APLIKASI PROSES HIDROLISIS ENZIMATIS DAN FERMENTASI DALAM PENGOLAHAN CONDIMENT
KUPANG PUTIH (Corbula faba H)
Ratih Dini Savitri
C34060694
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
RINGKASAN
RATIH DINI SAVITRI. C34060694. Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) Dibimbing Oleh DJOKO POERNOMO dan PIPIH SUPTIJAH.
Condiment merupakan bahan masakan Cina klasik yang pada dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam (Jiang et al 2006). Tujuan penelitian ini yaitu menentukan rendemen kupang putih (Corbula faba H); kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus; konsentrasi ekstrak nenas terpilih, serta kandungan proksimat, NPN, pH, serta TPC produk condiment selama waktu fermentasi (7, 14, dan 21 hari). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak nenas sebagai sumber enzim bromelin, terdiri dari 5 taraf, yaitu konsentrasi ekstrak nenas 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (v/b) dari daging kupang putih dengan ulangan sebanyak 3 kali.
Rendemen daging kupang putih sebesar 20,45%. Logam berat Pb dan Cd tidak terdeteksi. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda, dapat mempengaruhi penampakan, rasa serta warna condiment. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter penampakan, berturut-turut sebesar 4,32 dan 5,05, pada konsentrasi ekstrak nenas 5% dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter rasa, berturut-turut sebesar 2,55 dan 4,10, pada konsentrasi ekstrak nenas 20 % dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter warna, berturut-turut sebesar 4,12 dan 4,98, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 15%. Nilai rata-rata terendah dan tertinggi terhadap parameter aroma, berturut-turut sebesar 2,67 dan 2,98, pada konsentrasi ekstrak nenas 20% dan 0%.
Analisis proksimat condiment meliputi, kadar air tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 66,47 % dan 59,55 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 15%. Kadar protein tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 13,87 % dan 7,38 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 0 % dan 5%. Kadar abu tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 6,78 % dan 6,24 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 10 % dan 5 %. Kadar lemak tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 8,86 % dan 7,16%, pada konsentrasi ekstrak nenas 5 % dan 0 %. Kadar karbohidrat by difference tertinggi dan terendah berturut-turut sebesar 18,27 % dan 7,01 %, pada konsentrasi ekstrak nenas 15 % dan 0 %. Analisis dengan metode Bayes, menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak nenas 15% merupakan konsentrasi terpilih. Konsentrasi tepilih akan digunakan dalam penelitian utama.
APLIKASI PROSES HIDROLISIS ENZIMATIS DAN FERMENTASI DALAM PENGOLAHAN CONDIMENT
KUPANG PUTIH (Corbula faba H)
RATIH DINI SAVITRI
C34060694
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
SKRIPSI
Judul Skripsi : Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih
(Corbula faba H.) Nama Mahasiswa : Ratih Dini Savitri NIM : C34060694
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
(Ir. Djoko Poernomo, B.Sc) (Dra. Pipih Suptijah, MBA) NIP. 19580419 198303 1 001 NIP. 19531020 198503 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
(Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.) NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “ Aplikasi Proses Hidrolisis
Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.)” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber-sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2011
Ratih Dini Savitri
C34060694
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Februari 1989 di
Lamongan, Jawa Timur, dari pasangan Bapak Puthut
Suyanto dan Ibu Rasmi. Penulis adalah anak pertama dari
tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal tahun
1992-1994 di TK Aisyiah Bustanul Athfal. Tahun
1994-2000 di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah- 04 Blimbing,
Tahun 2000-2003 di SLTPN 6 Tuban, Jatim. Tahun 2003-2006 di SMU Darul ’Ulum 2 BPP-Teknologi Jombang, Jatim. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) .
Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai
organisasi kemahasiswaan seperti Ikatan Alumni Darul Ulum (IKALUM) sebagai
staff keputrian tahun 2007-2008, Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan
(HIMASILKAN) sebagai Sekretaris Divisi Informasi tahun 2007-2008, Forum for
Scientific Student (FORCES) sebagai anggota tahun 2006-2008, Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ”Koran biRU” sebagai reporter tahun 2008 dan redaktur pelaksana tahun 2009. Penulis juga aktif sebagai asisten
praktikum m.k. Ikhtiologi pada periode 2008-2009, asisten m.k Diversifikasi dan
Pengembangan Produk Hasil Perairan, serta asisten m.k Teknologi Pemanfaatan
Hasil Samping dan Limbah periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif
dalam kepanitiaan berbagai kegiatan mahasiswa di IPB.
Penulis melakukan penelitian dengan judul “ Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah
bimbingan Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Dra. Pipih Suptijah, MBA.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta hidayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tugas akhir yang berjudul ” Aplikasi Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi dalam Pengolahan
Condiment Kupang Putih (Corbula faba H.) ”.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan pada program sarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu,
terutama kepada :
1) Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA
selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan yang
diberikan kepada penulis.
2) Bapak Ir. Dadi R. Sukarsa selaku dosen penguji atas segala bimbingan,
pengarahan yang diberikan kepada penulis.
3) Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi,M.Si selaku dosen pembibing akademik atas
bimbingannya selama perkualiahan.
4) Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
5) Ayah, Ibu, Adik-adikku, untuk dukungan yang diberikan baik dukungan
materiil maupun moral yang telah diberikan kepada penulis.
6) Seluruh laboran Departemen Teknologi Perairan, khususnya bu Emma,
mbak Silvi, dan mbak Lastri, Mas Zaki atas bantuannya.
7) Seluruh staff Tata Usaha Departemen Teknologi Hasil Perairan atas
bantuan administrasi.
8) Teman-teman angkatan 43, khususnya Wati, Patma, Nanda, Nico, Umi,
Molly, Dwi, Epul, Tyas, Hasanah, Era, Aci, serta teman-teman yang
lainnya trimakasih atas bantuannya.
9) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Teknologi Hasil
Perikanan, Universitas Brawijaya, khususnya Rini, Tyas, mbak Fitrah,
mbak Mey, Dini, Friska, mbak Reni, mbak Ratih, mbak Gita, Adel, Ina,
Ica, Mita, Rista, Marco, mbak Rissa, mbak neneng, dan mbak Yushinta,
terimakasih atas bantuannya selama penelitian.
