• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di DTA Cilebak yang merupakan bagian dari Sub DAS Citarum Hulu. Pengukuran curah hujan, kecepatan aliran dan curah hujan dilakukan di Stasiun Pengamat Aliran Sungai Cilebak, Bandung. Analisis Sedimen serta intepretasi data dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Manajemen Hutan, IPB. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Sifat Fisik Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Desember 2005.

B. Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : Peta penggunaan lahan DTA Cilebak, Peta Digital Rupa Bumi Indonesia Skala 1:25.000 lembar 1208 - 632 dan 1208 - 634, peta jenis tanah semi detail DAS Citarum Hulu skala 1:100.000, data curah hujan harian, tinggi muka air harian, debit harian dan debit sedimen harian tahun 2003 - 2004

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software Arc View 3.2 dengan Spatial Analys, DEMAT dan Hydrollogy Modellingt Extension, Microsoft Office (MS Word dan MS Excel), Minitab, Global Positioning System (GPS), Logger tipe Turbidity Meter, Plastik, milimeter blok dan alat penunjang lainnya.

C. Metode Penelitian 1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan secara langsung melalui pengukuran (data primer) dan diperoleh melalui instansi terkait (data sekunder). Data sekunder yang dibutuhkan adalah Peta Rupa Bumi Digital Skala 1:25.000 lembar 1208 - 632 dan 1208 - 634, Peta Penggunaan Lahan DTA Cilebak dan Peta Tanah Tinjau Semi Detail DAS Citarum Hulu Skala 1 : 100.000. Sedangkan untuk data primer, data yang dibutuhkan adalah :

a. Data Curah Hujan

Data Curah Hujan didapat dengan melakukan pengamatan hujan menggunakan Automatic Rainfall Recorder (ARR) yang terdapat pada Stasiun Pengamat Aliran Sungai (SPAS). Melalui data yang tercantum pada kertas pias dapat dianalisis besarnya curah hujan maupun intensitas pada setiap kejadian hujan.

b. Data Tinggi Muka Air dan Debit Sungai

Data Tinggi Muka Air (TMA) diperoleh melalui pengamatan dengan menggunakan alat Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang mampu merekam TMA setiap jamnya. Disamping itu dengan data AWLR dapat diketahui hidrograf untuk setiap kejadian hujan dan aliran langsung yang ditimbulkannya.

Pengukuran debit aliran sungai dilakukan di Stasiun Pengamat Aliran Sungai yang merupakan titik outlet DTA Cilebak. Pendugaan dilakukan dengan menggunakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara tinggi muka air dengan debit. Pembuatan model tersebut dibuat dengan menggunakan data tinggi muka air, luas penampang sungai dan kecepatan aliran. Kecepatan aliran diukur pada kedalaman 0.6 x Tinggi Muka Air. Dari ketiga data tersebut dapat dihitung debit aliran sungai menggunakan persamaan sebagai berikut : Q = V x A ……….………..(2)

Keterangan :

Q : Debit limpasan air sungai (m3/detik) V : Kecepatan aliran sungai (m/detik) A : Luas penampang sungai (m2) c. Data Sedimen

Pengukuran debit aliran pada satu penampang tertentu dilakukan bersama – sama dengan pengambilan sampel sedimen sehingga dapat ditarik hubungan antara besar debit dengan besar angkutan sedimen. Penentuan besarnya kandungan sedimen pada debit tertentu dilakukan

dengan cara menggunakan alat Logger tipe Turbidity Meter yang secara otomatis menghitung besarnya konsentrasi sedimen dalam mg/liter atau ppm.

Dengan mengetahui besarnya konsentrasi sedimen melayang maka dapat diketahui besarnya debit sedimen melalui persamaan berikut :

Qs = Q x Cs ...(3) Keterangan :

Qs : Debit sedimen melayang (gr/detik) Q : Debit limpasan air sungai (m3/detik) Cs : Konsentrasi Sedimen Melayang (mg/liter) 2. Analisis Data

a. Analisis faktor penduga erosi metode USLE

Data yang dibutuhkan pada pemetaan tingkat bahaya erosi adalah : peta lereng, peta penggunaan lahan, data curah hujan, peta jenis tanah dan peta kedalaman tanah. Analisis tingkat bahaya erosi dilakukan dengan cara memperkirakan (memprediksi) laju erosi tanah pada satuan – satuan lahan. Pendekatan persamaan “Universal Soil Loss Equation (USLE)” dikemukakan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dengan menggunakan persamaan A = R K L S C P, dimana A adalah besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha/thn), R adalah faktor erosivitas curah hujan, K adalah faktor erodibilitas untuk tanah, L adalah faktor panjang kemiringan lereng, S adalah faktor gradien kemiringan lereng, C adalah faktor cara bercocok tanam (pengelolaan tanaman) dan P adalah faktor praktek konservasi tanah.

