• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.6.1. Isolasi RS dari TTM (Goni et al., 1996)

Isolasi pati resisten dari TTM dilakukan dengan menggunakan metode Goni et al. (1996) yang dikombinasi dengan metode gravimetri (AOAC 2010). Tepung talas modifikasi sebanyak 1 g ditempatkan dalam tabung sentrifus. Sampel dicuci dengan menggunakan 8 ml etanol 80% selanjutnya disentrifus pada 554 × g selama 10 menit dan diulang dua kali. Residu ditambah dengan 20 mL buffer sodium asetat (0,1 M pH 5,2), selanjutnya dididihkan dalam penangas air selama 30 menit. Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, lalu ditambahkan 5 mL larutan bufer HCl pH 1,5 dan 0,1 mL pepsin (4000 U/10 mL bufer KCl-HCl). Setelah diaduk dengan menggunakan vorteks, sampel diinkubasi pada suhu 400C selama 60 menit pada penangas bergoyang. Sampel kemudian didinginkan pada suhu ruang. Sebanyak 4,5 mL larutan bufer fosfat pH 6,9 dan 0,5 mL larutan porcine α- amilase (15,2 mg α-amilase per mL bufer fosfat) serta 40 l enzim amiloglukosidase (AMG) ditambahkan ke dalam sampel. Sampel kemudian diaduk dengan vorteks dan diinkubasi pada suhu 370C selama 16 jam sambil terus digoyang. Setelah itu sampel disentrifus (15 menit, 3000 g), bagian residu diambil dan dicuci dengan 10 mL akuades. Proses sentrifugasi diulang lagi dengan cara yang sama seperti di atas sehingga diperoleh isolat pati resisten (RS).

3.6.2. Ketahanan RS TTM terhadap cairan lambung secara in vitro (Nurhayati et al. 2014)

Pati resisten dari TTM diuji ketahanannya terhadap cairan simulasi lambung manusia. Sampel dipersiapkan dengan melarutkan pati resisten dari tepung talas ke dalam akuades steril (1% b/v). Simulasi cairan asam lambung merupakan buffer asam hidroklorida yang tiap gram/liter mengandung: NaCl (8g/L); KCl (0,2 g/L); Na2HPO4.2H2O (8,25 g/L); NaH2PO4 (14,35 g/L); CaCl2.2H2O (0,1 g/L); MgCl2.6H2O (0,18 g/L). Buffer asam klorida ditera pada pH 1, 2, 3, 4 dan 5 dengan menggunakan 5 M HCl. Sebanyak 5 ml buffer HCl pada tiap perlakuan pH ditambahkan ke dalam 5 ml larutan sampel, selanjutnya diinkubasi dalam water bath

pada jam ke- 0; 0,5; 1; 2; 4 dan 6. Kadar gula pereduksi diukur dengan menggunakan metode DNS (Miller, 1959) dan kadar total gula ditentukan dengan metode asam sulfat-fenol (Dubois et al. 1956). Persentase hidrolisis sampel dihitung dengan menggunakan rumus Korakli et al. (2002) yaitu kadar gula pereduksi dibagi dengan kadar total gula dikali 100%.

3.6.3. Pengujian Sifat Prebiotik TTM Secara in-vitro

Tepung talas modifikasi (TTM) terlebih dahulu dicuci dengan etanol 85% dengan perbandingan TTM : etanol 85% adalah 1 : 2. Selanjutnya sampel disaring menggunakan kertas saring dan dikeringkan dengan sinar matahari.