10) Teman-teman angkatan 42, 44, serta 45, terimakasih atas kebersamaannya
selama ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, April 2011
Ratih Dini Savitri
C34060694
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kupang Putih... .. 3
2.2 Habitat Kupang Putih ... 4
2.3 Komposisi Kimia Kupang Putih ... 4
2.4 Condiment ... 5
2.4.1 Deskripsi condiment ... 5
2.4.2 Teknik pembuatan condiment ... 5
2.4.3 Kandungan gizi condiment ... 6
2.5 Fermentasi... 7
2.6 Enzim Bromelin ... 8
3 METODOLOGI ... 11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
3.2 Bahan dan Alat Penelitian. ... 11
3.3 Metode Penelitian ... 11
3.4 Prosedur Pengujian ... 14
3.4.1 Pengukuran rendemen (Hafiz 2008) ... 15
3.4.2 Analisis proksimat ... 15
3.4.2.1 Analisis kadar air (SNI 2006) ... 15
3.4.2.2 Analisis kadar abu (SNI 2006) ... 15
3.4.2.3 Analisis kadar protein (SNI 2006) ... 16
3.4.2.4 Analisis kadar lemak (SNI 2006) ... 17
3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat (Winarno 1997)... 17
3.4.3 Penilaian Sensori ... 18
3.4.4 Analisis Total Plate Count ... 19
3.4.5 Analisis Logam Berat Pb dan Cd ... 20
3.4.6 Analisis Nitrogen-non protein ... 22
3.4.7 Pengukuran nilai pH... 23
3.5 Pemilihan Condiment Terbaik berbasis Indeks Kinerja ... 23
3.6 Rancangan Percobaan ... .... 24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Penelitian Pendahuluan ... 26
4.1.1 Rendemen kupang putih ... 26
4.1.2 Logam berat kupang putih ... 26
4.1.3 Uji sensori ... 28
4.1.4 Analisis proksimat kupang putih dan condiment pendahuluan ... 35
4.1.4.1 Kadar air ... 36
4.1.4.2 Kadar protein... 38
4.1.4.3 Kadar abu ... 39
4.1.4.4 Kadar lemak... 41
4.1.4.5 Kadar karbohidrat by difference ... 42
4.1.5 Pemilihan condiment terbaik berbasis indeks kinerja ... 44
4.2 Penelitian Utama ... 46
4.2.1 Analisis proksimat condiment lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 46
4.2.1.1 Kadar air ... 47
4.2.1.2 Kadar protein ... 47
4.2.1.3 Kadar abu ... 49
4.2.1.4 Kadar lemak ... 50
4.2.1.5 Kadar karbohidrat by difference ... 51
4.2.2 Analisis Nitrogen-non protein ... 51
4.2.3 Analisis pH ... 53
4.2.4 Analisis Total Plate Count ... 54
5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
5.1 Kesimpulan ... 56
5.2 Saran... . 57
DAFTAR PUSTAKA ... .. 58
LAMPIRAN... 63
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1 Kandungan gizi condiment jenis kerang Crassostrea gigas
selama masa fermentasi dua bulan ... 7
2 Nilai rata-rata analisis proksimat bahan baku dan condiment
kupang putih dengan lama inkubasi 7 hari ... 36
3 Karakteristik dan nilai kepentingan parameter subjektif dan
objektif ... 45
4 Hasil pembobotan condiment kupang putih ... 46
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1 Kupang Putih (Corbula faba H.) ... 3
2 Diagram proses pembuatan kecap keong sawah
(Indrawati 1983) ... 6
3 Proses hidrolisis enzimatis ... 7
4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian
pendahuluan ... 13
5 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian
utama ... 14
6 Histogram uii sensori skala hedonik penampakan condiment
kupang putih ... 29
7 Histogram uii sensori skala hedonik warna condiment
kupang putih ... 30
8 Histogram uii sensori skala hedonik aroma condiment
kupang putih ... 32
9 Histogram uii sensori skala hedonik rasa condiment
kupang putih ... 34
10 Nilai rata-rata kadar air condiment kupang putih
dengan lama inkubasi 7 hari... 37
11 Nilai rata-rata kadar protein condiment kupang putih
dengan lama inkubasi 7 hari... 38 12 Nilai rata-rata kadar abu condiment kupang putih
dengan lama inkubasi 7 hari... 40 13 Nilai rata-rata kadar lemak condiment kupang putih
dengan lama inkubasi 7 hari... 41 14 Nilai rata-rata kadar karbohidrat by difference condiment
kupang putih dengan lama inkubasi 7 hari ... 43
15 Histogram nilai rata-rata kadar air condiment kupang putih
dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 47
16 Histogram nilai rata-rata kadar protein condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 48
17 Histogram nilai rata-rata kadar abu condiment kupang putih
dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 49
18 Histogram nilai rata-rata kadar lemak condiment kupang putih
dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 50
19 Histogram nilai rata-rata kadar karbohidrat by difference
condiment kupang dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari .. 51
20 Histogram nilai rata-rata nitrogen non protein condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 52
21 Nilai rata-rata pH condiment kupang putih dengan lama
fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 53
22 Nilai rata-rata Total Plate Count (TPC) condiment kupang putih dengan lama fermentasi 7, 14, dan 21 hari ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1a Data perhitungan rendemen kupang putih segar ... 63
1b Data hasil uji logam berat Pb dan Cd ... 63
2 Tabel scoresheet uji sensori skala hedonik ... 64
3 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter penampakan ... 65
4 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter penampakan ... 66
5a Hasil uji Kruskal Wallis penampakan condiment ... 67
5b Hasil uji lanjut Tukey penampakan condiment ... 67
6 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter ... 68
warna ... 7 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter warna ... 69
8a Hasil uji Kruskal Wallis warna condiment ... 70
8b Hasil uji lanjut Tukey warna condiment ... 70
9 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter aroma ... 71
10 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter aroma ... 72
11 Hasil uji Kruskal Wallis aroma condiment ... 73
12 Rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter rasa ... 74
13 Lanjutan rekapitulasi data uji sensori skala hedonik parameter rasa ... 75
14a Hasil uji Kruskal Wallis rasa condiment ... 76
14b Hasil uji lanjut Tukey rasa condiment` ... 76
15a Data perhitungan analisis proksimat kupang putih ... 77
15b Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 0% ... 77
15c Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 5% ... 77
16a Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi ekstrak nenas (enzim bromelin) 10% ... 78
16b Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi
ekstrak nenas (enzim bromelin) 15% ... 78 16c Data perhitungan analisis proksimat pada konsentrasi
ekstrak nenas (enzim bromelin) 20% ... 78 17a Hasil analisis ragam parameter kadar air condiment
kupang putih ... 79 17b Hasil uji lanjut Duncan kadar air condiment
kupang putih ... 79 18a Hasil analisis ragam parameter kadar protein condiment
kupang putih ... 80 18b Hasil analisis ragam parameter kadar karbohidrat
by different condiment kupang putih ... 80 19 Hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik
pada penelitian pendahuluan ... 81 20 Lanjutan hasil perhitungan condiment kupang putih terbaik pada penelitian pendahuluan ... . 82
21a Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama
(waktu fermentasi 7 hari)……….... 83 21b Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama
(waktu fermentasi 14 hari)……….... 83 21c Rekapitulasi data hasil uji proksimat penelitian utama
(waktu fermentasi 21 hari)……… 83 22a Rekapitulasi data hasil uji NPN condiment kupang putih.. 84
22b Rekapitulasi data hasil uji pH condiment kupang putih…. 84
23 Dokumentasi proses produksi serta proses analisis kimia. 85
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kupang putih merupakan salah satu komoditas hasil perairan yang
termasuk dalam filum mollusca. Hasil perairan merupakan bahan pangan yang
sangat mudah mengalami kerusakan biologis oleh enzim dan mikroorganisme
pembusuk, sehingga dibutuhkan penanganan khusus untuk mempertahankan
mutunya. Fermentasi merupakan salah satu cara pengawetan ikan yang dapat
dilakukan (Rahayu et al. 1992). Montano dan Wong (2004) menyatakan bahwa
fermentasi merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan produk pasta,
termasuk di dalamnya yang berasal dari ikan dan kerang-kerangan. Pembuatan
produk berupa kecap ikan, dapat dilakukan melalui empat cara, antara lain dengan
cara fermentasi, enzimatis, kimia, dan kombinasi enzimatis dengan fermentasi
(Purwaningsih dan Poernomo 1997).
Produk olahan kupang putih akhir-akhir ini mulai dikembangkan. Akan
tetapi, produk olahan yang dihasilkan hanya terbatas pada olahan seperti kerupuk
kupang, petis kupang, dan lontong kupang. Oleh karena itu, diversifikasi produk
berbahan baku kupang putih masih perlu dikembangkan. Condiment dapat
menjadi salah satu produk diversifikasi olahan kupang Condiment merupakan
salah satu produk pangan berupa saus kental yang berwarna agak kehitaman, yang
pada dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam, namun dalam
perkembangannya sudah mengalami banyak modifikasi (Jiang et al.2006).
