Percobaan dilaksanakan di perkebunan sagu milik PT. National Sago Prima, di Kabupaten Kepulauan Meranti, Propinsi Riau. Pengamatan dilak- sanakan pada bulan Februari – Desember 2011 dan Februari – Desember 2013. Analisis tanah dan hara tanaman dilaksanakan di Laboratorium Tanah dan Tanaman PT.Sampoerna Agro, Palembang, Sumatera Selatan.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu anakan sagu dengan bobot anakan dan periode pembibitan berbeda. Pada awal tanam, karakteristik bibit sagu yang digunakan yaitu bebas serangan hama dan penyakit, memiliki banir berbentuk L, dengan bobot 2-4 kg dan 4-8 kg serta periode pembibitan 2, 4, 8 dan 12 minggu di pembibitan. Pupuk dasar Rock Phosphate dengan dosis 500 g lubang-1 dimasukkan ke dalam lubang tanam pada awal tanam. Alat yang digunakan pada percobaan tersebut yaitu meteran, timbangan, cat semprot, preparat, isolasi, plastik, cat kuku, mikroskop, spektrofotometer, SPAD-502 chlorophyll meter dan termometer.
Metode
Bibit di pindahkan dari pembibitan ke lapangan pada bulan Maret tahun 2011 dan merupakan percobaan lanjutan dari tahun 2011 ke 2013. Data awal pengamatan dilaksanakan pada tahun 2011 berdasarkan data pengamatan awal pertumbuhan (Ahyuni 2011). Kegiatan pengamatan dilakukan dalam waktu jangka panjang yaitu tahun 2011 dan 2013, sehingga data yang didapatkan akan semakin akurat.
Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot) dengan 2 faktor dan tiga ulangan, yaitu faktor bobot anakan dengan 2 taraf yaitu 2-4 kg dan
8
4-8 kg dan faktor periode pembibitan dengan 4 taraf yaitu 2, 4, 8 dan 12 minggu di pembibitan. Faktor bobot anakan sebagai petak utama, sedangkan faktor periode pembibitan sebagai anak petak. Percobaan dilakukan dengan menanam 9 tanaman per kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga jumlah seluruh tanaman yang ditanam dan diamati sebanyak 216 tanaman.
Model linier aditif dari rancangan percobaan yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2000):
Yijk = μ + αi + €k + ik + βj + (αβ)ij + ijk
Keterangan :
Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan petak utama ke-i, anak petak ke- j dan ulangan ke-k (k = 1, 2, 3)
μ : nilai rata-rata umum
αi : pengaruh perlakuan bobot anakan pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3)
€k : pengaruh ulangan ke-k
ik : galat petak utama
βj : pengaruh perlakuan periode pembibitan pada taraf ke-j (j = 1, 2)
(αβ)ij : pengaruh interaksi antara bobot anakan ke-i dengan periode pembibitan ke-j
Εijk : pengaruh galat karena pengaruh bobot anakan taraf ke-i dan periode pembibitan pada ulangan ke-k
Asumsi :
 ∑ i = 0, ∑ j = 0, ∑ αβ = 0
 Pengaruh galat menyebar normal dan bersifat bebas
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5%.
Pelaksanaan
Lahan percobaan yang digunakan yaitu lahan gambut seluas 13 824 m2 dengan masing masing anak petak berukuran 24 m x 24 m. Penyiapan bahan tanaman dilaksanakan bertahap sesuai dengan perlakuan periode pembibitan yang ditentukan (Ahyuni 2011). Anakan dengan bobot berbeda disemai dengan menggunakan rakit dan diletakkan di kanal (Lampiran 8). Anakan sagu disiapkan dari pembibitan dengan periode waktu berbeda yaitu (2,4,8 dan 12 minggu), sehingga tanaman siap untuk dipindah tanam. Setelah pemindahan bibit ditandai menurut perlakuan masing-masing (Gambar 3). Setelah tanaman ditanam, pengamatan morfologi dilakukan setiap dua bulan sekali (Lampiran 4).
9 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan dengan cara manual dan kimia. Cara manual yaitu mengendalikan gulma di sekitar tanaman baik di lorong maupun piringan dengan menggunakan parang. Gulma hasil tebasan diletakkan di luar jalur tanam agar tidak mengganggu dalam kegiatan pengamatan (Lampiran 6). Data percobaan diambil dengan melakukan pengamatan pertumbuhan di lapangan dan analisis laboratorium dari contoh tanaman yang diambil.