3.6.3.1. Uji Viabilitas BAL pada Media TTM (Jenie et al. 2012)

Media pertumbuhan TTM disiapkan. Sebanyak 50 ml mMRSB + 2,5% TTM dan 50 ml akuades + 2,5% TTM disterilkan. 2,5 ml kultur L. plantarum D-240 dan

L. acidophilus LIPIMC-080 yang berumur 24 jam berisi 105 cfu/ml dipipet dan dimasukkan ke dalam media pertumbuhan yang berisi TTM. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Setelah inkubasi 24 jam, 1 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer NaCl 0.85% 9 ml dan divorteks untuk pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan sampai 10-8 dengan cara yang sama. Enumerasi dilakukan secara duplo pada pengenceran 10-6-10-8 menggunakan MRSA dalam cawan petri. Cawan petri diinkubasi pada suhu 370C dalam posisi terbalik. Perhitungan koloni dilakukan setelah 48 jam dalam satuan cfu/ml. Prosedur yang sama dilakukan menggunakan prebiotik komersial inulin sebagai kontrol.

3.6.3.2. Efek dan Indeks Prebiotik TTM (Roberfroid 2007)

Analisis efek prebiotik dan indeks prebiotik dilakukan dengan mengamati perubahan jumlah koloni L. plantarum D-240 dan L. acidophilus LIPIMC-080 pada mediam-MRSB dan media m-MRSB yang mengandung 2,5 % TTM. Setelah waktu inkubasi 24 jam pada suhu 370C, sampel dienumerasi dalam media MRSA. Prosedur yang sama dilakukan menggunakan prebiotik komersial inulin sebagai kontrol positif.

Efek Prebiotik = Log (cfu/mL) 2,5 % TTM - Log (cfu/mL) mMRSB

Indeks Prebiotik =

c u , % c u

3.6.3.3. Pengujian Aktivitas Prebiotik TTM Terhadap Bakteri Penyebab Diare (Huebner et al. 2007)

Pengujian aktivitas prebiotik dilakukan dengan menambahkan 2 % (v/v) kultur

L. acidophilus LIPIMC-080 maupun L. plantarum D-240 ke dalam media m-MRSB dengan 2,5% (b/v) glukosa atau 2,5% (b/v) TTM. Setelah 0 jam dan 24 jam waktu inkubasi, sampel dienumerasi dalam media MRSA. Pengujian juga dilakukan pada kultur bakteri penyebab diare yaitu EPEC. Kultur EPEC 2 % (v/v) ditambahkan dalam erlenmeyer berbeda yang mengandung mTSB dengan 2,5% (b/v) glukosa atau 2,5% (b/v) TTM. Kultur diinkubasi pada suhu 370C, dan dienumerasi dalam media TSA setelah 0 jam dan 24 jam inkubasi.

Nilai Aktivitas Prebiotik = { c uL c uL c u L c uL } - { c uL c uL c u L c uL } Keterangan :

N = Jumlah bakteri probiotik (log cfu/mL) t = Waktu inkubasi awal (0 jam) E = Jumlah EPEC (log cfu/mL) t = Waktu inkubasi akhir (24 jam) 3.7. Metode Analisis

3.7.1. Analisis aktivitas supernatan ekstrak kasar amilase (Moradi et al. 2014)

Sebanyak 250 l sampel ekstrak kasar amilase dan 250 l substrat amilosa 1 % (b/v) dicampurkan, lalu divorteks hingga homogen dan diberi perlakuan waktu inkubasi 15 menit. Setelah masa inkubasi ditambahkan sebanyak 500 l DNS (3,5- Di Nitro Salisilic Acid), lalu panaskan selama 5 menit dalam waterbath suhu 1000C untuk menghentikan reaksi enzimatis dan agar DNS bercampur dengan produk glukosa yang terbentuk. Pengenceran dilakukan dengan menambahkan akuades sebanyak 4 ml, kemudian divorteks sampai homogen. Selanjutnya absorbansi tiap larutan sampel diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada = 540 nm. Blanko sampel dan blanko substrat dibuat sebagai faktor koreksi kadar glukosa sampel terhadap nilai aktivitas enzim amilase. Blanko sampel adalah ekstrak kasar enzim amilase dari masing-masing isolat tanpa substrat amilosa. Sementara blanko substrat adalah larutan substrat amilosa 1 % (b/v) tanpa ekstrak kasar enzim amilase. Nilai absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar glukosa untuk mengetahui konsentrasi produk glukosa pada sampel. 1 Unit aktivitas amilase dinyatakan sebagai jumlah mol produk glukosa hasil hidrolisis amilase tiap 1 menit pada kondisi pengujian.