Condiment tradisional pada umumnya diproduksi menggunakan teknik
fermentasi dengan penambahan konsentrasi garam yang tinggi, serta waktu
pemeraman antara 3 sampai 12 bulan (Young et al. 2004). Condiment dihasilkan
dari fermentasi daging kerang dengan konsentrasi garam 25%
(Dubois et al. 1956). Industri membutuhkan proses fermentasi yang berlangsung
lebih cepat. Proses fermentasi dapat dipercepat salah satunya dengan cara
penambahan enzim (Sukarsa et al. 1994). Oleh karena itu aplikasi hidrolisis
enzimatis serta fermentasi dalam proses pembuatan condiment kupang putih perlu
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1 Menentukan rendemen kupang putih (Corbula faba H).
2 Menentukan kandungan logam berat Pb dan Cd pada daging kupang putih
(Corbula faba H) rebus.
3 Menentukan condiment terbaik pada penelitian pendahuluan, dari
perlakuan yang diujicobakan.
4 Menentukan kandungan proksimat, Nitrogen - Non Protein (NPN), pH,
Total Plate Count (TPC) condiment terbaik selama fermentasi 7, 14, serta
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kupang Putih (Corbula faba H.)
Terdapat beberapa jenis kupang, antara lain kupang putih (kupang beras),
kupang merah (kupang jawa), kupang tawon, kupang kawung, kupang sapi,
kupang kentos, kupang buntut, kupang gelatik, dan kupang mbekembek. Namun,
dari sekian banyak jenis kupang ini, yang sering ditangkap oleh para nelayan
di daerah sentra produksi kupang, adalah kupang putih dan kupang merah
(Prayitno dan Susanto 2000).
Gambar 1, menunjukkan morfologi kupang putih (Corbula faba H),
sedangkan klasifikasi kupang putih, sebagai berikut (Prayitno dan Susanto 2000) :
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda
Ordo : Vilobransia
Famili : Corbulidae
Genus : Corbula
Spesies : Corbula faba H.
Gambar 1 Kupang putih (Corbula faba H.)
Kupang putih (Corbula faba H.) merupakan salah satu jenis kerang yang
termasuk dalam phylum mollusca. Jenis kupang ini berbentuk cembung lateral dan
mempunyai cangkang dengan dua belahan serta engsel dorsal yang menutup
daerah seluruh tubuh. Kupang putih (Corbula faba H) ini mempunyai bentuk kaki
seperti bagian tubuh lainnya, yaitu cembung lateral sehingga disebut pelecypoda
5 mm – 12 mm. Tubuh kupang hanya menempati sebagian dari rumahnya, yaitu menempel pada tepi kulit dekat hinge ligament (Prayitno dan Susanto 2000).
2.2 Habitat Kupang Putih (Corbula faba H).
Kupang putih (Corbula faba H).termasuk biota pantai, hidup menetap
di dasar perairan berlumpur atau berpasir dan konsentrasi terbesar terdapat di
muara-muara sungai. Kupang putih (Corbula faba H). hidup menancap pada
lumpur sedalam lebih kurang 5 mm, dengan kedudukan tegak pada ujung kulitnya
yang berbentuk oval. Bila air surut dan keadaannya menjadi dingin, kupang putih
menancap lebih dalam pada lumpur, dan sebaliknya. Dibandingkan dengan
kupang merah, kupang putih lebih cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan
setempat. Daya tahan hidup kupang putih di udara bebas lebih kurang 24 jam. Jika
mati, kulit kupang putih ini tidak membuka, sehingga tidak meimbulkan bau.
Pada udara bebas, kupang putih sedikit bergerak atau bahkan tidak bergerak. Jenis
kupang putih ini seringkali disebut kupang beras (Prayitno dan Susanto 2000).
Lingkungan perairan kupang putih kebanyakan terdapat diantara 2-4 mil
dari daratan pantai yang landai. Pada waktu air surut kedalamannya berkisar
antara 0,30 – 0,75 m, sedangkan pada waktu air pasang kedalamannya mencapai 3-4 m. Lebih lanjut diterangkan bahwa pada waktu air surut suhu rata-rata adalah
28,570C, sedangkan kadar garamnya adalah 24,27%. Pada waktu air pasang
(mulai pasang) suhu rata-ratanya adalah 28,700C, sedangkan kadar garamnya
adalah 29,32% (Subani et al. 1983).
2.3 Komposisi Kimia Kupang Putih
Protein kerang mempunyai kualitas yang tinggi, hal ini dapat ditentukan
melalui nilai asam amino esensial dan nilai biologisnya. Kerang-kerangan
mengandung asam amino bebas seperti halnya ikan dan kelompok krustacea.
Menurut Zaitsev et al. (1969), komposisi kerang sangat beraneka ragam. Hal ini
tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur, musim dan habitat (tempat hidup).
Komponen gizi yang terkandung dalam daging kupang putih meliputi kadar air
75,70%, kadar abu 3,09%, protein 10,85%, lemak 2,68%, dan karbohidrat 1,02%
2.4 Condiment
Flavour kerang pada makanan dapat dihasilkan dari produk pasta kerang
yang merupakan hasil dari proses fermentasi, yang pengolahannya mengacu
pada produk hasil fermentasi ikan atau udang dengan konsentrasi garam tinggi
dan diperam dalam waktu beberapa bulan. Produk akhir dari fermentasi ini adalah
pasta yang biasa dikonsumsi sebagai penambah rasa dan aroma pada beberapa
masakan tradisional (Montano et al.2004).
2.4.1 Deskripsi condiment
Terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai penambah rasa
nikmat dan memperindah penampakan pada makanan, diantaranya saus, kecap,
pasta, dan condiment. Condiment berupa saus kental berwarna agak kehitaman
dalam masakan Tionghoa yang dibuat dari bahan dasar tiram dan mempunyai
rasa gurih dan asin. Condiment merupakan bahan masakan Cina klasik yang pada
dasarnya terbuat dari campuran kerang, air dan garam, namun dalam
perkembangannya sudah mengalami banyak modifikasi (Jiang et al. 2006).
Condiment biasanya dimanfaatkan sebagai penambah rasa dan penguat aroma
makanan (Harold 2004).
2.4.2 Teknik pembuatan condiment
Condiment tradisional pada umumnya diproduksi menggunakan teknik
fermentasi atau pemeraman dengan penambahan konsentrasi garam yang tinggi,
dengan perbandingan antara bahan baku dan garam 3:1 dengan suhu 200C serta
waktu pemeraman antara 3 sampai 12 bulan (Young et al.2004).
Faktor-faktor yang berperan dalam pembuatan condiment meliputi bahan
baku, perlakuan pendahuluan, tahapan proses dan pengolahan lanjutan.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan condiment yaitu bahan baku hasil
perairan dalam kondisi segar. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan yaitu berupa
pencucian serta penyiangan bahan baku. Tahap proses pembuatan yaitu berupa
proses fermentasi. Tahap pengolahan lanjutan yaitu berupa pemasakan condiment
pada suhu 70-80 0C selama 15 menit.
Pada proses pembuatan condiment akan terjadi hidrolisis atau penguraian
yang khas (Rahayu et al. 1992). Modifikasi proses pembuatan condiment dapat
disetarakan dengan cara pembuatan kecap keong sawah yang sudah dilakukan
oleh Indrawati (1983) pada Gambar 2 berikut ini.
Gambar 2 Diagram alir pembuatan kecap keong sawah (Indrawati 1983).
