• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Kandang Penelitian Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) pada bulan Maret – Mei 2007. Analisis sampel penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PAU), dan Laboratorium Balai Penelitian Tanah. Analisis kualitas semen dilakukan di Bagian Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Materi Penelitian Ternak dan Kandang Percobaan

Domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba Garut jantan yang berasal dari Garut dengan umur 2.5 tahun dan telah mencapai kematangan seksual (sexual maturity). Jumlah domba yang digunakan dalam penelitian sebanyak 12 ekor. Rataan bobot hidup awal domba penelitian per ekor 47 ± 5.22 kg. Domba tersebut dialokasikan ke dalam 4 perlakuan ransum. Domba dipelihara secara acak dalam kandang individu dengan ukuran 1.25 x 1 x 0.75 m3. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kandang individu terletak dalam bangunan berupa sistem panggung dengan lantai papan dan beratap asbes serta berventilasi baik. Di bawah kandang individu ditempatkan ram kawat untuk koleksi feses. Pada perut domba dipasang ban yang diikat dengan karet elastis ke punggungnya dan berfungsi sebagai popok, kemudian dibawahnya terdapat pentil dengan selang yang dihubungkan dengan wadah penampung urine (Gambar 1).

17

Gambar 1. Bentuk kandang individu domba Garut yang dipakai dalam penelitian

Pemeliharaan Domba

Domba dipelihara selama 75 hari dengan 12 hari periode adaptasi, 14 hari periode pendahuluan dan 49 hari pencatatan data. Pada awal domba datang dilakukan penimbangan bobot awal dan pemberian vitamin, kemudian 7 hari setelahnya dilakukan pemberian obat cacing. Pada satu minggu terakhir dilakukan pengumpulan sampel urine dan feses. Setiap hari dilakukan pembersihan kandang. Ransum diberikan 2 kali sehari setiap pukul 07.00 dan 14.00. Air minum selalu tersedia dalam ember dan setiap hari dilakukan pembersihan ember dan penggantian air minum.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di kandang dan analisis sampel di laboratorium. Penelitian ini mengkaji empat perlakuan ransum, yaitu : Basal = Ransum basal (RO), RN = RO + Suplementasi Zn-fitat 40 ppm, RB = RN + DCAB (+40 mEq/100g), RA = RN + DCAB (-10 mEq/100g).

Ransum basal terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi ransum komplit (complete feed). Bahan penyusun nutrien ransum basal yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Ransum tersebut dianalisis kandungan nutriennya termasuk mineral Na, K, Cl dan S total. Neraca kation anion dihitung dengan menggunakan rumus Tucker et al. (1992) sebagai berikut : DCAB = (Na + K) – (Cl – S) (meq/100 g BK ransum).

Ransum basal kemudian ditambah kation atau anion agar nilai DCAB menjadi sebesar -10 dan + 40. Penambahan Na2CO3 dan K2CO3, masing-masing

18 menyumbangkan Na dan K, sedangkan penambahan CaCl2 dan CaSO4 masing-masing menyumbangkan anion Cl dan S.

Zn-fitat ditambahkan sebagai sumber Zn, dibuat dengan cara menambahkan ZnCl2 ke dalam filtrat hasil ekstraksi dedak padi dengan larutan asam asetat 1% dan dengan perbandingan 1:3. Jumlah ZnCl2 yang ditambahkan ke dalam filtrat hasil ekstrak, dihitung berdasarkan jumlah fitat yang terekstrak atau kandungan fitat dalam ekstrak.

Tabel 5. Kandungan nutrien ransum basal perlakuan

Abu PK LK SK BETN Na K Cl S Ca P Mg Zn Nama (%) (ppm) Hijauan jagung 8.03 9.27 1.22 29.07 52.40 0.056* 0.87* 0.03* 0.20* 0.48 # 0.27# 0.26# 27.52# Dedak 10.45 9.77 14.03 10.80 54.95 0.006* 1.31* 0.23* 0.14* 0.03# 0.48# 0.72# 23.14# Onggok 19.29 2.72 1.35 8.71 67.94 0.072* 0.18* 0.02* 0.03* 0.22# 0.05# 0.04# 0.00# Jagung kuning 1.42 7.99 2.98 2.27 85.35 0.004* 0.37* 0.01* 0.07* 0.03 # 0.11# 0.08# 0.00# Bungkil kelapa 6.12 16.67 14.46 15.46 47.28 0.106* 2.06* 0.76* 0.24* 0.04 # 0.40# 0.25# 14.13# Bungkil kedelai 8.99 37.44 1.68 7.18 44.71 0.005* 2.08* 0.51* 0.19* - - - - Minyak ikan 0.10 1.70 - - - 0.024* 1.14* 0.00* 0.01* 0.08# 0.28# 0.07# 100.00# Sumber : Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PAU)