Unit aktivitas ekstrak kasar amilase = µ

3.7.2. Pengujian aktivitas supernatan ekstrak kasar pululanase (Asha et al. 2013)

Sebanyak 250 l sampel ekstrak kasar enzim pululanase dan 250 l larutan substrat amilopektin 1 % (b/v) dicampurkan, lalu divorteks hingga homogen dan diberi perlakuan waktu inkubasi 15 menit. Setelah masa inkubasi ditambahkan sebanyak 500 l DNS (3,5- Di Nitro Salisilic Acid), lalu panaskan selama 5 menit dalam waterbath

suhu 1000C untuk menghentikan reaksi enzimatis dan agar DNS bercampur dengan produk glukosa yang terbentuk. Agar konsentrasi larutan sampel tidak terlalu pekat, dilakukan pengenceran dengan menambahkan akuades sebanyak 4 ml, kemudian divorteks sampai homogen. Selanjutnya absorbansi tiap larutan sampel diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada = 540 nm. Blanko sampel dan blanko substrat dibuat sebagai faktor koreksi kadar glukosa sampel terhadap nilai aktivitas enzim pululanase. Blanko sampel adalah ekstrak kasar enzim pululanase ekstraseluler dari masing-masing isolat tanpa substrat amilopektin. Sementara blanko substrat adalah larutan substrat amilopektin 1 % (b/v) tanpa ekstrak kasar enzim pululanase ekstraseluler. Nilai absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar glukosa untuk mengetahui

konsentrasi produk glukosa pada sampel. 1 Unit aktivitas enzim pululanase dinyatakan sebagai jumlah mol produk glukosa hasil hidrolisis enzim pululanase tiap 1 menit pada kondisi pengujian.

Unit aktivitas ekstrak kasar pululanase = µ

3.7.3. Pengujian aktivitas spesifik supernatan ekstrak kasar amilase dan pululanase (Moradi et al. 2014)

Aktivitas spesifik supernatan ekstrak kasar amilase dan pululanase dari isolate BAL terpilih dengan aktivitas total tertinggi ditentukan dengan membagi Unit aktivitas enzim amilase maupun pululanase dengan kadar protein ekstrak yang terkandung dalam supernatan tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Aktivitas spesifik (U/mg protein) =

Ekstraksi protein dari supernatan enzim kasar amilase dan pululanase dilakukan dengan metode Bradford (1976) yaitu dengan menambahkan enzim pepsin (1 mg/mL) terhadap sampel supernatan tersebut dan melakukan sentrifugasi pada kecepatan 9000 rpm, selama 10 menit, pada suhu 0-40C untuk memperoleh ekstrak protein sel tunggal. Ekstrak protein berada pada bagian supernatan. Konsentrasi kadar ekstrak protein dalam supernatan ditentukan dengan menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standar. BSA dibuat serial konsentrasi dari 0.1 hingga 1.0 mg/mL. Masing-masing konsentrasi standar BSA dan sampel supernatan ekstrak protein diambil sebanyak 0,1 ml dan ditambahkan 5 ml pereaksi Bradford pada tabung reaksi. Campuran dihomogenkan dan diinkubasi pada 37 ºC selama 10 menit kemudian diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi dan konsentrasi protein dari standar BSA diplotkan pada grafik dengan konsentrasi protein sebagai sumbu x dan absorbansi sebagai sumbu y, kemudian ditentukan persamaan garis regresinya. Kurva yang terbentuk dijadikan sebagai kurva standar untuk menentukan konsentrasi protein dimana y= nilai absorbansi ekstrak kasar protein sel tunggal dan x = kadar protein sel tunggal.