2.4.3 Kandungan gizi condiment
Metode fermentasi yang digunakan untuk memproduksi condiment
bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizinya. Selama
proses fermentasi kandungan air, protein, lemak, abu dan karbohidrat mengalami
perubahan akibat aktivitas bakteri atau kapang. Condiment dapat dihasilkan dari
fermentasi daging kerang dengan penambahan konsentrasi garam 25%
selama 3 - 12 bulan. Hasil akhir proses fermentasi yaitu berupa filtrat dan padatan
yang kemudian akan disaring dengan menggunakan saringan ukuran 40 mesh,
serta dilakukan pula pengurangan kadar garam dengan elektridializer
(Dubois et al. 1956). Kandungan gizi condiment dari jenis kerang
Crassostrea gigas selama masa fermentasi dua bulan dapat dilihat pada Tabel 1. Penimbangan
Pencucian
Penyiangan
Pencampuran
Fermentasi Keong Sawah
Kecap Keong Sawah
- Garam halus 20% (b/b) - Ekstrak nenas 5 % v/b
Penggilingan
Tabel 1 Kandungan gizi condiment jenis kerang Crassostrea gigas
selama masa fermentasi dua bulan
Komponen Jumlah (%)
Air 27,82
Protein 36,60
Lemak 1,36
Abu
Karbohidrat
1,61 32,60 Sumber : Young et al (2004)
2.5 Fermentasi
Proses fermentasi yang terjadi pada ikan merupakan proses penguraian
secara biologis atau semi biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan
terkontrol. Asam-asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi
komponen-komponen lain yang berperan dalam pembentukan cita rasa produk.
Produk akhir fermentasi ikan dapat berupa ikan utuh, pasta atau saus
(Rahayu et al. 1992). Proses hidrolisis protein ikan yang paling efisien adalah
secara enzimatis, karena enzim menghasilkan peptida yang tinggi dan kurang
kompleks, serta mudah dipecah-pecah (Ariyani 2003). Hidrolisis enzimatik pada
dasarnya tidak berbeda dengan reaksi hidrolisis protein pada umumnya, namun
dengan reaksi enzimatik dapat merangsang munculnya flavor dari bahan baku
agar lebih tercium (Lyraz 1997). Dasar proses hidrolisis enzimatis adalah pemutusan ikatan peptida oleh enzim dengan bantuan air, secara kimiawi
(Gambar 3), sebagai berikut (Peterson 1981 diacu dalam Wardana 2008): -CHR’-CO-NH-CHR’’ + H2O CHR’-COOH + NH2-CHR’’
Gambar 3 Proses hidrolisis enzimatis
Hal penting yang perlu diamati pada pengolahan ikan adalah perubahan
daya cerna protein in vitro dan komposisi asam amino (Setyani dan Utomo 1999).
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam
bahan pangan. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik.
Semua organisme membutuhkan sumber energi yang diperoleh dari metabolisme
pangan yang diubah selama fermentasi, yaitu makanan berprotein, lemak dan
asam-asam nukleat juga dapat dipecah yang berpengaruh pada flavour dan tekstur
bahan pangan. Fermentasi menyebabkan perubahan flavour yang dipertimbangkan
lebih disukai daripada bahan baku yang tidak difermentasi (Buckle et al. 1985).
Menurut Mizutani et al.(1992), proses fermentasi yang menghasilkan condiment,
dapat digunakan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizi.
Menurut Irianto (2008), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
proses fermentasi ikan adalah (a) mikroorganisme yang terdapat pada ikan dan
garam, (b) aktivitas proteolitik enzim pada ikan, (c) kondisi bahan baku yang
digunakan pada proses fermentasi, (d) ada atau tidak adanya oksigen, (e) suhu,
(f) kandungan gizi ikan (g) pH campuran fermentasi, (h) ketersediaan dan jumlah
karbohidrat, dan (i) lama proses fermentasi. Terdapat beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kecepatan fermentasi, diantaranya adalah (a)
menggunakan suhu yang lebih tinggi, (b) menambahkan enzim, (c) menambahkan
bakteri, dan (d) menambahkan asam.
Sebagian besar produk fermentasi diproduksi dengan kandungan garam
diatas 15-20% dan kandungan garam yang tinggi tersebut mampu menghambat
pertumbuhan sebagian besar organisme yang merugikan. Jumlah total bakteri
yang terdapat pada kecap ikan menurun selama proses fermentasi. Sebagian besar
produk ikan fermentasi juga dipersiapkan pada pH diatas 4. Kandungan garam
tinggi dan pH rendah pada produk ikan fermentasi dapat mencegah pertumbuhan
Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan mikroorganisme penghasil
toksin. C.botulinum tipe A1 dihambat pada kadar garam 10-12%, umumnya pada pH dibawah 4,5. S.aureus dihambat pada kadar garam 10-20% dan pH 4,5 – 5. Hanya C.botulinum tipe E, F, dan non-proteolitik tipe B dapat tumbuh pada suhu
sekitar 8-100C.
2.6 Enzim Bromelin
Enzim adalah suatu senyawa yang mengandung protein, yang secara
alamiah terdapat dalam bahan hasil pertanian dan berfungsi sebagai bahan yang
mempercepat suatu reaksi biokimia dalam bahan. Dengan adanya kerja enzim,
maka proses metabolisme dalam suatu bahan akan berlangsung lebih cepat dan
Protease adalah enzim yang aplikasinya luas di bidang industri, antara lain
industri detergent, kulit, sutra, keju, roti, sampai hidrolisis protein secara umum,
sehingga enzim ini dipandang mempunyai nilai komersial yang tinggi.
Enzim protease adalah biokatalisator yang bekerja sangat efisien dan tidak pernah
diperlukan dalam jumlah banyak (Wibisono et al. 2003). Aktifitas enzim sangat
dipengaruhi oleh substrat, pH, dan suhu (Susanto 2000).
Buah nenas mengandung protein sebanyak 0,4 %; gula sebanyak 12 – 15% (2/3 bagian adalah sukrosa); asam 0,6 % (terbanyak 87 % asam sitrat); air
sebanyak 80 – 85 %; abu 0,5 %; lemak 0,2 %; karbohidrat 13,7 %; kalsium sebesar 16 mg/100 g; fosfor 11 mg/100 g; besi 0,3 mg/100 g (Omar et al.1978).
Di dalam buah nenas terkandung enzim-enzim. Salah satu enzim yang penting
ialah yang dikenal sebagai “bromelein” yang kemudian disebut “bromelin”
(Muljohardjo 1983). Bromelin tergolong kelompok enzim protease sulfihidril.
Bedanya dengan enzim papain dan fisin adalah bahwa enzim bromelin merupakan
glukoprotein, sedangkan molekul papain dan fisin merupakan protein
(Winarno 1995).
Enzim bromelin, yang merupakan enzim protease, mampu memecah
ikatan peptida dalam jumlah yang besar, sehingga jumlah peptida menjadi
lebih sedikit dan telah berubah menjadi asam amino bebas (Kim dan Taub 1991).
Enzim bromelin ini tidak hanya terdapat pada jenis-jenis nanas komersial saja,
akan tetapi juga terdapat pada berbagai jenis tanaman yang termasuk dalam
keluarga Bromeliaceae. Demikian pula pada bagian-bagian tanaman yang lain,
buah, batang, dan daun, mengandung campuran protease yang berbeda (Muljohardjo 1983). Kandungan bromelin dalam buah nenas tua utuh
sekitar 4,0 – 7,0 %, sedangkan dalam buah nenas muda utuh terdapat sekitar 6,0 – 8,0 % (Omar et al.1978). Baik buah nenas muda maupun yang tua mengandung bromelin. Bahkan keaktifan bromelin pada kasein dari buah yang
muda lebih tinggi bila dibandingkan dengan buah yang tua (Winarno 1995).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menghidrolisis protein
dengan menggunakan enzim proteolitik, antara lain: (a) konsentrasi ion hidrogen;
(b) konsentrasi enzim proteolitik; (c) konsentrasi protein yang dihidrolisis;
enzim tersebut. Reaksinya tidak berjalan spontan, tetapi bertingkat-tingkat dengan
hasil diantaranya yaitu protean, meta protein, proteosa, pepton, dan peptida.
