• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi proses hidrolisis enzimatis dan fermentasi dalam pengolahan condiment kupang putih (Corbula faba H.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi proses hidrolisis enzimatis dan fermentasi dalam pengolahan condiment kupang putih (Corbula faba H.)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PROSES HIDROLISIS ENZIMATIS DAN FERMENTASI DALAM PENGOLAHAN CONDIMENT

KUPANG PUTIH (Corbula faba H)

Ratih Dini Savitri

C34060694

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

RATIH DINI SAVITRI. C34060694. Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) Dibimbing Oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH.

Condiment merupakan bahan masakan Cina klasik yang pada dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam (Jiang et al 2006). Tujuan penelitian ini yaitu menentukan rendemen kupang putih (Corbula faba H); kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus; konsentrasi ekstrak nenas terpilih, serta kandungan proksimat, NPN, pH, serta TPC produk condiment selama waktu fermentasi (7, 14, dan 21 hari). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak nenas sebagai sumber enzim bromelin, terdiri dari 5 taraf, yaitu konsentrasi ekstrak nenas 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (v/b) dari daging kupang putih dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Rendemen daging kupang putih sebesar 20,45%. Logam berat Pb dan Cd tidak terdeteksi. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda, dapat mempengaruhi penampakan, rasa serta warna condiment. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter penampakan, berturut-turut sebesar 4,32 dan 5,05, pada konsentrasi ekstrak nenas 5% dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter rasa, berturut-turut sebesar 2,55 dan 4,10, pada konsentrasi ekstrak nenas 20 % dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter warna, berturut-turut sebesar 4,12 dan 4,98, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter aroma, berturut-turut sebesar 2,67 dan 2,98, pada konsentrasi ekstrak nenas 20% dan 0%.

Analisis proksimat condiment meliputi, kadar air tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 66,47 % dan 59,55 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 15%. Kadar protein tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 13,87 % dan 7,38 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 0 % dan 5%. Kadar abu tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 6,78 % dan 6,24 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 5 %. Kadar lemak tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 8,86 % dan 7,16%, pada konsentrasi ekstrak nenas 5 % dan 0 %. Kadar karbohidrat by difference tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 18,27 % dan 7,01 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 15 % dan 0 %. Analisis dengan metode Bayes, menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak nenas 15% merupakan konsentrasi terpilih. Konsentrasi tepilih akan digunakan dalam penelitian utama.

(3)

APLIKASI PROSES HIDROLISIS ENZIMATIS DAN FERMENTASI DALAM PENGOLAHAN CONDIMENT

KUPANG PUTIH (Corbula faba H)

RATIH DINI SAVITRI

C34060694

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih

(Corbula faba H.) Nama Mahasiswa : Ratih Dini Savitri NIM : C34060694

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Ir. Djoko Poernomo, B.Sc) (Dra. Pipih Suptijah, MBA) NIP. 19580419 198303 1 001 NIP. 19531020 198503 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

(Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.) NIP. 19580511 198503 1 002

Tanggal Lulus :

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Aplikasi Proses Hidrolisis

Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.)” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber-sumber

data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

Ratih Dini Savitri

C34060694

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Februari 1989 di

Lamongan, Jawa Timur, dari pasangan Bapak Puthut

Suyanto dan Ibu Rasmi. Penulis adalah anak pertama dari

tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal tahun

1992-1994 di TK Aisyiah Bustanul Athfal. Tahun

1994-2000 di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah- 04 Blimbing,

Tahun 2000-2003 di SLTPN 6 Tuban, Jatim. Tahun 2003-2006 di SMU Darul ’Ulum 2 BPP-Teknologi Jombang, Jatim. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) .

Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai

organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Alumni Darul Ulum (IKALUM) sebagai

staff keputrian tahun 2007-2008, Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan

(HIMASILKAN) sebagai Sekretaris Divisi Informasi tahun 2007-2008, Forum for

Scientific Student (FORCES) sebagai anggota tahun 2006-2008, Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ”Koran biRU” sebagai reporter tahun 2008 dan redaktur pelaksana tahun 2009. Penulis juga aktif sebagai asisten

praktikum m.k. Ikhtiologi pada periode 2008-2009, asisten m.k Diversifikasi dan

Pengembangan Produk Hasil Perairan, serta asisten m.k Teknologi Pemanfaatan

Hasil Samping dan Limbah periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif

dalam kepanitiaan berbagai kegiatan mahasiswa di IPB.

Penulis melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah

bimbingan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Pipih Suptijah, MBA.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tugas akhir yang berjudul ” Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan

Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) ”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan pada program sarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu,

terutama kepada :

1) Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA

selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan yang

diberikan kepada penulis.

2) Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen penguji atas segala bimbingan,

pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3) Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi,M.Si selaku dosen pembibing akademik atas

bimbingannya selama perkualiahan.

4) Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill selaku Ketua Departemen

Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor.

5) Ayah, Ibu, Adik-adikku, untuk dukungan yang diberikan baik dukungan

materiil maupun moral yang telah diberikan kepada penulis.

6) Seluruh laboran Departemen Teknologi Perairan, khususnya bu Emma,

mbak Silvi, dan mbak Lastri, Mas Zaki atas bantuannya.

7) Seluruh staff Tata Usaha Departemen Teknologi Hasil Perairan atas

bantuan administrasi.

8) Teman-teman angkatan 43, khususnya Wati, Patma, Nanda, Nico, Umi,

Molly, Dwi, Epul, Tyas, Hasanah, Era, Aci, serta teman-teman yang

lainnya trimakasih atas bantuannya.

9) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Teknologi Hasil

(8)

Perikanan, Universitas Brawijaya, khususnya Rini, Tyas, mbak Fitrah,

mbak Mey, Dini, Friska, mbak Reni, mbak Ratih, mbak Gita, Adel, Ina,

Ica, Mita, Rista, Marco, mbak Rissa, mbak neneng, dan mbak Yushinta,

terimakasih atas bantuannya selama penelitian.

10) Teman-teman angkatan 42, 44, serta 45, terimakasih atas kebersamaannya

selama ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, April 2011

Ratih Dini Savitri

C34060694

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kupang Putih... .. 3

2.2 Habitat Kupang Putih ... 4

2.3 Komposisi Kimia Kupang Putih ... 4

2.4 Condiment ... 5

2.4.1 Deskripsi condiment ... 5

2.4.2 Teknik pembuatan condiment ... 5

2.4.3 Kandungan gizi condiment ... 6

2.5 Fermentasi... 7

2.6 Enzim Bromelin ... 8

3 METODOLOGI ... 11

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat Penelitian. ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.4 Prosedur Pengujian ... 14

3.4.1 Pengukuran rendemen (Hafiz 2008) ... 15

3.4.2 Analisis proksimat ... 15

3.4.2.1 Analisis kadar air (SNI 2006) ... 15

3.4.2.2 Analisis kadar abu (SNI 2006) ... 15

3.4.2.3 Analisis kadar protein (SNI 2006) ... 16

3.4.2.4 Analisis kadar lemak (SNI 2006) ... 17

3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat (Winarno 1997)... 17

3.4.3 Penilaian Sensori ... 18

3.4.4 Analisis Total Plate Count ... 19

3.4.5 Analisis Logam Berat Pb dan Cd ... 20

(10)