3.7.4. Analisis derajat polimerisasi pati talas (Zaragoza et al. 2010)

Sampel suspensi irisan talas yang akan dianalisis sebelumnya dipanaskan pada suhu 1000C selama 15 menit agar kandungan gula dalam suspensi terlarut secara homogen. Nilai rata-rata Derajat Polimerasi (DP) dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Analisis kadar gula total diukur dengan metode fenol-sulfat (Dubois et al. 1956). Sebanyak 0.5 mL sampel suspensi talas bebas lemak dan gula-gula sederhana ditambah 0.5 ml fenol 5% (b/v) (Merck, Germany) dan 2.5 ml asam sulfat pekat (Merck, Germany). Selanjutnya sampel divorteks, diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit dan dipanaskan dalam penangas air (Kubota, Japan) pada suhu 40 oC selama 20 menit. Sampel lalu diencerkan dengan penambahan 12 ml akuades dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis 1700 (Shimadzu, Japan) pada = 4λ0 nm. Hasil absorbansi kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar glukosa 0, 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 mM.

Kadar gula pereduksi dianalisis menggunakan metode (Miller, 1959) sebagai berikut. Sebanyak 250 L sampel suspensi talas bebas lemak dan gula-gula sederhana ditambah 500 L larutan reagen DNS (3,5-Dinitro Salisilic Acid) (Sigma-Aldrich, USA) kemudian divorteks sampai homogen. Setelah itu, sampel dipanaskan pada suhu 100oC selama 15 menit sampai berubah warna menjadi merah kecokelatan. Selanjutnya sampel diencerkan dengan penambahan akuades sebanyak 4 mL dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis 1700 (Shimadzu, Japan) pada =540 nm. Hasil absorbansi dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar glukosa 0, 0.5, 1, 1.5, 2, 3, 4, dan 5 mM.

3.7.5. Pengukuran jumlah total koloni BAL

Jumlah total koloni BAL (cfu/ml) diukur pada setiap interval waktu fermentasi talas (0, 6, 12, 18 dan 24 jam) dengan metode tuang. Sebanyak 1 mL suspensi chips talas yang telah dihancurkan ditambahkan dengan 9 ml akuades steril dan dilakukan pengenceran berseri yaitu 105, 106, dan 107. Tiga seri hasil pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan diinokulasi pada media MRSA, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2 hari. Jumlah total BAL dinyatakan dalam satuan cfu/ml.

3.7.6. Pengukuran pH

pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer fosfat pH 4 dan pH 7. Selanjutnya sampel irisan talas yang telah dihancurkan dalam bentuk suspensi, dapat langsung diukur nilai pH nya dengan menggunakan pH meter.

3.7.7. Analisis Proksimat pada TTM

3.7.7.1. Kadar Air (AOAC 2012 925.10 )

Kadar air sampel TTM dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 1300C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan yang sudah kering ditimbang sebelum digunakan. Sekitar 2,0 g sampel pati garut ditimbang ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 130°C selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%bk) = − − x 100 %

dengan: a = bobot sampel awal (g); b = bobot sampel dan cawan setelah dikeringkan (g); c = bobot cawan kosong (g)

3.7.7.2. Kadar Abu (AOAC 2012 923.03)

Kadar abu TTM dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan porselin kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator. Cawan porselin kering tersebut ditimbang dan dicatat bobotnya sebelum digunakan. Sebanyak 3,0-5,0 g sampel pati garut ditimbang di dalam cawan porselen tersebut dan dimasukkan dalam tanur listrik bersuhu 5500C sampai pengabuan sempurna. Setelah pengabuan selesai, cawan contoh didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Penimbangan diulangi

kembali hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu (%bb) = x 100 Kadar abu (%bk) = %

