• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran

Terjadinya pergeseran paradigma pengelolaan SDA tidak terlepas dari kompleksitas pengelolaan SDA dari pengaruh faktor ekonomi, lingkungan dan sosial-politik. Hal ini dikarenakan pengelolaan SDA khususnya pengelolaan TN adalah suatu sistem yang kompleks dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan TN yang sepenuhnya dilaksanakan oleh Pemerintah, terpusat dan seragam dirasakan sudah tidak memadai karena seringkali mengalami kegagalan, sehingga diperlukan perbaikan dan pilihan kebijakan pengelolaan yang disesuaikan dengan kondisi lokal. Salah satu pendekatan untuk menentukan dan mendapatkan kebijakan pengelolaan SDA adalah dengan melakukan penilaian ekonomi sumberdaya dengan konsep NET (Munasinghe dan McNeely 1994). Pendekatan lain dalam menentukan pilihan kebijakan adalah pendekatan konsep modal sosial karena penting bagi masyarakat untuk memperoleh akses pada kekuasaan dan sumber-sumber yang instrumental dalam memperkuat pengambilan keputusan dan formulasi kebijakan (Seregeldin dan Grootaert 1996). Untuk memperoleh pilihan kebijakan, tentunya diperlukan pula analisis kebijakan untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn 1998). Menurut Kartodihardjo (2006) terdapat tiga pendekatan yang mungkin dapat dilakukan untuk membentuk kebijakan pengelolaan SDA (hutan), yaitu: pendekatan psikologi sosial, pendekatan ekonomi dan pendekatan politik.

Penelitian ini memfokuskan kajian pada NET sebagai salah satu dasar dalam penentuan pilihan kebijakan pengelolaan SDA. Selama ini nilai ekonomi suatu kawasan SDA misalnya hutan umumnya hanya dinilai dari hasil kayu saja, sementara nilai jasa lingkungan hutan (sebagai contoh : air) yang dihasilkan dinilai sangat rendah karena dianggap sebagai barang publik, non excludable, non rivalry sehingga menimbulkan eksternalitas. Menurut Hartwick dan Oliver 1998, eksternalitas publik terjadi ketika barang publik dikonsumsi tanpa pembayaran yang tepat. Untuk menekan eksternalitas tersebut perlu valuasi nilai hutan. Penentuan nilai dan harga yang tepat akan menarik perhatian kepada pengguna jasa lingkungan hutan mengenai nilai hutan, serta dapat menjadi alternatif pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lebih bijaksana. NET merupakan penjumlahan seluruh macam nilai guna, nilai pilihan dan nilai bukan guna (Pearce dan Turner 1990; Turner et al. 1994), dimana pada penelitian ini hanya dibatasi dengan menghitung nilai guna dan nilai pilihan. Pendekatan NET menjadi rujukan dalam menjelaskan bahwa manfaat dan nilai hasil hutan tidak hanya bersumber dari kayu saja tapi juga dari komponen hutan lainnya, yang selanjutnya akan digunakan sebagai pertimbangan dari sisi ekonomi dalam menentukan pilihan kebijakan pengelolaan hutan.

Berkaitan dengan pendekatan modal sosial yang juga akan menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan kebijakan, dirasakan perlu untuk mengetahui siapa saja pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan TNDS. Pemangku kepentingan umumnya terdiri atas dua kelompok utama yakni masyarakat dan pemerintah. Untuk mengetahui

keterlibatan pemangku kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan dilakukan analisis pemangku kepentingan dari aspek pengaruh dan kepentingannya (Reed et al. 2009).

