• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan kegiatan magang yang dilakukan dalam rangka menganalisis permasalahan dan menyelesaikannya adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari Sistem Produksi Secara Menyeluruh

Selama melakukan kegiatan magang di PT.Unilever Indonesia, Tbk., mahasiswa mengamati dan terjun langsung dalam mempelajari proses produksi kecap mulai dari penerimaan bahan baku, persiapan bahan, proses fermentasi, proses pemasakan, pengisian, dan penggudangan. Namun yang menjadi fokus pengamatan adalah proses pemasakan kecap di dapur pemasakan. Pada tahap awal, dilakukan pengamatan karakteristik proses pemasakan dan dilakukan penimbangan ampas untuk mengetahui kisaran ampas yang dihasilkan selama proses pemasakan kecap.

2. Wawancara

Dilakukan dengan cara bertanya secara langsung dengan pihak perusahaan untuk memperoleh data berkaitan dengan kondisi umum perusahaan yang meliputi sejarah dan perkembangan, lokasi dan tata letak, struktur organisasi dan ketenagakerjaan, serta proses produksi kecap di pabrik serta mengenai sistem produksi kecap secara keseluruhan.

3. Studi Pustaka dan Mempelajari Metode (Tools) yang Digunakan

Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari materi dan referensi serta literatur yang mendukung di perpustakaan, baik perpustakaan departemen, fakultas, kampus, maupun luar kampus. Selain itu juga dilakukan studi pustaka melalui media elektronik (internet) dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan kesetimbangan massa dan loss material serta proses pemasakan kecap dan hal-hal yang terjadi selama proses pemasakan. Studi pustaka ini dilakukan untuk mendukung serta mencari alternatif pemecahan permasalahan sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji dan pendapat para ahli mengenai hal tersebut.

4. Pengumpulan dan Analisis Data

Diperlukan untuk mengkaji akar dari permasalahan yang ada sehubungan dengan terjadinya loss selama proses pemasakan kecap. Data dikumpulkan dan dikaji dengan cara sebagai berikut :

a. Focus Group Discussion (FGD) dan brainstorming dengan pihak perusahaan untuk mengetahui tahapan mana saja yang berpotensi menimbulkan terjadinya loss kecap serta parameter apa saja yang perlu diamati untuk mengetahui besarnya loss ini.

b. Trial Yield. Dilakukan untuk mengumpulkan data selama proses pemasakan. Pengamatan dilakukan di dapur pemasakan untuk mengetahui berapa total bahan baku yang digunakan dan berapa produk kecap akhir di tangki penampung serta berapa loss kecap selama pemasakan. Trial Yield ini dilakukan selama 1 minggu di 3 shift produksi yaitu shift pagi, siang, dan malam. Berikut adalah garis besar tahapan proses pemasakan kecap manis di PT.Unilever Indonesia Tbk. :

Gambar 2. Tahapan proses pemasakan kecap dan ampas yang dihasilkan Tahapan yang dilakukan selama trial yield ini antara lain :

1. Kuali Masak : penimbangan total bahan baku yang dimasukkan ke dalam kuali masak, penimbangan ampas dari kuali berupa karung dan ampas gula.

2. Alat Penyaring : penimbangan secara aktual ampas hasil penyaringan kecap yang kemudian dihitung jumlah loss pada tahapan penyaringan ini. Prosedur perhitungan loss dapat dilihat pada Lampiran 3.

3. Bak Penampung : pengukuran kecap left over (kecap yang tertinggal) di dasar bak dan mengkonversikannya menjadi bobot kecap.

Perhitungan ini dilakukan di awal minggu dan akhir minggu selama periode trial yield. Loss kecap akan dihitung apabila terjadi perbedaan tinggi kecap left over di dasar bak di awal dan di akhir minggu selama periode trial yield.

4. Tangki Penampung: pengukuran tinggi kecap saat tangki penuh.

Pengukuran dilakukan sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan selama 3 hari. Tinggi kecap ini akan dikonversikan ke bobot kecap untuk mengetahui total yield (rendemen) produk akhir yang dihasilkan.

C. METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Langkah – langkah yang dilakukan untuk memecahkan masalah melalui beberapa tahapan yang ditunjukkan pada Tabel 2. Langkah-langkah pemecahan masalah tersebut menggunakan teknik dasar kendali mutu yang sesuai untuk masing-masing langkah. Teknik – teknik pengendalian proses

KUALI MASAK

yang telah dijabarkan dapat digunakan sebagai alat bantu dalam memecahkan masalah yang ditemukan.

1. Observasi Permasalahan

Tahapan ini meliputi pengamatan berbagai faktor eksternal dan internal sehingga dapat ditentukan faktor yang berkontribusi pada masalah, mengkaji kembali faktor-faktor tersebut sehingga dapat ditentukan penyebab utama dari permasalahan, dan mengintegrasikan faktor penyebab

masalah dengan tujuan yang ditetapkan pada tahap kedua (Hellriegel et al., 2002).

Tabel 2. Tahapan pemecahan masalah dan teknik yang digunakan

No. Tahapan Teknik

1. Observasi permasalahan Perhitungan persentase loss kecap dari hasil trial yield

2. Menemukan faktor-faktor

penyebab masalah Diagram sebab-akibat (Ishikawa) 3. Meneliti faktor-faktor yang 8. Mencatat masalah yang belum

terpecahkan

Masukkan dalam rencana berikutnya.

Mulai dari no.1

2. Menemukan Faktor-faktor Penyebab Masalah

Tahap ini menggunakan alat bantu berupa diagram sebab akibat (diagram Ishikawa). Untuk membuat diagram ini, perlu dilakukan brainstorming dengan pihak perusahaan. Brainstorming bertujuan menemukan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya

loss kecap selama proses pemasakan. Hasil yang diperoleh saat brainstorming dapat dijadikan acuan dalam pembuatan diagram Ishikawa.

3. Meneliti Faktor-faktor yang Paling Berpengaruh

Setelah dibuat diagram Ishikawa, selanjutnya akan dibuat diagram Pareto sehingga dapat diketahui faktor mana yang paling berpengaruh terhadap terjadinya loss kecap. Dari faktor yang paling dominan inilah yang kemudian akan disusun langkah-langkah perbaikan yang mungkin untuk dilakukan. Adapun pelaksanaan dari langkah-langkah perbaikan ditentukan oleh situasi dan kondisi di lapangan serta keadaan perusahaan.

Jika tidak mungkin dilakukan langkah perbaikan dari faktor yang paling dominan, maka analisis akan dilanjutkan kepada faktor yang mendekati dominan, dan seterusnya.

4. Menyusun Langkah-langkah Perbaikan

Faktor-faktor penyebab loss kecap telah diketahui melalui tahapan sebelum ini. Setelah itu, dilakukan brainstorming untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan. Langkah-langkah perbaikan yang dilakukan harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan. Langkah yang dianggap paling efektif dan dapat dilakukan secara efisien merupakan prioritas untuk dilakukan.

Menurut Gaspersz (1998), tahapan dalam melakukan brainstorming adalah sebagai berikut : (1) menyatakan masalah secara jelas, (2) semua anggota kelompok harus berfikir dan memberikan ide, (3) setiap anggota kelompok menyiapkan suatu ranking dari ide-ide atau respon yang diterima, dan (4) memprioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide atau respon yang dikemukakan.

5. Melaksanakan Langkah-langkah Perbaikan

Langkah-langkah perbaikan dilakukan berdasarkan hasil brainstorming yang telah dilakukan. Langkah perbaikan dilakukan berdasarkan prioritas yang telah ditentukan pada brainstorming. Perbaikan yang dapat dilakukan segera secara efektif dan efisien dilakukan terlebih dahulu. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan harus diketahui oleh yang bersangkutan seperti departemen QC, produksi, dan engineering.

