• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Biokimia, Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Kimia, Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah kupang putih yang diperoleh dari pantai desa Balongdowo, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah garam dan ekstrak buah nenas muda. Selain bahan-bahan tersebut digunakan pula bahan-bahan kimia untuk analisis kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, pH, TPC, serta NPN, diantaranya akuades, pelarut peroleum eter, tablet kjeltab, NaOH, H2SO4, H3BO3, HCl, TCA, buffer pH 4 dan pH 7, indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,2% dalam alkohol, 2:1), larutan garam fisiologis, dan media Nutrien Agar.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan condiment antara lain pisau,

timbangan, baskom, talenan, ember, dan inkubator, serta alat-alat lain di laboratorium yang digunakan untuk analisis seperti oven, timbangan analitik,

desikator, cawan porselin, rangkaian alat destruksi dan destilasi, labu kjeldahl, erlenmeyer, inkubator, autoklaf, tanur, homogenizer, cawan petri, kompor listrik, alat ekstraksi soxhlet, dan pH-meter.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan rendemen daging kupang putih, kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus, serta konsentrasi ekstrak nenas yang terpilih dengan menggunakan metode Bayes. Penetapan konsentrasi ekstrak nenas terpilih, hanya dilakukan pada penelitian pendahuluan. Konsentrasi ekstrak nenas yang terpilih yaitu sebesar 15%.

Konsentrasi ekstrak nenas sebesar 15% ini, akan digunakan sebagai dasar penggunaan konsentrasi ekstrak nenas dalam penelitian utama.

Penelitian utama dilakukan untuk menentukan kadar proksimat, yang meliputi kadar air, protein, lemak, abu, serta karbohidrat (by difference). Selain itu, juga dilakukan analisis kandungan Nitrogen-non protein (NPN), pH, serta

Total PlateCount (TPC). Analisis dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, serta hari ke-21 dari lamanya waktu fermentasi. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

Proses pembuatan condiment kupang putih, diawali dengan pencucian, pengambilan daging, dan penimbangan untuk mengetahui rendemen daging kupang putih. Tahap selanjutnya adalah penambahan ekstrak nenas ke dalam daging kupang putih yang sudah dilumatkan. Konsentrasi ekstrak nenas yang ditambahkan adalah konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20% (v/b) dari berat daging kupang putih. Masing-masing konsentrasi kemudian ditambahkan garam sebanyak 25% (b/b). Campuran daging kupang putih, garam, dan ekstrak nenas

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaca dan diinkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C. Hasil hidrolisa, kemudian difermentasi tanpa

penambahan kultur. Fermentasi dilakukan selama 7, 14, dan 21 hari. Produk hasil fermentasi masing-masing ditambahkan air mineral pH 7 sebanyak 100 ml yang bertujuan untuk mempermudah proses pengadukan dan mencegah kerusakan fisik pada saat pemasakan dengan suhu (700C - 800C selama 15 menit). Gambar 4 dan Gambar 5, menunjukkan diagram alir pembuatan condiment pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Keterangan * : Yang dimodifikasi

Gambar 4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian pendahuluan (dimodifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983). Pencucian Penyiangan Pemasakan (70 – 80) 0C selama 15 menit Analisis : - Organoleptik skala hedonik - Analisis proksimat (air, protein, abu, lemak, karbohidrat (by difference) Kupang putih Penggilingan Penimbangan Pencampuran

Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C

Condiment Penambahan air 100 ml - Garam halus * 25% (b/b) - Ekstrak nenas : 0%,5%, 10%, 15%, 20% (v/b)

Keterangan * : Yang dimodifikasi

Gambar 5 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian utama (modifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983).

3.4 Prosedur Pengujian

Analisis yang dilakukan pada sampel condiment adalah perhitungan rendemen kupang putih, pengujian logam berat Pb dan Cd kupang putih, uji organoleptik skala hedonik dan analisis proksimat (air, protein, lemak, abu,

karbohidrat by difference) pada penelitian pendahuluan. Sedangkan pada penelitian utama akan dilakukan analisis proksimat, Non Protein Nitrogen

(NPN), pH, serta TPC selama waktu fermentasi 7, 14, serta 21 hari. Pencucian

Penyiangan

Pemasakan (70 – 80) 0C, selama 15 menit

Analisis : - Analisis proksimat - Analisis NPN (Nitrogen-Non Protein) - Analisis pH - Analisis TPC (Total Plate Count) Penggilingan Penimbangan Pencampuran

Fermentasi (7, 14, dan 21 hari)

Condiment Penambahan air 100 ml - Garam halus * 25% (b/b) - Ekstrak nenas 15% (v/b) Kupang putih

Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C

3.4.1 Perhitungan rendemen (Hafiz 2008)

Rendemen merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.