3.4.6 Analisis Nitrogen-non protein ... 22

3.4.7 Pengukuran nilai pH... 23

3.5 Pemilihan Condiment Terbaik berbasis Indeks Kinerja ... 23

3.6 Rancangan Percobaan ... .... 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 26

4.1.1 Rendemen kupang putih ... 26

4.1.2 Logam berat kupang putih ... 26

4.1.3 Uji sensori ... 28

4.1.4 Analisis proksimat kupang putih dan condiment pendahuluan ... 35

4.1.4.1 Kadar air ... 36

4.1.4.2 Kadar protein... 38

4.1.4.3 Kadar abu ... 39

4.1.4.4 Kadar lemak... 41

4.1.4.5 Kadar karbohidrat by difference ... 42

4.1.5 Pemilihan condiment terbaik berbasis indeks kinerja ... 44

4.2 Penelitian Utama ... 46

4.2.1 Analisis proksimat condiment lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 46

4.2.1.1 Kadar air ... 47

4.2.1.2 Kadar protein ... 47

4.2.1.3 Kadar abu ... 49

4.2.1.4 Kadar lemak ... 50

4.2.1.5 Kadar karbohidrat by difference ... 51

4.2.2 Analisis Nitrogen-non protein ... 51

4.2.3 Analisis pH ... 53

4.2.4 Analisis Total Plate Count ... 54

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran... . 57

DAFTAR PUSTAKA ... .. 58

LAMPIRAN... 63

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1 Kandungan gizi condiment jenis kerang Crassostrea gigas

selama masa fermentasi dua bulan ... 7

2 Nilai rata-rata analisis proksimat bahan baku dan condiment

kupang putih dengan lama inkubasi 7 hari ... 36

3 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter subjektif dan

objektif ... 45

4 Hasil pembobotan condiment kupang putih ... 46

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Kupang Putih (Corbula faba H.) ... 3

2 Diagram proses pembuatan kecap keong sawah

(Indrawati 1983) ... 6

3 Proses hidrolisis enzimatis ... 7

4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian

pendahuluan ... 13

5 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian

utama ... 14

6 Histogram uii sensori skala hedonik penampakan condiment

kupang putih ... 29

7 Histogram uii sensori skala hedonik warna condiment

kupang putih ... 30

8 Histogram uii sensori skala hedonik aroma condiment

kupang putih ... 32

9 Histogram uii sensori skala hedonik rasa condiment

kupang putih ... 34

10 Nilai rata-rata kadar air condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 37

11 Nilai rata-rata kadar protein condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 38 12 Nilai rata-rata kadar abu condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 40 13 Nilai rata-rata kadar lemak condiment kupang putih

dengan lama inkubasi 7 hari... 41 14 Nilai rata-rata kadar karbohidrat by difference condiment

kupang putih dengan lama inkubasi 7 hari ... 43

15 Histogram nilai rata-rata kadar air condiment kupang putih

dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 47

16 Histogram nilai rata-rata kadar protein condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 48

17 Histogram nilai rata-rata kadar abu condiment kupang putih

dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 49

(13)

18 Histogram nilai rata-rata kadar lemak condiment kupang putih

dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 50

19 Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat by difference

condiment kupang dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari .. 51

20 Histogram nilai rata-rata nitrogen non protein condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 52

21 Nilai rata-rata pH condiment kupang putih dengan lama

fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 53

22 Nilai rata-rata Total Plate Count (TPC) condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 54

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1a Data perhitungan rendemen kupang putih segar ... 63

1b Data hasil uji logam berat Pb dan Cd ... 63

2 Tabel scoresheet uji sensori skala hedonik ... 64

3 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter penampakan ... 65

4 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter penampakan ... 66

5a Hasil uji Kruskal Wallis penampakan condiment ... 67

5b Hasil uji lanjut Tukey penampakan condiment ... 67

6 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter ... 68

warna ... 7 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter warna ... 69

8a Hasil uji Kruskal Wallis warna condiment ... 70

8b Hasil uji lanjut Tukey warna condiment ... 70

9 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter aroma ... 71

10 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter aroma ... 72

11 Hasil uji Kruskal Wallis aroma condiment ... 73

12 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter rasa ... 74

13 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter rasa ... 75

14a Hasil uji Kruskal Wallis rasa condiment ... 76

14b Hasil uji lanjut Tukey rasa condiment` ... 76

15a Data perhitungan analisis proksimat kupang putih ... 77

15b Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 0% ... 77

15c Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 5% ... 77

16a Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 10% ... 78

(15)

16b Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi

ekstrak nenas (enzim bromelin) 15% ... 78 16c Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi

ekstrak nenas (enzim bromelin) 20% ... 78 17a Hasil analisis ragam parameter kadar air condiment

kupang putih ... 79 17b Hasil uji lanjut Duncan kadar air condiment

kupang putih ... 79 18a Hasil analisis ragam parameter kadar protein condiment

kupang putih ... 80 18b Hasil analisis ragam parameter kadar karbohidrat

by different condiment kupang putih ... 80 19 Hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik

pada penelitian pendahuluan ... 81 20 Lanjutan hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik pada penelitian pendahuluan ... . 82

21a Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama

(waktu fermentasi 7 hari)……….... 83 21b Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama

(waktu fermentasi 14 hari)……….... 83 21c Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama

(waktu fermentasi 21 hari)……… 83 22a Rekapitulasi data hasil uji NPN condiment kupang putih.. 84

22b Rekapitulasi data hasil uji pH condiment kupang putih…. 84

23 Dokumentasi proses produksi serta proses analisis kimia. 85

(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kupang putih merupakan salah satu komoditas hasil perairan yang

termasuk dalam filum mollusca. Hasil perairan merupakan bahan pangan yang

sangat mudah mengalami kerusakan biologis oleh enzim dan mikroorganisme

pembusuk, sehingga dibutuhkan penanganan khusus untuk mempertahankan

mutunya. Fermentasi merupakan salah satu cara pengawetan ikan yang dapat

dilakukan (Rahayu et al. 1992). Montano dan Wong (2004) menyatakan bahwa

fermentasi merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan produk pasta,

termasuk di dalamnya yang berasal dari ikan dan kerang-kerangan. Pembuatan

produk berupa kecap ikan, dapat dilakukan melalui empat cara, antara lain dengan

cara fermentasi, enzimatis, kimia, dan kombinasi enzimatis dengan fermentasi

(Purwaningsih dan Poernomo 1997).

Produk olahan kupang putih akhir-akhir ini mulai dikembangkan. Akan

tetapi, produk olahan yang dihasilkan hanya terbatas pada olahan seperti kerupuk

kupang, petis kupang, dan lontong kupang. Oleh karena itu, diversifikasi produk

berbahan baku kupang putih masih perlu dikembangkan. Condiment dapat

menjadi salah satu produk diversifikasi olahan kupang Condiment merupakan

salah satu produk pangan berupa saus kental yang berwarna agak kehitaman, yang

pada dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam, namun dalam

perkembangannya sudah mengalami banyak modifikasi (Jiang et al.2006).

Condiment tradisional pada umumnya diproduksi menggunakan teknik

fermentasi dengan penambahan konsentrasi garam yang tinggi, serta waktu

pemeraman antara 3 sampai 12 bulan (Young et al. 2004). Condiment dihasilkan

dari fermentasi daging kerang dengan konsentrasi garam 25%

(Dubois et al. 1956). Industri membutuhkan proses fermentasi yang berlangsung

lebih cepat. Proses fermentasi dapat dipercepat salah satunya dengan cara

penambahan enzim (Sukarsa et al. 1994). Oleh karena itu aplikasi hidrolisis

enzimatis serta fermentasi dalam proses pembuatan condiment kupang putih perlu

(17)

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1 Menentukan rendemen kupang putih (Corbula faba H).