Pengamatan
Pengumpulan data percobaan dilakukan melalui pengamatan pertumbuhan morfologi maupun fisiologi tanaman.
Respon Morfologi Tanaman
Morfologi tanaman yang diamati yaitu: jumlah pelepah, panjang, lebar dan jumlah anak daun dibagian kanan dan kiri (Gambar 5).
a. Jumlah tanaman yang hidup, adalah seluruh tanaman yang digunakan dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang hidup di lapangan.
b. Jumlah pelepah daun, dihitung berdasarkan jumlah pelepah daun yang ada pada masing-masing tanaman.
c. Jumlah anak daun, dihitung pada pelepah daun terbaru.
d. Lebar anak daun, diukur pada daun terbaru setiap tanaman yang diamati. e. Panjang anak daun, diukur dari pangkal anak daun hingga ujungnya pada
daun terbaru.
f. Tinggi tanaman, diukur mulai dari pangkal pemangkasan sampai titik tumbuh tanaman. Tinggi tanaman diukur pada akhir pengamatan.
Gambar 4. Ilustrasi pengukuran anak daun (Nakamura et al. 2005)
Pengamatan dilakukan setiap dua bulan sekali dengan ilustrasi pengamatan daun (Gambar 4).
Respon Fisiologi Tanaman a. Analisis gula dan pati
Analisis pati menggunakan 2 contoh anak daun pada masing-masing perlakuan disetiap ulangan. Anak daun yang dipilih yaitu pelepah bagian tengah pada masing-masing tanaman contoh. Anak daun yang diambil pada bagian pelepah bagian tengah. Anak daun yang telah diambil kemudian dipisahkan dengan lidinya dan dipotong-potong kemudian dikeringkan pada
Lebar anak daun Panjang anak daun
10
oven dengan suhu 70 0C selama 48 jam. Anak daun yang sudah dikeringkan kemudian ditimbang sebanyak 10 gram dan dianalisis di laboratorium (Lampiran 5). Analisis gula menggunakan metode AOAC (Association of Official Analytical Chemist) 1970, sedangkan analisis pati di laboratorium menggunakan metode AOAC 1971.
b. Kehijauan daun
Kehijauan daun diukur dengan menggunakan klorofilmeter (SPAD 502). Alat tersebut memunculkan angka tingkat kehijauan daun secara otomatis. Pengukuran dilakukan pada contoh anak daun yang diambil untuk dianalisis kandungan haranya. Cara pengukuran yaitu dengan menjepit anak daun contoh menggunakan klorofilmeter (SPAD 502) hingga muncul angka pada layar (Gambar 5). Nilai rata-rata dihitung dengan mengambil 10 titik pada bagian ujung, tengah dan pangkal anak daun di bagian kanan dan kiri anak daun.
Gambar 5. Alat pengukuran tingkat kehijauan (anak daun tanaman sagu) c. Analisis daun
Contoh daun diambil dari 5 tanaman contoh pada setiap ulangan, sehingga mewakili setiap perlakuan. Anak daun diambil pada pelepah bagian tengah. Anak daun yang telah diambil kemudian dipisahkan dengan lidinya kemudian dikeringkan di oven dengan suhu 70 0C selama 48 jam. Analisis kandungan hara dilakukan dengan metode pengabuan kering (P, K, Ca, Mg) dan pengabuan basah (N) (Lampiran 3).
d. Kerapatan stomata
Stomata diamati dengan menggunakan mikroskop. Kerapatan stomata dihitung menggunakan metode Sumargono (1992) yang dimodifikasi. Tahapan kerja yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Sampel daun dioles dengan cat kuku bening (selulosa asetat) di bagian permukaan anak daun bagian atas maupun bawah.