Prakiraan laju erosi tanah dengan USLE untuk lahan yang luas dilakukan dengan membagi lahan tersebut menjadi satuan – satuan lahan yang penampilan faktor – faktor pengendalian erosi yang relatif nisbi homogen. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan resolusi piksel sebesar 5 m x 5 m

sehingga msing – masing luasan sebesar 25 m2. Prakiraan laju erosi tanah dilakukan pada setiap satuan lahan tersebut untuk memperoleh gambaran umum dihitung nilai rataannya. Faktor – faktor tersebut adalah :

i. Faktor Erosivitas (R)

Faktor R dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Bols (1978) dalam Asdak (1995) berupa data curah hujan bulanan sebagai berikut : EI30 = 6.12 R1.21 x D -0.47 x M0.53 ... (4) Keterangan :

EI30 : Indeks erosivitas hujan R : Jumlah hujan bulanan (cm) D : Jumlah hari hujan bulanan

M : Hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut ii. Faktor erodibilitas Tanah (K)

Untuk mengetahui nilai erodibilitas tanah diperlukan informasi pendukung sebagai ketentuan dalam penggunaan nomograf. Data tersebut berupa analisis tekstur tanah, yaitu persentase kandungan pasir (2,0 – 0,10 mm), persentase pasir sangat halus (0,10 – 0,05 mm), persen debu (0,05 – 0,002 mm), persentase liat (< 0,002 mm), persentase bahan organik tanah, struktur tanah dan permeabilitas tanah. Analisis faktor erodibilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan cara sebagai berikut :

• Pengukuran persen unsur organik dilakukan dengan menggunakan metode Walkley dan Black, dengan mengasumsikan 58% kandungan C-total tanah adalah bahan organik. Nilai bahan organik diketahui melalui rumus :

Tabel 2. Nilai bahan organik untuk setiap kisaran kandungan bahan organik Pisahan Organik (%) Kelas Nilai C-Organik Bahan Organik

<1 1,0 – 2,0 2,1 – 3,0 3,1 – 5,0 >5 >1,724 1,724 – 3,650 4,024 – 5,574 5,766 – 11,444 >11,444 Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0 1 2 3 4 Sumber : Purwowidodo, 2002

• Pengukuran tipe dan kelas struktur tanah dilakukan dengan menggunakan cara mekanik dengan memisahkan sesuai dengan jarah – jarah yang membentuk tanah tersebut dan memerikannya sesuai dengan masing – masing tipe dan kelas pembentuk tanah dominan. Untuk penentuan nilai tipe dan kelas dapat diketahui melalui tabel di bawah ini :

Tabel 3. Nilai mutu dan struktur tanah Tipe dan Mutu Struktur Nilai

Butiran Sangat Halus Butiran Halus Butiran sedang dan kasar Gumpal, lempeng atau pejal

1 2 3 4 Sumber : Purwowidodo, 2002

• Permeabilitas tanah diukur dengan mengadaptasi metode Bouyoucos dengan menggunakan prinsip bahwa laju pemasukan air dan pelolosan air melalui pori – pori tubuh tanah dikendalikan oleh faktor – faktor yang mengendalikan jumlah dan kemantapan pori berukuran besar.

Tabel 4. Nilai Peresapan Tanah

S

Sumber : Purwowidodo, 2002 Besar Permeabilitas Tanah

(cm/jam)

Kelas Peresapan Nilai >25,4 12,7 – 25,4 12,7 – 6,3 2,0 – 6,3 0,5 – 2,0 <0,5 Cepat

Sedang sampai cepat Sedang

Lambat sampai sedang Lambat Sangat Lambat 1 2 3 4 5 6

• Data ukuran dan pengagihan jarah pasir, debu dan lempung suatu tanah diperoleh melalui analisis mekanis. Landasan analisis mekanis tanah ini adalah hukum Stokes yang memerikan hubungan ukuran jarah dengan kecepatan jatuhnya dalam air/ larutan. Metode yang digunakan adalah metode pipet. Tekstur tanah diukur dengan menggunakan metode pipet. Dari metode ini dapat diketahui % masing- masing tekstur tanah, yang terdiri dari pasir sangat halus, debu dan liat.