Konsep modal sosial Putnam (1993) menjadi rujukan untuk mengetahui kondisi modal sosial yang ada di TNDS, dimana modal sosial didefinisikan sebagai rasa percaya, norma dan jaringan sosial. Atribut ini yang memungkinkan pemangku kepentingan untuk bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pengertian modal sosial, kesepakatan dan pelaksanaan suatu norma merupakan perwujudan dari interaksi terus-menerus dalam suatu asosiasi dan jaringan (networks), baik formal maupun informal. Berdasarkan kerangka analisis modal sosial diduga dapat berperan dalam mengatasi permasalahan pemanfaatan sumber daya hutan, maka modal sosial dapat berkontribusi pada pola pemanfaatan agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya. Birner dan Wittmer (2000) berpendapat bahwa penguatan modal sosial berpotensi untuk mengurangi beban biaya negara dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Konsep kapabilitas pemerintah dari proyek-proyek pada kelangkaan lingkungan, kapasitas negara dan kekerasan sipil (1997) menjadi rujukan untuk mengetahui kondisi kapabilitas pemerintah dalam mengelola kawasan TNDS. Kapabilitas pemerintah didefinisikan sebagai kemampuan pemerintah untuk menggunakan sumberdaya yang diintegrasikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Selanjutnya dikemukan oleh Birner dan Wittmer (2000) bagaimana modal sosial dan kapabilitas pemerintah dapat digunakan untuk menentukan pilihan pola pengelolaan sumberdaya alam yang optimal. Ketika masyarakat dan pemerintah sama-sama lemah maka pengelolaan dapat dilakukan oleh pihak swasta; ketika masyarakat lemah dan pemerintah kuat pengelolaan oleh pemerintah; ketika masyarakat kuat dan pemerintah lemah pengelolaan oleh masyarakat; dan ketika masyarakat dan pemerintah sama-sama kuat maka pengelolaan dilakukan secara bersama (kolaborasi).

Pendekatan kebijakan dilakukan dengan melakukan analisis substansi terhadap regulasi/peraturan yang sudah ada mengenai pengelolaan TNDS dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Selanjutnya adalah menentukan pilihan kebijakan pengelolaan dengan melakukan analisis deskriptif dari hasil- hasil kajian sebelumnya. Secara ringkas alur pikir penelitian disajikan pada Gambar 3.

Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian sosial lebih mengacu kepada keakuratan deskripsi setiap variabel dan keakuratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya serta memiliki daerah aplikasi yang luas (Irawan 2007).

Penelitian dilakukan dengan metode survai. Ciri khas penelitian ini adalah data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Penelitian dimulai dengan munculnya minat peneliti terhadap suatu fenomena sosial tertentu, minat tersebut kemudian disusun menjadi masalah penelitian yang lebih jelas dan sistematis dengan menggunakan informasi ilmiah yang sudah tersedia dalam

24

literatur, yakni teori (Singarimbun 2008). Penelitian diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara aktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir 2009).

Gambar 3 Skema alur pemikiran penelitian

Pemerintah/BTNDS Kawasan TNDS Kelestarian kawasan Pemangku Kepentingan Lain Interest

PILIHAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN TNDS Integrasi Pengelolaan Pendekatan Politik Pendekatan Sosial Pendekatan Ekonomi Konsep NET Konsep Pemangku Kepentingan Konsep Modal Sosial Konsep Kebijakan Pengelolaan SDA Manfaat dan NETKawasan Kepentingan dan Pengaruh PK Kebijakan yang berlaku Permasalahan Pengelolaan Mekanisme insentif jasa ekosistem Pelibatan pemangku kepentingan dalam pengelolaan Devolusi pengelolaan kawasan Masyarakat Konsep Kapabilitas Pemerintah Tingkat Modal Sosial Masy Tingkat Kapabilitas Pemerintah

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di TNDS Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat, di 3 Satuan Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) yaitu SPTN I Lanjak, SPTN II Semitau dan SPTN III Selimbau. Tempat penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa TNDS merupakan TN yang memiliki karakteristik yang unik (memiliki musim basah dan musim kering), memiliki nilai strategis karena termasuk kawasan strategis kabupaten dan termasuk dalam kegiatan Heart of Borneo (HOB) yaitu kerjasama konservasi 3 negara (Indonesia, Malaysia dan Brunei Darusalam). Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tiga SPTN dengan pertimbangan: (1) sasaran pengelolaan dan pemanfaatan hasil sumberdaya alam dari TNDS secara langsung adalah masyarakat yang tinggal di tiga SPTN tersebut; dan (2) untuk penggalian modal sosial dan pengetahuan lokal masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam, tidak dibatasi oleh SPTN, tapi oleh wilayah administrasi dan aturan yang berlaku, yaitu perkampungan nelayan yang ada. Penelitian dilaksanakan pada bulan September - Desember 2011.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dan digunakan berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang dikumpulkan melalui wawancara (terstruktur dan tidak terstruktur) dan pengukuran atau pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder berupa data- data penunjang lainnya dikumpulkan melalui penelaahan pustaka, laporan; terutama dari instansi yang melakukan aktifitas di sekitar TNDS tersebut. Sumber data dari hasil observasi dan dari instansi terkait Balai TNDS, Bappeda Kabupaten Kapuas Hulu, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kapuas Hulu, Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas Hulu, BPS Kabupaten Kapuas Hulu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang aktif bekerja di Danau Sentarum yaitu WWF, Riak Bumi dan FFI, Rukun Nelayan, Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS), responden terpilih, informan kunci dan sumber lain yang sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan lingkup penelitian yang dilakukan, maka variabel yang akan diukur, pengumpulan data dan sumber data untuk mencapai tujuan disajikan pada Tabel 2. Data penunjang diperoleh dari dokumen yang dipublikasikan oleh pihak- pihak terkait berupa buku, laporan hasil penelitian, dan laporan lainnya serta peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan TNDS. Secara rinci jenis dan sumber data penunjang yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