2. Plester bening disiapkan dan dipotong sesuai dengan ukuran gelas objek yaitu sekitar 8 x 1.2 cm.
3. Preparat yang sudah disiapkan lalu diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x
11 4. Jumlah stomata dihitung dari gambar yang muncul dibawah mikroskop
dan dibantu dengan menggunakan alat penghitung (hand counter). Cara menghitung kerapatan stomata yaitu:
Luas bidang pandang = ¼ π d2 (d=diameter lensa) = 1/4x3/4x0.52
= 0.196 mm2
Kerapatan stomata = 1/0.196 x jumlah stomata Analisis Lingkungan
a. Analisis tanah
Contoh tanah diambil pada pengamatan awal tahun 2013 yaitu pada bulan Maret. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan mengambil empat titik pada setiap ulangan mewakili perlakuan. Contoh tanah diambil dengan menggunakan cangkul dengan kedalaman 0-30 cm. Tanah yang diambil dimasukkan ke dalam ember, hal ini diulang hingga tiga kali. Tanah di dalam ember diaduk lalu akar ataupun sisa tanaman mati dibuang. Contoh tanah yang telah diambil lalu dikeringanginkan selama 4-5 hari lalu ditimbang sebanyak 500 gram, dan dikemas plastik. Sampel tanah gambut yang telah disiapkan lalu dikirim ke laboratorium untuk dianalisis kandungan haranya (Lampiran 2).
Analisis tanah dilakukan pada akhir percobaan, pengambilan sampel tanah secara komposit pada 24 titik pada lahan pertanaman masing-masing sebanyak 0.5 kg yang dikompositkan dan diambil sebanyak 3 kg untuk dilakukan análisis tanah. Análisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, kadar C-organik, N total, P, K, Ca, Mg, pH, KTK dan KB. Hasil analisis tanah dibedakan berdasarkan kriteria masing-masing (Lampiran 1).
b. Iklim
Pengamatan iklim yaitu mengukur suhu dan kelembaban pada areal per- cobaan. Pengukuran suhu dan kelembaban diukur dengan menggunakan termometer yang diletakkan di lapangan dan diamati serta dicatat suhu yang tertera setiap pengamatan. Curah hujan harian selama pengamatan tahun 2013 dicatat dan dihitung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi TanamanStruktur morfologi daun sagu (Metroxylon sagu Rottb.) menjadi dasar untuk karakterisasi sifat fisiologi dari tanaman sagu (Nitta et al. 2005). Daun merupakan organ tanaman yang paling penting dalam proses biofisikal, terutama dalam menentukan pertukaran air dan energi diantara permukaan tanah, vegetasi dan atmosfir. Hal tersebut mempengaruhi proses penting seperti evapotranspirasi dan hasil fotosintesis.
Persentase hidup
Pesentase hidup tanaman di lapangan merupakan salah satu indikator penting dalam percobaan. Karakteristik lahan di lokasi perkebunan yaitu lahan
12
gambut dalam (3-5 m) dengan tingkat kematangan sedang (gambut hemik). Gambut di perkebunan tersebut termasuk dalam gambut oligotropik yaitu gambut yang sedikit mengandung bahan mineral. Menurut Bintoro et al. (2010) suhu terendah bagi pertumbuhan sagu yaitu 15 0C. Pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu udara 25 0C dengan kelembaban nisbi 90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule cm-2 hari-1. Apabila dibandingkan dengan pernyataan di atas maka suhu udara di lahan percobaan memiliki suhu yang lebih tinggi yaitu antara 26.35-30.52 0C dengan kelembaban yang lebih rendah yaitu sekitar 67-86%.
Tabel 1. Persentase hidup tanaman di lapangan pada akhir pengamatan Perlakuan Persentase hidup (%)
Bobot Anakan (kg)
2-4 48.15
4-8 34.26
Periode pembibitan (minggu)
2 33.33
4 61.11
8 38.89
12 31.48
Jarak tanam yang digunakan pada percobaan ini 8 m x 8 m. Persentase hidup tanaman pada percobaan ini sekitar 31.48-61.11% (Tabel 1). Berdasarkan analisis data yang dilakukan bahwa perlakuan bobot anakan maupun periode pembibitan tidak berpengaruh dengan persentase hidup tanaman, sehingga pada masa apapun penggunaan anakan dengan bobot 2-4 kg dapat digunakan, tanpa harus menggunakan anakan yang lebih berat. Perlakuan bobot anakan dan periode pembibitan juga tidak terdapat interaksi antara keduanya. Menurut Irawan et al. (2009) rata-rata persentase hidup anakan di tanah gambut yaitu 70-90%, sehingga tanaman pada percobaan masuk dalam kategori rendah tingkat kehidupannya. Kondisi lingkungan yang kurang mendukung dan pemeliharaan tanaman yang tidak sesuai dapat mempengaruhi persentase hidup tanaman di lapangan.