x 100

dengan: a = bobot sampel awal (g); b= bobot abu (g) 3.7.7.3. Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Kadar lemak TTM dianalisis dengan menggunakan soxhlet. Labu lemak dikeringkan di dalam oven 1050C selama 15 menit, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sebelum digunakan. Sebanyak 1-2,0 g sampel pati garut dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 800C selama ± 1 jam. Selongsong kertas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak. Lemak dalam sampel diekstraksi dengan heksana selama ± 6 jam. Heksana disuling sehingga diperoleh ekstrak lemak. Ekstrak lemak di dalam labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven 1050C selama 12 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang beratnya. Pengeringan diulangi sampai diperoleh bobot tetap. Kadar lemak TTM dihitung dalam basis basah (bb) dan basis kering (bk) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar lemak (%bb) =

x 100

Kadar lemak (%bk) = %

x 100

dengan: a = bobot labu lemak setelah proses ekstraksi (g); b = bobot labu lemak sebelum proses ekstraksi (g); dan c = bobot sampel (g)

3.7.7.4. Kadar Protein (AOAC 2012 960.52)

Kadar protein TTM dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sebanyak 100-250,0 mg sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan dengan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40,0 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1 mL H2SO4 pekat, dan 2-3 butir batu didih. Sampel dipanaskan dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai mendidih selama 1-1,5 jam sampai diperoleh cairan jernih. Setelah didinginkan, isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dengan dibilas menggunakan 1-2,0 mL air destilata sebanyak 5-6 kali. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi kemudian ditambahkan dengan 8-10 mL larutan 60% NaOH - 5% Na2S2O3. Di tempat yang terpisah, 5,0 mL larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator merah metil-biru metil dimasukkan ke dalam erlenmeryer. Labu erlenmeyer kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di bawah larutan H3BO3. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh sekitar 15,0 mL destilat. Destilat yang diperoleh diencerkan sampai 50,0 mL dengan akuades, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N yang telah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Volume larutan HCl 0,02 N terstandar yang digunakan untuk titrasi dicatat. Tahap yang sama dilakukan untuk larutan blanko sehingga diperoleh volume larutan HCl 0,02N untuk blanko. Kadar protein dihitung berdasarkan kadar

nitrogen (%N). Kadar protein TTM dihitung dalam basis basah (bb) dan basis kering (bk) dengan menggunakan faktor koreksi 6,25 sebagai berikut:

Kadar N (%) = ,

W x 100

dengan : v1= volume larutan HCl untuk sampel (mL); v2=volume larutan HCl untuk blanko (mL); NHCl= konsentrasi larutan HCl (0,02N), w=berat sampel (mg)

Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi (6,25) Kadar protein (% bk) = %

x 100

3.7.7.5. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat TTM dihitung dalam basis basah (bb) dan basis kering (bk) dengan metode by difference sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%bb) = 100 – (% air+% abu+% lemak+% protein) Kadar karbohidrat (%bk) = %

x 100

3.7.8. Kadar total pati (Dubois et al. 1956)

3.7.8.1. Pembuatan kurva standar larutan glukosa

Larutan glukosa murni (0,5 mL) yang masing-masing mengandung 0; 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70 dan 80 g larutan glukosa ditempatkan dalam tabung reaksi. Ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut ditambahkan 0,5 mL fenol 5%, kemudian diaduk dengan menggunakan vorteks. Sebanyak 2,5 mL larutan H2SO4

pekat ditambahkan secara cepat ke dalam tabung reaksi tersebut (terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan panas). Larutan tersebut didiamkan selama 10 menit, kemudian diaduk lagi dengan vorteks. Sampel disimpan pada suhu ruang selama 20 menit sebelum diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm. Persamaan dan kurva standar larutan glukosa dibuat sebagai hubungan antara konsentrasi larutan glukosa (pada sumbu x) dan absorbansi (pada sumbu y).