26

Tabel 2 Tujuan penelitian, variabel, teknik pengumpulan dan sumber data Tujuan

Penelitian

Variabel yang diukur

Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Output yang Diharapkan Menduga potensi nilai ekonomi total TNDS

Nilai guna dan nilai pilhan dari TNDS Masy, informan kunci, Pemda Kab, BalaiTNDS Survey rumah tangga, Observasi, Analisis fungsi, Analisis NET Manfaat dan nilai ekonomi kawasan TNDS Menjelaskan pemangku kepentingan dalam pengelolaan TNDS Kepentingan dan pengaruh stakeholder Masy, informan kunci Pemda Kab, BalaiTNDS, LSM Observasi, Indepth interview Analisis stakeholder Kategori dan hubungan antara pemangku kepentingan di TNDS Menguraikan modal sosial masyarakat dan kapabilitas pemerintah dalam pengelolaan TNDS Modal sosial masyarakat Kapabilitas pemerintah (BTNDS) Masy, informan kunci Pemda Kab, BalaiTNDS Survey rumah tangga, Observasi, Indepth interview, Kategorisasi Kategori modal sosial dan kapabilitas pemerintah dalam pengelolaan TNDS Mengkaji kebijakan dalam pengelolaan TNDS Peraturan perundang2an dan norma-norma dalam pengelolaan TNDS Pemda Kab, BalaiTNDS, tokoh masyarakat, LSM Studi pustaka, observasi Analisis substansi, Kategorisasi Kategori kebijakan yang digunakan sebagai dasar pengelolaan TNDS Merumuskan pilihan kebijakan pengelolaan TNDS 1 NET 2 Stakeholder 3 Modal sosial &

kapabilitas pemerintah 4 Regulasi Output penelitian (kajian 1-4) Hasil pengolahan data Analisis deskriptif Rumusan pilihan kebijakan pengelolaan TNDS

Tabel 3 Jenis dan sumber data penunjang yang digunakan dalam penelitian

No Jenis data Sumber data Teknik pengumpulan

data

1 Kondisi umum lokasi penelitian (Kondisi fisik, biologi dan kondisi sosial ekonomi dan budaya) dan potensi keanekaragaman hayati

BTNDS, Bappeda Provinsi, Bappeda Kabupaten

Studi Pustaka

2 Peta potensi TNDS BTNDS, WWF Studi Pustaka 3 Data pengunjung/wistawan ke TNDS BTNDS, Dinas Pariwisata Kab Kapuas Hulu Studi Pustaka

Lingkup Kajian

Untuk mencapai tujuan penelitian, penelitian dibagi lima bagian, yaitu: 1 Kajian nilai ekonomi TNDS melalui valuasi ekonomi

2 Kajian pemangku kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan TNDS 3 Kajian modal sosial dan kapasitas negara dalam pengelolaan TNDS

4 Kajian kebijakan pengelolaan TNDS

5 Penentuan pilihan kebijakan pengelolaan TNDS yang berkelanjutan

Kajian Nilai Ekonomi TNDS Lingkup Wilayah Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di 3 SPTN: Lanjak, Semitau dan Selimbau. Lingkup Nilai Ekonomi yang Dihitung

Nilai ekonomi total kawasan dalam studi ini dibatasi pada nilai penggunaan dan nilai pilihan, untuk nilai penggunaan yaitu hasil yang dapat dikonsumsi secara langsung (yaitu nilai biomassa) dan nilai penggunaan tidak langsung, yaitu keuntungan yang bersifat fungsional (meliputi fungsi hidrologi, fungsi produksi, dan fungsi penyerap karbon), sementara nilai pilihan dibatasi pada nilai satwa liar yang diusahakan masyarakat di kawasan TNDS. Nilai Ekonomi Total ditentukan dengan rumus (1) :

Dimana :

NET = nilai ekonomi total

NPL = nilai penggunaan langsung (direct use value)

NPTL = nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value) NO = nilai option (option value)

NB = nilai biomasa (kayu bakar, madu, karet, hasil ladang(padi)) NH = nilai hidrologi (air untuk RT, transportasi, perikanan) NC = nilai penyimpanan karbon

NW = nilai wisata Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah masyarakat (rumah tangga) yang ada di sekitar kawasan TNDS. Pengambilan sampel masyarakat dilakukan secara random sampling, dan di setiap SPTN diambil masing-masing 60 responden.

