• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan beberapa metode yang disandarkan pada rumusan masalah atau konteks kajian. Namun demikian, meski menggunakan beragam metode, hal yang coba dihindari dalam penggunaan metode ini adalah adanya benturan atau kontradiksi terhadap asumsi fundamental (paradigma) yang melekat pada sebuah metode. Selain itu, penggunaan beragam

metode dalam penelitian ini sebagai suatu bentuk triangulasi metode. Secara lebih rinci, metode yang digunakan dalam penelitian ini akan diuraikan pada bagian dibawah ini.

3.4.1. Telaah Rantai Komoditas

Salahsatu metode pengumpulan data yang dirasakan tepat terkait tema

penelitian ini adalah studi mengenai rantai/jejaring komoditas (commodity

chains/networks) atau seperti yang dikatakan Tania Li yang menggunakan

perspektif antropologi sosial yakni “follow the crops/commodity”. Seperti yang

diungkapkan Collins (2005), kebangkitan analisis rantai komoditas pada tahun 1980 (pasca perang dingin) bersamaan dengan semakin meluasnya kritik terhadap “pembangunan” sebagai sebuah “praktek” dan “teori pembangunan” sebagai

sebuah “ideologi”.7 Mengutip apa yang dinyatakan Hopkins dan Wallerstein

(1986), rantai komoditas adalah “sebuah jejaring kerja dan proses produksi

komoditas hingga kebentuk terakhirnya” (a network of labor and production processes whose end result is a finished commodity) (Gereffi et al 1994). Dengan kata lain, semua komoditas mengalami urutan transformasi dari bahan mentah ke produk jadi (Smith 2005).

Gereffi dan Korzeniewicz (1990) menyatakan, rantai komoditas terdiri dari sejumlah “simpul” yang mencakup unsur-unsur penting dalam proses produksi seperti proses ekstraksi dan pasokan bahan baku, transformasi industri, aktifitas ekspor, dan pemasaran (pertukaran). Setiap simpul itu sendiri merupakan sebuah jaringan yang terhubung ke simpul-simpul lain yang mencakup kegiatan-kegiatan

7

Di era 1980-an (periode awal berakhirnya perang dingin), pengkajian terhadap praktek-praktek pembangunan mulai menuai persoalan dari cara pandang yang disediakan berbagai paradigma besar. Menanggapi persoalan tersebut, sebagian ahli kemudian mulai merangkul studi rantai komoditi sebagai strategi metodologis yang memungkinkan mereka melanjutkan studi empiris mengenai praktek pembangunan di berbagai belahan dunia. Dipicu oleh hadirnya pendekatan baru post-strukturalis dalam ilmu humaniora dan sosial, para kritikus menyatakan skeptis terhadap seluruh teori-teori besar, khususnya tentang model “kemajuan” ala barat. Kritik utama yang menyasar pada teori pembangunan lama (baik neo-klasik maupun marxis), karena terlalu bersifat ekonomi, deterministik, dan bias barat. (Collins 2005)

ekonomi di tingkat lokal, regional, dan global yang memiliki struktur jaringan

yang sangat kompleks.8

Hal yang perlu ditekankan, dari setiap simpul yang terdapat di sepanjang rantai komoditas menghasilkan tingkat keuntungan dan surplus yang berbeda. Namun polanya tidak seragam, atau dengan kata lain pola ini dapat bervariasi di antara komoditas tertentu (atau bahkan pada komoditas yang sama namun dengan cara yang berbeda) (Smith 2005). Watts dan Goodman (1997) menilai, penelitian rantai komoditas dapat menghindari generalisasi yang berlebihan dari wacana pembangunan dan globalisasi dengan berfokus pada perbedaan komoditas yang spesifik atau dinamika sektoral, dan menggarisbawahi apa yang oleh Laura