3.7.8.2. Persiapan sampel analisis kadar total pati

Sebanyak 1 g tepung talas dimasukkan secara perlahan ke dalam 100 mL etanol 95% dan dihomogenkan menggunakan pengaduk magnetik. Suspensi tepung talas kemudian disaring menggunakan kertas saring. Kertas yang berisi residu tepung talas didiamkan semalam dalam desikator. Residu tepung talas ditimbang sehingga diketahui beratnya untuk menghitung pati pada sampel sebelum mengalami pencucian dengan etanol. Setelah tepung talas kering, tepung yang terdapat dalam kertas saring diambil, kemudian dihaluskan dengan mortar. Sebanyak 40 mg tepung yang telah dihaluskan ditambah dengan 20 ml akuades, lalu diotoklaf pada suhu 1050C selama 1 jam. Setelah diotoklaf, sampel didinginkan pada suhu kamar lalu diencerkan sebanyak 40 kali.

3.7.8.3. Analisis sampel

Sebanyak 0,5 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL fenol 5% dan dihomogenkan dengan menggunakan vorteks.

Sebanyak 2,5 mL larutan H2SO4 pekat lalu ditambahkan secara cepat ke dalam tabung reaksi, sehingga terjadi reaksi eksoterm yang menghasilkan panas. Larutan sampel kemudian didiamkan selama 10 menit pada suhu ruang, diaduk dengan vorteks dan didiamkan kembali selama 20 menit pada suhu ruang. Nilai absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 490 nm. Kadar glukosa ( g/mL) ditentukan dengan menggunakan kurva standar. Kadar total gula (% bk) diperoleh dari kurva standar, sedangkan kadar pati (% bk) dihitung dengan mengalikan kadar total gula dengan faktor 0,9.

Kadar total pati (% bk): x vol total reaksi (ml) x FP x 100 % x 0.9 3.7.9. Kadar amilosa (IRRI 1978)

3.7.9.1. Pembuatan kurva standar amilosa

Sebanyak 40,0 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu tersebut kemudian ditambahkan 1,0 mL etanol 95% dan 9,0 mL larutan NaOH 1 N. Labu takar kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95 oC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel amilosa yang terbentuk ditambah dengan akuades sampai tanda tera. Larutan amilosa ini digunakan sebagai larutan stok amilosa standar. Dari larutan stok amilosa standar tersebut dipipet 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan 5,0 mL untuk dipindahkan masing-masing ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut kemudian ditambahkan 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N. Sebanyak 2,0 mL larutan iod (0,2 g I2 dan 2,0 g KI yang dilarutkan dalam 100,0 mL air destilata) dipipet ke dalam setiap labu, lalu ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Larutan dibiarkan selama 20 menit dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang 625 nm. Persamaan dan kurva standar dibuat sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y).

3.7.9.2. Analisis kadar amilosa

Sebanyak 100,0 mg sampel tepung talas dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan 1,0 mL etanol 95% dan 9,0 mL larutan NaOH 1 N. Labu takar ini lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 950C selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilata sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dari labu takar ini dipipet 5,0 mL larutan gel pati dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Ke dalam labu takar tersebut kemudian ditambahkan 1,0 mL larutan asam asetat 1 N dan 2,0 mL larutan iod, lalu ditambah akuades hingga tanda tera. Larutan sampel ini dibiarkan selama 20 menit pada suhu ruang sebelum diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa (dalam persen) ditentukan dengan menggunakan persamaan kurva standar larutan amilosa.

Kadar amilosa (% bk): /

3.7.10. Kadar gula pereduksi (Miller 1959)

Prinsip metode ini adalah dalam suasana alkali gula pereduksi akan mereduksi 3,5-dinitrolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

3.7.10.1.Persiapan pereaksi DNS

Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrolisilat dan 19,8 NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu ditambahkan 306 g Na-K Tatrat; 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 500C dan 8,3 g Na-metabisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan dititrasi dengan HCl 0,1 N dengan indikator fenolftalein. Jumlah titran berkisar 5 - 6 ml, jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N.

3.7.10.2. Penentuan kurva standar

Kurva standar gula pereduksi dibuat dengan interval kadar glukosa 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/ml. Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linier.