2 Menentukan kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging kupang putih

(Corbula faba H) rebus.

3 Menentukan condiment terbaik pada penelitian pendahuluan, dari

perlakuan yang diujicobakan.

4 Menentukan kandungan proksimat, Nitrogen - Non Protein (NPN), pH,

Total Plate Count (TPC) condiment terbaik selama fermentasi 7, 14, serta

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kupang Putih (Corbula faba H.)

Terdapat beberapa jenis kupang, antara lain kupang putih (kupang beras),

kupang merah (kupang jawa), kupang tawon, kupang kawung, kupang sapi,

kupang kentos, kupang buntut, kupang gelatik, dan kupang mbekembek. Namun,

dari sekian banyak jenis kupang ini, yang sering ditangkap oleh para nelayan

di daerah sentra produksi kupang, adalah kupang putih dan kupang merah

(Prayitno dan Susanto 2000).

Gambar 1, menunjukkan morfologi kupang putih (Corbula faba H),

sedangkan klasifikasi kupang putih, sebagai berikut (Prayitno dan Susanto 2000) :

Filum : Mollusca

Kelas : Pelecypoda

Ordo : Vilobransia

Famili : Corbulidae

Genus : Corbula

Spesies : Corbula faba H.

Gambar 1 Kupang putih (Corbula faba H.)

Kupang putih (Corbula faba H.) merupakan salah satu jenis kerang yang

termasuk dalam phylum mollusca. Jenis kupang ini berbentuk cembung lateral dan

mempunyai cangkang dengan dua belahan serta engsel dorsal yang menutup

daerah seluruh tubuh. Kupang putih (Corbula faba H) ini mempunyai bentuk kaki

seperti bagian tubuh lainnya, yaitu cembung lateral sehingga disebut pelecypoda

(19)

5 mm – 12 mm. Tubuh kupang hanya menempati sebagian dari rumahnya, yaitu menempel pada tepi kulit dekat hinge ligament (Prayitno dan Susanto 2000).

2.2 Habitat Kupang Putih (Corbula faba H).

Kupang putih (Corbula faba H).termasuk biota pantai, hidup menetap

di dasar perairan berlumpur atau berpasir dan konsentrasi terbesar terdapat di

muara-muara sungai. Kupang putih (Corbula faba H). hidup menancap pada

lumpur sedalam lebih kurang 5 mm, dengan kedudukan tegak pada ujung kulitnya

yang berbentuk oval. Bila air surut dan keadaannya menjadi dingin, kupang putih

menancap lebih dalam pada lumpur, dan sebaliknya. Dibandingkan dengan

kupang merah, kupang putih lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan

setempat. Daya tahan hidup kupang putih di udara bebas lebih kurang 24 jam. Jika

mati, kulit kupang putih ini tidak membuka, sehingga tidak meimbulkan bau.

Pada udara bebas, kupang putih sedikit bergerak atau bahkan tidak bergerak. Jenis

kupang putih ini seringkali disebut kupang beras (Prayitno dan Susanto 2000).

Lingkungan perairan kupang putih kebanyakan terdapat diantara 2-4 mil

dari daratan pantai yang landai. Pada waktu air surut kedalamannya berkisar

antara 0,30 – 0,75 m, sedangkan pada waktu air pasang kedalamannya mencapai 3-4 m. Lebih lanjut diterangkan bahwa pada waktu air surut suhu rata-rata adalah

28,570C, sedangkan kadar garamnya adalah 24,27%. Pada waktu air pasang

(mulai pasang) suhu rata-ratanya adalah 28,700C, sedangkan kadar garamnya

adalah 29,32% (Subani et al. 1983).

2.3 Komposisi Kimia Kupang Putih

Protein kerang mempunyai kualitas yang tinggi, hal ini dapat ditentukan

melalui nilai asam amino esensial dan nilai biologisnya. Kerang-kerangan

mengandung asam amino bebas seperti halnya ikan dan kelompok krustacea.

Menurut Zaitsev et al. (1969), komposisi kerang sangat beraneka ragam. Hal ini

tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur, musim dan habitat (tempat hidup).

Komponen gizi yang terkandung dalam daging kupang putih meliputi kadar air

75,70%, kadar abu 3,09%, protein 10,85%, lemak 2,68%, dan karbohidrat 1,02%

(20)

2.4 Condiment

Flavour kerang pada makanan dapat dihasilkan dari produk pasta kerang

yang merupakan hasil dari proses fermentasi, yang pengolahannya mengacu

pada produk hasil fermentasi ikan atau udang dengan konsentrasi garam tinggi

dan diperam dalam waktu beberapa bulan. Produk akhir dari fermentasi ini adalah

pasta yang biasa dikonsumsi sebagai penambah rasa dan aroma pada beberapa

masakan tradisional (Montano et al.2004).

2.4.1 Deskripsi condiment

Terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai penambah rasa

nikmat dan memperindah penampakan pada makanan, diantaranya saus, kecap,

pasta, dan condiment. Condiment berupa saus kental berwarna agak kehitaman

dalam masakan Tionghoa yang dibuat dari bahan dasar tiram dan mempunyai

rasa gurih dan asin. Condiment merupakan bahan masakan Cina klasik yang pada

dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam, namun dalam

perkembangannya sudah mengalami banyak modifikasi (Jiang et al. 2006).

Condiment biasanya dimanfaatkan sebagai penambah rasa dan penguat aroma

makanan (Harold 2004).

2.4.2 Teknik pembuatan condiment

Condiment tradisional pada umumnya diproduksi menggunakan teknik

fermentasi atau pemeraman dengan penambahan konsentrasi garam yang tinggi,

dengan perbandingan antara bahan baku dan garam 3:1 dengan suhu 200C serta

waktu pemeraman antara 3 sampai 12 bulan (Young et al.2004).

Faktor-faktor yang berperan dalam pembuatan condiment meliputi bahan

baku, perlakuan pendahuluan, tahapan proses dan pengolahan lanjutan.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan condiment yaitu bahan baku hasil

perairan dalam kondisi segar. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan yaitu berupa

pencucian serta penyiangan bahan baku. Tahap proses pembuatan yaitu berupa

proses fermentasi. Tahap pengolahan lanjutan yaitu berupa pemasakan condiment

pada suhu 70-80 0C selama 15 menit.

Pada proses pembuatan condiment akan terjadi hidrolisis atau penguraian

(21)

yang khas (Rahayu et al. 1992). Modifikasi proses pembuatan condiment dapat

disetarakan dengan cara pembuatan kecap keong sawah yang sudah dilakukan

oleh Indrawati (1983) pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan kecap keong sawah (Indrawati 1983).

