• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Paradigma Penelitian

Dalam tradisi keilmuan, seorang peneliti harus memilih salah satu paradigma (paradigm) yang hendak digunakan dalam penelitiannya. Menurut pemikiran Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip Dedy Nur Hidayat;

16

”Paradigma ilmu pengetahuan (komunikasi) terbagi menjadi tiga, (1) paradigma klasik (classical paradigm) yang terdiri dari positivist dan postpositivist, (2) paradigma kritis (critical paradigm) dan (3) paradigma konstruktivisme (constructivism paradigm).14

Karena penelitian ini menggunakan pisau Analisis Wacana, maka penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma kritis terhadap wacana sebagai tipe analisis yang terutama mempelajari bagaimana kekuasaan disalahgunakan, atau bagaimana dominasi serta ketidakadilan dijalankan dan direproduksi melalui teks dalam sebuah konteks sosial politik.

Salah satu kriteria yang berlaku bagi sebuah studi kritis adalah sifat holistik dan kontekstual. Kualitas suatu analisis wacana kritis akan selalu dinilai dari segi kemampuan untuk menempatkan teks dalam konteksnya yang utuh, holistik, melalui pertautan antara analisis pada jenjang teks dengan analisis terhadap konteks pada jenjang-jenjang yang lebih tinggi.

Mengambil pemikiran Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana pada pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan, sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis di

14

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 237.

antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya.15

Fairclough menyempurnakan pengertian wacana secara komprehensif dari pandangan kritis. Menurutnya, wacana harus dipandang secara simultan.16 Fairclough juga mengemukakan pokok-pokok pikiran kritis yaitu setiap institusi sosial berisi “cara-cara berbicara” dan “cara-cara melihat” yang dalam terminologi Fairclough disebut “bentuk ideologis-diskursif” (BID). Biasanya hanya ada satu BID yang dominan, sementara itu BID yang lain berada pada posisi tersubordinasi dan terhegemoni. Setiap institusi sosial memiliki norma-norma wacana yang dilekatkan dalam norma-norma ideologis dan disimbolkan oleh norma-norma ideologisnya. Subjek institusi dikonstruksikan menurut norma-norma sebuah BID dimana posisi subjek yang mendukung ideologi itu mungkin saja tidak sadar.17

Sedangkan paradigma kritis menurut Eriyanto, tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis di sini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu

15

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 7.

16

Yoce Aliah Darma, Analisis Wacana Kritis (Bandung: Yrama Widya, 2009), h. 69.

17

18

dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.18

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.19

Pendekatan kualitatif tidak menggunakan prosedur statistik dalam pendekatannya, melainkan dengan berbagai macam sarana. Sarana tersebut antara lain dengan wawancara, pengamatan, atau dapat juga melalui dokumen, naskah, buku, dan lain-lain.20 Seperti yang diungkapkan Crasswell;

“Beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama,

peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil.

Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi.

Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses

18

Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 7. 19

Ibid., h. 302. 20

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Penerjemah Muhammad Shodia dan Imam Muttaqin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 4.

penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.21

Dalam analisisnya, analisis wacana lebih bersifat kualitatif, karena analisis wacana lebih menekankan pemaknaan teks daripada unit penjumlahan kategori seperti pada analisi isi kuantitatif. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan (coherence) dan kesatuan (unity) serta penafsiran peneliti.22

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek yang diteliti adalah Media Indonesia. Sedangkan objek penelitiannya adalah Editorial Media Indonesia Edisi Desember 2000, spesifikasi terhadap bahasa jurnalistik editorial beserta gaya penulisan editorial terhadap personalitas Abdurrahman Wahid.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam analisis, sedangkan data sekunder diperlukan guna mempertajam analisis data primer sekaligus dapat dijadikan bahan pendukung ataupun pembanding.

a. Data primer (Primary-Sources), yaitu data tekstual yang diperoleh berupa berkas Editorial Media Indonesia Edisi Desember 2000.

21Ibid., h. 303.

22

Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 68.

20

b. Data sekunder (Secondary-Sources), yaitu dengan mencari referensi berupa buku-buku, makalah, jurnal dan tulisan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Pada penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah buku terbitan LP3ES dengan judul Politik Editorial Media Indonesia, Analisis Tajuk Rencana1998-2000.

c. Observasi, untuk mendapatkan data primer pada penelitian, peneliti melakukan observasi sebagai bukti suatu pengujian. Observasi ini dilakukan guna menjadi salah satu teknik pengumpulan data yang menjadi bahan pijakan, yaitu mengumpulkan dan menyeleksi penulisan Editorial Media Indonesia edisi Desember 2000.

d. Studi Pustaka, peneliti juga melakukan pencarian ke beberapa sumber-sumber referensi yang terkait dengan studi kasus penelitian ini, baik berupa buku, penelitian ilmiah maupun data dari internet.

e. Wawancara, teknik ini dilakukan untuk menambah data dan menyinergikan data, dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada dewan redaksi atau wartawan yang mengelola Editorial Media Indonesia. Wawancara dilakukan kepada narasumber terpercaya yakni Djadjat Sudradjat sebagai salah satu Tim Penulis Editorial Media Indonesia, kini sebagai Dewan Redaksi Media Group.

5. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini, data yang sudah diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data di atas diteliti dengan menggunakan pisau Analisis Wacana. Sehingga akan terlihat bagaimana Editorial Media

Indonesia mengemas sebuah produk jurnalistik non-berita (opini redaksi). Analisis wacana tidak hanya mengetahui bagaimana pesan disampaikan melalui kata, frasa, kalimat, metafora macam apa suatu berita disampaikan. Analisis wacana lebih melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, Analisis Wacana juga lebih melihat pada makna yang tersembunyi dari suatu teks.

Pendekatan yang akan digunakan dalam Analisis Wacana ini menggunakan model Norman Fairclough. Titik perhatian besar dari Fairclough adalah melihat bahasa sebagai praktik kekuasaan. Model Analisis Wacana ini dibagi ke dalam tiga struktur besar, yakni: teks,

discourse practice dan sociocultural practice.23

Discourse practice merupakan struktur yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Teks diproduksi dengan cara spesifik dengan rutinitas dan pola kerja yang terstruktur.24

Dalam penelitian ini analisis discourse practice dilakukan dengan: pertama, produksi teks dilakukan melalui wawancara mendalam dengan Dewan Redaksi Media Group yaitu Djadjat Sudradjat. Kedua, konsumsi teks dilihat dari bagaimana publik merespon penulisan opini institusi dalam Editorial Media Indonesia Edisi Desember 2000. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap seorang informan

23

Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 161.

24

22

mantan Penulis Editorial dari unsur wartawan Media Indonesia, kini sebagai Pemimpin Redaksi Tabloid Kabar Lain dan Portal Berita On line http://kabarlain.com, Edy A Effendi.25

F. Pedoman Penulisan

Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku ”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” yang ditulis oleh Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurahman, M. Syairozi Dimyati, Netty Hartati dan Syopiansyah Jaya Putra. diterbitkan oleh CeQDA ( Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. buku ini merupakan cetakan pertama pada Januari 2007.

Dokumen terkait