3.4.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan pada hari ke-7, 14, serta hari ke-21 dari lama waktu proses fermentasi. Analisis proksimat dilakukan pada penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

3.4.2.1 Analisis kadar air (SNI 01-2354.2-2006)

Persiapan awal yang harus dilakukan adalah mengkondisikan oven yang akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil. Selanjutnya cawan kosong dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam. Setelah itu, cawan kosong dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit, sampai mencapai suhu ruang dan bobot cawan kosong ditimbang (A). Contoh yang telah dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan (B). Cawan yang telah

berisi contoh, kemudian dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada suhu 105 0C selama 4 jam. Tahap selanjutnya adalah mengeluarkan cawan dengan

menggunakan alat penjepit dan memasukkan cawan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian cawan ditimbang (C). Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

Keterangan : A : berat cawan kosong (g) B : berat cawan + contoh awal (g) C : berat cawan + contoh kering (g)

3.4.2.2 Analisis kadar abu metode gravimetri (SNI 01-2354.1-2006)

Tahapan awal dimulai dengan memasukkan cawan porselin kosong ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap

sampai mencapai suhu 550 0C, dan suhu tungku pengabuan dipertahankan pada % Rendemen = berat daging sampel x 100%

berat sampel utuh

Kadar air (%) = B-C x 100% B-A

suhu 550 0C ± 5 0C. Proses pengabuan dilakukan selama 8 jam, sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya menjadi sekitar 40 0C, dan keluarkan cawan porselin dengan menggunakan

penjepit. Cawan porselin kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Bila abu belum berwarna putih, harus dilakukan pengabuan

kembali. Untuk melakukan pengabuan kembali, abu dilembabkan/dibasahi dengan aquades secara perlahan dan dikeringkan dengan menggunakan hot plate. Proses pengabuan selanjutnya dilakukan kembali seperti prosedur pengabuan yang telah tercantum. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

3.4.2.3 Analisis kadar protein metode kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006)

Sampel ditimbang sebanyak 2 g pada kertas timbang, lipat-lipat dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Tahap berikutnya adalah menambahkan 2 buah tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 ml H2SO4 pekat (95%-97%), serta 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan, dan kemudian didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap destruksi dilakukan pada suhu 410 0C selama 2 jam atau sampai larutan jernih. Setelah tahap destruksi selesai, larutan kemudian didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambah dengan 50-75 ml akuades.

Tahap destilasi dilakukan dengan cara menyiapkan penampung hasil destilasi, berupa erlenmeyer yang telah berisi 25 ml larutan H3BO3 4% dan indikator. Labu destruksi yang telah berisi hasil destruksi, kemudian labu dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Larutan natrium hidroksida-thiosulfat sebanyak 50-75 ml kemudian ditambahkan, dan dilakukan destilasi. Destilat yang dihasilkan, selanjutnya ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi kuning). Tahap berikutnya adalah melakukan titrasi pada destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah distandarisasi sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral. Pengerjaan beberapa tahapan uji juga dilakukan pada blanko. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

Kadar abu (%) = Bobot abu (g) x 100% Bobot sampel (g)

3.4.2.4 Analisis kadar lemak (SNI 01-2354.3-2006)

Persiapan yang dilakukan adalah menimbang labu takar kosong (A). Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 2 g (B). Sampel dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Tahapan berikutnya adalah menambahkan berturut-turut kloroform sebanyak 150 ml dan selongsong lemak ke dalam alat ekstraksi soxhlet. Pemasangan rangkaian alat soxhlet harus dilakukan dengan benar. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 0C selama 8 jam. Setelah tahap ekstraksi dilakukan, selanjutnya dilakukan evaporasi campuran lemak dan kloroform dalam labu takar sampai kering. Labu takar yang berisi lemak selanjutnya dimasukkan ke dalam oven suhu 105 0C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa kloroform dan uap air. Labu dan lemak dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Labu takar yang berisi lemak (C) ditimbang sampai didapatkan berat yang konstan. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

Keterangan :

A : Berat labu takar kosong (g) B : Berat contoh (g)

C : Berat labu takar dan lemak hasil ekstraksi (g)

3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat (by difference) (Winarno 1997)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya.