2.4.3 Kandungan gizi condiment

Metode fermentasi yang digunakan untuk memproduksi condiment

bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizinya. Selama

proses fermentasi kandungan air, protein, lemak, abu dan karbohidrat mengalami

perubahan akibat aktivitas bakteri atau kapang. Condiment dapat dihasilkan dari

fermentasi daging kerang dengan penambahan konsentrasi garam 25%

selama 3 - 12 bulan. Hasil akhir proses fermentasi yaitu berupa filtrat dan padatan

yang kemudian akan disaring dengan menggunakan saringan ukuran 40 mesh,

serta dilakukan pula pengurangan kadar garam dengan elektridializer

(Dubois et al. 1956). Kandungan gizi condiment dari jenis kerang

Crassostrea gigas selama masa fermentasi dua bulan dapat dilihat pada Tabel 1. Penimbangan

Pencucian

Penyiangan

Pencampuran

Fermentasi Keong Sawah

Kecap Keong Sawah

- Garam halus 20% (b/b) - Ekstrak nenas 5 % v/b

Penggilingan

(22)

Tabel 1 Kandungan gizi condiment jenis kerang Crassostrea gigas

selama masa fermentasi dua bulan

Komponen Jumlah (%)

Air 27,82

Protein 36,60

Lemak 1,36

Abu

Karbohidrat

1,61 32,60 Sumber : Young et al (2004)

2.5 Fermentasi

Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian

secara biologis atau semi biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama

protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan

terkontrol. Asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi

komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk.

Produk akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus

(Rahayu et al. 1992). Proses hidrolisis protein ikan yang paling efisien adalah

secara enzimatis, karena enzim menghasilkan peptida yang tinggi dan kurang

kompleks, serta mudah dipecah-pecah (Ariyani 2003). Hidrolisis enzimatik pada

dasarnya tidak berbeda dengan reaksi hidrolisis protein pada umumnya, namun

dengan reaksi enzimatik dapat merangsang munculnya flavor dari bahan baku

agar lebih tercium (Lyraz 1997). Dasar proses hidrolisis enzimatis adalah pemutusan ikatan peptida oleh enzim dengan bantuan air, secara kimiawi

(Gambar 3), sebagai berikut (Peterson 1981 diacu dalam Wardana 2008): -CHR’-CO-NH-CHR’’ + H2O CHR’-COOH + NH2-CHR’’

Gambar 3 Proses hidrolisis enzimatis

Hal penting yang perlu diamati pada pengolahan ikan adalah perubahan

daya cerna protein in vitro dan komposisi asam amino (Setyani dan Utomo 1999).

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam

bahan pangan. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik.

Semua organisme membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari metabolisme

(23)

pangan yang diubah selama fermentasi, yaitu makanan berprotein, lemak dan

asam-asam nukleat juga dapat dipecah yang berpengaruh pada flavour dan tekstur

bahan pangan. Fermentasi menyebabkan perubahan flavour yang dipertimbangkan

lebih disukai daripada bahan baku yang tidak difermentasi (Buckle et al. 1985).

Menurut Mizutani et al.(1992), proses fermentasi yang menghasilkan condiment,

dapat digunakan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizi.

Menurut Irianto (2008), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

proses fermentasi ikan adalah (a) mikroorganisme yang terdapat pada ikan dan

garam, (b) aktivitas proteolitik enzim pada ikan, (c) kondisi bahan baku yang

digunakan pada proses fermentasi, (d) ada atau tidak adanya oksigen, (e) suhu,

(f) kandungan gizi ikan (g) pH campuran fermentasi, (h) ketersediaan dan jumlah

karbohidrat, dan (i) lama proses fermentasi. Terdapat beberapa teknik yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, diantaranya adalah (a)

menggunakan suhu yang lebih tinggi, (b) menambahkan enzim, (c) menambahkan

bakteri, dan (d) menambahkan asam.

Sebagian besar produk fermentasi diproduksi dengan kandungan garam

diatas 15-20% dan kandungan garam yang tinggi tersebut mampu menghambat

pertumbuhan sebagian besar organisme yang merugikan. Jumlah total bakteri

yang terdapat pada kecap ikan menurun selama proses fermentasi. Sebagian besar

produk ikan fermentasi juga dipersiapkan pada pH diatas 4. Kandungan garam

tinggi dan pH rendah pada produk ikan fermentasi dapat mencegah pertumbuhan

Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan mikroorganisme penghasil

toksin. C.botulinum tipe A1 dihambat pada kadar garam 10-12%, umumnya pada pH dibawah 4,5. S.aureus dihambat pada kadar garam 10-20% dan pH 4,5 – 5. Hanya C.botulinum tipe E, F, dan non-proteolitik tipe B dapat tumbuh pada suhu

sekitar 8-100C.

2.6 Enzim Bromelin

Enzim adalah suatu senyawa yang mengandung protein, yang secara

alamiah terdapat dalam bahan hasil pertanian dan berfungsi sebagai bahan yang

mempercepat suatu reaksi biokimia dalam bahan. Dengan adanya kerja enzim,

maka proses metabolisme dalam suatu bahan akan berlangsung lebih cepat dan

(24)

Protease adalah enzim yang aplikasinya luas di bidang industri, antara lain

industri detergent, kulit, sutra, keju, roti, sampai hidrolisis protein secara umum,

sehingga enzim ini dipandang mempunyai nilai komersial yang tinggi.

Enzim protease adalah biokatalisator yang bekerja sangat efisien dan tidak pernah

diperlukan dalam jumlah banyak (Wibisono et al. 2003). Aktifitas enzim sangat

dipengaruhi oleh substrat, pH, dan suhu (Susanto 2000).

Buah nenas mengandung protein sebanyak 0,4 %; gula sebanyak 12 – 15% (2/3 bagian adalah sukrosa); asam 0,6 % (terbanyak 87 % asam sitrat); air

sebanyak 80 – 85 %; abu 0,5 %; lemak 0,2 %; karbohidrat 13,7 %; kalsium sebesar 16 mg/100 g; fosfor 11 mg/100 g; besi 0,3 mg/100 g (Omar et al.1978).

Di dalam buah nenas terkandung enzim-enzim. Salah satu enzim yang penting

ialah yang dikenal sebagai “bromelein” yang kemudian disebut “bromelin”

(Muljohardjo 1983). Bromelin tergolong kelompok enzim protease sulfihidril.

Bedanya dengan enzim papain dan fisin adalah bahwa enzim bromelin merupakan

glukoprotein, sedangkan molekul papain dan fisin merupakan protein

(Winarno 1995).

Enzim bromelin, yang merupakan enzim protease, mampu memecah

ikatan peptida dalam jumlah yang besar, sehingga jumlah peptida menjadi

lebih sedikit dan telah berubah menjadi asam amino bebas (Kim dan Taub 1991).

Enzim bromelin ini tidak hanya terdapat pada jenis-jenis nanas komersial saja,

akan tetapi juga terdapat pada berbagai jenis tanaman yang termasuk dalam

keluarga Bromeliaceae. Demikian pula pada bagian-bagian tanaman yang lain,

buah, batang, dan daun, mengandung campuran protease yang berbeda (Muljohardjo 1983). Kandungan bromelin dalam buah nenas tua utuh

sekitar 4,0 – 7,0 %, sedangkan dalam buah nenas muda utuh terdapat sekitar 6,0 – 8,0 % (Omar et al.1978). Baik buah nenas muda maupun yang tua mengandung bromelin. Bahkan keaktifan bromelin pada kasein dari buah yang

muda lebih tinggi bila dibandingkan dengan buah yang tua (Winarno 1995).

