• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI TATA KERJA

Dalam dokumen KESELAMATAN, KESEHATAN DAN LINGKUNGAN IV (Halaman 63-68)

STUDI p53, AgNOR, MIB-1, INDEK MITOSIS DAN RESPON KEMORADIOTERAPI KANKER SERVIK

III. METODOLOGI TATA KERJA

Sediaan mikroskopik yang digunakan pada penelitian ini berasal dari 23 sampel biopsi penderita karsinoma serviks uteri sel squamosa (KSS) stadium lanjut lokal yang datang ke RSCM tahun 2005-2006 yang secara klinis terdiri dari stadium klinik IB (sel tumor menyebar sampai parametrium) dan IVA (sel tumor telah mencapai dinding panggul/hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal) sebelum menerima kemoradioterapi [24].

Kemoradioterapi

Pasien ditangani dengan cara kombinasi Eksternal Beam Radiotherapy (EBRT) dengan sinar gamma Co-60 dan high dose rate intracavitary brachytherapy (HDR-ICBT) dengan 192

Ir. EBRT diberikan pada whole pelvis, dengan volume target klinik termasuk kanker primer, uterus, iliac internal, presacral, iliac eksternal, common iliac serta nodul limfe. HDR-ICBT

menggunakan Microselectron (Nucletron International, Amsterdam, Netherlands) diikuti dengan EBRT dalam dua fraksi (850 cGy/fraksi) pada titik A. Cisplatin diberikan dengan dosis 40 mg/m2pada hari1, 8, 15, 22, dan 29, secara

concurrent dengan EBRT sekitar 2 jam sebelumya.[25].

Pewarnaan MIB-1,p53

Pewarnaan MIB-1 dan p53 dilakukan dengan pewarnaan immunohistokimia. Sediaan mikroskopik berasal dari jaringan kanker dipotong dengan mikrotom ketebalan 4m , deparafinasi dengan xilol, rehidrasi dengan etanol konsentrasi menurun, dan diikuti dengan PBS (3 x 5 menit). Sediaan jaringan kemudian diinkubasi pada DAKO Buffer antigen Retrieval pada mirowave suhu 940 C selama 20 menit dan dilanjutkan dengan pendinginan selama 20 menit pada suhu ruangan dan dicuci dengan PBS 3 x 5 menit,

kemudian diinkubasi pada Blok Peroksidase (Dako Cytomotion), PBS 3 x 5 menit dan inkubasi dengan anti bodi MIB-1 atau p53 selama over night suhu 40 C. Setelah inkubasi dengan MIB-1 atau p53 maka sediaan diinkubasi lagi dengan antibodi ke 2 (Labeled Polymer HRP (DakoCytomation)) selama 60 menit temperatur ruang, di cuci dengan PBS 3 x 5 menit, counter stain, dehidrasi dengan etanol konsentrasi meningkat, penjernihan dengan xilol, dan penempelen. Hasil pewarnaan MIB-1 ini juga dapat dilakukan penghitungan Indek Mitosis.

Pewarnaan AgNOR

Sampel biopsi diproses menjadi blok paraffin yang dipotong menjadi sediaan

mikroskopik dengan ketebalan 4µm. Sediaan diletakkan pada objek glass untuk deparafinisasi dengan xilol, rehidrasi dengan etanol konsentrasi menurun dan terakhir dengan air deionisasi masing-masing selama 5 menit, kemudian diwarnai dengan pewarnaan AgNOR dengan cara membuat larutan perak koloidal, yang dibuat dari 2% bubuk gelatin dalam air deionisasi

pada ”waterbath” suhu 60 – 70oC. Kemudian ditambah asam formiat murni 1%. Larutan ini dicampur dengan 50% perak nitrat dalam air deionisasi dengan perbandingan 1:2,. Selanjutnya larutan larutan perak nitrat koloidal ini dengan filter 0,22 µm milipore diteteskan pada sediaanjaringan kanker dan didiamkan selama 40 menit, sediaan jaringan kanker kemudian diinkubasi dalam larutan tiosulfat 5% selama 15 menit. Sediaan mikroskopik didehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi 70 %, 80%, 90% dan 100%, kemudian dilakukan penjernihan dengan xilol, setelah preparat kering ditutup dengan gelas penutup dan siap untuk dilakukan penghitungan AgNOR [26]

Penghitungan AgNOR, MIB-1, p53,dan Indeks Mitosis

Penghitungan butir AgNOR dilakukan di bawah mikroskop secara acak dari 100 sel menggunakan pembesaran lensa objektif 100x [27]. Nilai AgNOR yang dihitung adalah rerata AgNOR dalam satu inti sel. Indeks MIB-1, indeks p53 dan Indeks Mitosis merupakan persentase jaringan tumor positif, dievaluasi secara blind protocol untuk menghindari hasil yang bias. Tiga lapangan dipilih secara random

perbesaran mikroskop x 400) untuk meminimalkan variasi dilakukan peng hitungan ulang variasi tidak lebih dari 5%. Indeks protein p53 di atas 10% disebut positif dan di bawah 10% disebut negatif.