N(%) = (ml HCl – ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100% mg sampel

Lemak (%) = C-A x 100% B

Protein (%) = % N x faktor konversi (6,25)

Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

3.4.3 Penilaian Sensori

Penilaian sensori merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk menentukan mutu produk pangan. Cara penilaian mutu suatu bahan pangan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara obyektif dan subyektif. Pengujian obyektif merupakan suatu pengujian dengan menggunakan alat atau instrumen dan faktor manusia dapat diabaikan, sehingga pengukuran menjadi lebih obyektif. Sedangkan pengujian subjektif merupakan pengujian dengan bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat citarasa suatu bahan.

Penilaian sensori secara subjektif dilakukan dengan menggunakan skala hedonik. Tujuan penilaian dengan skala hedonik adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk melalui penilaian terhadap beberapa atribut produk seperti warna, rasa, dan aroma. Menurut Winarno (1997), penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya.

Pada uji sensori skala hedonik ini, panelis diminta memberikan tanggapan (respon) secara pribadi terhadap tingkat kesukaan suatu produk. Nilai kesukaan panelis dinyatakan dalam beberapa tingkat skala kesukaan. Rentang skala hedonik 1-3, 1-5, 1-7, atau 1-9 tergantung keperluan dan kedalaman pengujian. Sampel disajikan dengan memberikan nomor secara acak dan panelis dengan jumlah 60 orang diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma, rasa. Uji skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis dalam 7 skala kesukaan (1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka) (Soekarto 1985).

% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

Parameter pengujian pada penelitian condiment kupang putih ini meliputi warna, aroma, rasa dan penampakan condiment kupang putih. Uji sensori skala hedonik dilakukan pada saat penelitian pendahuluan saja, dengan perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda. Rasa bahan makanan lebih banyak melibatkan indera lidah. Menurut Winarno (1997), indera pencicip dapat membedakan empat macam rasa utama, yaitu asin, asam, manis dan pahit. Selain itu, dikenal pula rasa umami yaitu sebutan untuk rasa gurih yaitu karakteristiknya mirip monosodium glutamat (MSG).

Aroma makanan dapat menentukan kelezatan makanan tersebut. Alat indera hidung merupakan alat yang digunakan untuk menilai aroma makanan yang diuji. Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan disampaikan ke otak merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik, dan hangus.

Warna merupakan faktor utama yang menentukan dalam penilaian bahan pangan sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara visual. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 1997).

3.4.4 Analisis Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.3-2006)

Prinsip perhitungan Total Plate Count yaitu menghitung jumlah mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik, mesofilik, dan termofilik) yang

tumbuh pada media Nutrient Agar, setelah itu contoh diinkubasikan pada suhu 35 0C ± 1 0C selama 48 jam. Mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu

media agar, maka organisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total dapat dihitung dengan dua cara. Metode pertama yang dapat digunakan, yaitu metode cawan agar tuang, dengan cara menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Pada metode cawan agar tuang untuk menghindari berkurangnya populasi bakteri akibat panas berlebihan, maka media agar yang akan dituang mempunyai suhu 45 0C ± 1 0C.

Contoh ditimbang secara aseptik sebanyak 10 g dan ditambah dengan 90 ml larutan butterfield’s phosphate buffered , dihomogenkan selama 2 menit.

Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Homogenat sebanyak 1 ml diambil dengan menggunakan pipet steril, dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran 10-3 didapatkan dengan cara mengambil 1 ml contoh dari

pengenceran 10-2 dan memasukkannya ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan

minimal 25 kali. Dalam membuat larutan dengan pengenceran 10-4, 10-5, dan seterusnya, dapat dilakukan melalui cara yang sama dengan sebelumnya. Setelah tahap pengenceran selesai dilakukan, 1 ml contoh dari setiap pengenceran 10-1, 10-2, dan seterusnya diambil dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk setiap pengenceran dilakukan secara duplo (dua kali). Nutrien Agar yang sudah didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 45 0C ± 1 0C, selanjutnya ditambahkan ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi contoh sebanyak 12 ml-15 ml. Supaya contoh dan media Nutrien Agar tercampur sempurna, maka dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang, serta ke kanan dan ke kiri. Cawan yang mengandung jumlah 25 koloni-250 koloni, merupakan cawan yang dipilih. Perhitungan koloni pada cawan petri, sebagai berikut :

