makrozoobentos, beban limbah dan kapasitas asimilasi perairan menunjukkan bahwa perairan pantai Kota Makassar tercemar ringan. Hasil analisis multivariat terhadap karakteristik daerah aliran beban limbah diperoleh tiga tipologi aliran beban limbah. Hasil analisis prospektif dan pemodelan dinamik terhadap faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh empat faktor-faktor yang dominan mempengaruhi upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar yaitu (1) Pertumbuhan penduduk; (2) Partisipasi masyarakat; (3) Pertumbuhan industri dan (4) Fasilitas pengolah limbah cair. Skenario strategi yang diterapkan pada ketiga tipologi yaitu: pesimistik untuk Tipologi I dan II, sedangkan moderat untuk Tipologi III. Adapun strategi yang prioritas diterapkan pada Tipologi I adalah pembangunan instalasi pengolahan limbah cair kota oleh pemerintah daerah dan pengusaha. Tipologi II, pengontrolan limbah industri dari kawasan industri oleh pemerintah dan industri. Tipologi III peningkatan partisipasi masyarakat untuk melakukan pencegahan pencemaran melalui penerapan pola hidup 4R ( reduce, reuse, recycle, replant) oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyakat.
MUH. FARID SAMAWI. Design System of Coastal City Waters Pollution control (Case Study in Coastal Waters of Makassar City). Supervision by LATIFAH K DARUSMAN as head commision, HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and ETTY RIANI as members of commision.
The main aim of this research is to design system coastal city waters pollution control in Makassar City by using analysis typology and a system approach. The operation objectives are: (1) determining of existing environment conditions of coastal water Makassar City, (2) designing model of system coastal city water pollution control, (3) To arrange scenario of coastal city waters pollution control, (3) Formulating strategy of coastal waters pollution control of Makassar City. This research was conducted at the Makassar City for 12 months starting from January 2005 to January 2006. The methodology was used in this research is system approach that develop from interview with all stakeholders for instance government officer, local community, scientist from university and non government organization. Existing condition of coastal environment used primary data from field. The result shows that existing condition of environment factors such as physics-chemical parameters, structure community of macrozoobenthos, pollution loads and assimilative capacity at category light pollution. Multivariate analysis to many character of watershed pollution show three typology of pollution loads. Therefore it needs a proper strategy to control of coastal water pollution. By using prospective techniques and combine with dynamic modeling, the result show four dominant factors which are (1) growth population, (2) community participation, (3) Industrial growth and (4) water treatment installation. There are three development scenarios, which are pessimistic, moderate and optimistic. The choice of scenario in typology I and II are pessimistic and in typology III is moderate. Strategy in typology I is to construct a water treatment installation by government and private sector. Strategy in typology II, to controlling waste from area industry by government and industry sector. Meanwhile strategy in typology III is to increase community participation to prevention water pollution to adapt style of life 4R (reduce, reuse, recycle and replant) bygovernment and non government organization.
Pantai Kota (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar)
Nama : Muh. Farid Samawi
Nomor Pokok : P062020121
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman M.S Ketua
Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Anggota Anggota
Mengetahui:
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 10 Agustus 1965
sebagai anak ketiga dari enam bersaudara pasangan Letkol
(Purn) Drs. Abu Naim Sya’ar dan Dra. Masni Masrif.
Tahun 1985 penulis lulus dari SMA Negeri 2
Makassar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
Universitas Hasanuddin. Penulis memilih Program Studi
Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas
Peternakan. Pada Tahun 1997 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkan pada tahun
2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor penulis peroleh pada
tahun 2002 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari BPPS-DIKTI.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin sejak tahun 1991. Sebelum melanjutkan
pendidikan, penulis aktif sebagai kepala Laboratorium Kimia Oseanografi
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin. Mengikuti berbagai seminar, pelatihan dan lokakarya serta menulis
berbagai artikel dan buku. Pada tahun 1994 penulis menikah dengan Retno
Harini, SS dan dikaruniai dua orang putri yaitu Nurfaini Rofifah dan Nurlaila
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar (Ar Ruum 41)
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil
penelitian ini. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Almarhum Bapak Dr.Ir.Joko Purwanto, DEA, yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi pada awal memasuki tugas akhir.
2. Ibu Prof.Dr.Ir. Latifah Kosim Darusman, MS. sebagai Ketua Komisi
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga akhir
penulisan laporan penelitian ini.
3. Ibu Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA. Dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, M.S.
sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan
pengarahan serta bimbingan pada penulisan laporan penelitian ini.
4. Direktorat Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan Nasional, yang telah
memberikan bantuan BPPS
5. Rektor Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ijin kepada penulis
untuk mengikuti program Strata 3 di Institut Pertanian Bogor.
6. Bapak Dr.Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S, Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjan Institut Pertanian
Bogor.
7. Bapak Prof.Dr.Ir. Bambang Pramudya, M.Eng. sebagai penguji luar komisi
pada ujian tertutup.
8. Bapak Prof.Dr.Ir. Sri Saeni, M.S. dan Bapak Dr.Ir. Jamaluddin Jompa
sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka.
9. Gubenur Sulawesi Selatan, yang telah memberikan dana bantuan untuk
menunjang penelitian ini.
10. Teman seperjuangan saudara Dr.Ir. Chair Rani, M.Si, Dr.Ir. Aisyah Farhum,
M.Si, Dr.Ir. Yusri Karim, Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si, dan Ir. Syafiuddin,
M.Si, Ir. Muh Hatta, M.Si. yang telah memberikan bantuan baik materil
maupun moril selama penulis mengikuti pendidikan Doktor di Institut
Tinaprilla, MM., Tamrin Lanori, SE, M.Si, Dr. Laode Rijai, M.S, Ir. Sabilal
Fahri, M.Si, Bapak Dr. Mamat Suwanda. MM., Ibu Ir. Rita Nurmalina, M.Si.
12. Saudara Ir. Fahrul Abdullah, M.Si, Agusty H.K. S. Kel, Misma Misi, S.Kel,
Budiyanto, S.Kel dan Salma Sadik, S.Kel yang telah ikut dalam penelitian ini
sekaligus membantu.
13. Ayahanda Letkol (Purn) Drs. Abu Naim Sya’ar, BcHk dan Ibunda Dra. Masni
Masrif, serta Bapak Letkol (Purn) H. Hardoyo dan Hj. ST Hindun (mertua)
yang senantiasa telah memberi doa restu kepada penulis untuk
menyelesaikan pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
14. Kakakku Masruchin, SE, MM sekeluarga, Amin Raihan sekeluarga, dr. Muh.
Rifai Sabri, serta Adik-adikku Mustofa Helmi, Abdul Mun’im dan Hasan
Munady yang telah memberikan bantuan baik materil maupun moril selama
penulis mengikuti pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor
15. Istriku Retno Harini, SS dan anak-anakku Nurfaini Rofifah dan Nurlaila
Nadhifah yang telah memberikan pengorbanan selama penulis mengikuti
pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.
Akhirnya penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari
sempurna. Namun demikian semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2007
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia
dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai
81.791 km (Supriharyono, 2002). Hampir sebagian besar ibukota Provinsi
Indonesia terletak di wilayah pantai, seperti Jakarta, Surabaya, Medan,
Makassar.
Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang
paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan
pantai. Dua pertiga dari kota-kota di dunia dengan penduduk lebih dari 2,5 juta
jiwa terdapat di wilayah pantai (UNESCO, 1993; Edgern, 1993 dalam Kay dan Alder, 1999). Keadaan serupa juga terjadi di Indonesia, yang mengakibatkan
hampir 60% jumlah penduduk di kota-kota besar (seperti Jakarta, Surabaya,
Semarang, Medan dan Makassar) menyebar di kawasan pantai (Dahuri, dkk. 2001).