Raynolds istilahkan sebagai “the multiple trajectories associated with agrarian

internationalization” (Collins 2005).9

Dalam konteks penelitian ini, studi rantai komoditas digunakan dalam melacak dan mengurai bagaimana proses pemiskinan dan marginalisasi petani terjadi melalui hubungan-hubungan pertukaran antar pelaku ekonomi. Namun demikian, dalam batas tertentu, salahsatu kendala penggunaan metode rantai komoditas pada penelitian ini adalah dirinya membutuhkan informasi tentang “nilai lebih” (surplus) dari setiap simpul (pelaku) secara detil dan mendalam

mengingat luasnya jejaringan komoditas (lokal hingga global).10 Hal ini sangat

berkaitan dengan teknik perhitungan dan analisa hasil dari setiap pertukaran

8

Ilustrasi terhadap pengertian rantai komoditas tersebut, White (2009) menyatakan, “kalau seorang konsumen minum secangkir kopi, ia menjadi anak-rantai terakhir dari suatu rantaian kegiatan dan suatu rantaian hubungan (nasional dan/atau global) yang memungkinkan cangkir kopi itu berada ditangannya. Rantai-rantai ini mengkaitkan bukan hanya para produsen dan para konsumen, tetapi banyak pelaku lainya yang semua menuntut bagian dari ‘nilai tambah’. Tuntutan-tuntutan ini banyak dipengaruhi oleh pelaksanaan kuasa pada berbagai tingkat”.

9

Jauh sebelum berkembangnya perspektif sistem dunia yang diusung oleh Wallerstein dan kawan-kawan, kesadaran akan pengaruh perkembangan kapitalisme global yang menarik ekonomi petani berbasis rumah tangga kedalam pusaran ekonomi dunia yang lintas batas negara telah diutarakan Chayanov (1925/1966). Ia menyatakan, melalui kaitan-kaitan ini, setiap petani kecil menjadi bagian organik dari ekonomi dunia, mengalami dampaknya kehidupan ekonomi dunia, menjadi dikendalikan dalam pengelolaannya oleh tuntutan-tuntutan ekonomi kapitalistis global, dan pada gilirannya, bersama jutaan sesama petani, mempengaruhi seluruh sistim perekonomian global.

10

Gereffi et al (1994) yang menggunakan perspektif sistem dunia menegaskan, pendekatan analisis rantai komoditas global (Global Commodity Chains/GCCs) merupakan sebuah kerangka analisis yang tepat dalam memahami dan mengurai proses ekspansi dari sistem produksi industri kapitalis saat ini yang ditandai dengan “pembagian kerja internasional baru” (New International Division of Labor/NIDL), diferensiasi produksi dan semakin terintegrasinya aktivitas ekonomi kedalam lingkungan global.

komoditas antar pelaku ekonomi. Kurangnya informasi tersebut sangat berimplikasi terhadap validitas hasil pengukuran. Dalam menutupi beberapa kesulitan dan hambatan dalam penerapan metode rantai komoditas secara lebih luas, maka melacak kemiskinan dan marginalisasi petani pada penelitian ini

menggunakan juga menggunkan metode “rejim tenaga kerja” (labour regime)

yang akan diuraikan dibawah ini.

3.4.2. Rejim Ketenagakerjaan (Labour Regimes)

Metode “rejim tenaga kerja” (labour regime) merupakan sebuah metodologi

yang berakar dari perspektif ekonomi politik Marxian. Mengutip Bernstein dalam

White (2009), Labour Regimes adalah “cara-cara mengerahkan tenaga kerja dan

mengaturnya dalam produksi, serta kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan politik yang memungkinkannya”. Dalam konteks ini, Labour Regime dapat dijadikan sebuah alat yang berguna untuk menganalisis struktur-struktur agraris dan membandingkannya dalam variasi tempat dan perubahan dari waktu ke waktu. (White, 2009)

Dalam memahami kerangka ‘colonial labour regimes’, berikut adalah tiga

pertanyaan pokok yang dapat menuntun penelusuran bagaimana proses terbentuknya kemiskinan, diferensiasi dan marginalisasi petani melalui ekstraksi surplus yakni: (1) bagaimana hubungan produsen langsung (direct producer) atau petani/buruh tani dengan sarana-sarana produksi utama yakni tanah?, (2) ada atau tidaknya unsur paksaan non-ekonomis dalam keterlibatan produsen dalam

produksi komoditi?, (3) apakah tenaga kerja “bebas” dalam pengertian11, (a)