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menghidrolisis protein

dengan menggunakan enzim proteolitik, antara lain: (a) konsentrasi ion hidrogen;

(b) konsentrasi enzim proteolitik; (c) konsentrasi protein yang dihidrolisis;

(25)

enzim tersebut. Reaksinya tidak berjalan spontan, tetapi bertingkat-tingkat dengan

hasil diantaranya yaitu protean, meta protein, proteosa, pepton, dan peptida.

Hidrolisis dengan cara ini tidak menyebabkan rusaknya asam alfa-amino produk

hidrolisis (Sumardjo 2008).

Aktifitas enzim pada umumnya dipengaruhi oleh aktivator enzim, yang

meliputi suhu, pH dan kadar air. Suhu yang semakin tinggi dalam batas tertentu

akan meningkatkan aktivitas enzim tetapi jika suhu terlalu tinggi dapat

mempercepat kerusakan enzim. Suhu optimum untuk aktivitas enzim bromelin

berkisar antara 350C sampai 500C, sedangkan pH optimum untuk aktivitas enzim

bromelin berkisar 7,6 (Muchtadi et al. 1992). Keaktifan bromelin juga

dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi enzim dan lama proses

(26)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010,

di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Biokimia, Laboratorium

Mikrobiologi, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Laboratorium Kimia, Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah kupang putih yang diperoleh dari pantai

desa Balongdowo, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahan-bahan lainnya

yang digunakan adalah garam dan ekstrak buah nenas muda. Selain bahan-bahan

tersebut digunakan pula bahan-bahan kimia untuk analisis kadar air, kadar lemak,

kadar protein, kadar abu, pH, TPC, serta NPN, diantaranya akuades, pelarut

peroleum eter, tablet kjeltab, NaOH, H2SO4, H3BO3, HCl, TCA, buffer pH 4 dan

pH 7, indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru

0,2% dalam alkohol, 2:1), larutan garam fisiologis, dan media Nutrien Agar.

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan condiment antara lain pisau,

timbangan, baskom, talenan, ember, dan inkubator, serta alat-alat lain

di laboratorium yang digunakan untuk analisis seperti oven, timbangan analitik,

desikator, cawan porselin, rangkaian alat destruksi dan destilasi, labu kjeldahl,

erlenmeyer, inkubator, autoklaf, tanur, homogenizer, cawan petri, kompor listrik,

alat ekstraksi soxhlet, dan pH-meter.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan rendemen

daging kupang putih, kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus, serta

konsentrasi ekstrak nenas yang terpilih dengan menggunakan metode Bayes.

Penetapan konsentrasi ekstrak nenas terpilih, hanya dilakukan pada penelitian

(27)

Konsentrasi ekstrak nenas sebesar 15% ini, akan digunakan sebagai dasar

penggunaan konsentrasi ekstrak nenas dalam penelitian utama.

Penelitian utama dilakukan untuk menentukan kadar proksimat, yang

meliputi kadar air, protein, lemak, abu, serta karbohidrat (by difference). Selain

itu, juga dilakukan analisis kandungan Nitrogen-non protein (NPN), pH, serta

Total PlateCount (TPC). Analisis dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, serta hari

ke-21 dari lamanya waktu fermentasi. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali

ulangan.

Proses pembuatan condiment kupang putih, diawali dengan pencucian,

pengambilan daging, dan penimbangan untuk mengetahui rendemen daging

kupang putih. Tahap selanjutnya adalah penambahan ekstrak nenas ke dalam

daging kupang putih yang sudah dilumatkan. Konsentrasi ekstrak nenas yang

ditambahkan adalah konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20% (v/b) dari berat daging

kupang putih. Masing-masing konsentrasi kemudian ditambahkan garam

sebanyak 25% (b/b). Campuran daging kupang putih, garam, dan ekstrak nenas

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaca dan diinkubasi

selama 7 hari, pada suhu 50 0C. Hasil hidrolisa, kemudian difermentasi tanpa

penambahan kultur. Fermentasi dilakukan selama 7, 14, dan 21 hari. Produk hasil

fermentasi masing-masing ditambahkan air mineral pH 7 sebanyak 100 ml yang

bertujuan untuk mempermudah proses pengadukan dan mencegah kerusakan fisik

pada saat pemasakan dengan suhu (700C - 800C selama 15 menit). Gambar 4

dan Gambar 5, menunjukkan diagram alir pembuatan condiment pada penelitian

(28)

Keterangan * : Yang dimodifikasi

Gambar 4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian pendahuluan (dimodifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983).

Pencucian

Penyiangan

Pemasakan (70 – 80) 0C selama 15 menit

Analisis :

- Organoleptik skala hedonik - Analisis

proksimat (air, protein, abu, lemak,

karbohidrat (by difference) Kupang putih

Penggilingan

Penimbangan

Pencampuran

Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C

Condiment

Penambahan air 100 ml

- Garam halus * 25% (b/b)

(29)

Keterangan * : Yang dimodifikasi

Gambar 5 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian utama (modifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983).

3.4 Prosedur Pengujian

Analisis yang dilakukan pada sampel condiment adalah perhitungan

rendemen kupang putih, pengujian logam berat Pb dan Cd kupang putih,

uji organoleptik skala hedonik dan analisis proksimat (air, protein, lemak, abu,

karbohidrat by difference) pada penelitian pendahuluan. Sedangkan

pada penelitian utama akan dilakukan analisis proksimat, Non Protein Nitrogen

(NPN), pH, serta TPC selama waktu fermentasi 7, 14, serta 21 hari. Pencucian

Penyiangan

Pemasakan (70 – 80) 0C, selama 15 menit

Analisis : - Analisis

proksimat - Analisis NPN

(Nitrogen-Non Protein) - Analisis pH - Analisis TPC

(Total Plate Count) Penggilingan

Penimbangan

Pencampuran

Fermentasi (7, 14, dan 21 hari)

Condiment

Penambahan air 100 ml

- Garam halus * 25% (b/b)

- Ekstrak nenas 15% (v/b)

Kupang putih

Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C

(30)

3.4.1 Perhitungan rendemen (Hafiz 2008)

Rendemen merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan. Rendemen

dihitung berdasarkan berat basah.

3.4.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat dilakukan pada hari ke-7, 14, serta hari ke-21 dari

lama waktu proses fermentasi. Analisis proksimat dilakukan pada penelitian

pendahuluan dan penelitian utama.

3.4.2.1 Analisis kadar air (SNI 01-2354.2-2006)

Persiapan awal yang harus dilakukan adalah mengkondisikan oven yang

akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil. Selanjutnya cawan kosong

dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam. Setelah itu, cawan kosong dipindahkan

ke dalam desikator selama 30 menit, sampai mencapai suhu ruang dan

bobot cawan kosong ditimbang (A). Contoh yang telah dihaluskan kemudian

ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan (B). Cawan yang telah

berisi contoh, kemudian dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada

suhu 105 0C selama 4 jam. Tahap selanjutnya adalah mengeluarkan cawan dengan

menggunakan alat penjepit dan memasukkan cawan ke dalam desikator

selama 30 menit, kemudian cawan ditimbang (C). Pengujian dilakukan minimal

duplo (dua kali).