Hidrolisis dengan cara ini tidak menyebabkan rusaknya asam alfa-amino produk
hidrolisis (Sumardjo 2008).
Aktifitas enzim pada umumnya dipengaruhi oleh aktivator enzim, yang
meliputi suhu, pH dan kadar air. Suhu yang semakin tinggi dalam batas tertentu
akan meningkatkan aktivitas enzim tetapi jika suhu terlalu tinggi dapat
mempercepat kerusakan enzim. Suhu optimum untuk aktivitas enzim bromelin
berkisar antara 350C sampai 500C, sedangkan pH optimum untuk aktivitas enzim
bromelin berkisar 7,6 (Muchtadi et al. 1992). Keaktifan bromelin juga
dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi enzim dan lama proses
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010,
di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Biokimia, Laboratorium
Mikrobiologi, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Laboratorium Kimia, Jurusan Kimia, Universitas Brawijaya.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah kupang putih yang diperoleh dari pantai
desa Balongdowo, Kecamatan Candi, Sidoarjo, Jawa Timur. Bahan-bahan lainnya
yang digunakan adalah garam dan ekstrak buah nenas muda. Selain bahan-bahan
tersebut digunakan pula bahan-bahan kimia untuk analisis kadar air, kadar lemak,
kadar protein, kadar abu, pH, TPC, serta NPN, diantaranya akuades, pelarut
peroleum eter, tablet kjeltab, NaOH, H2SO4, H3BO3, HCl, TCA, buffer pH 4 dan
pH 7, indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru
0,2% dalam alkohol, 2:1), larutan garam fisiologis, dan media Nutrien Agar.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan condiment antara lain pisau,
timbangan, baskom, talenan, ember, dan inkubator, serta alat-alat lain
di laboratorium yang digunakan untuk analisis seperti oven, timbangan analitik,
desikator, cawan porselin, rangkaian alat destruksi dan destilasi, labu kjeldahl,
erlenmeyer, inkubator, autoklaf, tanur, homogenizer, cawan petri, kompor listrik,
alat ekstraksi soxhlet, dan pH-meter.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan rendemen
daging kupang putih, kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus, serta
konsentrasi ekstrak nenas yang terpilih dengan menggunakan metode Bayes.
Penetapan konsentrasi ekstrak nenas terpilih, hanya dilakukan pada penelitian
Konsentrasi ekstrak nenas sebesar 15% ini, akan digunakan sebagai dasar
penggunaan konsentrasi ekstrak nenas dalam penelitian utama.
Penelitian utama dilakukan untuk menentukan kadar proksimat, yang
meliputi kadar air, protein, lemak, abu, serta karbohidrat (by difference). Selain
itu, juga dilakukan analisis kandungan Nitrogen-non protein (NPN), pH, serta
Total PlateCount (TPC). Analisis dilakukan pada hari ke-7, hari ke-14, serta hari
ke-21 dari lamanya waktu fermentasi. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan.
Proses pembuatan condiment kupang putih, diawali dengan pencucian,
pengambilan daging, dan penimbangan untuk mengetahui rendemen daging
kupang putih. Tahap selanjutnya adalah penambahan ekstrak nenas ke dalam
daging kupang putih yang sudah dilumatkan. Konsentrasi ekstrak nenas yang
ditambahkan adalah konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, 20% (v/b) dari berat daging
kupang putih. Masing-masing konsentrasi kemudian ditambahkan garam
sebanyak 25% (b/b). Campuran daging kupang putih, garam, dan ekstrak nenas
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaca dan diinkubasi
selama 7 hari, pada suhu 50 0C. Hasil hidrolisa, kemudian difermentasi tanpa
penambahan kultur. Fermentasi dilakukan selama 7, 14, dan 21 hari. Produk hasil
fermentasi masing-masing ditambahkan air mineral pH 7 sebanyak 100 ml yang
bertujuan untuk mempermudah proses pengadukan dan mencegah kerusakan fisik
pada saat pemasakan dengan suhu (700C - 800C selama 15 menit). Gambar 4
dan Gambar 5, menunjukkan diagram alir pembuatan condiment pada penelitian
Keterangan * : Yang dimodifikasi
Gambar 4 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian pendahuluan (dimodifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983).
Pencucian
Penyiangan
Pemasakan (70 – 80) 0C selama 15 menit
Analisis :
- Organoleptik skala hedonik - Analisis
proksimat (air, protein, abu, lemak,
karbohidrat (by difference) Kupang putih
Penggilingan
Penimbangan
Pencampuran
Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C
Condiment
Penambahan air 100 ml
- Garam halus * 25% (b/b)
Keterangan * : Yang dimodifikasi
Gambar 5 Diagram alir pembuatan condiment pada penelitian utama (modifikasi dari pembuatan kecap keong sawah oleh Indrawati 1983).
3.4 Prosedur Pengujian
Analisis yang dilakukan pada sampel condiment adalah perhitungan
rendemen kupang putih, pengujian logam berat Pb dan Cd kupang putih,
uji organoleptik skala hedonik dan analisis proksimat (air, protein, lemak, abu,
karbohidrat by difference) pada penelitian pendahuluan. Sedangkan
pada penelitian utama akan dilakukan analisis proksimat, Non Protein Nitrogen
(NPN), pH, serta TPC selama waktu fermentasi 7, 14, serta 21 hari. Pencucian
Penyiangan
Pemasakan (70 – 80) 0C, selama 15 menit
Analisis : - Analisis
proksimat - Analisis NPN
(Nitrogen-Non Protein) - Analisis pH - Analisis TPC
(Total Plate Count) Penggilingan
Penimbangan
Pencampuran
Fermentasi (7, 14, dan 21 hari)
Condiment
Penambahan air 100 ml
- Garam halus * 25% (b/b)
- Ekstrak nenas 15% (v/b)
Kupang putih
Inkubasi selama 7 hari, pada suhu 50 0C
3.4.1 Perhitungan rendemen (Hafiz 2008)
Rendemen merupakan bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan. Rendemen
dihitung berdasarkan berat basah.
3.4.2 Analisis proksimat
Analisis proksimat dilakukan pada hari ke-7, 14, serta hari ke-21 dari
lama waktu proses fermentasi. Analisis proksimat dilakukan pada penelitian
pendahuluan dan penelitian utama.
3.4.2.1 Analisis kadar air (SNI 01-2354.2-2006)
Persiapan awal yang harus dilakukan adalah mengkondisikan oven yang
akan digunakan hingga mencapai kondisi stabil. Selanjutnya cawan kosong
dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam. Setelah itu, cawan kosong dipindahkan
ke dalam desikator selama 30 menit, sampai mencapai suhu ruang dan
bobot cawan kosong ditimbang (A). Contoh yang telah dihaluskan kemudian
ditimbang sebanyak 2 gram dan diletakkan di dalam cawan (B). Cawan yang telah
berisi contoh, kemudian dimasukkan ke dalam oven tidak vakum pada
suhu 105 0C selama 4 jam. Tahap selanjutnya adalah mengeluarkan cawan dengan
menggunakan alat penjepit dan memasukkan cawan ke dalam desikator
selama 30 menit, kemudian cawan ditimbang (C). Pengujian dilakukan minimal
duplo (dua kali).