Pemusatan penduduk, kegiatan pariwisata dan industrialisasi serta
aktivitas pelabuhan di kota pantai merupakan sumber pencemaran perairan
pantai. Aktivitas-aktivitas ini menghasilkan limbah yang baik secara langsung
maupun tidak langsung sering menganggu kehidupan di perairan pantai. Dampak
negatif pencemaran tidak hanya dapat menimbulkan kerugian ekonomis dan
ekologis berupa penurunan produktivitas hayati perairan, kematian ikan dan biota
laut lainnya, kerusakan atau penurunan nilai estetika, tetapi juga dapat
membahayakan kesehatan bahkan kematian manusia yang memanfaatkan
perairan pantai kota atau manusia yang mengkonsumsi biota laut di dalamnya.
Pendapat yang menyatakan bahwa laut sebagai “tempat sampah” yang
mampu menguraikan dan melarutkan bahan-bahan yang dibuang ke dalamnya
menyebabkan banyak limbah dibuang ke laut. Pendapat ini perlu diluruskan
mengingat sebagai suatu sistem, laut memiliki keterbatasan dalam kemampuan
menampung dan mengurai (carrying capacity) limbah, seharusnya laut merupakan ”halaman rumah kita” yang harus dijaga kebersihannya. Kemampuan
perairan pantai dalam menampung dan mengurai limbah yang terbatas dapat
menimbulkan penumpukan limbah yang lambat laun menimbulkan pencemaran
Meningkatnya perkembangan pembangunan industri dan pariwisata pada
kota pantai di Indonesia menimbukan urbanisasi. Pertumbuhan penduduk akibat
perkembangan kota ini membutuhkan sarana penunjang seperti perumahan,
perkantoran, hotel, rumah peribadatan, restoran dan lain-lain. Aktifitas sarana ini
menghasilkan limbah organik dan anorganik yang akhirnya memberi tekanan
terhadap perairan pantai kota itu berada.
Menurut Agenda 21, makin tingginya jumlah penduduk di wilayah
perkotaan akibat urbanisasi, mengakibatkan limbah padat dan cair semakin
meningkat. Kontribusi pencemar organik di berbagai sungai oleh limbah cair yang
berasal dari manusia telah mencapai 50% sampai 75% dari limbah cair total.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa perairan kota pantai di
Indonesia telah mengalami pencemaran yang menimbulkan kerugian baik secara
moril maupun materil. Pada tahun 1997 perairan pantai Kota Jakarta telah
mengalami pencemaran bahan organik (BOD5), nitrat, fosfat, Pb dan Zn (Anna, 1999), dan pada tahun 2005 pencemaran di perairan pantai Jakarta semakin
meningkat nampak dari tingginya nilai BOD5, amonia, nitrit, nitrat, fosfat, Pb, Cd dan Cr (Riani dkk., 2005). Demikian pula dengan perairan pantai Kotamadya
Semarang, telah mengalami pencemaran bahan organik dan anorganik
(Sulardiono, 1997). Perairan pantai Kota Makassar mengalami peningkatan
kekeruhan, kadar nitrat dan fosfat serta kandungan bahan organik akibat
penutupan salah satu aliran Sungai Jeneberang (Samawi, 2001). Bapedalda
Makassar (2003) melaporkan bahwa perairan pantai Kota Makassar juga telah
mengalami pencemaran bahan organik, hara nitrogen dan fosfat serta logam Pb
(BAPEDALDA, 2003).
Beban pencemaran merupakan salah satu penyebab menurunnya
biomassa dan keanekaragaman perairan laut (Duda, 2006). Pencemaran
terhadap perairan pantai menghasilkan nilai ekonomi yang rendah dan biaya
sosial yang cukup tinggi yang pada akhirnya mengakibatkan skor ekonomi yang
rendah (Anna, 2003). Sejalan pernyataan tersebut Islam dan Tanaka (2004)
menyatakan bahwa pencemaran pantai dan laut telah menjadi penyebab utama
perubahan struktur dan fungsi dari fitoplankton, zooplankton, bentos dan
komunitas ikan pada area yang luas, termasuk dampak terhadap kesehatan
masyarakat, khususnya pada perikanan dan penggunaan komersil habitat pantai
perlu segera ditangani secara serius dan sistematik agar tidak meluas dan
semakin parah di kemudian hari.
Kota Makassar sebagai kota pantai perlu segera melakukan upaya untuk
mengendalikan pencemaran perairan pantai. Mengingat pertumbuhan penduduk
sebesar 1,53% per tahun dan pertumbuhan industri merupakan faktor penting
penyebab terjadinya pencemaran. Pertumbuhan tersebut diikuti pula oleh
pertumbuhan sektor lain sebagai pendukung, seperti: pertokoan, restoran, rumah
sakit, perhotelan dan pedagang kaki lima.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan Kota Makassar berkelanjutan
diperlukan upaya untuk menyeimbangkan dimensi sosial-ekonomi-budaya,
dimensi lingkungan, dimensi sosial politik dan dimensi hukum kelembagaan
(Dahuri, dkk. 2001) dalam setiap kegiatan pembangunan. Pemerintah Kota Makassar untuk menjaga kelestarian lingkungan perairan pantai sebagai
indikator terlaksananya pembangunan berkelanjutan telah melakukan upaya
pencegahan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 14 tahun 1999
tentang larangan membuang sampah ke perairan pantai. Kegiatan penyadaran
terhadap masyarakat telah dilakukan melalui pemasangan spanduk dan papan
iklan pada lokasi strategis di Kota Makassar. Kegiatan aksi bersih pantai (clean up the world), pembersihan drainase (kanal), dan program kali bersih (Prokasih). Upaya meningkatkan kualitas lingkungan ini telah dilakukan oleh berbagai pihak
seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Namun hasil yang diharapkan
belum maksimal dan masih saja terjadi pencemaran terhadap perairan pantai.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya penyelesaian
masalah pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Limbah kota umumnya
bersumber dari berbagai aktifitas pembangunan di daratan. Oleh karena perlu
dikaji melalui pendekatan sistem dengan melibatkan berbagai faktor yang
berpengaruh, sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu strategi
pengendalian yang menyeluruh dan dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak
utamanya pemerintah daerah Kota Makassar.
Berdasarkan penjelasan tentang keterkaitan antara kegiatan
pembangunan pada kota pantai dan ekosistem perairan pantai serta upaya
pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan. Perlu dirumuskan suatu stategi
pengendalian pencemaran perairan pantai kota yang sistematis untuk menekan
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mendesain sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai dalam rangka pembangunan Kota Makassar
berkelanjutan. Tujuan operasional dari penelitian adalah untuk:
1. Menentukan kondisi eksisting lingkungan perairan pantai Kota Makassar
2. Mendesain model sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota
Makassar.
3. Menyusun skenario pengendalian pencemaran perairan pantai Kota
Makassar.
4. Merumuskan strategi dalam upaya pengendalian pencemaran perairan
pantai Kota Makassar.
1.3. Kerangka Pemikiran
Kota Makassar sebagai kota pantai mempunyai upaya untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan dengan menetapkan visi pembangunan yaitu
sebagai kota maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi
global berwawasan lingkungan dan paling bersahabat. Sebagai upaya
mewujudkan visi tersebut, maka pemerintah Kota Makassar mengeluarkan
kebijakan pengelolaan lingkungan. Salah satunya terkait dengan upaya
pengendalian pencemaran pantai.
Kota Makassar memiliki banyak faktor penunjang secara finansial dan
kemudahan. Hal ini menyebabkan peningkatan pertumbuhan penduduk, industri
dan pelayanan jasa. Pesatnya perkembangan penduduk, industri dan jasa
menjadi sumber limbah cair perkotaan. Limbah ini masuk ke perairan pantai kota
Makassar melalui sistem drainase kota berupa sungai dan kanal.
Limbah yang masuk ke perairan pantai mengakibatkan perubahan kondisi
fisik, kimia dan biologi perairan. Perubahan tersebut lambat laun akan
mengganggu kestabilan ekosistem. Terganggunya kestabilan ekosistem pantai
dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran perairan pantai.