Keterangan : A : berat cawan kosong (g) B : berat cawan + contoh awal (g) C : berat cawan + contoh kering (g)

3.4.2.2 Analisis kadar abu metode gravimetri (SNI 01-2354.1-2006)

Tahapan awal dimulai dengan memasukkan cawan porselin kosong

ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap

sampai mencapai suhu 550 0C, dan suhu tungku pengabuan dipertahankan pada % Rendemen = berat daging sampel x 100%

berat sampel utuh

Kadar air (%) = B-C x 100% B-A

(31)

suhu 550 0C ± 5 0C. Proses pengabuan dilakukan selama 8 jam, sampai diperoleh

abu berwarna putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya

menjadi sekitar 40 0C, dan keluarkan cawan porselin dengan menggunakan

penjepit. Cawan porselin kemudian dimasukkan ke dalam desikator

selama 30 menit. Bila abu belum berwarna putih, harus dilakukan pengabuan

kembali. Untuk melakukan pengabuan kembali, abu dilembabkan/dibasahi dengan

aquades secara perlahan dan dikeringkan dengan menggunakan hot plate. Proses

pengabuan selanjutnya dilakukan kembali seperti prosedur pengabuan yang telah

tercantum. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

3.4.2.3 Analisis kadar protein metode kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006)

Sampel ditimbang sebanyak 2 g pada kertas timbang, lipat-lipat dan

dimasukkan ke dalam labu destruksi. Tahap berikutnya adalah menambahkan

2 buah tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 ml H2SO4 pekat (95%-97%),

serta 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan, dan kemudian didiamkan selama 10 menit

dalam ruang asam. Tahap destruksi dilakukan pada suhu 410 0C selama 2 jam

atau sampai larutan jernih. Setelah tahap destruksi selesai, larutan kemudian

didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambah dengan 50-75 ml akuades.

Tahap destilasi dilakukan dengan cara menyiapkan penampung hasil

destilasi, berupa erlenmeyer yang telah berisi 25 ml larutan H3BO3 4% dan

indikator. Labu destruksi yang telah berisi hasil destruksi, kemudian labu

dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Larutan natrium hidroksida-thiosulfat

sebanyak 50-75 ml kemudian ditambahkan, dan dilakukan destilasi. Destilat yang

dihasilkan, selanjutnya ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai

minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi kuning). Tahap berikutnya

adalah melakukan titrasi pada destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah

distandarisasi sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral.

Pengerjaan beberapa tahapan uji juga dilakukan pada blanko. Pengujian dilakukan

minimal duplo (dua kali).

Kadar abu (%) = Bobot abu (g) x 100% Bobot sampel (g)

(32)

3.4.2.4 Analisis kadar lemak (SNI 01-2354.3-2006)

Persiapan yang dilakukan adalah menimbang labu takar kosong (A).

Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 2 g (B). Sampel dimasukkan ke dalam

selongsong lemak. Tahapan berikutnya adalah menambahkan berturut-turut

kloroform sebanyak 150 ml dan selongsong lemak ke dalam alat ekstraksi soxhlet.

Pemasangan rangkaian alat soxhlet harus dilakukan dengan benar. Ekstraksi

dilakukan pada suhu 60 0C selama 8 jam. Setelah tahap ekstraksi dilakukan,

selanjutnya dilakukan evaporasi campuran lemak dan kloroform dalam labu takar

sampai kering. Labu takar yang berisi lemak selanjutnya dimasukkan ke dalam

oven suhu 105 0C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa kloroform dan uap air.

Labu dan lemak dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan ke dalam desikator

selama 30 menit. Labu takar yang berisi lemak (C) ditimbang sampai didapatkan

berat yang konstan. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).

Keterangan :

A : Berat labu takar kosong (g)

B : Berat contoh (g)

C : Berat labu takar dan lemak hasil ekstraksi (g)

3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat (by difference) (Winarno 1997)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil

pengurangan dari 100% dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan

kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. N(%) = (ml HCl – ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100%

mg sampel

Lemak (%) = C-A x 100% B

Protein (%) = % N x faktor konversi (6,25)

(33)

Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis

kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

3.4.3 Penilaian Sensori

Penilaian sensori merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk

menentukan mutu produk pangan. Cara penilaian mutu suatu bahan pangan dapat

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara obyektif dan subyektif.

Pengujian obyektif merupakan suatu pengujian dengan menggunakan alat atau

instrumen dan faktor manusia dapat diabaikan, sehingga pengukuran menjadi

lebih obyektif. Sedangkan pengujian subjektif merupakan pengujian dengan

bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga

untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

sifat-sifat citarasa suatu bahan.

Penilaian sensori secara subjektif dilakukan dengan menggunakan

skala hedonik. Tujuan penilaian dengan skala hedonik adalah untuk mengetahui

tingkat kesukaan konsumen terhadap produk melalui penilaian terhadap beberapa

atribut produk seperti warna, rasa, dan aroma. Menurut Winarno (1997),

penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa

faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya.

Pada uji sensori skala hedonik ini, panelis diminta memberikan tanggapan

(respon) secara pribadi terhadap tingkat kesukaan suatu produk. Nilai kesukaan

panelis dinyatakan dalam beberapa tingkat skala kesukaan. Rentang skala hedonik

1-3, 1-5, 1-7, atau 1-9 tergantung keperluan dan kedalaman pengujian. Sampel

disajikan dengan memberikan nomor secara acak dan panelis dengan jumlah 60

orang diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan,

warna, aroma, rasa. Uji skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan

panelis dalam 7 skala kesukaan (1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak

tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka) (Soekarto 1985). % Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak +

(34)

Parameter pengujian pada penelitian condiment kupang putih ini meliputi

warna, aroma, rasa dan penampakan condiment kupang putih. Uji sensori

skala hedonik dilakukan pada saat penelitian pendahuluan saja, dengan perlakuan

penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda. Rasa bahan makanan

lebih banyak melibatkan indera lidah. Menurut Winarno (1997), indera pencicip

dapat membedakan empat macam rasa utama, yaitu asin, asam, manis dan pahit.

Selain itu, dikenal pula rasa umami yaitu sebutan untuk rasa gurih yaitu

karakteristiknya mirip monosodium glutamat (MSG).

Aroma makanan dapat menentukan kelezatan makanan tersebut.

Alat indera hidung merupakan alat yang digunakan untuk menilai aroma makanan

yang diuji. Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan

disampaikan ke otak merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam,

tengik, dan hangus.

Warna merupakan faktor utama yang menentukan dalam penilaian bahan

pangan sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara visual. Suatu bahan

yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila

memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah

menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 1997).

3.4.4 Analisis Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.3-2006)

Prinsip perhitungan Total Plate Count yaitu menghitung jumlah

mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik, mesofilik, dan termofilik) yang

tumbuh pada media Nutrient Agar, setelah itu contoh diinkubasikan pada

suhu 35 0C ± 1 0C selama 48 jam. Mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu

media agar, maka organisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan

membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total

dapat dihitung dengan dua cara. Metode pertama yang dapat digunakan, yaitu

metode cawan agar tuang, dengan cara menanamkan contoh ke dalam cawan petri

terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Pada metode cawan agar

tuang untuk menghindari berkurangnya populasi bakteri akibat panas berlebihan,

maka media agar yang akan dituang mempunyai suhu 45 0C ± 1 0C.