* Laboratorium Balai Penelitian Pertanian # Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok, dengan 4 perlakuan dan 3 kelompok domba, yang dikelompokkan berdasarkan bobot tubuh domba. Model linear rancangan percobaan adalah : Yij : µ + τi + Kj + εij ; Yij = respon pengamatan yang memperoleh perlakuan ke-i kelompok ke-j, µ = rataan umum, τi = pengaruh perlakuan ke-i, Kj = pengaruh kelompok ke-j, εij = galat.

Pelaksanaan Penelitian

1. Pada awal percobaan kandang dibersihkan dan diberi desinfektan, kemudian setiap ekor domba jantan dikandangkan secara acak dan ditempatkan dalam kandang individual.

2. Sebelum domba ditempatkan dalam kandang terlebih dahulu dilakukan penimbangan bobot domba, kemudian dikelompokkan menjadi 3 tergantung satuan bobot badannya. Bobot yang paling ringan diberi kode A, bobot sedang diberi kode B dan bobot yang paling berat diberi kode C.

19 3. Seluruh domba penelitian diberi vitamin dan obat pencegah penyakit cacing. 4. Ransum perlakuan diberikan 2 kali sehari pada pk 07.00 dan 14.00. Air

minum diberikan secara ad libitum. Dilakukan penimbangan pada ransum perlakuan yang diberikan dan sisa ransum keesokan harinya

5. Periode pendahuluan (prelium) untuk ransum perlakuan dilaksanakan selama 2 minggu, kemudian dilakukan pengambilan sampel selama 1 minggu. Sampel yang diambil meliputi ransum yang diberikan, sisa ransum keesokan harinya dan sampel feses. Dari feses yang diperoleh selama periode koleksi diambil sampel sebanyak 10% per hari untuk analisis kecernaan dan kadar mineral.

6. Koleksi semen dilakukan pada hari ke 49 setelah pemberian ransum perlakuan dengan menggunakan vagina buatan.

Peubah Penelitian

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :

a. Konsumsi ransum harian (g/hari). Jumlah konsumsi ransum sehari diperoleh dengan cara berikut : jumlah konsumsi (g) = jumlah ransum yang diberikan (g) – jumlah sisa ransum keesokan harinya (g).

Sejumlah ransum yang diketahui beratnya diberikan setiap hari dan penimbangan sisa ransum pada keesokan harinya, sebelum pemberian ransum pagi hari, sehingga diketahui berapa konsumsi ransum ternak pada hari itu. Ransum yang diberikan setiap harinya 3% bobot tubuh domba atau disesuaikan dengan konsumsinya pada hari sebelumnya. Apabila konsumsi ransum tidak bersisa maka untuk keesokan harinya pemberian selalu ditambah jumlahnya.

b. Feses harian (g/hari). Pengumpulan feses dilakukan secara komposit. Pengumpulan feses dilakukan selama 7 hari. Pengumpulan feses segar dilakukan setiap hari pukul 7.00, setelah ditimbang beratnya kemudian diambil 10% dari berat segarnya, kemudian diletakkan dalam kantung kertas yang berpori untuk kemudian dimasukkan ke dalam oven 600 (Gambar2). Hal tersebut dilakukan berturut-turut selama 7 hari, setelah terkumpul feses kering oven 600 selama 7 hari kemudian ditimbang kembali serta dilakukan penggilingan untuk kemudian dianalisis komponen kimianya.

20

Gambar 2. Pengumpulan feses domba harian

c. Kecernaan Bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO). Kecernaan dihitung berdasarkan bahan kering dengan rumus :

Σ zat makanan dikonsumsi (g) - Σ zat makanan dalam feses (g) x 100%

Σ zat makanan dikonsumsi (g)

Selanjutnya jumlah zat-zat makanan tercerna dihitung dengan cara mengalikan konsumsi bahan kering dengan kecernaan.

d. Kadar mineral (Ca, P, Mg dan Zn) dalam ransum, feses dan semen diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS).

e. Kualitas semen.