Pengolahan dan analisis data

Metode yang digunakan untuk masing-masing nilai berbeda-beda sesuai dengan karakteristik barang dan jasa serta ketersediaan informasi untuk setiap jenis barang dan jasa yang dinilai. Metode yang digunakan untuk menilai nilai ekonomi secara ringkas ditampilkan pada Tabel 4 berikut:

28

Tabel 4 Metode dan macam nilai ekonomi yang dihitung

Macam nilai Nilai yang dihitung Metode yang digunakan Nilai guna

langsung

Nilai ikan tangkap Nilai kayu bakar Nilai madu

Nilai karet (kebun) Nilai padi (ladang)

Harga pasar Biaya pengadaan Harga pasar Harga pasar Harga pasar Nilai guna tidak langsung

Nilai air untuk RT

Nilai air untuk transportasi Nilai air untuk perikanan budidaya

Nilai rekreasi dan pariwisata Nilai penyimpanan karbon

Harga air yang berlaku

Harga bahan bakar saat penelitian Harga pasar

Harga karcis masuk Harga pasar

Nilai pilihan Nilai keberadaan satwa liar Harga pasar

NET TNDS diperoleh dengan menjumlahkan semua nilai-nilai tersebut diatas. Setelah diperoleh nilai potensi ekonomi total TNDS, dilanjutkan dengan analisis potensi nilai jasa lingkungan yang dihasilkan apakah sudah terdapat mekanisme untuk menjadikan nilai tersebut menjadi riil baik melalui mekanisme pasar maupun regulasi pemerintah. Sementara untuk nilai biomasa akan dilanjutkan dengan melihat kontribusi yang diberikan kepada masyarakat atau daerah melalui nilai pajak. Dari hasil analisa tersebut akan menjadi masukan untuk penentuan pilihan kebijakan pengelolaan TNDS.

Kajian pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan TNDS

Kajian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Metode untuk analisis pemangku kepentingan telah dikembangkan dalam beberapa disiplin (misalnya Schmeer 1999, 2000; Varvasovzky dan Brugha 2000; Reed 2008). Dalam penelitian ini, menggunakan pedoman dari Reed et al. (2009). Analisis pemangku kepentingan diterapkan disini untuk mengungkapkan kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan, untuk memahami sinergi dan konflik antara pemangku kepentingan dan permintaan mereka untuk fungsi dan jasa ekosistem dari TNDS. Reed et al. (2009) menyatakan analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan cara: 1) melakukan identifikasi pemangku kepentingan dan kepentingannya; 2) mengelompokkan dan mengkategorikan pemangku kepentingan; dan 3) menyelidiki hubungan antara pemangku kepentingan.

Data dan informasi dikumpulkan dengan metode wawancara semi terstruktur dengan berpedoman kepada daftar topik yang telah disusun sebelumnya. Data dan informasi tersebut kemudian dianalisis. Identifikasi pemangku kepentingan dan kepentingannya akan dilakukan dengan metode snow-

ball sampling dimana pemangku kepentingan merekomendasikan pemangku

kepentingan lainnya sebagai responden.

Analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan terhadap pengelolaan TNDS. Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada

deskripsi pertanyaan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor) dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriteria pengaruh dan kepentingan. Penetapan skoring menggunakan pertanyaan untuk mengukur tingkat kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan adalah modifikasi model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 5. Nilai skor dari lima pertanyaan dijumlahkan dan nilainya dipetakan ke dalam bentuk matriks kepentingan dan pengaruh (Gambar 4).