Menurut Dangler dan El - Swaify (1976) dalam Arsyad (2000) dapat dikelompokkan kepekaan tanah terhadap erosi ke dalam beberapa kelas seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Nilai K

Kelas Nilai K Harkat

1 0,00 – 0,10 Sangat Rendah 2 0,10 – 0,20 Rendah 3 0,21 – 0,32 Sedang 4 0,33 – 0,40 Agak Tinggi 5 0,41 – 0,55 Tinggi 6 0,55 – 0,64 Sangat Tinggi Sumber : Arsyad, 2000

Setelah data tersebut diketahui, digunakan nomograf K untuk mengetahui nilai erodibilitasnya. Nomograf K ditunjukkan pada gambar berikut :

iii. Faktor Panjang Lereng (P) dan Kemiringan Lereng (S)

Penilaian faktor panjang lereng setiap satuan lahan pengamatan diawali dengan proses tumpang tindih peta, antara peta lereng dengan peta arah aliran. Dari data hasil tumpang tindih tersebut dapat diketahui nilai panjang lereng pada setiap satuan piksel. Penilaian faktor “LS” merupakan perkalian antara faktor L dan S.

Penilaian faktor panjang lereng pada setiap satuan lahan pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (Eyles, 1968 dalam Departemen Kehutanan, 1998) :

L = (Lo/22)0.5 ………....……… (6) Keterangan :

L : Faktor panjang lereng Lo : Panjang lereng (m)

Penilaian faktor kemiringan lereng setiap satuan lahan menggunakan persamaan (Epink, 1979 dalam Departemen Kehutanan, 1998)

S = (s/9)1.4 ………. (7) Keterangan :

S : Faktor kemiringan lereng s : Kemiringan lereng (%)

iv. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Penilaian faktor pengelolaan tanaman setiap satuan lahan pengamatan didasarkan pada penggunaan lahan dominan dengan menggunakan peta penggunaan lahan dan pengamatan secara langsung pada lapang. Data pengelolaan tanaman pada penggunaan lahan diperoleh dari kuesioner. Pada daearah penelitian, pada umumnya dilakukan pengelolaan tanaman yang berbeda setiap musimnya. Pada Lampiran 1 terdapat beberapa angka “C” yang diperoleh dari hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah, Bogor (Purwowidodo, 2002).

v. Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P)

Penilaian faktor pengelolaan dan konservasi tanah setiap satuan lahan pengamatan diperoleh dari hasil pengamatan di lapang. Jika suatu lahan mempunyai beberapa macam tindakan konservasi tanah maka penetapan besaran P-nya dilakukan secara rampatan. Nilai “P” pada berbagai teknik konservasi tanah disajikan pada Lampiran 2. b. Laju Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi

Laju erosi diperoleh dengan cara mengalikan faktor – faktor erosi (RKLSCP) dari persamaan USLE. Untuk mengetahui klasifikasi laju erosi dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi Laju Erosi

Sumber : Departemen Kehutanan, 1998

Perkiraan erosi tahunan rata – rata dan kedalaman tanah dipertimbangkan untuk menentukan Tingkat Bahaya Erosi untuk setiap satuan lahan pengamatan. Hal ini dikarenakan dengan laju erosi yang sama, apabila terjadi pada lahan dengan kedalaman solum yang berbeda maka tingkat bahaya erosinya akan berbeda. Untuk penentuan Kelas Tingkat Bahaya dilakukan kombinasi antara klasifikasi laju erosi dan klasifikasi kedalaman solum. Kombinasi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

No. Klasifikasi laju Erosi Kriteria (ton/ha/tahun) 1. 2. 3. 4. 5. Sangat ringan Ringan Sedang Berat Sangat berat < 15 15 – 60 60 – 180 180 – 480 > 480

Tabel 7. Kelas Tingkat Bahaya Erosi

Sumber : Departemen Kehutanan (1998)

Teknik overlay merupakan fungsi yang dapat menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya. Teknik pelaksanaan pemetaan TBE dilakukan dengan cara menumpangtindihkan (overlay) peta tingkat erosi (USLE) dan peta kedalaman ataupun langsung mencantumkan TBE pada setiap satuan lahan dengan menggunakan matriks di atas. Analisis laju erosi digunakan dengan membagi lahan pengamatan pada satuan picture element (piksel) dengan ukuran 5 m x 5 m, sehingga masing – masing luasan piksel adalah sebesar 25 m2. Proses pembuatan peta tingkat bahaya erosi dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis dapat dilihat pada Gambar 4.