Pengukuran kualitas semen langsung dilakukan setelah semen ditampung. Penampungan semen dilakukan dengan menggunakan alat vagina buatan dengan bantuan domba betina pemancing (Gambar 3). Penampungan semen dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 6.30 – 9.00, pada saat libido/birahi tinggi. Setiap penampungan dilakukan pada tiga ekor domba dan segera diperiksa kualitas makroskopis dan mikroskopisnya.

21 Evaluasi semen secara makroskopis, meliputi:

a. Volume (ml), pengamatan volume dilakukan dengan cara

pengamatan langsung pada tabung penampung semen yang memiliki skala.

b. Warna ejakulat terdiri atas enam warna, yaitu : krem tua, krem, krem pucat, putih susu, bening berwarna dan bening bersih, dapat dilihat langsung dengan mata.

c. pH , nilai pH semen dilihat menggunakan kertas indikator pH 6.5 – 10.0 (dengan skala terkecil 0.2)

d. Konsistensi (uji kekentalan), diukur dengan cara memiringkan tabung kemudian ditegakkan kembali pada posisi semula. Nilai kekentalan dilihat dari kecepatan ejakulat kembali ke posisi semula. Ejakulat memiliki nilai kental (K) jika waktu kembali ke posisi semula sangat lambat, ejakulat memiliki nilai (S) jika waktu kembali ke posisi semula lambat dan ejakulat memiliki nilai (E) jika waktu kembali ke posisi semula cepat (encer).

Evaluasi semen secara mikroskopis, meliputi:

a. Gerakan massa (total gelombang dan kecepatan gerakan), diamati dengan cara meneteskan sampel semen segar pada gelas objek tanpa gelas penutup kemudian diamati dengan mikroskop cahaya pembesaran objektif 10 kali. Semen mendapat nilai (-) jika tidak ada gerakan, (-/+) jika ada sangat sedikit gerakan, (+) jika ada sedikit gerakan, (+/++) jika terjadi gerakan yang agak besar, (++) jika terjadi gelombang gerakan yang besar, (++/+++) jika terjadi gelombang besar yang hampir menyerupai gumpalan awan yang menggulung dan (+++) jika terjadi gelombang gerakan seperti awan yang menggulung. b. Motilitas atau pergerakan individu (%), persentase motilitas adalah perbandingan spermatozoa yang bergerak kedepan (progresif) dibandingkan jumlah spermatozoa yang diamati. Pengenceran dilakukan dengan menggunakan NaCl fisiologis. Jumlah sperma motil progresif diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran objektif 40 kali pada sepuluh kali lapang pandang yang

22 berbeda (atau 200 spermatozoa) dengan cara berurutan dan zig zag. Penilaian yang diberikan dari angka 0% (tak ada yang bergerak) sampai dengan 100% (seluruh spermatozoa bergerak ke depan). c. Konsentrasi (juta/ml), diamati menggunakan haemocytometer

Neubauer, konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah spermatozoa yang terkandung dalam setiap milimeter semen. Pengukuran konsentrasi dilakukan dengan cara semen dihisap dengan pipet penghitung butir darah merah (eritrosit) sampai angka 0.5 kemudian dilap dengan tisu kertas bagian ujung luar pipet tersebut dilanjutkan dengan menghisap larutan eosin 0.2% sampai angka 101. Setelah itu larutan tersebut dihomogenkan dengan cara diputar dengan tangan membentuk angka 8 selama 2-3 menit. Sebagian larutan dibuang dengan cara meneteskan pada kertas tisu, kemudian ujung pipet disentuh pada bagian tepi gelas penutup (cover glass) yang terpasang pada kamar hitung Neubauer. Larutan sperma yang masuk kedalam kamar hitung dibiarkan mengendap dan dihitung sel spermatozoanya. Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara menghitung jumlah spermatozoa yang terdapat pada lima kotak dalam kamar hitung haemocytometer.

d. Persentase hidup, dievaluasi dengan menggunakan pewarnaan eosin (Toelihere 1993). Spermatozoa yang hidup ditandai oleh kepala yang tidak menyerap zat warna, sedangkan yang mati ditandai oleh kepala yang berwarna merah. Evaluasi dilakukan pada minimal 200 spermatozoa diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali.

e. Morfologi (abnormal) (%), adalah persentase kerusakan spermatozoa yang ditandai dengan adanya kelainan pada kepala dan ekor, dihitung dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran objektif 40 kali dan jumlah spermatozoa yang diamati sebanyak 200 ekor. Pengukuran yang diberikan mulai dari 0% bila semua spermatozoa abnormal hingga 100% bila semua spermatozoa normal.

Dokumen terkait