Jumlah Pelepah
Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah jumlah pelepah pada perlakuan bobot anakan tidak berbeda nyata dari awal hingga akhir pengamatan (April 2011- Desember 2013), sedangkan perlakuan periode pembibitan dari awal tanam hingga Desember 2011 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Namun, ketika tanaman berumur 2 tahun tidak berbeda nyata hingga akhir pengamatan bulan Desember 2013 (Tabel 2).
13 Tabel 2. Pengaruh bobot dan periode pembibitan terhadap jumlah pelepah hidup
Perlakuan Bulan Pengamatan April 2011* Juni 2011* Agust 2011* Okt 2011* Des 2011* Feb 2013 Apr 2013 Juni 2013 Agust 2013 Des 2013 ………pelepah………. Bobot Anakan 2-4 kg 0.6 1.0 2.4 4.0 6.1 7.6 8.4 9.6 9.9 10.8 4-8 kg 0.5 0.8 2.1 3.5 6.4 8.6 9.3 10.4 10.5 10.8 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Periode pembibitan 2 minggu 0.3c 0.5c 1.5b 2.5b 5.3b 7.3 7.8 9.2 9.1 9.4 4 minggu 0.4bc 0.7bc 1.9b 3.9a 6.1ab 8.0 8.9 10.1 10.5 11.7 8 minggu 0.6ab 1.0b 2.7a 4.5a 6.9a 9.1 10.2 11.7 11.5 12.5 12minggu 0.9a 1.4a 2.8a 4.3a 6.7a 7.9 8.5 9.2 9.5 9.6
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5%
*: ( Ahyuni 2011)
Tanaman perlakuan 12 minggu di pembibitan selama tahun 2011 yaitu dari awal tanam hingga bulan Agustus 2011memiliki jumlah pelepah yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan periode pembibitan yang lain. Namun ketika bulan Oktober dan Desember 2011, perlakuan 12 minggu di pembibitan tidak berbeda dengan tanaman 4 dan 8 minggu di pembibitan. Hal ini menunjukkan bahwa tahap terpenting bagi pertumbuhan tanaman sagu yaitu pada saat umur 0-9 bulan setelah tanam, karena setelah itu tidak terdapat perbedaan nyata pada pertambahan pelepah. Jumlah pelepah meningkat pada setiap pengamatan yaitu dengan rata-rata penambahan 1 pelepah setiap bulan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Irawan (2010) dan Jong (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan daun sekitar 1 daun setiap bulan. Jumlah pelepah rata-rata yang terproduksi (termasuk pelepah mati) pada tanaman berumur tiga tahun yaitu sekitar 20-30 pelepah (Irawan et al. 2012).
Jumlah Anak Daun
Tanaman sagu memiliki jumlah anak daun yang lebih variatif. Bobot anakan tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 3) dari awal tanam hingga akhir pengamatan, kecuali saat bulan Oktober 2011 tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun yaitu dengan jumlah terbanyak pada bobot 4-8 kg.
Perlakuan periode pembibitan menunjukkan bahwa pada awal tanam hingga bulan Juni 2011 setelah tanam menunjukkan pengaruh yang nyata, sedangkan saat bulan Agustus 2011 tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, kemudian nyata kembali pada bulan Oktober dan Desember 2011. Pengamatan selanjutnya saat tanaman mulai berumur 3 tahun menunjukkan tidak adanya pengaruh peubah jumlah anak daun pada kedua perlakuan.
Tanaman percobaan yang memiliki jumlah anak daun yang rendah yaitu 62-78 helai pada bulan Desember 2013. Hal ini berbeda dengan Gusmayanti et al. (2008) yang menyatakan bahwa jumlah anak daun pada fase sebelum terbentuk
14
batang, setelah pindah tanam memiliki jumlah daun sekitar 8 dengan jumlah anak daun sekitar 81.