6. Mengadakan Evaluasi Hasil

Setiap dilakukan perbaikan, diambil data baru untuk dianalisa dengan menggunakan diagram Pareto serta dihitung kembali persentase loss kecap yang terjadi. Teknik pengambilan sampel sama dengan teknik pengambilan sampel yang dilakukan pada tahap observasi awal, yaitu dengan melakukan trial yield selama 1 minggu di 3 shift produksi.

7. Mencegah Terulangnya Masalah yang Sama

Hasil analisa akhir diharapkan dapat mengurangi jumlah loss kecap yang terjadi. Untuk mencegah terulangnya kasus yang sama, perlu dilakukan revisi standar operasi, inspeksi, dan peraturan, jika memang diperlukan berdasarkan hasil kegiatan magang yang dilakukan.

8. Mencatat Masalah yang Belum Terpecahkan

Setelah semua tahap dilakukan, tentunya masih ada permasalahan yang belum terpecahkan. Masalah tersebut dicatat untuk dimasukkan dalam rencana perbaikan berikutnya. Perbaikan proses ini dilakukan secara terus menerus tanpa henti yang disebut juga sebagai continuous improvement.

BAB V

ASPEK PRODUKSI

A. Bahan-bahan Produksi dan Karakteristiknya

Bahan baku yang digunakan dalam produksi kecap manis

Gula merah adalah gula yang secara tradisional dihasilkan dari pengolahan nira, dengan cara menguapkan airnya sampai cukup kental dan kemudian dicetak atau dibuat serbuk. Nira biasanya berasal dari tanaman kelapa (Cocos nucifera), aren (Arenga pinata), siwalan (Borassus sundaica), nipah (Nypa fruticans), dan dari pohon tebu (Saccharum officinarum) (Dachlan, 1984). Gula merah berwarna coklat kekuningan sampai coklat tua.

Dilihat dari kadar gizi, gula merah cukup kaya karbohidrat dan unsur protein serta mineral lainnya. Komposisi zat gizi gula merah per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi zat gizi gula merah per 100 gram bahan

No. Zai Gizi Jumlah

merah yang digunakan selama proses pemasakan berasal dari berbagai

supplier antara lain dari Purwokerto, Pangandaran, Lampung, dan sebagainya. Asal supplier yang berbeda ini tentunya akan menyebabkan

karakteristik gula merah yang dihasilkan akan berbeda pula. Setiap supplier

gula merah memiliki cara masing-masing dalam memproduksi gula merahnya dan sebagian besar masih bersifat tradisional dan sederhana. Proses

pembuatan gula merah yang tradisional dan sederhana ini akan mempengaruhi tingkat kebersihan dari gula merah itu sendiri.

Selain cara pembuatannya, kondisi lingkungan di daerah asal supplier gula merah juga akan mempengaruhi karakteristik gula merah. Daerah yang memiliki kadar air atau curah hujan yang tinggi akan menghasilkan gula merah yang lebih basah dan lengket, dan begitu pula sebaliknya. Gula merah yang memiliki kadar air tinggi cenderung mudah meleleh dan lebih lengket.

Biasanya kondisi gula yang rawan lengket ini disiasati oleh para pengrajin gula dengan membungkus kembali gula tersebut dengan kantung plastik, karena jika tidak maka gula ini akan semakin lengket dan saling menempel dengan gula yang lain (karena sifat gula merah yang higroskopis).

Keadaan cuaca dan musim juga mempengaruhi mutu gula merah yang dihasilkan. Pada saat musim kemarau, gula merah memiliki kadar gula yang lebih tinggi sehingga lebih manis, sedangkan saat musim penghujan kadar gulanya lebih rendah dan kadar airnya lebih tinggi. Pada musim peralihan (pancaroba) kondisi gula yang dihasilkan pun tidak menentu, ada yang kualitasnya bagus namun ada pula yang kurang bagus. Oleh karena itu harus dilakukan seleksi terhadap gula merah yang boleh digunakan dalam proses produksi.