Keterangan : A : berat cawan kosong (g) B : berat cawan + contoh awal (g) C : berat cawan + contoh kering (g)
3.4.2.2 Analisis kadar abu metode gravimetri (SNI 01-2354.1-2006)
Tahapan awal dimulai dengan memasukkan cawan porselin kosong
ke dalam tungku pengabuan. Suhu tungku pengabuan dinaikkan secara bertahap
sampai mencapai suhu 550 0C, dan suhu tungku pengabuan dipertahankan pada % Rendemen = berat daging sampel x 100%
berat sampel utuh
Kadar air (%) = B-C x 100% B-A
suhu 550 0C ± 5 0C. Proses pengabuan dilakukan selama 8 jam, sampai diperoleh
abu berwarna putih. Setelah selesai, tungku pengabuan diturunkan suhunya
menjadi sekitar 40 0C, dan keluarkan cawan porselin dengan menggunakan
penjepit. Cawan porselin kemudian dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit. Bila abu belum berwarna putih, harus dilakukan pengabuan
kembali. Untuk melakukan pengabuan kembali, abu dilembabkan/dibasahi dengan
aquades secara perlahan dan dikeringkan dengan menggunakan hot plate. Proses
pengabuan selanjutnya dilakukan kembali seperti prosedur pengabuan yang telah
tercantum. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).
3.4.2.3 Analisis kadar protein metode kjeldahl (SNI 01-2354.4-2006)
Sampel ditimbang sebanyak 2 g pada kertas timbang, lipat-lipat dan
dimasukkan ke dalam labu destruksi. Tahap berikutnya adalah menambahkan
2 buah tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 ml H2SO4 pekat (95%-97%),
serta 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan, dan kemudian didiamkan selama 10 menit
dalam ruang asam. Tahap destruksi dilakukan pada suhu 410 0C selama 2 jam
atau sampai larutan jernih. Setelah tahap destruksi selesai, larutan kemudian
didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan ditambah dengan 50-75 ml akuades.
Tahap destilasi dilakukan dengan cara menyiapkan penampung hasil
destilasi, berupa erlenmeyer yang telah berisi 25 ml larutan H3BO3 4% dan
indikator. Labu destruksi yang telah berisi hasil destruksi, kemudian labu
dipasang pada rangkaian alat destilasi uap. Larutan natrium hidroksida-thiosulfat
sebanyak 50-75 ml kemudian ditambahkan, dan dilakukan destilasi. Destilat yang
dihasilkan, selanjutnya ditampung dalam erlenmeyer hingga volume mencapai
minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi kuning). Tahap berikutnya
adalah melakukan titrasi pada destilat dengan HCl 0,2 N yang sudah
distandarisasi sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral.
Pengerjaan beberapa tahapan uji juga dilakukan pada blanko. Pengujian dilakukan
minimal duplo (dua kali).
Kadar abu (%) = Bobot abu (g) x 100% Bobot sampel (g)
3.4.2.4 Analisis kadar lemak (SNI 01-2354.3-2006)
Persiapan yang dilakukan adalah menimbang labu takar kosong (A).
Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 2 g (B). Sampel dimasukkan ke dalam
selongsong lemak. Tahapan berikutnya adalah menambahkan berturut-turut
kloroform sebanyak 150 ml dan selongsong lemak ke dalam alat ekstraksi soxhlet.
Pemasangan rangkaian alat soxhlet harus dilakukan dengan benar. Ekstraksi
dilakukan pada suhu 60 0C selama 8 jam. Setelah tahap ekstraksi dilakukan,
selanjutnya dilakukan evaporasi campuran lemak dan kloroform dalam labu takar
sampai kering. Labu takar yang berisi lemak selanjutnya dimasukkan ke dalam
oven suhu 105 0C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa kloroform dan uap air.
Labu dan lemak dikeluarkan dari oven, dan dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit. Labu takar yang berisi lemak (C) ditimbang sampai didapatkan
berat yang konstan. Pengujian dilakukan minimal duplo (dua kali).
Keterangan :
A : Berat labu takar kosong (g)
B : Berat contoh (g)
C : Berat labu takar dan lemak hasil ekstraksi (g)
3.4.2.5 Analisis kadar karbohidrat (by difference) (Winarno 1997)
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100% dari penjumlahan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan
kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. N(%) = (ml HCl – ml HCl blanko) x N HCl x 14,007 x 100%
mg sampel
Lemak (%) = C-A x 100% B
Protein (%) = % N x faktor konversi (6,25)
Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada zat gizi lainnya. Analisis
kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
3.4.3 Penilaian Sensori
Penilaian sensori merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
menentukan mutu produk pangan. Cara penilaian mutu suatu bahan pangan dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu penilaian secara obyektif dan subyektif.
Pengujian obyektif merupakan suatu pengujian dengan menggunakan alat atau
instrumen dan faktor manusia dapat diabaikan, sehingga pengukuran menjadi
lebih obyektif. Sedangkan pengujian subjektif merupakan pengujian dengan
bantuan panca indera manusia untuk menilai daya terima suatu bahan, dapat juga
untuk menilai karakteristik mutu, dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
sifat-sifat citarasa suatu bahan.
Penilaian sensori secara subjektif dilakukan dengan menggunakan
skala hedonik. Tujuan penilaian dengan skala hedonik adalah untuk mengetahui
tingkat kesukaan konsumen terhadap produk melalui penilaian terhadap beberapa
atribut produk seperti warna, rasa, dan aroma. Menurut Winarno (1997),
penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa
faktor diantaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya.
Pada uji sensori skala hedonik ini, panelis diminta memberikan tanggapan
(respon) secara pribadi terhadap tingkat kesukaan suatu produk. Nilai kesukaan
panelis dinyatakan dalam beberapa tingkat skala kesukaan. Rentang skala hedonik
1-3, 1-5, 1-7, atau 1-9 tergantung keperluan dan kedalaman pengujian. Sampel
disajikan dengan memberikan nomor secara acak dan panelis dengan jumlah 60
orang diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan terhadap penampakan,
warna, aroma, rasa. Uji skala hedonik dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan
panelis dalam 7 skala kesukaan (1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak
tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka) (Soekarto 1985). % Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak +
Parameter pengujian pada penelitian condiment kupang putih ini meliputi
warna, aroma, rasa dan penampakan condiment kupang putih. Uji sensori
skala hedonik dilakukan pada saat penelitian pendahuluan saja, dengan perlakuan
penambahan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda. Rasa bahan makanan
lebih banyak melibatkan indera lidah. Menurut Winarno (1997), indera pencicip
dapat membedakan empat macam rasa utama, yaitu asin, asam, manis dan pahit.
Selain itu, dikenal pula rasa umami yaitu sebutan untuk rasa gurih yaitu
karakteristiknya mirip monosodium glutamat (MSG).
Aroma makanan dapat menentukan kelezatan makanan tersebut.
Alat indera hidung merupakan alat yang digunakan untuk menilai aroma makanan
yang diuji. Menurut Winarno (1997), bau yang diterima oleh hidung dan
disampaikan ke otak merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam,
tengik, dan hangus.
Warna merupakan faktor utama yang menentukan dalam penilaian bahan
pangan sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan secara visual. Suatu bahan
yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah
menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno 1997).
3.4.4 Analisis Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.3-2006)
Prinsip perhitungan Total Plate Count yaitu menghitung jumlah
mikroorganisme aerob dan anaerob (psikrofilik, mesofilik, dan termofilik) yang
tumbuh pada media Nutrient Agar, setelah itu contoh diinkubasikan pada
suhu 35 0C ± 1 0C selama 48 jam. Mikroorganisme ditumbuhkan pada suatu
media agar, maka organisme tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dengan
membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total
dapat dihitung dengan dua cara. Metode pertama yang dapat digunakan, yaitu
metode cawan agar tuang, dengan cara menanamkan contoh ke dalam cawan petri
terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar. Pada metode cawan agar
tuang untuk menghindari berkurangnya populasi bakteri akibat panas berlebihan,
maka media agar yang akan dituang mempunyai suhu 45 0C ± 1 0C.