3.7.10.3. Persiapan sampel

Sebanyak 1,0 g tepung talas dimasukkan secara perlahan ke dalam 100,0 mL etanol 95% dan dihomogenkan dengan menggunakan pengaduk magnetik. Suspensi tepung talas tersebut kemudian disaring menggunakan kertas saring. Kertas yang berisi residu pati didiamkan semalam di dalam desikator. Setelah kering, tepung yang terdapat dalam kertas saring diambil, lalu dihaluskan dengan mortar. Sebanyak 20,0 mg tepung talas yang telah dihaluskan ditambahkan dengan 10,0 mL akuades, kemudian dipanaskan dalam otoklaf 1050C selama 1 jam. Setelah pemanasan selesai, pasta pati didinginkan pada suhu kamar dan dilakukan pengenceran 10 kali sebelum digunakan.

3.7.10.4. Analisis kadar gula pereduksi

Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah sebagai berikut: 1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Selanjutnya diencerkan dengan 10 ml akuades. Biarkan sampai dingin pada suhu ruang. Ukur absorbansi pada Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm. Gula pereduksi (dalam persen) ditentukan dengan menggunakan persamaan kurva standar larutan glukosa.

Kadar gula pereduksi (% bk): x vol total reaksi (ml) x FP x 100 % 3.7.11. Kadar pati resisten (Goñi et al. 1996)

3.7.11.1. Pembuatan kurva standar glukosa

Kurva standar glukosa ditentukan dengan menggunakan metode DNS (Miller, 1959). Larutan glukosa standar dengan konsentrasi 0; 0,5; 1,0; 1,5; dan 2,0 mg/mL disiapkan. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Selanjutnya diencerkan dengan 10 ml akuades. Biarkan sampai

dingin pada suhu ruang. Ukur absorbansi dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm.

3.7.11.2. Analisis kadar pati resisten

Tepung talas bogor sebanyak 1 g ditempatkan dalam tabung sentrifus. Sampel dicuci menggunakan 80 ml etanol 80% selanjutnya disentrifus pada kecepatan 554 × g selama 10 menit dan diulang dua kali. Residu hasil sentrifugasi selanjutnya ditambah 20 mL buffer sodium asetat (0.1M pH 5.2), dan dididihkan dalam penangas air selama 30 menit. Sebanyak 100,0 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, lalu ditambahkan 5,0 mL larutan bufer KCl-HCl pH 1,5 dan 0,1 mL pepsin (4000 U/10 mL bufer KCl-HCl). Setelah diaduk dengan menggunakan vorteks, sampel diinkubasi pada suhu 400C selama 60 menit pada penangas bergoyang. Sampel kemudian didinginkan pada suhu ruang. Sebanyak 4,5 mL larutan bufer fosfat pH 6,λ dan 0,5 mL larutan porcine α- amilase (15,2 mg α -amilase per mL bufer fosfat) ditambahkan ke dalam sampel. Sampel kemudian diaduk dengan vorteks dan diinkubasi pada suhu 370C selama 16 jam sambil terus digoyang. Setelah sampel disentrifus (15 menit, 3000 g), bagian residu diambil dan dicuci dengan 10,0 mL akuades. Proses sentrifusi diulang lagi dengan cara yang sama seperti di atas dan residunya kembali diambil dan dicuci. Ke dalam residu sampel di atas ditambahkan 3,0 mL akuades dan 1,5 mL larutan KOH 4 M, lalu diaduk dengan menggunakan vorteks dan didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Secara berturut-turut ke dalam sampel tersebut ditambahkan 2,75 mL 2 M HCl dan 1,5 mL bufer sodium asetat pH 4,75, dan 40 l enzim amiloglukosidase. Sebelum diinkubasi pada suhu 600C selama 45 menit, sampel diaduk dengan menggunakan vorteks dalam penangas air bergoyang. Sampel disentrifus (15 menit, 3000 g), kemudian bagian supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar.

Dokumen terkait