Pengamatan Respon Kemoradioterapi

Pengamatan respon setelah kemoradioterapi dilakukan dengan pelvic control, respon sebagian (parsial response) dan respons keseluruhan

(complete respons) oleh dokter radioterapi, salah seorang dari penulis dari makalah ini (IR).

Analisis statistik

Hasil perhitungan diuji secara statistik Mc Nemar test antara indeks p53 dengan respon kemoradioterapi dan kemudian di plot secara kolom, dan Uji Anova nilai untuk AgNOR, indeks MIB-1 dan Indeks Mitosis dengan kemoradioterapi tingkat kepercayaan 5 % ( p = 0,05), kemudian di plot menurut Box and Whisker.

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks p53 Nilai AgNOR, Indeks MIB-1, Indeks Mitosis sebelum kemoradioterapi dengan dan Respon Kemoradioterapi, seperti pada Gambar 1 (a-d) serta Tabel 1, Tabel 2, dibawah ini. Pada penelitian ini ditemukan adanya perbedaan secara statistik antara ekspresi protein

p53 sebelum kemoradioterapi dengan respon kemoradioterapi. Ekspresi protein p53 positif sebelum kemoradioterapi menunjukan respon lebih baik dibanding p53 negatif, p = 0.04 < 0.05 (Gambar 1.d)

a. b

c d

Gambar 1. a.Nilai AgNOR b. indeks MIB-1 c. Indeks Mitosis dan d. indeks p53 pada respon kemoradioterapi

Tabel 1. Jumlah Pasien Ekspresi P53 pada Respon Kemoradioterapi berbeda

Respon P53 + P53 -

Parsial 1 7

Complete 7 8

Tabel 2. Nilai AgNOR, Indeks MIB-1 dan Indeks Mitosis Pada Respons

Kemoradioterapi Berbeda No AgN OR MIB-1 Mito sis Respon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 5,00 4.71 5.47 4.78 3.64 5.30 4.90 5.10 5.40 5.14 4.39 3.60 5.09 4.49 3.26 5.40 7.26 4.23 6.79 4.69 3.14 5.21 6.46 31.42 17.75 34.77 22.16 23.62 34.20 16.24 16.61 25.70 23.01 27.38 16.24 17.57 29.03 17.13 30.58 32.73 19.78 36.18 26.27 15.23 33.33 40.88 0.08 0.03 0.07 0.05 0.10 0.04 0.04 0. 02 0.06 0.06 0.06 0.04 0.05 0.05 0.04 0.09 0.11 0.04 0.13 0.03 0.03 0.04 0.12 2 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2

Gen p53 merupakan gen penekan tumor yang

kerusakan pada DNA sebelum memasuki fase S (sintesis) dalam pembelahan sel. Dengan mekanisme ini gen p53 memberi kesempatan untuk enzim yang berperan memperbaiki kerusakan pada DNA sebelum proses mitosis.

Ekspresi protein p53 yang muncul pada sel kanker sebelum kemoradioterapi bersifat kontroversial, p53 wild tipe umumnya mempunyai waktu paro yang pendek sehingga mudah terurai, sedangkan p53 yang mutan bersifat lebih stabil , diduga yang kemungkinan besar terdeteksi secara immunohistokimia ini adalah p53 yang bersifat mutan. Akibat mutasi pada gen p53 ini maka protein yang ekspresikannya bersifat abnormal dan stabil sehingga dapat langsung terdeteksi dengan teknik immunohistokimia, sedangkan protein p53

yang tidak bermutasi bersifat tidak stabil [28] Gen p53 yang bersifat mutan tidak dapat menjalankan fungsinya menghentikan siklus sel pada phase G1 sebelum memasuki fase S, akibatnya sel kanker akan terus memasuki fase S menuju mitosis. Fase S merupakan bagian yang bersifat radiosensitife disamping fase M. Faktor ini diduga yang menjadi penyebab sel kanker yang menunjukan p53 positif sebelum dilakukan kemoradioterapi akan memberikan respon yang lebih baik (complete respons) dibanding dengan p53 negatif.