Contoh ditimbang secara aseptik sebanyak 10 g dan ditambah dengan
Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Homogenat sebanyak 1 ml
diambil dengan menggunakan pipet steril, dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran 10-3 didapatkan dengan cara mengambil 1 ml contoh dari
pengenceran 10-2 dan memasukkannya ke dalam 9 ml larutan butterfield’s phosphate buffered. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan
minimal 25 kali. Dalam membuat larutan dengan pengenceran 10-4, 10-5, dan
seterusnya, dapat dilakukan melalui cara yang sama dengan sebelumnya. Setelah
tahap pengenceran selesai dilakukan, 1 ml contoh dari setiap pengenceran 10-1,
10-2, dan seterusnya diambil dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk
setiap pengenceran dilakukan secara duplo (dua kali). Nutrien Agar yang sudah
didinginkan dalam waterbath hingga mencapai suhu 45 0C ± 1 0C, selanjutnya
ditambahkan ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi contoh
sebanyak 12 ml-15 ml. Supaya contoh dan media Nutrien Agar tercampur
sempurna, maka dilakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang, serta
ke kanan dan ke kiri. Cawan yang mengandung jumlah 25 koloni-250 koloni,
merupakan cawan yang dipilih. Perhitungan koloni pada cawan petri,
sebagai berikut :
Keterangan :
N : Jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g ∑ C : Jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d : Pengenceram pertama yang dihitung
3.4.5 Analisis logam berat (Pb) dan (Cd) (SNI 01-2354.7-2006)
Untuk produk basah, sebelumnya dilakukan pengukuran kadar air sampel
terlebih dahulu. Setelah itu, cawan porselen tertutup disiapkan dan buka separuh
permukaannya untuk meminimalkan kontaminasi dari debu selama pengeringan.
Cawan porselen kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada N = ∑ C x 100%
suhu 103 0C ± 1 0C selama 2 jam. Setelah kering, cawan didinginkan dalam
desikator selama 30 menit, kemudian dilakukan penimbangan dan pencatatan
bobot cawan. Produk basah yang telah dikeringkan selanjutnya ditimbang
sebanyak 0,5 gram dan dicatat bobot cawan yang telah berisi sampel. Untuk
kontrol positif, dilakukan penambahan 0,25 ml larutan standard timbal 1 mg/l
ke dalam contoh sebelum dimasukkan ke dalam tungku pengabuan.
Kontrol positif kemudian diuapkan dengan menggunakan hot plate sampai kering
pada suhu 100 0C.
Contoh dan kontrol positif kemudian dimasukkan ke dalam
tungku pengabuan dan separuh permukaannya ditutup. Suhu tungku pengabuan
dinaikkan secara bertahap 100 0C setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C dan
pengabuan dilakukan selama 18 jam. Contoh dan kontrol positif kemudian
dikeluarkan dari tungku pengabuan dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah
dingin, contoh dan kontrol positif ditambah dengan 1 ml HNO3 65%, serta
dikocok secara hati-hati sehingga semua abu terlarut dalam asam.
Tahapan selanjutnya adalah menguapkan cairan yang terdapat pada sampel
dengan menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. Setelah kering,
contoh dan kontrol positif dimasukkan kembali ke dalam tungku pengabuan. Suhu
tungku pengabuan selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap 100 0C
setiap 30 menit sampai mencapai 450 0C serta dipertahankan selama 3 jam.
Setelah abu terbentuk sempurna (berwarna putih), contoh dan kontrol positif
didinginkan pada suhu ruang. HCl 6M sebanyak 5 ml selanjutnya ditambahkan
ke dalam masing-masing contoh dan kontrol positif, kocok secara hati-hati sehingga semua abu larut dalam asam. Selanjutnya, sampel diuapkan dengan
menggunakan Hot Plate pada suhu 100 0C sampai kering. HNO3 0,1 M
sebanyak 10 ml kemudian ditambahkandan sampel didinginkan pada suhu ruang
selama 1 jam. Larutan selanjutnya dipindahkan ke dalam labu takar 50 ml
(polypropylene).
Larutan standar juga disiapkan, minimal 3 (tiga) titik kadar ( 5µg/l, 10µg/l,
dan 20µg/l). Pembacaan terhadap larutan standar, contoh, dan kontrol positif
panjang gelombang 228,8 nm dengan graphite furnace. Kadar contoh dapat
ditentukan dengan berdasar pada kurva kalibrasi.
Keterangan :
D : Kadar contoh µ g/l dari hasil pembacaan AAS
E : Kadar blanko contoh µg/l dari hasil pembacaan AAS
V : Volume akhir larutan contoh yang disiapkan (ml)
Fp : Faktor pengenceran
Ww : Berat basah contoh (g)
3.4.6 Analisis nitrogen-non protein (NPN) (Apriyantono dkk 1989)
Untuk persiapan, sampel ditimbang sebnayak 2 g, lalu dipindahkan
ke dalam labu kjeldahl. Selanjutnya 50 ml akuades dan batu didih ditambahkan
juga ke dalam labu kjeldahl, tunggu hingga mendidih tetapi harus dijaga jangan
sampai kering. Sementara hasil ekstrak masih panas, kemudian ditambahkan 2 ml
aluminium sulfat dan dicampur sampai merata. Selanjutnya larutan dipanaskan
kembali hingga mendidih, kemudian ditambahkan pula larutan tembaga sulfat
sebanyak 50 ml dan dicampur hingga merata, serta dibiarkan sampai dingin.
Tahapan berikutnya adalah dilakukan penyaringan larutan sampel dengan
menggunakan kertas saring dan corong. Filtrat yang didapat kemudian ditampung
dalam labu kjeldahl. Kadar nitrogen yang terdapat pada filtrat dapat ditentukan
dengan menggunakan metode mikro kjeldahl.
Perhitungan :
Keterangan : S : Hasil penitaran sampel (ml)
B : Hasil penitaran sampel blanko (ml)
N : Normalitas HCl
F : Faktor konversi protein (6,25)
%N = (S-B) x NHCl x 14,007 x 100 mg sampel
Kadar NPN = %N x F
Kadar Pb dan Cd µg/g = (D-E) x Fp x V (ml) x 1 liter 1000 ml Ww
3.4.7 Pengukuran nilai pH (Suzuki 1981)
Sebelum melakukan pengukuran, pH meter harus dikalibrasi terlebih
dahulu dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 dan batang probe
dibilas dengan menggunakan akuades. Selanjutnya batang probe dicelupkan
kembali pada buffer pH 7, serta membilasnya kembali dengan akuades.
Perhitungan sampel dilakukan dengan cara menimbang 5 gram sampel kemudian
dihomogenkan dalam 45 ml akuades dingin. Setelah homogen, diukur pH-nya
dengan pH-meter. Pengukuran menggunakan pH meter digital.
3.5 Pemilihan Condiment Terbaik berbasis Indeks Kinerja (Marimin 2004) Analisis pengambilan keputusan untuk menentukan konsentrasi terbaik
pada penelitian utama, menggunakan metode Bayes. Metode Bayes merupakan
salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam
pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan
menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan yang
optimal perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004). Sebelum
dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap
beberapa parameter yang diamati berdasarkan indeks kepentingan dengan
mempertimbangkan pendapat ahli.
Nilai kepentingan setiap masing-masing parameter didasarkan pada
parameter yang paling dipentingkan sampai yang tidak terlalu dipentingkan.
Parameter yang dibobot dalam metode ini meliputi parameter analisis sensori,
serta parameter analisis proksimat (kadar air, kadar protein, kadar abu,
kadar lemak, serta kadar karbohidrat by difference). Parameter yang dianggap
paling penting pada produk condiment kupang putih secara berturut-turut yaitu
parameter rasa, aroma, penampakan dan warna, kadar protein dan kadar lemak,
kadar air, kadar abu dan kadar karbohidrat by difference.