2. Proses Pembuatan Gula Merah a. Nira Kelapa

Nira merupakan cairan bening yang terdapat di dalam mayang kelapa yang pucuknya belum membuka. Nira ini didapatkan dengan cara penyadapan atau penderesan. Satu buah mayang dapat disadap selama 10 – 35 hari tergantung kondisi pohon kelapa, namun produksi optimal hanya selama 15 hari. Hasil yang diperoleh sekitar 0,5 – 1 liter nira setiap mayang atau sekitar 2 – 4 liter nira per pohon setiap harinya (Santoso, 1993).

Nira sebenarnya merupakan larutan gula tetapi di dalamnya terdapat zat tidak larut dalam air dalam bentuk emulsi seperti protein dan lilin.

Pada saat dididihkan, gelembung air akan menempel pada butir-butir emulsi

dan mengangkatnya ke permukaan sebagai buih. Bila buih tidak dibuang, pada saat nira sudah menjadi kental buih akan teraduk ke bagian dalam dan karena warnanya lebih muda maka gula yang dihasilkan berbintik-bintik putih (Tjiptahadi, 1984).

Menurut Santoso (1993), beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya nira yang diperoleh adalah iklim, umur tanaman, keterampilan menyadap, dan frekuensi penyadapan. Penyadapan yang dilakukan pada musim penghujan akan mendapatkan nira lebih banyak daripada penyadapan pada musim kemarau. Hasil penyadapan dua mayang pada musim penghujan sama dengan tiga mayang pada musim kemarau. Penyadapan mayang dari pohon kelapa yang muda akan didapatkan nira yang lebih banyak daripada pohon kelapa tua. Hal ini diperkirakan karena perbedaan proses pertumbuhan tanaman.

Proses penyadapan nira terlihat mudah, namun pada pelaksanaannya membutuhkan kiat tertentu. Teknis memotong mayang dan meletakkan bumbung bambu penampung nira akan mempengaruhi proses penyadapan.

Bagi penyadap yang berpengalaman, setiap harinya mampu menyadap sekurang-kurangnya 20 pohon. Penyadapan pohon kelapa tidak dilakukan terus menerus tetapi harus diistirahatkan. Pohon yang sudah disadap selama 1 tahun, selanjutnya harus diistirahatkan selama 3 – 4 tahun dan dibiarkan menghasilkan buah kelapa.

b. Produksi Nira Kelapa

Pohon kelapa mulai dapat disadap setelah berumur 6-8 tahun dan masih dapat disadap sampai mencapai umur sekitar 50 tahun, tergantung pada kesuburan tanah dan perawatan pohonnya. Bunga kelapa yang masak akan melenting tangkainya apabila digoyang-goyangkan. Setiap satu tangkai bunga dapat disadap selama 1 sampai 1,5 bulan (Sardjono et al, 1983).

Menurut Sardjono et al (1983), pada penyadapan nira mula-mula bunga kelapa yang sudah cukup umur dikupas kulitnya lalu tangkai bunga yang terurai dikembalikan lagi dan diikat lunak. Setelah 3-5 hari ikatan dilepas lalu diiris tipis dengan pisau sadap setiap pagi selama tiga hari, nira yang keluar dibiarkan menetes. Setelah tiga hari nira baru dapat ditampung.

Dachlan (1984) menyatakan bahwa nira yang menetes ditampung dengan bumbung yang terbuat dari bambu yang dapat menampung nira 1,5-3 liter.

c. Komposisi Nira Kelapa

Menurut Dachlan (1984), komposisi nira kelapa dipengaruhi oleh umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah dan iklim. Dalam keadaan segar nira kelapa mengandung air 84,2%, karbohidrat 14,4%, protein 0,1%, lemak 0,64% dan abu 0,66%. Nira segar memiliki rasa manis, berbau harum dan tidak berwarna serta mempunyai derajat keasaman dengan pH 5,5 – 6,0.