Sejumlah studi menunjukan tidak adanya korelasi yang bermakna antara ekspresi p53 dan prognosis kanker servik uteri sel skuamosa [29] dan pada kanker kepala dan leher [30]. Menurut Oka et al., [31] ekspresi 53 pada kanker servik sel skuamosa tidak dapat dijadikan faktor prognostik pada kanker servik sel skuamosa stadium III yang

radioterapi dapat dijadikan sebagai penduga prognosis yang buruk. Ada dua laporan yang menyatakan adanya hubungan tingginya ekspresi p53 dengan respon buruk paska radioterapi kanker jenis skuamosa. Raybad-Diogene et al.[32] mengamati 101 pasien jenis sel skuamosa pada kanker kepala dan leher dan menemukan pada pasien yang menunjukan ekspresi p53

menunjukkan lokal kontrol yang rendah setelah radioterapi dibanding pasien yang ekspresi p53

nya negatif. Tatemoto et al., [33] pasien yang ekspresi p53 positif pada kanker oral sel skuamosa menunjukkan respon kemoradioterapi secara histopatologik dibanding tumor p53 negatif.

Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan laporan di atas kemungkinan ekspresi p53 pada pasien penelitian ini merupakan tampilan dari p53 normal sehingga akan lebih bersifat radiosensitife (karena antibodi yang dugunakan pada studi ini dapat menampilkan baik p53 normal maupun mutan), atau p53 positif mutan menyebabkan tingginya proliferasi sel yang membuat makin besarnya kemungkinan fase mitosis yang merupakan fase radiosensitive pada pembelahan sel. Disisi lain perlu juga perlu dilakukan studi yang lebih mendalam tentang status karakteristik gen p53 kanker serviks sel skuamosa di Indonesia.

Selanjutnya tidak dijumpai perbedaan secara statistik antara AgNOR, MIB-1, Indek Mitosis dengan respon radiasi setelah radioterapi p > 0.05 (masing masing p=0.15, p=0.08, p=0.09, Gambar 1a – c). Baik nilai AgNOR, MIB-1, dan Indeks Mitosis menunjukkan kecendrungan korelasi positif dengan respon lebih baik setelah

kemoradioterapi. Nilai AgNOR, indeks MIB-1 dan Indeks Mitosis yang tinggi akan terkait dengan tingginya proliferasi sel yang akan lebih radiosensitive terhadap radioterapi dan sebaliknya. Tidak tercapainya nilai kemaknaan statistik kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel yang terbatas pada penelitian ini.

Penghitungan AgNOR pada nukleolus sel terkait dengan kecepatan biogenesis ribosom. Distribusi AgNOR terkait dengan aktivitas RNA polymerase I, lebih tingginya nilai AgNOR berarti transkripsi rRNA lebih besar [34]. Biogenesis ribosom merupakan aktivitas metabolik utama dalam proliferasi sel [35]. Kecepatan biogenesis ribosom berhubungan proliferasi sel melalui siklus sel.

Pada kanker serviks, sejumlah penelitian sebelumnya berfokus pada kecepatan proliferasi sel yang dilakukan dengan mengamati antigen yang terkait dengan proliferasi sel seperti Ki-67 dengan prognosis. Nakano et al [36] menyatakan bahwa indeks Ki-67 mempunyai korelasi positif dengan prognosis dan respons awal radiasi pada radioterapi. Tumor dengan indeks Ki-67 terkait dengan tingginya fraksi pertumbuhan akan lebih radiosensitife dan tumor akan lebih mudah dihilangkan dengan radioterapi dibanding dengan tumor yang indek Ki-67 nya lebih rendah mempunyai lebih banyak proporsi sel pada fase G0 yang resistens terhadap radiasi. Hal sama juga dilaporkan oleh Pillai [13], tumor yang mempunyai indeks Ki-67 dan nilai AgNORs lebih tinggi akan bersifat radiosensitif terhadap radioterapi.

Nakano et al [23] menyatakan aktivitas proliferasi sel yang diamati dengan indeks mitosis menunjukkan korelasi terbalik dengan prognosis paska radiasi kanker servik, studi yang sama pada jenis tumor yang lain juga menunjukkan hasil serupa [24,25,26]. Pada penelitian difokuskan pada pengamatan respon setelah selesai kemoradioterapi yang didasarkan pada pelvic

control, tanpa dilakukan pengamatan dengan CT Scan, misalnya, untuk memastikan tingkat keberadaan sel tumor setelah kemoradioterapi. Selanjutnya juga dibutuhkan pengamatan jangka panjang dari respon radioterapi ini misalnya sampai beberapa tahun setelah pengobatan apakah sembuh sama sekali atau kemungkinan adanya residif

V.Kesimpulan

Ekspresi protein p53 pada biopsi sel kanker sebelum kemoradioterapi menunjukkan korelasi positif dengan respon diamati dengan pelvic control yang lebih setelah kemoradioterapi kanker serviks. Dari 8 biopsi kanker positif p53 sebelum kemoradioterapi 7 diantaranya menunjukkan respon baik dan 1 menunjukkan respon buruk, sedangkan 15 biopsi p53 negatif hanya 8 diantaranya yang menunjukkan respons baik dan 7

menunjukkan respon buruk setelah kemoradioterapi.

Dalam dokumen KESELAMATAN, KESEHATAN DAN LINGKUNGAN IV (Halaman 63-68)