Tabel 3. Pengaruh bobot dan periode pembibitan terhadap jumlah anak daun
Perlakuan Bulan Pengamatan April 2011* Juni 2011* Agust 2011* Okt 2011* Des 2011* Feb 2013 Apr 2013 Juni 2013 Agust 2013 Des 2013 ………...Helai... Bobot Anakan 2-4 kg 16.7 28.1 44.5 42.0b 40.0 51.0 55.3 59.9 65.7 70.9 4-8 kg 13.2 23.4 51.1 55.4a 44.8 52.4 59.8 62.1 67.8 71.7 Periode pembibitan
2 minggu 6.2b 14.8b 47.6 51.9a 50.6a 42.9 46.5 52.2 55.4 62.3 4 minggu 8.1b 19.7b 46.8 48.2ab 42.6b 54.4 63.3 63.6 71.3 78.0 8 minggu 20.5a 33.9a 49.4 48.3ab 36.7b 56.4 66.3 67.5 73.6 76.8 12minggu 25.0a 34.6a 47.4 46.4b 39.7b 53.1 54.0 60.6 66.8 68.2
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5%
*: (Ahyuni 2011)
Luas Anak Daun
Panjang dan lebar anak daun menjadi salah satu indikator pertumbuhan yang dapat mempengaruhi luas bidang fotosintesis tanaman. Bobot anakan tidak memberikan pengaruh terhadap luas anak daun dari awal pengamatan hingga akhir.
Tabel 4 Pengaruh bobot anakan dan periode pembibitan terhadap luas anak daun
Perlakuan Bulan Pengamatan April 2011* Juni 2011* Agust 2011* Okt 2011* Des 2011* Feb 2013 Apr 2013 Juni 2013 Agust 2013 Des 2013 ...cm2... Bobot Anakan 2-4 kg 18.82 27.76 47.37 55.11 55.023 143.64 157.33 172.23 201.51 218.79 4-8 kg 15.14 21.90 53.28 56.53 58.693 142.34 162.10 179.54 208.55 228.19 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Periode pembibitan 2 minggu 5.43b 14.42b 58.39 53.11 49.48 120.34 133.18 146.57 180.26 191.91 4 minggu 8.54b 19.42b 50.77 61.93 63.79 153.45 171.69 192.83 203.45 249.81 8 minggu 22.30a 28.83ab 46.71 52.17 55.46 160.30 177.11 193.59 229.79 246.44 12minggu 31.65a 36.65a 45.44 56.08 58.71 137.88 156.87 170.54 206.63 205.82
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5%
*: (Ahyuni 2011)
Perlakuan periode pembibitan hanya memberikan pengaruh pada awal pengamatan saja yaitu bulan April dan Juni 2011, selanjutnya tidak memberikan pengaruh hingga akhir pengamatan (Tabel 4). Periode pembibitan berpengaruh
15 pada pengamatan pertama karena saat pindah tanam bibit masih memiliki anak daun dengan kondisi yang baik, tetapi selanjutnya tidak menunjukkan pertumbuhan yang tidak berbeda dengan tanaman lainnya. Kondisi lingkungan dan kemampuan hidup tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Nakamura et al. (2004) dan Gusmayanti et al. (2008) menyatakan bahwa luas daun merupakan peubah yang penting dalam pertumbuhan tanaman sagu, dengan mengetahui panjang dan lebar anak daun setiap tanaman maka total area dari helai daun tanaman sagu dapat dihitung, sehingga dapat menunjukkan kondisi tanaman.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa masa kritis tanaman sagu terjadi saat tanaman berumur kurang dari satu tahun, yang ditunjukkan adanya pengaruh pada peubah yang diamati. Setelah tanaman berumur diatas satu tahun, tanaman menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap peubah yang diamati, sehingga pada waktu tanaman berumur kurang dari satu tahun sangat memerlukan perawatan atau pemeliharaan. Hal ini karena pada umur dibawah satu tahun, tanaman masih dalam fase adaptasi dengan lingkungan. Pemeliharaan yang intensif seperti pengendalian gulma sekitar piringan dan pemberian naungan diawal tanam dilakukan untuk mengurangi gangguan gulma dan tingginya transpirasi tanaman.