Rasa manis pada nira disebabkan karena adanya sakarosa, fruktosa, glukosa dan karbohidrat lainnya. Sedangkan menurut Santoso (1993), komposisi nira segar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi nira kelapa segar (gr/100 ml)

No. Komposisi bahan Kadar

1. Total padatan 15.20 – 19.70

2. Sukrosa 12.30 – 17.40

3. Abu 0.11 – 0.41

4. Protein 0.23 – 0.32

5. Vitamin C 16.00 – 30.00

6. Berat Jenis pada 29ºC 1.058 – 1.077

d. Kerusakan Nira Kelapa

Nira hasil sadapan seperti nira kelapa sering mengalami kerusakan sehingga nira menjadi masam, berbuih putih dan berlendir karena untuk memperoleh nira diperlukan waktu yang cukup lama (10 sampai 12 jam).

Selain itu juga disebabkan kurangnya kebersihan dari tanaman, bumbung, adanya serangga, serta iklim yang tidak baik (Goutara dan Wijandi, 1985).

Menurut Joseph dan Darwis (1987) nira kelapa merupakan media yang paling baik untuk khamir Saccharomyces sp. dan bakteri Acetobacter sp.

Menurut Santoso (1993), nira kelapa ini mudah mengalami fermentasi karena mengandung ragi liar yang amat aktif. Bila nira terlambat dimasak, biasanya warna nira berubah menjadi keruh dan kekuning-kuningan, rasanya masam, dan baunya menyengat. Hal ini disebabkan terjadi pemecahan sukrosa menjadi gula pereduksi. Adapun proses perubahan itu adalah sebagai berikut :

Gambar. Reaksi perubahan sukrosa pada nira kelapa

Gambar 3. Proses fermentasi pada nira kelapa

Perubahan dari sukrosa sampai dengan alkohol terlibat kegiatan ragi, selanjutnya dari alkohol ke asam asetat terlibat kegiatan bakteri dan hasilnya berupa cuka masam. Proses perubahan tersebut terjadi karena rendahnya derajat keasaman (pH) nira. Derajat keasaman (pH) yang rendah dapat merangsang pertumbuhan sel-sel yeast dan bakteri pembentuk asam asetat sehingga komponen sukrosa berubah menjadi alkohol dan asam asetat.

Dengan berkurangnya sukrosa ini, maka gula yang didapatkan bersifat higroskopis dan cepat meleleh (Santoso, 1993).

Nira merupakan cairan yang kadar gulanya tidak cukup tinggi untuk menghambat pertumbuhan mikroba, bahkan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, nira akan dirusak oleh mikroba jika nira dibiarkan beberapa waktu (Frazier dan Westhoff, 1978). Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa kerusakan nira tersebut disebabkan kontaminasi nira oleh mikroba-mikroba perusak sejak dilakukan penyadapan.

Pada umumnya, nira yang telah mengalami kerusakan terasa masam, hal ini disebabkan terjadinya fermentasi komponen gula di dalam nira menjadi asam. Menurut Del Rosario (1980), proses fermentasi ini terjadi secara alamiah dan mikroba penyebabnya bersumber dari udara, tangkai bunga, bumbung, kotoran, atau serangga.

Mikroba yang terdapat pada nira adalah khamir dan bakteri. Bakteri yang ditemukan pada tuak palma adalah Lactobacillus, Leuconostoc, Acetobacter, Bacillus, Bravibacterium, Sarcina, Serratia, Streptococcus, Zymonas, Micrococcus, Pediococcus, dan Klebsiella. Sedangkan khamir yang

Sukrosa Glukosa dan

Fruktosa

Alkohol (ethyl)

Asam asetat (cuka) Karbondioksida

dan air

secara dominan terdapat pada tuak palma tersebut adalah khamir-khamir dari genus Saccharomyces, dan khamir-khamir lainnya adalah dari genus Kloeckera, Pichnia, Candida, dan Endomycopsis (Okafor, 1978). Menurut Sardjono et al (1983) reaksi yang terjadi pada nira ketika fermentasi adalah sebagai berikut :