“bebas” (teralienasi) dari kepemilikan sarana produksi, (b) “merdeka” (sebagai

manusia) untuk menjual tenagakerjanya?. 12 (White 2009)

11

Kata “bebas” mengandung dua pengertian menurut perspektif Marx, yakni: (1) sebagai orang yang bebas ia bisa menggunakan tenaga kerjanya sebagai komoditas untuk dijual, (2) dia bebas dalam artian tidak memiliki komoditas lain apapun yang bisa ia jual, sehingga tidak memiliki apapun yang memungkinkan dirinya untuk melakukan pekerjaan dengan tenaganya. (Marx, Capital, Vol. 1, 1867 dalam Cardoso dan Levine, 2008, hal. 134)

12

Sebagai sebuah ilustrasi, berikut akan disajikan dua petikan paragraf yang menggambarkan sebuah kesadaran produsen langsung (petani) tentang peralihan surplus: “Yang memberi keuntungan bagi si penguasa tanah adalah tenaga kerja, bukan tanahnya! Tanpa tenaga kerja, tanah tidak menghasilkan apa-apa! Hanya orang bodoh yang tidak bisa mengerti ini. Kalau

3.4.3. Participatory Poverty Assessment (PPA)

Dari berbagai ukuran kemiskinan yang banyak dikembangkan oleh berbagai disiplin, tidak jarang kemiskinan selalu dinilai dengan ukuran atau variabel yang sering mengabaikan konteks lokal suatu wilayah, sejarah komunitas, perbedaan gender, usia, etnis, agama, dan kategori sosial lainnya. Dalam memahami ukuran kemiskinan menurut konteks lokal, peneltian ini menggunakan metode

Pengakajian Kesejahteraan Secara Partisipatif (Participatory Poverty

Assessment/PPA). Metode ini bersandar pada upaya memastikan bahwa

pandangan orang miskin (subjek) dimasukkan dan diperhitungkan dalam analisa tentang kemiskinan dan formulasi strategi untuk pengentasan kemiskinan. (Norton 2001)

3.4.4. Principal Component Analysis (Factor Analysis)

Dalam mendukung studi ini terkait tipologi desa, tingkat perkembangan desa dan kesejahteraan komunitas secara makro di dua lokasi penelitian, maka

akan digunakan metode Principal Component Analysis (Factor Analysis) yang

pada prinsipnya melakukan analisis dari data sekunder yang dalam hal ini adalah data Potensi Desa keluaran BPS. Analisis Faktor adalah suatu metode analisis statistik multivariat yang bertujuan untuk mendapatkan sejumlah faktor yang memiliki sifat-sifat yang mampu menerangkan semaksimal mungkin keragaman yang ada dalam data.

Dengan kata lain, analisis faktor adalah salah satu metode yang mencoba menerangkan hubungan antar sejumlah peubah-peubah yang saling bebas (independent) antara satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau lebih

modal disimpan saja dikolong rumah, lihat apa yang dihasilkan, tidak ada! Bagi saya, semua yang dihasilkan adalah hasilnya kaum pekerja. Padahal para tuan tanah mengira kami adalah orang bodoh”. (Coffee Plantation Workers, Sao Paulo, Colombia (Stolcke 1995: 69) dikutip dari Ben White, 2009). “Kami harus meminjam uang untuk makan. Terkadang tetangga mau meminjamkan kami uang tanpa bunga, tapi seringnya kami harus menjual beras sebelum panen. Rentenir itu akan membayar di muka, dan mengambil nasi kita setengah dari harga pasar. Tidak peduli seberapa keras kita bekerja, kita tidak pernah punya cukup uang tunai. Kami mulai menjual barang-barang - ranjang kayu, sapi dan bajak kami. Kemudian kami mulai menjual tanah kami sedikit demi sedikit. Sekarang kita memiliki kurang dari satu dun, dan sebagian besar digadaikan kepada Mahmud Haji (Bernstein et al., 1992, hal 19 dikutip dalam Murray, 2001)

kumpulan peubah yang lebih sedikit dari jumlah peubah awal. Selanjutnya Jollife (1986) mengatakan, metode Analisis Faktor sering digunakan untuk melakukan analisis yang bersifat eksploratif, yakni: mereduksi suatu sistem menjadi model yang dapat disusun oleh beberapa faktor saja dengan melakukan penelusuran kualitatif dan kuatitatif terhadap data dalam jumlah besar (Susetyo 1990). Pada penilitian ini, faktor-faktor diperoleh dari metode analisis komponen utama (principal component analysis/PCA).