Keterangan :

N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g ∑ C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d : Pengenceram pertama yang dihitung

3.4.5 Analisis logam berat (Pb) dan (Cd) (SNI 01-2354.7-2006)

Untuk produk basah, sebelumnya dilakukan pengukuran kadar air sampel terlebih dahulu. Setelah itu, cawan porselen tertutup disiapkan dan buka separuh permukaannya untuk meminimalkan kontaminasi dari debu selama pengeringan. Cawan porselen kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada

N = ∑ C x 100% [(1 x n1) + (0,1 x n2)] x (d)

suhu 103 0C ± 1 0C selama 2 jam. Setelah kering, cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian dilakukan penimbangan dan pencatatan bobot cawan. Produk basah yang telah dikeringkan selanjutnya ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dicatat bobot cawan yang telah berisi sampel. Untuk kontrol positif, dilakukan penambahan 0,25 ml larutan standard timbal 1 mg/l ke dalam contoh sebelum dimasukkan ke dalam tungku pengabuan. Kontrol positif kemudian diuapkan dengan menggunakan hot plate sampai kering

pada suhu 100 0C.

Contoh dan kontrol positif kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengabuan dan separuh permukaannya ditutup. Suhu tungku pengabuan

dinaikkan secara bertahap 100 0C setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C dan pengabuan dilakukan selama 18 jam. Contoh dan kontrol positif kemudian dikeluarkan dari tungku pengabuan dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah dingin, contoh dan kontrol positif ditambah dengan 1 ml HNO3 65%, serta dikocok secara hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam.

Tahapan selanjutnya adalah menguapkan cairan yang terdapat pada sampel dengan menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. Setelah kering, contoh dan kontrol positif dimasukkan kembali ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap 100 0C setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C serta dipertahankan selama 3 jam. Setelah abu terbentuk sempurna (berwarna putih), contoh dan kontrol positif didinginkan pada suhu ruang. HCl 6M sebanyak 5 ml selanjutnya ditambahkan ke dalam masing-masing contoh dan kontrol positif, kocok secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Selanjutnya, sampel diuapkan dengan menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. HNO3 0,1 M sebanyak 10 ml kemudian ditambahkandan sampel didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Larutan selanjutnya dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml (polypropylene).

Larutan standar juga disiapkan, minimal 3 (tiga) titik kadar ( 5µg/l, 10µg/l, dan 20µg/l). Pembacaan terhadap larutan standar, contoh, dan kontrol positif

panjang gelombang 228,8 nm dengan graphite furnace. Kadar contoh dapat ditentukan dengan berdasar pada kurva kalibrasi.

Keterangan :

D : Kadar contoh µ g/l dari hasil pembacaan AAS

E : Kadar blanko contoh µg/l dari hasil pembacaan AAS V : Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml) Fp : Faktor pengenceran

Ww : Berat basah contoh (g)

3.4.6 Analisis nitrogen-non protein (NPN) (Apriyantono dkk 1989)

Untuk persiapan, sampel ditimbang sebnayak 2 g, lalu dipindahkan ke dalam labu kjeldahl. Selanjutnya 50 ml akuades dan batu didih ditambahkan juga ke dalam labu kjeldahl, tunggu hingga mendidih tetapi harus dijaga jangan sampai kering. Sementara hasil ekstrak masih panas, kemudian ditambahkan 2 ml aluminium sulfat dan dicampur sampai merata. Selanjutnya larutan dipanaskan kembali hingga mendidih, kemudian ditambahkan pula larutan tembaga sulfat sebanyak 50 ml dan dicampur hingga merata, serta dibiarkan sampai dingin. Tahapan berikutnya adalah dilakukan penyaringan larutan sampel dengan menggunakan kertas saring dan corong. Filtrat yang didapat kemudian ditampung dalam labu kjeldahl. Kadar nitrogen yang terdapat pada filtrat dapat ditentukan dengan menggunakan metode mikro kjeldahl.