Pengetahuan tentang karakteristik daerah aliran beban limbah dalam
bentuk tipologi menjadi sangat penting. Mengingat perbedaan tipologi ini akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas beban limbah yang masuk ke perairan
pantai. Upaya mengendalikan pencemaran yang dilakukan akan lebih efektif dan
Upaya mengendalikan pencemaran pantai merupakan suatu masalah
yang kompleks, ditambah lagi komponen dan stakeholder terkait didalamnya. Metode yang efektif tanpa mengganggu sistem yang sudah berjalan mutlak
diperlukan. Metode pendekatan sistem merupakan metode yang dapat
digunakan dalam menyelesaikan masalah pencemaran pantai kota.
Metode pendekatan sistem memandang objek sebagai suatu sistem yang
terdiri berbagai komponen yang saling terkait dan berinteraksi. Tahap pertama
diawali dengan menganalisis kebutuhan seluruh stakeholder yang terkait. Selanjutnya memformulasi permasalahan yang dihadapi oleh seluruh
stakeholder. Hasil identifikasi faktor-faktor dalam sistem yang dikaji dan digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat dan diagram black box.
Pemodelan terhadap sistem dilakukan untuk melihat perilaku sistem di
masa depan. Pemodelan merupakan bentuk penyederhanan sistem
pengendalian pencemaran yang begitu kompleks. Pemodelan dilakukan untuk
melihat kecenderungan dari sistem yang ada untuk 10 tahun ke depan agar
dapat dipertimbangkan dalam merumuskan strategi.
Faktor-faktor yang dominan berpengaruh dalam sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai Kota Makassar ditentukan dengan metode
prospektif. Metode ini didasarkan pada pilihan pakar (expert choice) yang mempunyai pengetahuan luas dan mendalam dalam upaya pengendalian
pencemaran perairan pantai. Pemilihan faktor-faktor dominan ditujukan untuk
memfokuskan kajian pada faktor penting yang berpengaruh saja.
Penyusunan skenario untuk melihat fenomena yang akan terjadi di masa
depan didasarkan pada hasil analisis prospektif dan pemodelan yang
disimulasikan dengan program powersim. Hasil proses ini berupa pilihan
rekomendasi yang kemudian dijabarkan dengan analisis morfologi untuk
mendapatkan strategi yang diterapkan. Selanjutnya dengan bantuan pakar
(expert judgment) ditentukan strategi yang dilaksanakan saat ini dan di masa depan. Kerangka pemikiran penelitian yang dibangun diperlihatkan pada
Gambar 1.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam menerapkan
pembangunan khususnya menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan
perairan pantai kota. Selain itu juga sumbangan kepada pemerintah daerah
sebagai masukan dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai Kota
Makassar.
VISI KOTA MAKASSAR
Kota Maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa yang berorientasi global berwawasan lingkungan dan paling bersahabat
Kebijakan pengelolaan lingk ngan pantai
Kondisi eksisting:
•
Kimia fisik dan biologiperairan pantai
•
Sosial , budaya, ekonomi•
KelembagaanKondisi eksisting
Pemodelan sistem pengendalian pencemaran
pantai kota
Analisis tipologi
Strategi pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar
Tipologi
•
Analisis kebutuhan•
Formulasi masalah•
Identifikasi sistem•
Analisis dinamikModel sistem pengendalian pencemaran pantai kota
Analisis P k if
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar melalui pendekatan sistem
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini merupakan upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai Kota Makassar. Kompleksitas sistem yang dikaji dengan
melibatkan banyak pihak (stakeholders), menyebabkan rumusan strategi pengendalian dilakukan dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem
diharapkan dapat memberikan suatu keputusan yang operasional dan efektif
Kondisi eksisting lingkungan mencakup kondisi aliran beban limbah yang
berasal dari Sungai Tallo, Sungai Jeneberang, Kanal Panampu, Kanal Benteng,
Kanal Haji Bau, Kanal Jongaya di Kota Makassar. Analisis tingkat pencemaran
perairan pantai dilakukan terhadap perairan yang menerima beban limbah.
Persepsi dan partisipasi masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai dan
kanal terhadap upaya pengendalian pencemaran pantai.
Pendekatan sistem dikaji melalui tahapan analisis kebutuhan, formulasi
permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan
implementasi. Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh dalam sistem dilakukan
menggunakan pendapat pakar (expert Judgment) dibantu dengan model sistem pengendalian yang terdiri dari submodel penduduk, submodel hotel dan
submodel industri serta submodel IPAL. Indikator pencemaran dalam penelitian
ini difokuskan pada kondisi kimia-fisik perairan pantai Kota Makassar
1.7. Novelty (Kebaruan)
Kebaruan dari penelitian ini adalah menghasilkan model sistem
pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar. Memberikan
sumbangan pada ilmu pengetahuan untuk menjawab masalah global dalam hal
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kota Pantai Makassar Provinsi
Sulawesi Selatan, khususnya di daerah yang terdapat aliran beban limbah ke
perairan pantai (Gambar 4). Pemilihan tempat penelitian didasarkan atas
pertimbangan: 1) Kota Makassar merupakan kota yang terletak di daerah
pantai. Aktivitas pembangunan yang terkait dengan perairan pantai terus
meningkat dari tahun ke tahun; 2) Pengendalian pencemaran pantai diatur
dengan keberadaan PERDA nomor 14 tahun 1999 tentang larangan membuang
sampah ke perairan pantai. Waktu penelitian pada bulan Desember 2004 - bulan
Januari 2006.
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan melalui studi kasus dengan metode survai yang
dirancang untuk mendeskripsikan kondisi fisika, kimia, biologi, sosial dan
ekonomi serta kelembagaan lingkungan perairan pantai sebagai kondisi eksisting
lingkungan. Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung meliputi
pengukuran parameter fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar,
wawancara kelompok dan perorangan berstruktur dengan berpedoman pada
kuesioner. Data sekunder berupa kebijakan publik pengendalian pencemaran
dan kondisi kependudukan diperoleh dari studi pustaka, laporan dan data
pengukuran lembaga penelitian.
Tahapan penelitian diperlihatkan pada Gambar 5, dimulai dengan
menganalisis kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pantai Kota Makassar untuk
memberikan penilaian tingkat pencemaran perairan, dilanjutkan dengan
menentukan beban limbah dan kapasitas asimilasi untuk mengetahui parameter
dan besarnya beban limbah yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar serta
kapasitas asimilasinya. Tahap selanjutnya adalah analisis persepsi dan
partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran perairan pantai
Kota Makassar. Data pada tahap ini digunakan dalam rangka menilai kondisi
eksisting. Variabel yang diperoleh pada tahapan ini digunakan untuk menentukan
Mulai
Studi pustaka dan penetuan pakar
Kebijakan pengelolaan lingkungan pantai
Analisis kondisi eksisting
Kondisi eksisting
PEMODELAN
•
Pendekatan sistem•
Analisis dinamik•
Analisis prospektifAnalisis tipologi
Strategi pengendalian
Tipologi
Data primer data sekunder
PCA
Powersim & MS-Excel
Selesai
Gambar 5. Tahapan Penelitian
Tahap berikutnya dianalisis kebutuhan dari stakeholders dan
diformulasikan masalah dari kebutuhan-kebutuhan tersebut. Diagram sebab
akibat dibuat sebagai dasar pembangunan model yang dibangun. Model
dibangun menggunakan program powersim.