Tabel 5 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan pemangku kepentingan 5 4 3 2 1 21-25 16-20 11-15 6-10 0-5 Sangat tinggi Tinggi Cukup tinggi Kurang tinggi Rendah

Sangat mendukung pengelolaan TNDS Mendukung pengelolaan TNDS

Cukup mendukung pengelolaan TNDS Kurang mendukung pengelolaan TNDS Tidak mendukung pengelolaan TNDS Pengaruh pemangku kepentingan

5 4 3 2 1 21-25 16-20 11-15 6-10 0-5 Sangat tinggi Tinggi Cukup tinggi Kurang tinggi Rendah

Sangat mempengaruhi pengelolaan TNDS Mempengaruhi pengelolaan TNDS

Cukup mempengaruhi pengelolaan TNDS Kurang mempengaruhi pengelolaan TNDS Tidak mempengaruhi pengelolaan TNDS

Tinggi

K Subjects Key players

E P Kuadran I Kuadran II E N T I N

G Crowd Context setters

A

N Kuadran III Kuadran IV Rendah

Rendah Tinggi

PENGARUH Gambar 4 Matriks pengaruh dan kepentingan (Reed et al. 2000)

Analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan terhadap pengelolaan TNDS dengan menggunakan pemangku kepentingan grid dengan bantuan Microsoft Excel. Untuk menentukan angka pada setiap indikatornya, kemudian disandingkan

30

sehingga membentuk koordinat. Posisi kuadran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing pemangku kepentingan terkait dengan pengelolaan TNDS, yang dikategorikan sebagai berikut (Reed et al. 2009):

1 Key Players merupakan pemangku kepentingan yang aktif karena mereka mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengembangan suatu proyek

2 Context setters memiliki pengaruh yang tinggi tetapi sedikit kepentingan, oleh karena itu, mereka dapat menjadi resiko yang signifikan untuk harus dipantau

3 Subjects merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan yang

tinggi tetapi pengaruhnya rendah dan walaupun mereka mendukung kegiatan, kapasitasnya terhadap dampak mungkin tidak ada. Namun dapat menjadi pengaruh jika membentuk aliansi dengan pemangku kepentingan lainnya.

4 Crowd merupakan pemangku kepentingan yang memiliki sedikit kepentingan

dan pengaruh terhadap hasil yang diinginkan dan hal ini menjadi pertimbangan untuk mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan.

Selanjutnya dilakukan penyelidikan hubungan antara pemangku kepentingan secara deskriptif digambarkan dalam matriks actor-linkage. Pemangku kepentingan yang teridentifikasi ditulis dalam baris dan kolom tabel yang menggambarkan hubungan antar pemangku kepentingan .Kata kunci yang digunakan untuk menggambarkan hubungan ini yaitu berkonflik, saling mengisi, atau bekerjasama (Reed et al. 2009).

Kajian modal sosial dan kapabilitas pemerintah dalam pengelolaan TNDS Pendekatan penelitian

Penelitian ini akan mendekati modal sosial dan kapabilitas pemerintah dengan pendekatan kuantitatif juga dilakukan analisis kualitatif. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian sosial lebih mengacu kepada keakuratan deskripsi setiap variabel dan keakuratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya serta memiliki daerah aplikasi yang luas (Irawan 2007).

Penentuan responden

Untuk mengetahui modal sosial responden adalah anggota masyarakat yang tinggal di dalam/sekitar TNDS yang diambil secara random sampling. Sementara untuk kapabiliitas pemerintah responden berasal dari pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan TNDS dari hasil analisis pemangku kepentingan.

Wawancara mendalam dengan orang-orang yang dianggap lebih mengetahui (informan kunci) dilakukan sesuai fokus penelitian. Informasi yang diperoleh, diharapkan akan melengkapi informasi-informasi yang diperoleh dari responden dan hasil studi literatur dalam melakukan penilaian modal sosial. Informan kunci tersebut antara lain: pimpinan adat, tokoh masyarakat dan tokoh agama, pihak BTNDS, Aparat Pemda Kabupaten dan Propinsi, LSM dan lembaga donor.