Solum Tanah (cm) Kelas Erosi I II III IV V Erosi (ton/ha/thn) < 15 15 – 60 60 – 180 180 – 480 >480 Dalam (>90) SR 0 R I S II B III SB IV Sedang (60 – 90 ) R I S II B III SB IV SB IV Dangkal (30 – 60) S II B III SB IV SB IV SB IV Sangat Dangkal (<30) B III SB IV SB IV SB IV SB IV

37

Gambar 4. Proses pembuatan peta tingkat bahaya erosi

Data Stasiun Hujan Peta Titik Pengukuran Erodibilitas Tanah Konversi Grid Peta Erosivitas Hujan (R) Interpolasi Titik Peta Erodibilitas tanah (K) Model Elevasi

Digital Slope Peta kemiringan

Lereng klasifikasi

Re-Peta Faktor LS Peta Penggunaan Lahan Input Data C dan P Peta Faktor CP Overlay Aritmatik

Peta Laju Erosi

Overlay dengan Peta kedalaman

tanah

Peta Tingkat Bahaya Erosi

38

c. Penentuan Parameter Permukaan Daerah Aliran Sungai

Dalam penentuan karakteristik biofisik Daerah Aliran Sungai dapat digunakan Digital Terrain Model (DTM) yang didasarkan pada algoritma eight direction pour point, yang dimana perhitungan sebuah sel dilakukan dengan menggunakan nilai dari delapan tetangganya yang terdekat. DTM merupakan representasi digital dari elevasi pada permukaan lahan.

Sel Target

Gambar 5. Sel target pada DTM Parameter tersebut adalah :

i. Flow direction (Arah aliran), keluaran dari arah aliran adalah grid yang mempunyai nilai antara 1 sampai 128 yang didasarkan pada arah aliran yang akan mengalir kepada sebuah sel khusus seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Sel Khuhus

Gambar 6. Arah – arah aliran dari suatu sel khusus

ii. Flow accumulation (Akumulasi aliran), dengan mengikuti grid arah aliran ke belakang, maka dapat diketahui banyaknya sel yang mengalir menuju semua sel – sel pada daerah kajian. Untuk mengetahui akumulasi pada permukaaan, nilai dari setiap sel merepresentasikan total nilai dari sel yang mengalir ke dalam sel individu. Sel yang mempunyai akumulasi tinggi adalah area konsentrasi aliran dan dapat digunakan untuk mengidentifikasikan jaringan sungai.

iii. Stream Network (Jaringan Sungai), berdasarkan akumulasi aliran dapat diperkirakan sistem jaringan sungai. Sel – sel yang menjadi bagian

12 13 13

11 10 10

8 10 9

32 64 128

16 1

8 4 2

39

jaringan sungai ditentukan dengan menetapkan jumlah sel yang mengalir ke sel – sel tersebut.

iv. Curvature, Profil Curvature dan Planform curvature. Curvature merupakan bentuk dari permukaan untuk memahami erosi dan proses drainase, curvature terbagi menjadi dua bagian, yaitu : convex (bulging) dan concave (bowing). Profile curvature menggambarkan arah dari kemiringan , terbagi menjadi dua, yaitu cekung (aliran lambat dan mengalami deposisi) dan cembung (peningkatan kemiringan dan erosi). Planform Curvature menggambarkan kurvatur suatu permukaan tegak lurus terhadap arah kemiringan dimana: cembung, aliran divergen mengindikasikan bukit dan cekung, aliran konvergen mengindikasikan adanya lembah.

v. Watersheds (Daerah Aliran Sungai), dengan menggunakan flow accumulation dapat dispesifikasikan ukuran terkecil dari Daerah Aliran Sungai dan dengan bantuan ekstension Spatial Analyst dan Hydrollogy Modelling secara otomatis dapat menurunkan DAS - DAS untuk daerah tersebut.

40

Proses diatas lebih jelas dapat dilihat pada diagram berikut :

Gambar 7. Diagram alir penentuan parameter – parameter permukaan d. Analisis Hubungan Curah Hujan, Debit Sungai dan Sedimen

Melayang

Data curah hujan yang digunakan untuk masukan model adalah data intensitas hujan (mm/jam) dengan interval waktu tertentu pada satu kejadian hujan. Intensitas hujan dihitung dengan cara membaca kertas pias pencatat hujan dari Automatic Rainfall Recorder (ARR) yang terdapat di wilayah yang dapat mewakili DAS. Kertas pias curah hujan dari ARR dan hidrograf pasangannya diperoleh dari Automatic Water Level recorder (AWLR). Dari curah hujan yang terukur dapat diketahui pengaruhnya terhadap debit maupun sedimen.