Pada tahap terakhir dilakukan analisis prospektif untuk mengidentifikasi
faktor-faktor kunci pada sistem. Berdasarkan alternatif perubahan faktor kunci
dirumuskan berbagai skenario strategi masa depan dan akhirnya ditetapkan
3.2.2. Pelaksanaan Penelitian
A. Penentuan Stasiun Pengamatan, Parameter Fisik Kimia dan Biologi yang Diukur.
Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan aliran beban limbah cair
yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar. Kemudian ditentukan titik
pengambilan contoh, di sungai atau kanal dan di perairan pantai di muara sungai
atau kanal. Adapun stasiun pengamatan yang ditetapkan adalah Stasiun 1 =
Sungai Tallo; Stasiun 2 = Kanal Panampu; Stasiun 3 = Kanal Benteng;
Stasiun 4 = Kanal Haji Bau; Stasiun 5 = Kanal Jongaya; Stasiun 6 = Sungai
Jeneberang (Gambar 4). Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan
parameter limbah cair kota yaitu suhu, salinitas, pH dan total padatan tersuspensi
(TSS), chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD5), NH3,
nitrat, fosfat, oksigen terlarut, logam Pb, Cd dan Cu. Parameter biologi
menggunakan struktur komunitas makrozoobentos yang bersifat tidak mobil,
sehingga dapat menggambarkan pengaruh dari limbah kota.
B. Teknik Pengambilan Contoh Air dan Specimen Makrozoobentos serta Pengukuran Parameter Fisika-Kimia
Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu air surut menggunakan
botol Nansen, kemudian contoh air dimasukkan ke dalam botol dan disimpan
dalam coolbox, selanjutnya dibawa ke laboratorium.
Pengambilan specimen makrozoobentos dilakukan pada tiga titik di
muara sungai atau kanal menggunakan grab sampler dengan luas bukaan 16
cm2. Setelah disaring, specimen makrozoobentos dimasukkan ke dalam wadah
berisi larutan alkohol, selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di
laboratorium menggunakan kaca pembesar.
Pengukuran parameter fisika kimia perairan pantai dilakukan pada waktu
air surut. Hal ini dilakukan untuk mendapat data pengaruh aliran beban limbah
cair kota yang dominan. Metode analisa parameter fisik kimia dan biologi
Tabel 2. Parameter kualitas air yang diteliti serta metode analisa dan pengukurannya.
Parameter Satuan Metode Analisa/Alat Lokasi
Fisika 1. TSS 2. Suhu 3. pH 4. Salinitas Kimia
1. Oksigen terlarut
2. BOD5
3. COD 4. Ammonia 5. Fosfat 6. Nitrat 7. Cd 8. Pb 9. Cu
Biologi 1. Makrozoobentos mg/l oC - o/ oo
mg O2/l
mg O2/l
mg O2/l
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l ind/m2 Gravimetri Pemuaian pH meter Pembiasan Elektrokimiawi
Titrimetri Winkler inkubasi 5 hari
Titrimetri dengan pemanasan Biru indofenol Molybdat SSA SSA SSA Pencacahan Lab. In situ In situ In situ In situ Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab. Lab.
C. Sumber dan Beban Limbah serta Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai
Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah
dilakukan melalui wawancara dan data sekunder. Data beban limbah diperoleh
melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban
limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan
pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai
dengan jarak berkisar 500 – 1000 meter dari muara sungai atau kanal.
D. Sosial Ekonomi Masyarakat
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berpedoman pada
kuesioner kepada responden terpilih dan akan menghasilkan data primer. Di
samping itu dilakukan pula pengumpulan data sekunder yang relevan dengan
tujuan penelitian. Responden masyarakat diambil secara cluster random
sampling (Faisal, 2003), Masyarakat yang menjadi responden bermukim di pantai dibagi berdasarkan jenis tipologi aliran yaitu:
1) Masyarakat sekitar muara Sungai Tallo;
2) Masyarakat sekitar muara kanal;
Pada tiap tipologi aliran diambil responden sebanyak 50 kepala keluarga,
sehingga total responden 150 kepala keluarga. Data yang dikumpulkan dari
responden adalah umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, persepsi
dan partisipasi. Dengan mengumpulkan data-data ini setelah dianalisis
diharapkan dapat mengetahui karakteristik masyarakat.
E. Kerjasama Kelembagaan
Keberadaan dan peran kerjasama kelembagaan dalam pengendalian
pencemaran pantai dilakukan melalui wawancara dengan stakeholders dan
pakar.
F. Data Validasi Model Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai
Pengumpulan data untuk validasi model sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai dilakukan dengan bantuan pakar (expert) dalam
bidang pengendalian pencemaran perairan pantai. Adapun kriteria yang
memenuhi syarat sebagai pakar adalah sebagai berikut (Marimin, 2002):
1. Pakar yang mendapat pendidikan formal S2/S3 pada bidang yang dikaji
2. Pakar yang berpengalaman pada bidang yang dikaji, tetapi memiliki
pendidikan formal di bidang lain.
3. Pakar yang berpendidikan formal dan berpengalaman pada bidang yang
dikaji.
4. Pakar berasal dari praktisi, didasarkan pada lama kerja dan kewenangan di
suatu posisi tertentu.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai
dengan identifikasi adanya sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan
suatu operasi sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem umumnya
ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam
mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2)
penyusunan suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.
Tahapan dengan metode pendekatan sistem meliputi analisis kebutuhan,
formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi dan validasi,
A. Analisis Kebutuhan (Needs Analysis)
Tahap awal yang harus dilakukan dalam pengkajian menggunakan
pendekatan sistem adalah analisis kebutuhan. Analisis ini dinyatakan dalam
kebutuhan-kebutuhan stakeholders yang berpengaruh terhadap sistem yang
dikaji. Stakeholders mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai perannya
masing-masing. Stakeholders yang terlibat dalam sistem pengendalian
pencemaran perairan pantai Kota Makassar adalah:
1. Pemerintah Daerah, yaitu badan dan dinas-dinas pada pemerintahan daerah
Kota Makassar yang terkait dengan upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai Kota Makassar;
2. Masyarakat, yaitu orang-orang yang bertempat tinggal di sekitar pantai dekat
dengan muara sungai atau kanal;
3. Pengusaha, yaitu orang-orang yang berusaha di sekitar pantai dekat dengan
muara sungai atau kanal;
4. Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu lembaga dibentuk oleh masyarakat
yang perduli dengan masalah pencemaran lingkungan laut;
5. Perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang
peduli dan meneliti masalah pencemaran lingkungan laut.
Analisis kebutuhan stakeholders terhadap upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai kota adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah: Pengendalian yang melibatkan partisipasi masyarakat,
bantuan dana dan kerjasama antar lembaga.
2. Masyarakat: Pengendalian yang berkeadilan, tidak hanya masyarakat kecil
jadi sasaran, tetapi secara keseluruhan;
3. Pengusaha: Pengendalian yang tepat sasaran dan berkelanjutan;
4. Lembaga Swadaya Masyarakat: Pengendalian yang melibatkan partisipasi
masyarakat dan berkeadilan;
5. Perguruan tinggi: Pengendalian yang efektif dan efisien.
B. Formulasi Permasalahan
Formulasi masalah dilakukan atas dasar penentuan informasi yang telah
dilakukan melalui identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno,
1999). Rumusan permasalahan dapat diartikan sebagai gugus kriteria kelakuan
Berdasarkan analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan
antar stakeholders dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota
Makassar, maka dapat diformulasikan masalah sebagai berikut: belum
tersedianya strategi pengendalian pencemaran perairan pantai yang efektif dan
efisien.
C. Identifikasi Sistem
Identifikasi sistem dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen
yang terlibat di dalam sistem yang akan dikaji. Identifikasi sistem digambarkan
dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab
akibat adalah pengungkapan tentang kejadian hubungan sebab akibat (causal
relationships) ke dalam bahasa gambar tertentu. Bahasa gambar tersebut dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah
diagram sebab akibat (causal-loop), pangkal panah mengungkapkan sebab dan
ujung panah mengungkapkan akibat.
Pada Gambar 6 diperlihatkan diagram sebab akibat dari sistem
pengendalian pencemaran pantai Kota Makassar.