Perhitungan :

Keterangan : S : Hasil penitaran sampel (ml)

B : Hasil penitaran sampel blanko (ml) N : Normalitas HCl

F : Faktor konversi protein (6,25)

%N = (S-B) x NHCl x 14,007 x 100 mg sampel

Kadar NPN = %N x F

Kadar Pb dan Cd µg/g = (D-E) x Fp x V (ml) x 1 liter 1000 ml Ww

3.4.7 Pengukuran nilai pH (Suzuki 1981)

Sebelum melakukan pengukuran, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 dan batang probe dibilas dengan menggunakan akuades. Selanjutnya batang probe dicelupkan kembali pada buffer pH 7, serta membilasnya kembali dengan akuades. Perhitungan sampel dilakukan dengan cara menimbang 5 gram sampel kemudian dihomogenkan dalam 45 ml akuades dingin. Setelah homogen, diukur pH-nya dengan pH-meter. Pengukuran menggunakan pH meter digital.

3.5 Pemilihan Condiment Terbaik berbasis Indeks Kinerja (Marimin 2004) Analisis pengambilan keputusan untuk menentukan konsentrasi terbaik pada penelitian utama, menggunakan metode Bayes. Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan yang optimal perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004). Sebelum dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap beberapa parameter yang diamati berdasarkan indeks kepentingan dengan mempertimbangkan pendapat ahli.

Nilai kepentingan setiap masing-masing parameter didasarkan pada parameter yang paling dipentingkan sampai yang tidak terlalu dipentingkan. Parameter yang dibobot dalam metode ini meliputi parameter analisis sensori, serta parameter analisis proksimat (kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, serta kadar karbohidrat by difference). Parameter yang dianggap paling penting pada produk condiment kupang putih secara berturut-turut yaitu parameter rasa, aroma, penampakan dan warna, kadar protein dan kadar lemak, kadar air, kadar abu dan kadar karbohidrat by difference.

Secara subjektif parameter rasa pada condiment merupakan parameter paling utama dalam penerimaan produk. Menurut Mizutani et al. (1992), metode fermentasi yang digunakan untuk memproduksi pasta condiment

bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizinya. Parameter penampakan memiliki nilai kepentingan yang sama dengan parameter warna.

Sedangkan Parameter objektif berupa nilai kadar protein dan lemak condiment

juga lebih diutamakan diantara parameter objektif yang lainnya.

Bobot dari setiap parameter diperoleh berdasarkan manipulasi matriks. Matriks diperoleh dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian dikuadratkan. Nilai bobot diperoleh dari perbandingan antara hasil penjumlahan setiap baris matriks dengan nilai total hasil penjumlahan baris matriks. Nilai bobot kemudian dikalikan dengan nilai rangking. Total nilai hasil perkalian antara nilai rangking dengan nilai bobot digunakan untuk menentukan condiment yang terbaik. Total nilai yang tertinggi yang didapatkan dari hasil perkalian nilai bobot dan rangking, merupakan condiment terbaik pada penelitian pendahuluan.

3.6 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak nenas sebagai sumber enzim bromelin, terdiri dari 5 taraf, yaitu konsentrasi ekstrak nenas 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (v/b) dari daging kupang putih dengan ulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991).

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i, ulangan ke-j µ = Rataan umum

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

i = Jumlah perlakuan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda (0%, 5%, 10%, 15%, 20%)

J = Ulangan

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode analisis ragam dengan uji F tabel untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi ekstrak nenas terhadap condiment. Perlakuan memberikan pengaruh nyata apabila

F hitung lebih besar dari pada F tabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf 0,05% (Steel dan Torrie 1993). Selanjutnya dilakukan uji besarnya pengaruh dari masing-masing taraf dengan menggunakan uji lanjut Tukey.

Uji sensori skala hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari uji sensori

dianalisis dengan menggunakan statistik non parametrik dengan metode uji Kruskal-Wallis dan apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut

Multiple Comparison (Steel dan Torrie 1993). Model matematika uji Kruskal-Wallis adalah:

Keterangan :

ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i t = Banyaknya pengamatan seri dan kelompok H' = H terkoreksi

Apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata (X2 hitung > dari X2 tabel (0,05), selanjutnya dilakukan uji Multiple Compariso.

Keterangan :

Ri = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan

n = jumlah total data

H = 12 ∑ Ri2– 3 (n+1) ; H' = H n (n+1) ni pembagi

Dokumen terkait