1. C12H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6

2. 2 C6H12O6 4 CO2 + 4 C2H5OH 3. 4 C2H5OH + 4 O2 4 CH3COOH + 4 H2O

Pada reaksi pertama terjadi inverse sukrosa apabila terdapat enzim yang dihasilkan oleh mikroba yang mengkontaminasi nira. Pada reaksi kedua glukosa dan fruktosa difermentasi menjadi etil alkohol. Selanjutnya etil alkohol akan teroksidasi menjadi asam asetat.

Peristiwa inverse di atas terjadi karena sukrosa terhidrolisis menjadi

D-glukosa dan D-fruktosa, hal ini disebabkan oleh terdapatnya enzim α-fruktofuranodase (Goutara dan Wijandi, 1985) dan jika terjadi fermentasi

lebih lanjut maka kadar gula akan menurun, kadar alkohol meningkat, dan terjadi peningkatan asam sehingga pH cenderung untuk menurun (Okafor, 1978).

e. Pengawetan Nira Kelapa

Pengawetan nira berarti mencegah nira menjadi masam karena fermentasi oleh mikroba. Pengawetan yang biasa dilakukan terhada nira aren adalah dengan memasukkan bahan-bahan seperti laru janggut petai, kulit pohon manggis, kulit pohon kosambi, dan kayu nangka ke dalam bumbung sebelum penyadapan serta memanaskan nira sesegera mungkin setelah penyadapan (Dachlan, 1984).

Menurut Okafor (1978) pisau penyadap dan bumbung merupakan sumber mikroba, oleh karena itu perlu dijaga kebersihannya. Menurut Tjiptahadi (1984) fermentasi nira dapat dicegah dengan memasukkan bubur kapur ke dalam bumbung. Nira yang baru menetes dari ujung pangkasan mempunyai pH tinggi, tetapi segera terjadi fermentasi yang cenderung menurunkan pH dan akan mempercepat pemecahan sakarosa. Penambahan

kapur akan mempertahankan pH nira sehingga menghambat terjadinya hidrolisis baik oleh jasad renik maupun pengaruh asam.

Laru dan beberapa kulit pohon yang digunakan untuk mengawetkan nira diduga mengandung komponen tanin yang aktif sebagai bahan anti mikroba. Maynard (1970) menyatakan bahwa sifat-sifat tanin yang penting sebagai pengawet adalah larut dalam air membentuk koloid, mudah teroksidasi, bersifat fungisida dan bersifat menghambat mekanisme adsorpsi permukaan oleh khamir. Sedangkan kapur dapat digunakan untuk mengawetkan nira karena membentuk kalsium hidroksida yang bersifat desinfektan (Pelczar et al, 1977). Senyawa ini terbentuk bila kapur dilarutkan dalam air.

Selain dengan bahan pengawet, usaha pengawetan lain yang dapat dilakukan adalah menjaga agar semua peralatan penyadapan tetap bersih, karena menurut Okafor (1978) pisau penyadap dan bumbung merupakan sumber mikroba.

Kerusakan nira dapat pula dicegah dengan menambahkan larutan Natrium metabisulfit 0.1-0.2% sebanyak 25-30 ml untuk setiap bumbung dengan kapasitas 3 liter (Dachlan, 1984). Menurut Sardjono (1983) penambahan Na-metabisulfit 20 ppm sudah dapat menghasilkan mutu gula merah yang baik.

Bahan pengawet kimia dapat juga digunakan untuk mengawetkan nira kelapa. Tujuan utama penggunaan bahan ini adalah menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Bahan pengawet dapat menghambat pertumbuhan mikroba dengan jalan merusak membran sel, menghambat aktivitas enzimnya atau mengganggu mekanisme genetiknya (Frazier dan Wetshoff, 1978). Pemanasan juga dapat mengurangi kontaminasi awal pada nira kelapa. Pemanasan yang diterapkan dengan bahan pengawet akan mempercepat pengurangan mikroba, sehingga dapat mengurangi penggunaan bahan pengawet kimia (Pelczar et al, 1978). Pemanasan biasanya merusak sifat-sifat organoleptik dan gizi makanan, begitu juga terhadap nira (aren).