IPAL Jumlah
Industri
Beban Limbah Domestik Jumlah
Hotel
Beban Pencemaran Kesejahteraan
penduduk
+ +
+ +
+
-+
Beban limbah industri
+
+
Jumlah penduduk
+ + Partisipasi
Masyarakat
Tingkat Pendidikan
+
+
-Konsentrasi limbah
Baku Mutu +
Gambar 6. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sistem pengendalian
Sistem pengendalian pencemaran pantai diidentikkan dengan komponen
perairan pantai kota yang merupakan suatu ekosistem terbuka oleh pengaruh
dari luar. Peningkatan jumlah penduduk dan industri pada kota pantai
menghasilkan berbagai jenis limbah cair dalam jumlah yang besar.
Perairan pantai kota Makassar menerima limbah melalui sungai dan
kanal. Dengan kapasitas asimilasi yang dimiliki perairan pantai sebenarnya
limbah dapat dikurangi daya racunnya, namun dengan beban limbah yang terus
meningkat seiring berkembangnya penduduk dan industri berakibat kapasitas
asimilasi menurun. Menurunnya kapasitas asimilasi menimbulkan akumulasi
limbah dan meningkatkan tingkat pencemaran perairan pantai.
Peningkatan pencemaran perairan pantai akan menurunkan kualitas dan
kuantitas sumberdaya hayati. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap
keberlangsungan aktivitas pembangunan seperti perikanan, pariwisata,
pemukiman dan investasi. Pemerintah daerah selaku pengelola kota mempunyai
tanggungjawab mengendalikan pencemaran perairan pantai. Hal ini dilakukan
untuk melindungi masyarakat dari dampak pencemaran yang ditimbulkan.
Harapan seluruh stakeholder terhadap upaya pengendalian pencemaran
perairan pantai Kota Makassar adalah terjadinya penurunan tingkat pencemaran,
adanya partisipasi stakeholder dan tersedianya payung hukum. Pada Gambar 7
diperlihatkan diagram black box sistem pengendalian pencemaran perairan
pantai Kota Makassar.
3.4. Pemodelan
Membangun model dilakukan bertujuan melihat perilaku sistem dalam
membantu perencanaan strategi pengendalian pencemaran perairan pantai kota.
Model bersandar pada hasil pendekatan kotak gelap dan kondisi faktual hasil
Input tak terkontrol
- Limbah non poin
Input terkontrol - Laju pertumbuhan
penduduk
- Laju pertumbuhan
industri
- Jumlah partisipasi
masyarakat
- beban limbah
SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI KOTA
Output yang dikehendaki
- Beban pencemaran
memenuhi baku mutu
- Meningkatnya
partisipasi masyarakat
Output yang tidak dikehendaki
- Jumlah beban limbah
meningkat
- Kurangnya kerjasama
stakeholders Parameter kinerja
- Baku mutu Lingkungan
PP No 27 tahun 1999
KEP-MEN LH No.51/MenKLH/2004
Manajemen Pengendalian
Gambar 7. Diagram input output sistem pengendalian pecemaran perairan pantai Kota Makassar
- Submodel Penduduk
Pertambahan penduduk mengikuti suatu fungsi dari kelahiran, kematian
dan urbanisasi. Penduduk pada suatu waktu (Pti) (jiwa) ditentukan oleh populasi
saat ini (Pto) (jiwa), jumlah kelahiran (KEL) (%), urbanisasi (URB) (%), jumlah
kematian (KEM) (%) secara umum ditulis :
Pti = Pto + Pto (KEL+URB – KEM)
Lcpti = Pti * Flcp
Jumlah limbah cair penduduk (Lcpti) (ton/tahun) suatu waktu dipengaruhi
jumlah penduduk (Pti) (jiwa) dan fraksi limbah cair penduduk (Flcp) (%).
- Submodel Hotel
Jumlah limbah cair hotel (Lchti) (ton/tahun) pada waktu tertentu yang
masuk ke sungai dan kanal dipengaruhi oleh fraksi limbah cair hotel (FLCH) (%)
dan jumlah pengunjung hotel suatu waktu (JPHti) (jiwa) . Dirumuskan dengan
- Submodel Industri
Jumlah beban limbah cair industri (Lci) (ton/tahun) dipengaruhi oleh
jumlah industri pada waktu ti (JIti), jumlah industri awal (JIto), fraksi
pembangunan industri (FPI) (%), luas lahan kawasan (LK) (Ha), fraksi limbah cair
industri (Flci) (%). Dengan asumsi untuk tiap industri membutuhkan satu hektar
lahan Secara umum dirumuskan sebagai berikut:
Jlti = Jito (1+ FPI)/LK
Lci = JIti * Flci
- Submodel Pengolah Limbah Cair
Jumlah limbah cair (JL) (ton/tahun) yang masuk ke perairan pantai kota
dipengaruhi oleh beban limbah (BL) (ton/tahun) bersumber dari pemukiman,
hotel dan industri dan kapasitas instalasi pengolahan limbah cair (KIpal)
(ton/tahun). Secara umum dirumuskan:
JL = BL - KIpal
Pengolahan limbah merupakan upaya untuk mengurangi beban limbah
hingga memenuhi baku mutu.
3.5. Analisis Data
3.5.1. Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Pantai
A. Parameter Fisik dan Kimia Perairan pantai
Data parameter fisik kimia perairan pantai Kota Makassar dianalisis
menggunakan baku mutu air laut untuk biota dan budidaya laut KEP-MEN LH
No. 51/MenKLH/2004.
B. Struktur Komunitas Makrozoobentos
- Komposisi Jenis dan Kelimpahan
Kelimpahan makrozoobentos dihitung menggunakan persamaan yang
dikemukakan oleh Odum (1971) sebagai berikut:
b
xa
Y
=
10000
Keterangan:
Y = Jumlah individu (ind/m2)
a = Jumlah makrozobentos yang tersaring (ind)
b = Luas bukaan grab sampler (cm2)
- Indeks Keanekaragaman Jenis (H’)
Untuk mengetahui indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos
dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:
H’ = - ∑ Pi ln Pi ; Pi = n/N
Keterangan:
H’= Indeks keanekaragaman jenis
ni = Jumlah individu jenis
N = Jumlah total individu
Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam
tiga kategori, yaitu:
1) H’ ≤ 1 = keanekaragaman rendah, penyebaran individu tiap jenis
rendah dan kestabilan komunitas rendah, indikator adanya
pencemaran berat
2) 1 < H’ < 3 = keanekaragaman sedang, penyebaran individu tiap jenis rendah
dan kestabilan komunitas sedang, indikator adanya
pencemaran sedang
3) H’ ≥ 3 = keanekaragaman tinggi, penyebaran individu tiap jenis rendah
dan kestabilan komunitas tinggi, indikator tidak terjadi
pencemaran
- Indeks Keseragaman Jenis (E)
Untuk mengetahui indeks keseragaman jenis makrozoobentos
dipergunakan rumus Shannon-Wiener (Kreb, 1978) sebagai berikut:
E = H’/H’ Maks
Keterangan:
E = indeks keseragaman jenis
H’ = indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener
H’ maks = keanekaragam maksimum
Hasil perhitungan indeks keanerkaragaman jenis dapat diklasifikasikan dalam
tiga kategori, yaitu:
1) 0,0 < E < 0,5 Komunitas dalam kondisi tertekan
2) 0,5 < E < 0,75 Komunitas dalam kondisi labil
- Indeks Dominasi Jenis (C)
Untuk mengetahui indeks dominasi jenis makrozoobentos dipergunakan
rumus Simpson (Ludwig dan Reynold 1988) sebagai berikut:
C = ∑ (ni/N)2
Keterangan:
C = Indeks dominasi jenis
ni = Jumlah individu jenis
N = Jumlah total individu
3.5.2. Sumber dan Beban Limbah, Kapasitas Asimilasi serta Tingkat Pencemaran Perairan Pantai
Sumber limbah dianalisis secara deskriptif, beban limbah yang berasal
dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur
melalui perkalian debit sungai dan kanal (m3/det) dengan konsentrasi limbah
(mg/L).
Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu
Q = V.A
Keterangan:
V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det)
A = Luas penampang sungai atau kanal (m2)
Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink,
1993):
BL = Q x C
Keterangan:
BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det)
Q = Debit sungai/kanal (m3/det)
C = Konsentrasi limbah (mg/L)
Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 x 3600 x 24 x 30
Perhitungan beban limbah dari kegiatan penduduk dilakukan antara
jumlah penduduk yang beraktivitas pada daerah aliran limbah dengan konstanta
besaran limbah yang dihasilkan dalam satuan g/kapita/hari. Konstanta yang
digunakan adalah (Kositrana et al. 1988):
Tanpa pengolahan : BOD5 = 53, COD = 101,6, N = 22,7 dan P = 3,8
Pendugaan kapasitas asimilasi perairan pantai dalam menampung limbah
menggunakan metode hubungan antara konsentrasi limbah dan beban limbah
(Dahuri, 1999). Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik
hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan pantai
dengan limbah parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisis
dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut. Pola hubungan
tersebut konsentrasi limbah dan beban limbah disajikan pada Gambar 8.
Beban Limbah Konsentrasi
Pencemar
Baku mutu
[image:31.595.110.506.106.481.2]Kapasitas asimilasi
Gambar 8. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)
Asumsi :
1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan
dalam penelitian
2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau
kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan
tersebut.
3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based , Kegiatan di
Tingkat pencemaran perairan pantai Kota Makassar ditentukan
menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang
digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu TSS, BOD, COD,
DO, pH. Adapun persamaan yang digunakan:
(
i ij)
j
F
C
L
IP
=
Keterangan:
IPj = Indeks polusi bagi peruntukan air
Lij = Baku peruntukan air
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air
Pada metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka
pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan Ci/Lij acuan
polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus
Numerow (1991) :
(
) (
)
2
2 2
R ij i M
ij i ij
L
C
L
C
P
=
+
Keterangan:
(Ci/Lij )R : nilai rata-rata Ci/Lij
(Ci/Lij )M: nilai maksimum Ci/Lij
Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut:
0 ≤ Pij≤ 1,0 → memenuhi baku mutu
1,0 ≤ Pij≤ 5,0 → tercemar ringan
5,0 ≤ Pij≤ 10 → tercemar sedang
Pij > 1,0 → tercemar berat
3.5.3. Karakteristik Masyarakat dan Kerjasama Kelembagaan
Karateristik masyarakat di sekitar daerah aliran beban limbah diperoleh
dari data responden, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif menggunakan
tabel. Sementara data kerjasama kelembagaan hasil wawancara dianalisis
secara deksriptif
3.5.4. Karakteristik Tipologi Aliran
Berdasarkan variabilitas dalam beberapa parameter lingkungan pada tiga
tipologi aliran maka dilakukan analisis multivariabel analisis komponen utama
Legendre (1983) dan Johnson dan Wichern (1988). Untuk mengetahui
parameter-parameter penciri pada masing-masing tipologi aliran. Analisis ini
menggunakan program Excelstat
3.5.5. Validasi dan Simulasi Model
Setelah melakukan pemodelan terhadap sistem menggunakan powersim,
selanjutnya dilakukan validasi. Validasi merupakan usaha menyimpulkan apakah
model sistem yang dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang
dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan meyakinkan (Eriyatno, 1999).
Validasi dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model. Validasi struktur
melalui studi pustaka dan keluaran model dibandingkan dengan data statistik
pada periode 5 tahun ( 1999-2004). Untuk memverifikasi keluaran model dengan
data statistik dilakukan uji KF ( Kalman Filter) untuk mengetahui besarnya
penyimpangan model. Tingkat kecocokan hasil simulasi dengan nilai aktual
adalah 47,5 – 52,3% menggunakan persamaan:
(
Vs
Va
)
)
Vs
KF
+
=
Keterangan:
KF = Saringan Kalman
Va = Varian nilai aktual
Vs = Varian nilai simulasi
Selanjutnya untuk melihat perilaku model sistem yang dibangun dilakukan
simulasi. Menurut Manetch dan Park (1977) simulasi adalah suatu aktivitas
dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku sistem, melalui
penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan sebab akibatnya
sama dengan atau seperti yang ada pada sistem sebenarnya.
3.6. Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai
Pengembangan skenario pengendalian pencemaran perairan pantai
dilakukan dengan analisis prospektif menggunakan software MS-Excel . Metode
ini terdiri dari enam langkah yaitu:
1. Menentukan tujuan studi
2. Identifikasi faktor-faktor
3. Analisis pengaruh antar faktor
Untuk melihat pengaruh antar faktor dalam sistem pada tahap pertama
Tabel 3. Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem pengendalian pencemaran perairan pantai Kota Makassar
Dari
Terhadap A B C D E F G H
A
B
C
D
E
F
G
H
Sumber : Hatrisari (2002)
Keterangan : A – F = faktor penting dalam sistem
Pedoman Penilaian :
Skor : Keterangan:
0 Tidak ada pengaruh
1 Berpengaruh kecil
2. Berpengaruh sedang
3 Berpengaruh sangat kuat
Pedoman pengisian:
1. Faktor yang tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika ya beri nilai 0
2. Faktor yang pengaruhnya sangat kuat, jika ya diberi nilai 3
3. Faktor yang pengaruhnya kecil = 1 dan yang pengaruhnya sedang = 2
Untuk menentukan faktor kunci yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan
ketergantungan antar faktor di dalam sistem diperlihatkan pada Gambar 9
Varibel Penentu
INPUT
Varibel Penghubung
STAKES
Varibel Bebas
UNUSED
Varibel Output
TERIKAT
Ketergantungan
[image:35.595.101.507.64.838.2]Pengaruh
Gambar 9. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor
1. Membuat keadaan (state) suatu faktor
Dari faktor-faktor dominan yang telah ditentukan dibuat keadaan (state)
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Keadaan harus mempunyai peluang yang sangat besar untuk terjadi
(bukan hayalan) dalam suatu waktu di masa datang
b. Keadaan bukan merupakan tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti
besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi merupakan deskripsi tetang
situasi dari sebuah faktor
c. Setiap keadaan harus didefenisikan secara jelas
d. Bila keadaan dalam suatu aktor lebih dari satu, maka keadaan tersebut
harus dibuat secara kontras
e. Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk
terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompotible).
2. Membangun skenario yang mungkin terjadi
Tahap-tahap dalam membangun skenario yang mungkin terjadi sebagai
berikut:
a. Skenario yang memiliki peluang lebih besar untuk terjadi di masa datang
b. Skenario merupakan kombinasi, oleh sebab itu sebuah skenario harus
memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu
keadaan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang saling bertolak
belakang (mutual incompotible).
c. Setiap skenario (mulai dari nama paling optimis sampai nama paling
pesimis) diberi nama.
d. Langkah selanjutnya adalah memilih skenario yang paling mungkin terjadi.
3. Implikasi skenario
Merupakan tahap akhir dalam analisis prospektif, meliputi:
a. Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya
terhadap tujuan studi
b. Skenario tersebut didiskusikan implikasinya
c. Membuat rekomendasi dari implikasi yang telah disusun
Rekomendasi dari implikasi hasil analisis prospektif ini disusun strategi
3.7. Definisi Operasional
Beberapa definisi operasional yang digunakan dalam peneltian ini meliputi:
1. Desain adalah rancang bangun pada bagian proses dari suatu sistem, dibuat
berdasarkan input yang sudah diketahui dan output yang sudah ditetapkan.
2. Sistem adalah suatu kumpulan dari komponen yang saling berinteraksi dan
terorganisir mencapai tujuan atau fungsi tertentu. Suatu sustem terdiri dari
input, proses dan output.
3. Model adalah suatu abstraksi dan penyederhanaan dari suatu sistem yang
sesungguhnya, dalam hal ini wilayah pantai Kota Makassar.
4. Pengendalian pencemaran adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan
dan/atau penanggulangan dan/atau pemulihan pencemaran.