Tinggi Induk dan Anakan
Tinggi tanaman percobaan saat pengamatan bulan Desember 2013 mencapai hingga 303.09 cm. Ando et al. (2007) menyatakan bahwa tinggi tanaman yang berumur 5 tahun berkisar antara 5.8-6.8 m dan 5.4-6.2m. Tanaman percobaan masih berumur 3 tahun, sehingga tinggi tanaman tidak lebih dari 5 meter. Begitupula menurut Irawan et al. (2012) tanaman sagu dengan umur 3 tahun memiliki rata-rata tinggi 240-450 cm.
Irawan et al., (2012) menyatakan bahwa adanya pertumbuhan anakan sagu ketika awal pindah tanam akan menunjukkan pertumbuhan bibit yang cepat, yaitu dengan pertumbuhan daun dan tinggi tanaman. Pada tahun 2012 kegiatan pengamatan maupun pemeliharaan tanaman tidak dilakukan, sehingga terlihat tanaman kurang terawat dibandingkan periode pengamatan (tahun 2011 dan 2013). Hasil menunjukkan bahwa masa kritis tanaman sagu terjadi saat tanaman berumur di bawah satu tahun, yang ditunjukkan adanya pengaruh pada peubah morfologi yang diamati. Setelah tanaman berumur diatas satu tahun, tanaman menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap peubah yang diamati, sehingga saat masa kritis yaitu saat tanaman berumur dibawah satu tahun sangat diperlukan perawatan atau pemeliharaan yang intensif.
Tumbuhan sagu senantiasa menghasilkan jumlah tunas anakan dalam jumlah relatif banyak, sehingga memungkinkan terjadinya persaingan. Persaingan dapat terjadi diantara sesama tunas anakan maupun persaingan individu yang tumbuh lebih awal. Kompetisi antara anakan di dalam rumpun sagu sangat mungkin terjadi. Persaingan yang dimaksud berkaitan dengan komponen di atas tanah (atmosfer) seperti udara, cahaya, ruang dan komponen di dalam tanah seperti air, oksigen, dan unsur hara (Botanri 2010).
Pengendalian pertumbuhan anakan sagu yaitu dengan melaksanakan pemangkasan anakan (pruning). Pemangkasan yang berkala akan memaksimalkan
16
pertumbuhan tanaman induk, membentuk dan memelihara ukuran tanaman serta mengoptimalkan hasil metabolisme ke batang sebagai organ penyimpanan. Pemangkasan juga memberikan pengaruh yang positif terhadap pertambahan jumlah pelepah, jumlah pelepah anakan yang dipelihara dan dapat mengurangi kompetisi penyerapan hara sesama anakan serta membuka ruang terbuka bagi tanaman untuk mendapatkan cahaya (Manaroinsong 2014).
Fisiologi Tanaman
Fotosintesis merupakan suatu reaksi anabolik yang mengkonversi air dan karbondioksida menjadi glukosa dan oksigen dengan energi foton dari cahaya matahari. Akumulasi pati pada sagu bergantung pada asimilasi CO2 setiap tanaman, yang dapat dihitung dengan mengalikan laju fotosintesis per luas daun dengan total luas daun per ha. Pada pertumbuhan awal, tanaman sagu dapat meningkatkan luas daun dengan kondisi banyak mendapat sinar matahari (Flach and Schuiling 1991).
Kerapatan Stomata
Daun bisa beradaptasi dengan lingkungan untuk meningkatkan fotosintesis melalui pengaturan laju pertukaran gas. Kecepatan pertukaran gas pada daun ter- gantung kepada banyaknya stomata per luas daun dan lebar pembukaan stomata. Konduktansi stomata mencerminkan kondisi kemudahan stomata untuk per- tukaran gas CO2 dan air. Semakin banyak dan lebar pembukaan stomata maka semakin tinggi konduktansi stomata dan semakin tinggi pertukaran CO2 per satuan luas daun, karena itu konduktansi stomata juga mencerminkan level fotosintesis (Taiz dan Zeiger 2010). Kerapatan stomata menurun pada kondisi di bawah naungan.