Tujuan analisis faktor itu sendiri pada dasarnya adalah, (1) untuk melakukan data summarization yakni mengindentifikasikan adanya hubungan antar peubah dengan melakukan uji korelasi untuk variabel-variabel yang dianalisis, (2)

melakukan data reduction, yakni mereduksi sebuah sistem (set variabel) menjadi

model yang disusun dari beberapa faktor (set variabel baru) namun masih dapat menjelaskan sebagian besar informasi yang dikandung oleh data asal. Untuk mempermudah pengintepretasian hasil, pada umumnya hanya menggunakan dua faktor sehingga posisi individu dapat digambarkan dalam ruang berdimensi dua (Susetyo 1990).

3.4.5. Teknik Penggalian Data

Pendekatan yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi pendekatan dalam studi ini meliputi analisa usaha tani; wawancara mendalam; pengamatan berperan serta, diskusi kelompok; dan penelusuran data-data sekunder, mencakup data statistik, data spasial, maupun hasil-hasil studi terkait. Data primer diperoleh

melalui informan13 yang dianggap bisa menjelaskan hal-hal yang ingin

digali/diketahui dari lokasi penelitian. Sementara data-data sekunder berupa dokumen-dokumen yang diperoleh dari desa, BPS maupun studi-studi yang terkait. Sementara, dalam melakukan wawancara, pengamatan berperan serta, diskusi kelompok dilakukan untuk mendapatkan gambaran aktivitas ekonomi

13

Istilah informan ditujukan pada seseorang yang memberikan informasi mengenai hal-hal diluar dirinya sendiri. Menurut Koentjaraningrat (1994), informan dibedakan menjadi dua yaitu: “informan pangkal” dan “informan kunci”. Yang dimaksud informan pangkal adalah individu yang pertama kali ditemui dan dianggap mampu memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai informan-informan lain yang seharusnya ditemui dan informan kunici adalah seseorang yang dianggap ahli tentang hal-hal yang ingin diketahui peneliti.

rumah tangga petani sebagai suatu realitas yang benar-benar dilakukan oleh rumahtangga di desa-desa tujuan penelitian. Dalam hal ini, peneliti memberi tahu tujuan penelitian tetapi setelah peneliti mengenal tineliti dengan baik peneliti melakukan pengamatan dengan ikut serta dalam kegiatan sehari-hari tineliti tanpa memberitahukan kembali tujuan pengamatan.

Tabel 3.1. Jenis Informasi, Sumber dan Metode

Data/Informasi Sumber Metode

Struktur sumberdaya dan setting Agro-Ekologi komunitas dataran tinggi Garut

Data sekunder Pemerintah desa Rumah tangga petani Tenaga pendamping OTL

Pengolahan data statistik Penggalian riwayat desa Pengamatan berperan serta Analisa usahatani Tingkat perkembangan dan situasi

kemiskinan di pedesaan dataran tinggi Garut

Data sekunder Principal component analysis

(PCA)

Karakteristik dan indikator kemiskinan rumah tanggapetani di dua dataran tinggi Garut

Rumah tangga petani (RTP) Tenaga pendamping OTL

Parcipatory Poverty Asessment (PPA) Penggalian riwayat hidup Kelembagaan produksi dan

distribusi komunitas petani

Rumah tangga petani (RTP) Tenaga pendamping OTL Bandar lokal

Telaah rantai komoditas Pengamatan berperan serta Wawancara mendalam Inisiatif-inisiatif petani lokal

dalam merespon persoalan kemiskinan dan proses marginalisasi

Rumah tangga petani (RTP) Tenaga pendamping OTL Pengurus OTL

Pengamatan berperan serta Wawancara mendalam Diskusi kelompok

Dokumen terkait