5. Umur, adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung
dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat yang dinyatakan
dalam ukuran tahun. Indikatornya yaitu usia responden pada saat penelitian.
Data yang diperoleh merupakan skala ordinal dengan pengkategorian
kedalam umur muda (<19 tahun), dewasa (19-55 tahun) dan tidak produktif
(> 55 tahun).
6. Pendidikan, adalah tingkat belajar secara formal yang pernah diperoleh
responden. Indikatornya status pendidikan formal yang pernah diikuti
responden. Parameter dan pengukurannya adalah tingkat pendidikan secara
(tidak tamat SD dan lulus SD), sedang (lulus SMP dan lulus SMA), tinggi
(lulus perguruan tinggi, D2/D3/Sarjana).
7. Pendapatan, adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang diperoleh
dalam satu bulan, yang kemudian diperhitungkan berdasarkan nilai tukar
uang. Data yang diperoleh nanti akan dikategorikan pada skala ordinal yaitu:
rendah (<Rp.475.000), sedang (Rp.475.000-950.00), dan tinggi
(>Rp.950.000).
8. Persepsi Masyarakat, adalah pandangan responden tentang kegiatan
pengendalian pencemaran pantai. Cara untuk mengetahui pandangan
tersebut yaitu melalui beberapa indikator pernyataan yang menjelaskan
pandangan responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran
pantai, (b) kegiatan penanggulangan pencemaran pantai dan (c) kegiatan
dalam berpartisipasi pada pencegahan dan penanggulangan pencemaran
pantai. Tiap indikator dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan yang
dinilai responden dengan menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan:
Setuju (3), Ragu-ragu (2), dan Tidak setuju (1).
9. Partisipasi masyarakat, tindakan atau keterlibatan responden dalam usaha
pengendalian pencemaran pantai secara langsung, diukur dengan beberapa
indikator yaitu: partisipasi dalam pelaksanaan yaitu partisipasi responden
dalam tahap pelaksanaan seperti membersihkan lingkungan sekitar dari
sampah. Penilaian menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan selalu
(lebih dari 3 kali), kadang-kadang ( 1-3 kali), dan tidak pernah (TP).
Pengukuran peubah ini dilakukan dengan cara memberi skor kepada bentuk
partisipasi responden. Skor dari tiap bentuk partisipasi dijumlahkan untuk
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Geografi dan Oseanografi
Kota Makassar merupakan kota pantai yang secara geografi terletak pada
119º24’17,38” BT dan 5º8’6,19” LS. Di sebelah utara dan timur berbatasan
dengan Kabupaten Maros, sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa dan
sebelah barat dengan Selat Makassar. Luas wilayah Kota Makassar 175,77 km2 atau 17,577.00 ha. Panjang garis pantai sekitar 32 km dan terdapat sembilan
buah pulau kecil. Ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0 – 25 m.
Beriklim tropika basah (Am), curah hujan bulanan rata-rata dari tahun 1990-2000
berkisar antara 13 – 677 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari
dan terendah bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata setiap bulannya 2-22 hari.
Suhu udara berkisar antara 26,5 – 30,2oC.
Pantai Kota Makassar umumnya landai dan berpasir dengan kelandaian
3%. Kondisi pantai di Muara Sungai Jeneberang dengan relatif stabil dan
cenderung menjorok ke arah laut. Hal ini terjadi akibat sedimentasi pasir halus
yang berasal dari Sungai Jeneberang maupun dari arah selatan pantai. Tipe
pantai muara Sungai Tallo di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dengan
vegetasi mangrove yang minim serta merupakan pantai yang landai. Pada
bagian barat pantai sudah terdapat kegiatan reklamasi pantai sekitar 200 m
sebagai lahan kegiatan industri pengolahan kayu. Daerah di muara kanal pada
umumnya sudah dikeraskan dengan tembok pematang pantai, karena sebagian
besar pantai di daerah ini merupakan tempat pangkalan pendaratan ikan (PPI
Rajawali) dan permukiman pantai.
Ombak di perairan pantai Kota Makassar dibangkitkan oleh angin. Tinggi
ombak sebagian besar berada pada interval 1,1 – 1,5 meter. Pola arus di
perairan pantai Kota Makassar didominasi oleh arus pasang-surut yang bergerak
dari arah utara ke selatan dan sebaliknya dari selatan ke utara. Dominasi arus
dari selatan ke utara cenderung membawa sedimen ke arah utara. Kecepatan
arus susur pantai berkisar antara 0,051 – 0,10 m/detik.
Sedimentasi yang terjadi di perairan pantai Kota Makassar berasal dari
DAS Jeneberang dan DAS Tallo. Sedimentasi ini menyebabkan pendangkalan di
beberapa tempat di sepanjang pantai Kota Makassar. Sedimentasi yang berasal
DAM Bili-bili, maka sedimen yang sampai ke Pantai Losari semakin berkurang.
Sedimentasi dari DAS Tallo umumnya terjadi akibat pembukaan lahan untuk
keperluan perumahan.
Salinitas perairan pantai Kota Makassar banyak dipengaruhi oleh
masuknya aliran sungai dan kanal. Kisaran salinitas yang terukur pada perairan
pantai Kota Makassar adalah 30,7 – 35 o/oo. Suhu permukaan perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 30,1 – 30,7 oC .
4.1.2. Kegiatan Pembangunan
A. Kependudukan
Berdasarkan data penduduk dari tahun 1990 – 2003 jumlah penduduk di
wilayah kecamatan pesisir Kota Makassar cenderung mengalami peningkatan.
Pertambahan penduduk periode 1990 – 2000 sebesar 1,55% , sedangkan pada
periode 2000 mengalami penurunan sebesar 1,53%. Namun pada beberapa
kecamatan di wilayah pesisir Kota Makassar dari tahun 1990 – 2003 adalah
Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo. Kecamatan Mariso laju pertumbuhan
-0,88% menjadi 0,54% per tahun, Kecamatan Tallo dari 0,39% menjadi 2,22%
per tahun. Pertambahan penduduk ini erat kaitannya dengan besarnya limbah
domestik yang masuk ke perairan pantai Kota Makassar.
Kota Makassar memiliki panjang pantai sekitar 32 km dengan jumlah
penduduk pada tahun 2005 berpenduduk sekitar 1.173.107 jiwa terdiri dari
578.416 laki-laki dan 594.691 perempuan dengan 272.727 kepala keluarga.
Tabel 4 memperlihatkan keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005.
Tabel 4. Keadaan penduduk Kota Makassar tahun 2005
1.
Jumlah penduduk
a. Laki-laki
b. Perempuan
1.173.107
578.416
594.691
2. Rasio jenis kelamin 97
3. Jumlah rumah tangga 272.727
4.
Pertumbuhan penduduk (%)
a. 1990 – 2000
b. 2000 – 2003
1,55
1,53
5. Kepadatan penduduk/Km2 6.674
Berdasarkan data penduduk tahun 2005 penyebaran penduduk di wilayah
Kota Makassar masih terkonsentrasi di Kecamatan Tamalate. Tabel 5 berikut
[image:40.595.107.508.165.524.2]adalah gambaran data penduduk Makasar tahun 2005.
Tabel 5. Penduduk Kota Makassar tahun 2005
No, Kecamatan Luas
(km2)
Jumlah Penduduk
Kepadatan (Jiwa/km2)
1 Mariso 1,82 52.803 29.013
2 Mamajang 2,25 58.875 58.875
3 Tamalate 20,21 144.458 7.518
4 Rappocini 9,23 136.725 14.813
5 Makassar 2,52 80.354 31.887
6 Ujung Pandang 2,63 27.921 10.616
7 Wajo 1,99 34.137 17.154
8 Bontoala 2,10 56.991 27.139
9 Ujung Tanah 5,94 43.314 7.292
10 Tallo 5,83 123.091 21.077
11 Panakukang 17,05 129.967 7.614
12 Manggala 24,14 92.524 3.833
13 Biringkanaya 48,22 112.432 2.322
14 Tamalanrea 31,84 79.515 2.497
Total 175,77 1.173.107 6.674
Sumber: BPS Kota Makassar 2005
Sebagian besar penduduk umumnya bekerja di sektor jasa dan sebagian
lain di sektor industri. Kegiatan pembangunan yang merupakan sumber limbah
Kota Makassar berasal dari buangan domestik (rumah tangga, perkantoran,
hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah
sakit) dan buangan indutri pengolahan ( Bapedalda Makassar, 2003).