Menurut Hodge dan Osman (1976), pemanasan dapat menyebabkan reaksi kompleks pada gula. Beberapa sifat gula seperti kelarutan, kestabilan,

mutarotasi dan isomerisasi dipengaruhi oleh panas. Kelarutan gula cenderung meningkat dengan meningkatnya temperatur. Kestabilan gula menurun dengan meningkatnya temperatur dan dipengaruhi juga oleh pH.

2. Kedelai

Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein yang paling baik dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Di samping itu, kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral, dan lemak. Komposisi rata-rata kedelai dalam bentuk biji kering dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi kimia kedelai kuning kering per 100 gram

Komposisi Jumlah

Kalori (kkal) 331.0

Protein (gram) 34.9

Lemak (gram) 18.1

Karbohidrat (gram) 34.8

Kalsium (mg) 227.0

Fosfor (mg) 585.0

Besi (mg) 8.0

Vitamin A (SI) 110.0

Vitamin B (mg) 1.1

Air (gram) 7.5

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1972)

Di samping mengandung senyawa yang berguna, ternyata pada kedelai terdapat juga senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off flavor (penyimpangan cita rasa dan aroma pada produk olahan kedelai). Diantara senyawa anti gizi yang sangat mempengaruhi mutu produk olahan kedelai ialah antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, oligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi kembung). Sedangkan senyawa penyebab off flavor pada kedelai ialah glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa penyebab alergi. Dalam pengolahan, senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan atau diinaktifkan, sehingga akan dihasilkan produk olahan kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk dikonsumsi manusia.

Menurut Sumarno (1986), varietas unggul kedelai mempunyai kelebihan dibandingkan dengan varietas lokal. Keunggulan itu dapat berupa hasil yang lebih tinggi, umur lebih panjang, lebih tahan hama/penyakit, atau segi lainnya. Kedelai yang unggul di suatu daerah belum tentu unggul untuk daerah lain karena perbedaan topografi, iklim, dan cara tanam.

Di dalam kedelai mentah terdapat enzim dan senyawa-senyawa kompleks yang menyebabkan kedelai mentah mempunyai nilai gizi rendah, rasa pahit dan bau langu. Enzim dan senyawa kompleks tersebut antara lain liposigenase, urease, saponin, hemoglutinin dan enzim antitrypsin yang mengganggu enzim tripsin dalam pencernaan. Selain itu kedelai mengandung mineral yang dapat dipakai sebagai pembentuk hemoglobin darah seperti Fe sebesar 0,9 – 1,5 %. Sedangkan K dan P sukar dicerna oleh usus manusia karena terikat asam fitat membentuk garam. Vitamin kedelai yang cukup banyak yaitu vitamin B1, B2, dan K. Sedangkan vitamin A, C, dan D terdapat dalam jumlah sedikit (Somaatmaja, 1964).

Menurut Prawiranegara (1964), protein kedelai mempunyai kandungan asam amino esensial yang paling tinggi dibandingkan kacang-kacangan lain dan mutunya mendekati protein susu. Lemak pada kedelai sebagian besar terdiri dari asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Kedelai kurang penting sebagai sumber karbohidrat sebab karbohidrat yang dikandungnya mempunyai sifat sukar dicerna.

Bahan baku utama kecap pada umumnya adalah kedelai. Hal ini memiliki keunggulan tersendiri karena kedelai memiliki kandungan gizi yang

Bahan baku utama kecap pada umumnya adalah kedelai. Hal ini memiliki keunggulan tersendiri karena kedelai memiliki kandungan gizi yang

Dokumen terkait