Jumlah stomata menjadi salah satu indikator kemampuan tanaman dalam melakukan kegiatan fotosintesis maupun respirasi. Fotosintesis tanaman berkaitan dalam hal penyerapan CO2 dari udara, sehingga dengan tingginya kerapatan stomata kemungkinan penyerapan CO2 akan semakin banyak. Kerapatan stomata pada tanaman contoh saat tanaman berumur 2 tahun setelah tanam pada permukaan atas (adaxial) 50.88 – 101.76 mm-2, sedangkan kerapatan stomata pada bagian bawah (abaxial) sekitar 251.4 - 369.2 mm-2.
Menurut Omori et al. (2000) kerapatan stomata pada permukaan abaxial dapat meningkat dari umur 1-3 tahun (400~900 mm-2), kemudian sedikit demi sedikit meningkat hingga mendekati nilai 1 000 mm-2 pada umur 5 tahun yaitu pada fase pembentukan batang. Pada permukaan adaxial, kerapatan stomata juga meningkat seiring dengan penuaan tanaman. Pada perlakuan bobot anakan maupun periode pembibitan memiliki kerapatan stomata yang tidak berbeda nyata. Kerapatan stomata bagian abaxial memiliki kerapatan stomata yang lebih tinggi daripada bagian adaxial (Tabel 5). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Naito et al. (2005) bahwa kerapatan stomata bagian abaxial lebih besar daripada permukaan adaxial. Perbedaan kerapatan stomata pada bagian abaxial dan adaxial pada daun yang sama dapat dilihat pada Gambar 6. Amarillis et al. (2011) menyatakan bahwa setiap aksesi sagu memiliki perbedaan kerapatan stomata, sehingga dapat mempengaruhi proses fotosintesis.
17 Tabel 5. Kerapatan stomata setiap mm2 pada pengamatan bulan Maret 2013
Perlakuan Adaxial Abaxial 2-4 kg 88.9 351.5 4-8 kg 72.53 270.0 Uji F tn tn 2 minggu 50.88 251.4 4 minggu 96.34 354.6 8 minggu 101.76 369.2 12 minggu 77.59 297.3 Uji F tn tn
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5%
Selain itu, Omori et al. (2000) menyatakan bahwa panjang stomata, permukaan adaxial lebih panjang (12~15 µm) daripada permukaan abaxial (9~14
µm) pada semua umur tanaman. Panjang stomata dari kedua permukaan menurun seiring dengan umur tanaman dari umur 1-3 tahun, tetapi tidak begitu berubah setelahnya.
a b
Gambar 6 Salah satu contoh stomata a) bagian atas (adaxial) dan b) bagian bawah (abaxial) daun sagu dengan perbesaran ukuran 20 µm
Sel-sel palisade biasanya dijumpai pada bagian adaxial (atas) daun, berbentuk tiang, dan mengandung klorofil. Sel parenkima palisade bisa berbentuk barisan dengan satu lapisan atau dua lapisan. Stomata terletak di bagian epidermis. Stomata merupakan pintu untuk pertukaran gas antara jaringan dalam tumbuhan dan lingkungannya. Pada tumbuhan darat, umumnya stomata tersebar pada epidermis bawah. Beberapa tanaman mempunyai stomata pada kedua permukaan daunnya, sehingga kerapatan stomata daun berbeda-beda.
Kandungan gula dan pati pada daun tanaman
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau
melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada
jenis tanamannya. pati sagu adalah simple starch grain/butiran pati berbentuk oval
dan berbentuk kumparan/gelendong kubus (Nitta et al. 2010; Yamamoto et al. 2007).
18
Tabel 6. Analisis gula dan pati pada daun Perlakuan pati (%) gula (%)
2-4 kg 3.62 25.52 4-8 kg 4.87 22.60 Uji F tn tn 2 minggu 3.65 21.12 4 minggu 5.80 23.33 8 minggu 4.69 25.77 12 minggu 2.99 26.14 Uji F tn tn
Takemori et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan gula total pada daun sagu 10-45% dari total gula pada satu tanaman sagu, sedangkan kandungan pati di daun hanya 1-5. Konsentrasi gula total lebih tinggi di daun daripada di batang, walaupun konsentrasi pati lebih tinggi di batang daripada daun. Kandungan pati pada tanaman yang dirawat yaitu 10-20% lebih tinggi daripada tanaman tanpa pemeliharaan. Kandungan gula dan pati total sekitar 35-140 kg dan 75-1030 kg.