B. Pemukiman
Makassar merupakan salah satu kota yang padat penduduknya dengan
luas wilayah 175,77 km2, pada tahun 2005 jumlah penduduknya 1.173.107 jiwa dengan kepadatan 6,674 jiwa/km2. Diperkirakan pada tahun 2015 jumlah penduduk mencapai 1.804.912 jiwa. Kecamatan Mariso dan Kecamatan Tallo
merupakan kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup padat
Masalah pemukiman penduduk untuk kecamatan di wilayah pesisir Kota
Makassar menjadi penting sebagai tempat tinggal penduduk. Pertambahan
penduduk yang tinggi dan terus meningkat, dengan asumsi tiap kepala keluarga
(KK) memiliki satu rumah, maka di kecamatan pesisir pada tahun 2003 terdapat
perumahan sebanyak 133.981 unit. Besarnya pemukiman ini berkaitan dengan
jumlah beban limbah rumah tangga dan sarana umum yang tersedia.
Kualitas pemukiman di kecamatan pesisir Kota Makassar di Kecamatan
Mariso, Tallo dan Ujung Tanah umumnya semi-permanen dengan fasilitas yang
kurang memadai seperti kurangnya air bersih, MCK, sarana kebersihan.
Pemukiman dengan kualitas tinggi terdapat di Kecamatan Ujung Pandang, Wajo,
Tamalate, Biringkanaya dan Tamalanrea.
Akhir-akhir ini wilayah pantai Kota Makassar menjadi menarik untuk
dikembangkan menjadi pemukiman modern, tempat rekreasi dan bisnis. Kondisi
ini memunculkan usaha reklamasi pantai terutama Pantai Losari yang
merupakan kebanggaan masyarakat Kota Makassar. Usaha reklamasi pantai
merupakan bagian dari usaha revitalisasi Pantai Losari yang mulai mengalami
degradasi.
C. Industri
Kegiatan perindustrian di wilayah Kota Makassar dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok yaitu industri makanan, industri minuman, industri tekstil,
industri pakaian jadi, industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya, indutri
perabot dan kelengkapan rumah tangga serta alat dapur dari kayu, bambu dan
rotan, Industri kertas dan barang dari kertas, industri percetakan dan penerbitan,
industri bahan kimia, industri kimia lain, industri pembekuan udang dan ikan,
industri karet dan barang dari karet, industri barang dari plastik, industri semen,
kapur dan baja, indutri logam dasar besi dan logam, Industri barang dari logam
kecuali mesin dan peralatannya, industri mesin dan perlengkapannya, industri
mesin, peralatan dan perlengkapan listrik, industri alat angkutan, indutri
pengolahan lainnya.
Kegiatan industri ini terbanyak di daerah aliran Sungai Tallo. Berdasarkan
data pemerintah daerah Kota Makassar distribusi industri pada tahun 2002
berjumlah 151 industri dan pada tahun 2003 berjumlah 155 industri. Kecamatan
yang memiliki jumlah industri cukup besar adalah Kecamatan Biringkanaya,
industri makanan dan industri kayu, bambu, rotan sebanyak 55 industri dan 33
industri.
Dari analisis terhadap data tersebut dapat dijelaskan bahwa di wilayah
Kota Makassar terdapat industri yang cukup besar pada daerah aliran Sungai
Tallo terutama industri makanan dan dan industri kayu, bambu, rotan. Jumlah
industri ini erat kaitannya dengan beban pencemaran dari industri.
D. Pariwisata
Data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar beberapa
wilayah pantai di Kota Makassar masih dapat digunakan secara bebas oleh
mayarakat seperti pantai Losari. Daerah pantai yang dikuasai dan dikelola oleh
swasta dan masyarakat adalah Pantai Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka.
Tanjung Bunga dikuasai oleh GMTD (Gowa Makassar Tourism Development) sebagai daerah pemukiman modern, bisnis dan wisata renang. Sedangkan di
pantai Tanjung Medeka dan Barombong dikelola oleh masyarakat sebagai
daerah wisata renang dan penginapan.
Beberapa lokasi yang berpotensi menjadi tujuan wiasata di wilayah
pesisir pantai Kota Makassar adalah Benteng Roterdam, Museum Lagaligo,
Makam Raja-raja Tallo, Pelabuhan rakyat Panampu dan Benteng Sumba Opu.
Tempat-tempat lain yang terletak di pulau-pulau kecil Kepulauan
Spermonde seperti Pulau Lumu-lumu, Pulau Bonetambung, Pulau Barrang
Lompo, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Kodingareng Lompo, Pulau Samalona,
Pulau Kayangan dan Pulau Lae-lae, memiliki kekayaan alam bahari seperti pasir
putih, terumbu karang, ikan dan beragam biota laut yang dapat dimanfaatkan
untuk wisata dan olah raga bahari.
4.2. Kebijakan Publik Pengendalian Pencemaran Pantai Kota
Dalam upaya menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan pemerintah
mengeluarkan berbagai kebijakan publik, namun seringkali yang terjadi adalah
kesenjangan antara kejadian aktual dengan kejadian yang diinginkan.
Kesenjangan ini merupakan masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan.
Pemerintah Kota Makassar mengeluarkan kebijakan pengendalian
pencemaran pantai berupa Peraturan Daerah (Perda). Perda nomor 14 tahun
1999 berisi tentang larangan membuang sampah ke pantai. Perda ini merupakan
implementasi dari Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1993. Peraturan daerah
kenyataannya pencemaran pantai masih terjadi. Pencemaran pantai merupakan
proses dinamis bekerja dalam dimensi waktu. Hal ini dipengaruhi oleh sumber
pencemar yang jumlahnya meningkat seiring bertambahnya waktu. Untuk
mencapai keselarasan antara kejadian aktual dan harapan yang diinginkan
diperlukan suatu strategi. Strategi yang merupakan rumusan mekanisme
interaksi dinamis menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan. Strategi yang
berbentuk alternatif dari satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi baik
bersifat struktural atau fungsional.
4.3. Kondisi Eksisting
4.3.1. Parameter Fisik Kimia Perairan
Parameter fisik kimia merupakan indikator yang digunakan untuk
menentukan kondisi suatu perairan pantai. Dari hasil pengukuran parameter fisik
kimia perairan pantai Kota Makassar diperoleh data yang disajikan pada
Lampiran 3.
A. pH
pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui aktivitas
ion hidrogen. Nilai pH pada perairan laut cenderung bersifat basa. Sedangkan pH
air limbah buangan rumah tangga dan industri bersifat asam karena
mengandung asam-asam organik dan asam-asam mineral, sehingga dapat
menyebabkan nilai pH rendah.
Nilai pH perairan pantai Kota Makassar berkisar antara 7,75 – 8,14 dengan
rata-rata 7,94. Berdasarkan baku mutu air laut pH yang sesuai untuk kehidupan
biota laut adalah 6 – 9, dengan demikian pH perairan pantai Kota Makassar
masih pada keadaan yang mendukung kehidupan biota laut. Gambar 10
memperlihatkan pH sumber limbah yang lebih rendah dari pH perairan pantai.
Keadaan ini disebabkan oleh kandungan asam yang tinggi pada sumber limbah.
B. Oksigen Terlarut (Dissolve Oxygen, DO)
Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang dikandung di dalam air laut.
Konsentrasi oksigen dalam air laut bisa dijadikan sebagai tanda tingkat
pengotoran limb