Contoh ditimbang secara aseptik sebanyak 10 g dan ditambah dengan

(35)

Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Homogenat sebanyak 1 ml

diambil dengan menggunakan pipet steril, dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran 10-3 didapatkan dengan cara mengambil 1 ml contoh dari

pengenceran 10-2 dan memasukkannya ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan

minimal 25 kali. Dalam membuat larutan dengan pengenceran 10-4, 10-5, dan

seterusnya, dapat dilakukan melalui cara yang sama dengan sebelumnya. Setelah

tahap pengenceran selesai dilakukan, 1 ml contoh dari setiap pengenceran 10-1,

10-2, dan seterusnya diambil dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk

setiap pengenceran dilakukan secara duplo (dua kali). Nutrien Agar yang sudah

didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 45 0C ± 1 0C, selanjutnya

ditambahkan ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi contoh

sebanyak 12 ml-15 ml. Supaya contoh dan media Nutrien Agar tercampur

sempurna, maka dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang, serta

ke kanan dan ke kiri. Cawan yang mengandung jumlah 25 koloni-250 koloni,

merupakan cawan yang dipilih. Perhitungan koloni pada cawan petri,

sebagai berikut :

Keterangan :

N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g ∑ C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d : Pengenceram pertama yang dihitung

3.4.5 Analisis logam berat (Pb) dan (Cd) (SNI 01-2354.7-2006)

Untuk produk basah, sebelumnya dilakukan pengukuran kadar air sampel

terlebih dahulu. Setelah itu, cawan porselen tertutup disiapkan dan buka separuh

permukaannya untuk meminimalkan kontaminasi dari debu selama pengeringan.

Cawan porselen kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada N = ∑ C x 100%

(36)

suhu 103 0C ± 1 0C selama 2 jam. Setelah kering, cawan didinginkan dalam

desikator selama 30 menit, kemudian dilakukan penimbangan dan pencatatan

bobot cawan. Produk basah yang telah dikeringkan selanjutnya ditimbang

sebanyak 0,5 gram dan dicatat bobot cawan yang telah berisi sampel. Untuk

kontrol positif, dilakukan penambahan 0,25 ml larutan standard timbal 1 mg/l

ke dalam contoh sebelum dimasukkan ke dalam tungku pengabuan.

Kontrol positif kemudian diuapkan dengan menggunakan hot plate sampai kering

pada suhu 100 0C.

Contoh dan kontrol positif kemudian dimasukkan ke dalam

tungku pengabuan dan separuh permukaannya ditutup. Suhu tungku pengabuan

dinaikkan secara bertahap 100 0C setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C dan

pengabuan dilakukan selama 18 jam. Contoh dan kontrol positif kemudian

dikeluarkan dari tungku pengabuan dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah

dingin, contoh dan kontrol positif ditambah dengan 1 ml HNO3 65%, serta

dikocok secara hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam.

Tahapan selanjutnya adalah menguapkan cairan yang terdapat pada sampel

dengan menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. Setelah kering,

contoh dan kontrol positif dimasukkan kembali ke dalam tungku pengabuan. Suhu

tungku pengabuan selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap 100 0C

setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C serta dipertahankan selama 3 jam.

Setelah abu terbentuk sempurna (berwarna putih), contoh dan kontrol positif

didinginkan pada suhu ruang. HCl 6M sebanyak 5 ml selanjutnya ditambahkan

ke dalam masing-masing contoh dan kontrol positif, kocok secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Selanjutnya, sampel diuapkan dengan

menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. HNO3 0,1 M

sebanyak 10 ml kemudian ditambahkandan sampel didinginkan pada suhu ruang

selama 1 jam. Larutan selanjutnya dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml

(polypropylene).

Larutan standar juga disiapkan, minimal 3 (tiga) titik kadar ( 5µg/l, 10µg/l,

dan 20µg/l). Pembacaan terhadap larutan standar, contoh, dan kontrol positif

(37)

panjang gelombang 228,8 nm dengan graphite furnace. Kadar contoh dapat

ditentukan dengan berdasar pada kurva kalibrasi.

Keterangan :

D : Kadar contoh µ g/l dari hasil pembacaan AAS

E : Kadar blanko contoh µg/l dari hasil pembacaan AAS

V : Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml)

Fp : Faktor pengenceran

Ww : Berat basah contoh (g)

3.4.6 Analisis nitrogen-non protein (NPN) (Apriyantono dkk 1989)

Untuk persiapan, sampel ditimbang sebnayak 2 g, lalu dipindahkan

ke dalam labu kjeldahl. Selanjutnya 50 ml akuades dan batu didih ditambahkan

juga ke dalam labu kjeldahl, tunggu hingga mendidih tetapi harus dijaga jangan

sampai kering. Sementara hasil ekstrak masih panas, kemudian ditambahkan 2 ml

aluminium sulfat dan dicampur sampai merata. Selanjutnya larutan dipanaskan

kembali hingga mendidih, kemudian ditambahkan pula larutan tembaga sulfat

sebanyak 50 ml dan dicampur hingga merata, serta dibiarkan sampai dingin.

Tahapan berikutnya adalah dilakukan penyaringan larutan sampel dengan

menggunakan kertas saring dan corong. Filtrat yang didapat kemudian ditampung

dalam labu kjeldahl. Kadar nitrogen yang terdapat pada filtrat dapat ditentukan

dengan menggunakan metode mikro kjeldahl.

Perhitungan :

Keterangan : S : Hasil penitaran sampel (ml)

B : Hasil penitaran sampel blanko (ml)

N : Normalitas HCl

F : Faktor konversi protein (6,25)

%N = (S-B) x NHCl x 14,007 x 100 mg sampel

Kadar NPN = %N x F

Kadar Pb dan Cd µg/g = (D-E) x Fp x V (ml) x 1 liter 1000 ml Ww

(38)

3.4.7 Pengukuran nilai pH (Suzuki 1981)

Sebelum melakukan pengukuran, pH meter harus dikalibrasi terlebih

dahulu dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 dan batang probe

dibilas dengan menggunakan akuades. Selanjutnya batang probe dicelupkan

kembali pada buffer pH 7, serta membilasnya kembali dengan akuades.

Perhitungan sampel dilakukan dengan cara menimbang 5 gram sampel kemudian

dihomogenkan dalam 45 ml akuades dingin. Setelah homogen, diukur pH-nya

dengan pH-meter. Pengukuran menggunakan pH meter digital.

3.5 Pemilihan Condiment Terbaik berbasis Indeks Kinerja (Marimin 2004) Analisis pengambilan keputusan untuk menentukan konsentrasi terbaik

pada penelitian utama, menggunakan metode Bayes. Metode Bayes merupakan

salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam

pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan

menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan yang

optimal perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004). Sebelum

dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap

beberapa parameter yang diamati berdasarkan indeks kepentingan dengan

mempertimbangkan pendapat ahli.

Nilai kepentingan setiap masing-masing parameter didasarkan pada

parameter yang paling dipentingkan sampai yang tidak terlalu dipentingkan.

Parameter yang dibobot dalam metode ini meliputi parameter analisis sensori,

serta parameter analisis proksimat (kadar air, kadar protein, kadar abu,

kadar lemak, serta kadar karbohidrat by difference). Parameter yang dianggap

paling penting pada produk condiment kupang putih secara berturut-turut yaitu

parameter rasa, aroma, penampakan dan warna, kadar protein dan kadar lemak,

kadar air, kadar abu dan kadar karbohidrat by difference.