Secara subjektif parameter rasa pada condiment merupakan parameter
paling utama dalam penerimaan produk. Menurut Mizutani et al. (1992),
metode fermentasi yang digunakan untuk memproduksi pasta condiment
bertujuan untuk meningkatkan aroma, rasa dan kandungan gizinya. Parameter
Sedangkan Parameter objektif berupa nilai kadar protein dan lemak condiment
juga lebih diutamakan diantara parameter objektif yang lainnya.
Bobot dari setiap parameter diperoleh berdasarkan manipulasi matriks.
Matriks diperoleh dari perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian
dikuadratkan. Nilai bobot diperoleh dari perbandingan antara hasil penjumlahan
setiap baris matriks dengan nilai total hasil penjumlahan baris matriks. Nilai bobot
kemudian dikalikan dengan nilai rangking. Total nilai hasil perkalian antara nilai
rangking dengan nilai bobot digunakan untuk menentukan condiment yang
terbaik. Total nilai yang tertinggi yang didapatkan dari hasil perkalian nilai bobot
dan rangking, merupakan condiment terbaik pada penelitian pendahuluan.
3.6 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan
adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 1 faktor, yaitu konsentrasi ekstrak nenas
sebagai sumber enzim bromelin, terdiri dari 5 taraf, yaitu konsentrasi ekstrak
nenas 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 % (v/b) dari daging kupang putih dengan ulangan
sebanyak 3 (tiga) kali. Model umum rancangan yang digunakan adalah
sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991).
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ = Rataan umum
σi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
i = Jumlah perlakuan konsentrasi ekstrak nenas yang berbeda
(0%, 5%, 10%, 15%, 20%)
J = Ulangan
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode analisis
ragam dengan uji F tabel untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi ekstrak
F hitung lebih besar dari pada F tabel dengan derajat bebas tertentu pada taraf
0,05% (Steel dan Torrie 1993). Selanjutnya dilakukan uji besarnya pengaruh dari
masing-masing taraf dengan menggunakan uji lanjut Tukey.
Uji sensori skala hedonik digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan
panelis terhadap produk yang dihasilkan. Data yang diperoleh dari uji sensori
dianalisis dengan menggunakan statistik non parametrik dengan metode
uji Kruskal-Wallis dan apabila berbeda nyata dilakukan uji lanjut
Multiple Comparison (Steel dan Torrie 1993). Model matematika
uji Kruskal-Wallis adalah:
Keterangan :
ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan
Ri = Jumlah rangking dalam perlakuan ke-i
t = Banyaknya pengamatan seri dan kelompok
H' = H terkoreksi
Apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(X2 hitung > dari X2 tabel (0,05), selanjutnya dilakukan uji Multiple Compariso.
Keterangan :
Ri = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i
Rj = rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j
k = banyaknya ulangan
n = jumlah total data
H = 12 ∑ Ri2– 3 (n+1) ; H' = H n (n+1) ni pembagi
Pembagi = 1 – T ; T = (t-1) t (t+1) (n-1) n (n+1)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan rendemen
kupang putih, kandungan logam berat Pb dan Cd kupang putih, serta pemilihan
condiment terbaik menggunakan metode Bayes.
4.1.1 Rendemen kupang putih
Rendemen ikan adalah perbandingan berat antara daging dengan ikan
utuh (Hadiwiyoto 1993). Rendemen kupang putih diperoleh dari persentase
perbandingan antara bobot daging kupang putih (setelah pembuangan jeroan)
dengan berat kupang putih utuh (masih memiliki cangkang dan jeroan). Hasil
penelitian pendahuluan memperlihatkan bahwa kupang putih memiliki rendemen
daging sebesar 20,45%. Hal ini berarti daging kupang putih hanya 20,45% dari
berat total kupang putih dengan cangkang. Nilai rendemen kupang putih
sebesar 20,45%, termasuk dalam kategori rendemen dalam jumlah yang sedang.
Untuk lebih jelasnya, perhitungan rendemen daging kupang putih mentah dapat
dilihat pada Lampiran 1a.
Hasil perhitungan rendemen terhadap daging kupang putih pada penelitian
ini menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh dengan perhitungan rendemen
kupang putih yang telah dilakukan oleh Ayuni (2007), yaitu sebesar 20,24%.
Hasil perhitungan rendemen kupang putih antara penelitian Ayuni (2007) dan
penulis berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran bahan baku yang berbeda.
Semakin besar ukuran bahan baku, cenderung memiliki persentase rendemen yang
lebih tinggi.
4.1.2 Analisis logam berat Pb dan Cd
Sampel kupang putih (Corbula faba H.), didapatkan dari desa
Balongdowo, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Kandungan logam berat Pb
dan Cd dalam daging kupang putih rebus, tidak terdeteksi. Data hasil
uji logam berat Pb dan Cd kupang putih rebus dapat dilihat pada Lampiran 1b.
Tidak terdeteksinya logam berat di dalam daging kupang putih, dapat dipengaruhi
setelah dilakukan perendaman dengan berbagai larutan asam 5%, kandungan Pb
daging ikan manyung mengalami penurunan dari 2,109-4,916 ppm menjadi
1,117-2,540 ppm. Penurunan kandungan Pb ini disebabkan oleh larutan asam
dapat merusak ikatan kompleks logam protein, selain itu Pb merupakan jenis
logam yang dapat larut di dalam lemak. Perendaman daging ikan manyung dalam
larutan asam, menyebabkan lemak membentuk emulsi yang halus dan larut
di dalam larutan asam, sehingga dengan melarutnya lemak, secara tidak langsung
juga menurunkan kandungan Pb yang terdapat pada daging ikan.
Selain itu, tidak terdeteksinya logam berat pada daging kupang putih, juga
bisa disebabkan oleh adanya perlakuan pendahuluan berupa perebusan. Hasil
penelitian Budiono et al. (2000) menunjukkan bahwa kupang putih mentah
mengandung Hg 1,7964 ppm, daging kupang putih rebus siap saji sudah tidak
mengandung Hg, tetapi dalam kaldu kupang putih masih mengandung
Hg sebesar 0,0161 ppm. Proses pengolahan berupa perebusan yang dilakukan
terhadap kupang putih kemungkinan dapat mempengaruhi kadar logam berat
dalam suatu bahan.
Proses perebusan kupang putih dilakukan untuk membuka cangkang
kupang. Proses perebusan dilakukan pada suhu 100 0C. Proses perebusan dapat
menyebabkan sebagian protein terdenaturasi. Panas dapat digunakan untuk
merusak ikatan hidrogen serta interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi
karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul
penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga merusak
ikatan molekul tersebut. Protein bahan dapat terdenaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein
yang terkandung dalam bahan, sehingga dapat memudahkan enzim pencernaan
dalam mencerna protein tersebut (Ophart 2003).
Menurut Darmono (1995), Ion logam secara alamiah terdapat di dalam
bahan makanan dan di dalam tubuh dan hampir semuanya berikatan dengan
protein. Ikatan ion dengan protein ini terjadi dalam bentuk interaksi antara
protein dan ion logam. Interaksi kompleks antara ion logam dengan protein dapat
terjadi dalam dua bentuk, yaitu: (1). Metaloenzim, pada jenis interaksi ini,
stabil, sehingga ion logam menjadi bagian dari struktur protein, dan hanya dapat
dilepas dalam kondisi tertentu. (2). Metal protein, pada jenis interaksi ini, ikatan
antara ion logam dan protein bersifat labil (ion logam dapat bertukar dengan
protein dengan mudah). Dengan