Dengan melakukan pengukuran debit yang dilakukan berulang kali dapat diperoleh suatu persamaan hubungan antara ketinggian muka air dan debit. Persamaan tersebut disebut dengan discharge rating curve, yang dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

DTM

Ada Tidak

Jaringan Sungai Daerah Aliran Sungai Arah Aliran

Sink

Hilangkan

Akumulasi Aliran

Curvature, Profil Curvature, Planform Curvature

41

Q = a H b ……… (8) Keterangan :

Q = debit limpasan air sungai (m3/detik) a, b = konstanta

H = tinggi muka air (cm)

Hasil dari pengukuran tersebut dapat digambarkan dengan menggunakan rating curve seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Rating Curve

Gambar 8. Hubungan Tinggi Muka Air dan Debit

Dengan menggunakan “rating curve” tersebut maka dapat dihitung besar debit sungai pada penampang tertentu pada setiap saat. Dengan mengetahui debit sungai, rasio antara debit maksimum dan debit minimum bulanan dapat diketahui fluktuasinya. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi Daerah Tangkapan Air.

Dari data pengukuran tinggi muka air dan konsentrasi sedimen dapat dibentuk model prediksi besar debit dan debit sedimen. Dari data tersebut dapat dibentuk sediment discharge rating curve yang dibentuk untuk mengetahui hubungan antara debit dan debit sedimen melayang. Persamaan tersebut adalah :

Qs = a Q b ………. (9) Keterangan : a, b = konstanta 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Debit M3 /det

Tinggi muka air 0

50 100 150

42

Pengukuran angkutan sedimen dan pengukuran debit di atas dilakukan bekali-kali pada ketinggian permukaan air sungai yang berbeda-beda sehinga akan diperoleh hubungan antara debit aliran dengan angkutan sedimen seperti grafik di bawah ini :

Gambar 9. Hubungan Debit dan Sedimen

Berdasarkan grafik hubungan antara debit aliran dengan debit angkutan sedimen maka dapat dihutung besar angkutan sedimen setiap saat dalam setahun. Demikian pula besar angkutan sedimen per hektar, per tahun dapat dihitung dengan membagi total angkutan sedimen dengan luas DAS yang diteliti.

e. Analisis hidrograf

Analisis hidrograf dilakukan dengan menggunakan data curah hujan, debit aliran, tinggi muka air dan waktu pengukuran. Pengolahan data dilakukan dengan mengikuti tata cara berikut :

1. Gambar grafik hubungan antara debit – waktu dan curah hujan - waktu.

2. Tentukan titik naik dan titik belok

3. Gambarkan garis lurus yang mneghubungkan titik naik dan titik belok.

4. Hitung besarnya aliran dasar (base flow), dengan cara menghitung debit yang terbentuk pada sepanjang garis lurus yang

10 20 30 40 50 60 70 80 90 Debit air

M3 /det

Debit Angkutan Sedimen m3 /det 0 100 200 300

43

menghubungkan titik naik dan titik belok. Hasil pengukuran menunjukkan besarnya aliran dasar.

5. Hitung besarnya aliran permukaan (Run off) dengan menggunakan rumus :

Run off = Debit (m3/s) – Aliran Dasar (m3/s) ... (10) 6. Jumlahkan besarnya aliran permukaan

7. Hitung volume run off dengan menggunakan rumus :

Volume run off = Σ run off (m3/s) x∆ T (jam) ... (11) 8. Hitung tebal run off :

Tebal run off = Volume run off (m3)/ Luas DAS (m2) ... (12) 9. Hitung koefisien run off

44

Jumlah Curah Hujan Bulanan, hari hujan,

hujan maks Peta Topografi Peta Jenis tanah Penggunaan lahan Peta Kemiringan dan Panjang Lereng

Parameter Permukaan : Slope, Arah aliran, Akumulasi aliran, Jaringan Sungai dan batas DAS

Peta Erosivitas Peta

erodibilitas Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi R K LS CP Overlay Peta RKLSCP

Peta Besar Erosi (ton/ha/th) Peta Kedalaman Tanah

Tingkat Bahaya Erosi Potensial

Sistem Informasi Geografis

Hasil Data Quesioner Stasiun Pengamatan Aliran Sungai Sampel Sedimen Debit Sungai Konsentrasi sedimen melayang Erosi tahunan (ton/ha/th)

Gambar 10. Skema Metode Penelitian

Pengukuran sifat fisik tanah Analisis Digital ElevationModel Hidrograf sedimen Erosi aktual skala unit SPAS Hidrograf Aliran Bandingkan SDR

45

Dokumen terkait