Variabel pengamatan dan definisi operasional

Variabel modal sosial yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari unsur- unsur: kepercayaan, norma, jaringan. Masing-masing variabel yang diamati akan dilakukan pengukuran dengan terlebih dahulu menentukan parameter pengukurannya. Selain itu juga ditetapkan definisi operasional yang diperlukan untuk mempersempit pemahaman terhadap konsep-konsep yang digunakan, yang secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Variabel, indikator dan kategori modal sosial

Variabel /Definisi Operasional Ukuran/Indikator Kategori/skor

1. Kepercayaan

Kepercayaan adalah keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap orang lain atau suatu keadaan berdasarkan perasaan dan kondisi yang dialami

Tingkat kepercayaan terhadap:

1Orang sekitar dengan etnis yang sama

2Orang sekitar dengan etnis yang

berbeda

3Aparat pemerintah

4Tokoh masyarakat/agama

5Pihak luar (LSM)

6Manfaat SDA dan hutan

7Kemampuan menjaga kelestarian SDA

dan hutan

8Bekerjasama

9Menjaga keeratan hubungan

Menggunakan tiga kategori : 1 rendah (< 15) 2 sedang (15-21) 3 tinggi (22-27) 2. Norma sosial

Norma sosial adalah bentuk kontrol sosial informal yang dimengerti secara umum sebagai suatu aturan untuk dapat menentukan pola tingkah laku yang berkaitan dengan kelestarian SDA dan hutan

Tingkatan anggota masyarakat terhadap: 1 Pemahaman aturan tidak tertulis

(norma/adat istiadat) 2 Pemahaman aturan tertulis

3Pemahaman kebiasaan di masyarakat

(kejujuran, kesopanan, kerukunan dalam pergaulan sehari-hari)

4Pelanggaran oleh pribadi responden

5Pelanggaran anggota masyarakat lain

dalam etnis yang sama

6Pelanggaran anggota masyarakat lain

oleh etnis yang berbeda

Menggunakan tiga kategori : 1 rendah (<10) 2 sedang (10-14) 3 tinggi (15-18) 3. Jaringan sosial

Hubungan yang saling berkaitan antar individu dan kelompok yang bersifat sukarela dan memakai asas persamaan

Tingkat kepadatan dan karakteristik 1 Anggota RT yang terlibat

2 Organisasi yang diikuti 3 Keragaman anggota organisasi 4 Partisipasi dalam kelompok 5 Kerelaan membangun jaringan

6 Kerjasama kelompok dalam komunitas 7 Kerjasama kelompok dengan kelompk

lain di luar komunitas

8 Kebersamaan dalam organisasi 9 Kebersamaan jika ada masalah

Menggunakan tiga kategori: 1 rendah (< 15) 2 sedang (15-21) 3 tinggi (22-27)

Dalam penelitian ini kapabilitas pemerintah dinilai melalui kapasitas negara yang diadaptasi dari proyek pada kelangkaan lingkungan, kapasitas negara dan kekerasan sipil (1997) yang diringkas dalam Tabel 7 berikut ini:

32

Tabel 7 Variabel, indikator dan kategori kapabilitas pemerintah

Variabel Ukuran/indikator Kategori/skor

1. Indikator pemerintah (atau

komponennya) karakteristik intrinsik Karakteristik intrinsik adalah segala hal yang berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan pemerintah (SDM) dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan SDA

Tingkat karakteristik intrinsik meliputi: 1. Human capital 2. Rasionalitas instrumental 3. Koherensi 4. Ketahanan Menggunakan tiga kategori: 1 rendah (<6) 2 sedang (6-9) 3 tinggi (10-12)

2. Indikator hubungan pemerintah dengan masyarakat .

Hubungan pemerintah dengan masyarakata adalah segala hal mengenai kemampuan pemerintah dalam bertindak, mengelola, mempengaruhi dan diakui

keberadaannya dalam mengelola SDA

Tingkat hubungan pemerintah dengan masyarakat meliputi: 1. Otonomi

2. Sumber daya fiskal 3. Jangkauan dan responsif 4. Legitimasi Menggunakan tiga kategori: 1 rendah (<6) 2 sedang (6-9) 3 tinggi(10-12)

Secara lebih rinci definisi operasional dari setiap indikator terangkum dalam Tabel 8 berikut:

Tabel 8 Definisi operasional unsur-unsur indikator kapabilitas pemerintah

Pengumpulan data

Pengumpulan data di tengah masyarakat secara garis besar dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur dan observasi dalam beragam derajat keterlibatan baik kepada responden maupun kepada informan dengan menggunakan daftar

Indikator negara (atau komponennya) karakteristik intrinsik:

Human capital

Tingkat keterampilan teknis dan manajerial dari individu di dalam negara dan bagian-bagian komponennya

Rasionalitas instrumental

Tingkat kemampuan komponen negara untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi yang relevan dengan kepentingan dan untuk membuat keputusan yang memaksimalkan utilitas mereka

Koherensi Tingkat dimana komponen-komponen negara setuju dan bertindak atas dasar

Dokumen terkait