Secara subjektif parameter rasa pada condiment merupakan parameter

paling utama dalam penerimaan produk. Menurut Mizutani et al. (1992),

metode fermentasi yang digunakan untuk memproduksi pasta condiment

bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizinya. Parameter

(39)

Sedangkan Parameter objektif berupa nilai kadar protein dan lemak condiment

juga lebih diutamakan diantara parameter objektif yang lainnya.

Bobot dari setiap parameter diperoleh berdasarkan manipulasi matriks.

Matriks diperoleh dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian

dikuadratkan. Nilai bobot diperoleh dari perbandingan antara hasil penjumlahan

setiap baris matriks dengan nilai total hasil penjumlahan baris matriks. Nilai bobot

kemudian dikalikan dengan nilai rangking. Total nilai hasil perkalian antara nilai

rangking dengan nilai bobot digunakan untuk menentukan condiment yang

terbaik. Total nilai yang tertinggi yang didapatkan dari hasil perkalian nilai bobot

dan rangking, merupakan condiment terbaik pada penelitian pendahuluan.

3.6 Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan

adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak nenas

sebagai sumber enzim bromelin, terdiri dari 5 taraf, yaitu konsentrasi ekstrak

nenas 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (v/b) dari daging kupang putih dengan ulangan

sebanyak 3 (tiga) kali. Model umum rancangan yang digunakan adalah

sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991).

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i, ulangan ke-j

µ = Rataan umum

σi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

i = Jumlah perlakuan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda

(0%, 5%, 10%, 15%, 20%)

J = Ulangan

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode analisis

ragam dengan uji F tabel untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi ekstrak

(40)

F hitung lebih besar dari pada F tabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf

0,05% (Steel dan Torrie 1993). Selanjutnya dilakukan uji besarnya pengaruh dari

masing-masing taraf dengan menggunakan uji lanjut Tukey.

Uji sensori skala hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan

panelis terhadap produk yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari uji sensori

dianalisis dengan menggunakan statistik non parametrik dengan metode

uji Kruskal-Wallis dan apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut

Multiple Comparison (Steel dan Torrie 1993). Model matematika

uji Kruskal-Wallis adalah:

Keterangan :

ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan

Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i

t = Banyaknya pengamatan seri dan kelompok

H' = H terkoreksi

Apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(X2 hitung > dari X2 tabel (0,05), selanjutnya dilakukan uji Multiple Compariso.

Keterangan :

Ri = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i

Rj = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j

k = banyaknya ulangan

n = jumlah total data

H = 12 ∑ Ri2– 3 (n+1) ; H' = H n (n+1) ni pembagi

Pembagi = 1 – T ; T = (t-1) t (t+1) (n-1) n (n+1)

(41)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan rendemen

kupang putih, kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih, serta pemilihan

condiment terbaik menggunakan metode Bayes.

4.1.1 Rendemen kupang putih

Rendemen ikan adalah perbandingan berat antara daging dengan ikan

utuh (Hadiwiyoto 1993). Rendemen kupang putih diperoleh dari persentase

perbandingan antara bobot daging kupang putih (setelah pembuangan jeroan)

dengan berat kupang putih utuh (masih memiliki cangkang dan jeroan). Hasil

penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa kupang putih memiliki rendemen

daging sebesar 20,45%. Hal ini berarti daging kupang putih hanya 20,45% dari

berat total kupang putih dengan cangkang. Nilai rendemen kupang putih

sebesar 20,45%, termasuk dalam kategori rendemen dalam jumlah yang sedang.

Untuk lebih jelasnya, perhitungan rendemen daging kupang putih mentah dapat

dilihat pada Lampiran 1a.

Hasil perhitungan rendemen terhadap daging kupang putih pada penelitian

ini menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh dengan perhitungan rendemen

kupang putih yang telah dilakukan oleh Ayuni (2007), yaitu sebesar 20,24%.

Hasil perhitungan rendemen kupang putih antara penelitian Ayuni (2007) dan

penulis berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran bahan baku yang berbeda.

Semakin besar ukuran bahan baku, cenderung memiliki persentase rendemen yang

lebih tinggi.

4.1.2 Analisis logam berat Pb dan Cd

Sampel kupang putih (Corbula faba H.), didapatkan dari desa

Balongdowo, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Kandungan logam berat Pb

dan Cd dalam daging kupang putih rebus, tidak terdeteksi. Data hasil

uji logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus dapat dilihat pada Lampiran 1b.

Tidak terdeteksinya logam berat di dalam daging kupang putih, dapat dipengaruhi

(42)

setelah dilakukan perendaman dengan berbagai larutan asam 5%, kandungan Pb

daging ikan manyung mengalami penurunan dari 2,109-4,916 ppm menjadi

1,117-2,540 ppm. Penurunan kandungan Pb ini disebabkan oleh larutan asam

dapat merusak ikatan kompleks logam protein, selain itu Pb merupakan jenis

logam yang dapat larut di dalam lemak. Perendaman daging ikan manyung dalam

larutan asam, menyebabkan lemak membentuk emulsi yang halus dan larut

di dalam larutan asam, sehingga dengan melarutnya lemak, secara tidak langsung

juga menurunkan kandungan Pb yang terdapat pada daging ikan.

Selain itu, tidak terdeteksinya logam berat pada daging kupang putih, juga

bisa disebabkan oleh adanya perlakuan pendahuluan berupa perebusan. Hasil

penelitian Budiono et al. (2000) menunjukkan bahwa kupang putih mentah

mengandung Hg 1,7964 ppm, daging kupang putih rebus siap saji sudah tidak

mengandung Hg, tetapi dalam kaldu kupang putih masih mengandung

Hg sebesar 0,0161 ppm. Proses pengolahan berupa perebusan yang dilakukan

terhadap kupang putih kemungkinan dapat mempengaruhi kadar logam berat

dalam suatu bahan.

Proses perebusan kupang putih dilakukan untuk membuka cangkang

kupang. Proses perebusan dilakukan pada suhu 100 0C. Proses perebusan dapat

menyebabkan sebagian protein terdenaturasi. Panas dapat digunakan untuk

merusak ikatan hidrogen serta interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi

karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul

penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga merusak

ikatan molekul tersebut. Protein bahan dapat terdenaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein

yang terkandung dalam bahan, sehingga dapat memudahkan enzim pencernaan

dalam mencerna protein tersebut (Ophart 2003).

Menurut Darmono (1995), Ion logam secara alamiah terdapat di dalam

bahan makanan dan di dalam tubuh dan hampir semuanya berikatan dengan

protein. Ikatan ion dengan protein ini terjadi dalam bentuk interaksi antara

protein dan ion logam. Interaksi kompleks antara ion logam dengan protein dapat

terjadi dalam dua bentuk, yaitu: (1). Metaloenzim, pada jenis interaksi ini,

(43)

stabil, sehingga ion logam menjadi bagian dari struktur protein, dan hanya dapat

dilepas dalam kondisi tertentu. (2). Metal protein, pada jenis interaksi ini, ikatan

antara ion logam dan protein bersifat labil (ion logam dapat bertukar dengan

protein dengan mudah). Dengan

Gambar

Gambar 1, menunjukkan morfologi kupang putih (Corbula faba H),
Gambar 2   Diagram alir pembuatan kecap keong sawah (Indrawati 1983).
Tabel 1  Kandungan gizi condiment  jenis kerang Crassostrea gigas                           selama masa fermentasi dua bulan
Gambar 4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian pendahuluan
+7

Referensi

Dokumen terkait