• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun 2007, dan baru aplikasi pada Oktober 2009, telah dibentuk 11 Kecamatan Kota Depok hasil pemekaran pada 6 kecamatan sebelumnya. Namun dalam penelitian ini, data yang digunakan masih berdasar 6 kecamatan (sesuai data dari Bappeda Kota Depok yang masih menggunakan data dari 6 kecamatan sampai dengan tahun 2009).

Kota Depok memiliki luas area hanya 200,29 km2 dengan jumlah penduduk 1.503.677 jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 7.507,50 jiwa/km2 di tahun 2008. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2010.

Metode Pengumpulan Data

Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Kabupaten/Kota Dalam Angka di Kawasan Jabodetabek, Peta Administrasi Kota Depok, Kota Depok Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka di Kota Depok, PDRB Kota Depok, PODES Kota Depok, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Depok, dan Indeks Kesejahteraan Masyarakat (Inkesra) Kota Depok.

Sumber data yang digunakan adalah sekunder antara lain adalah Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok, Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Depok, Dinas Pertanian (Diperta) Kota Depok. Sedangkan alat analisis yang digunakan adalah ArcGIS versi 9.3 dan Statistica 8.

Hubungan antara tujuan analisis, variabel data, metode analisis, sumber data dan cara pengumpulan serta output penelitian dapat dilihat pada Tabel 1., sedangkan bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1 Tujuan Analisis, Variabel Data, Metode, Sumber Data dan Output Penelitian

No. Tujuan Analisis Variabel

Data Metode Analisis Sumber Data dan Cara Pengumpulan Output Penelitian 1. Menganalisis Karakteristik Perkembangan Kota Depok Secara Makro dalam Lingkup Kawasan Jabodetabek PDRB Jabodetabek LQ, SSA Kabupaten/Kota Dalam Angka di Kawasan Jabodetabek, (BPS), Sekunder Karakteristik Perkembangan Kota Depok Secara Makro 2. Menganalisis Karakteristik Perkembangan Pembangunan di Kota Depok Secara

Meso RPJPD/RPJMD, Kota Depok PDRB, Tenaga Kerja, IPM Deskriptif Statistika Deskriptif Kota Depok Dalam Angka 2005-2009 (BPS), Sekunder Karakteristik Perkembangan Kota Depok Secara Meso 3 Menganalisis Potensi Berdasarkan Sektor Unggulan Tiap Kecamatan di Kota Depok Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan Utama LQ, SSA Kecamatan Dalam Angka di Kota Depok 2002 & 2008 (BPS), Sekunder Potensi Kecamatan 4 Menentukan Tipologi Kecamatan Berdasarkan Karakteristik dan Tingkat Perkembangan Masing-Masing Kecamatan Sarana dan Prasarana Kependudukan Landuse IPM Jumlah Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan Utama Skalogram Statistika Deskriptif Statistika Deskriptif Statistika Deskriptif Indeks Entropi Podes 2008, Kecamatan Dalam Angka di Kota Depok 2008 (BPS), Sekunder Kecamatan Dalam Angka di Kota Depok 2008 (BPS), Sekunder Diperta Kota Depok, 2009

IPM dan Inkesra Kota Depok 2008 Kecamatan Dalam Angka di Kota Depok 2008 (BPS), Sekunder Hirarki Tingkat Perkembangan Penduduk Tingkat Penggunaan Lahan Tingkat Pembangunan Manusia Tingkat Perkembangan Ekonomi 5 Menentukan Kebutuhan Pembangunan Kecamatan Hasil Analisis Sebelumnya Gap Analysis Kebutuhan Pembangunan 6 Merumuskan Prioritas Pembangunan Hasil Analisis Sebelumnya Deskriptif Prioritas Pembangunan

Gambar 2 Bagan Alir Penelitian. Indikator Pembangunan TINGKAT PERKEMBANGAN MIKRO Prioritas Pembangunan Kebutuhan Pembangunan Gap Analysis RPJPD dan RPJMD, PDRB, Tenaga Kerja, IPM Deskriptif PDRB LQ, SSA MESO MAKRO Sarana dan Prasarana Struktur Ekonomi Penduduk Landuse IPM

Tenaga Kerja Menurut Pekerjaan Utama LQ, SSA POTENSI PCA Skalogram Indeks Entropi

Metode Analisis

Analisis Karakteristik Perkembangan Kota Depok Secara Makro dalam Lingkup Kawasan Jabodetabek

Analisis ini dilakukan untuk melihat bagaimana Kota Depok dapat berperan dari segi comparative maupun competitive advantage dengan menggunakan data PDRB Kawasan Jabodetabek dengan metode LQ dan SSA.

Location Quotient (LQ)

Metode LQ digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas di suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas dan dapat mengidentifikasi keungulan komparatif suatu wilayah dengan asumsi (1) kondisi geografis relatif sama, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama.

Rumus umum dari persamaan Location Quotient adalah sebagai berikut :

Dimana :

LQij = Nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i

Xij = Nilai aktivitas ke-j di wilayah ke-i

Xi. = Nilai total aktivitas di wilayah ke-i

X.j = Nilai aktivitas ke-j di total wilayah

X.. = Nilai total aktivitas di total wilayah

Dari persamaan di atas maka nilai LQ yang dihasilkan untuk tiap aktivitas di tiap wilayah beserta interpretasinya adalah sebagai berikut :

- Nilai LQij > 1, menunjukkan terjadinya konsentrasi aktifitas ke-j di wilayah

ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah

- Nilai LQij = 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa aktifitas setara dengan

pangsa total

- Jika nilai LQij < 1, maka wilayah ke-i mempunyai pangsa relatif lebih kecil

dibandingkan dengan aktifitas yang ditemukan diseluruh wilayah. Shift Share Analysis (SSA)

SSA merupakan teknik analisis yang digunakan untuk melihat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu wilayah dalam cakupan wilayah agregat yang

lebih luas berdasarkan kinerja sektor lokal di wilayah tersebut. Juga mengetahui sektor atau wilayah mana yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan di wilayah Kota Depok dalam cakupan wilayah Jabodetabek.

Teknik analisis ini juga bertujuan untuk menganalisa pergeseran kinerja suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran.

Ada tiga sumber penyebab pergeseran yaitu :

- Komponen share, menunjukkan kontribusi pergeseran total seluruh sektor di total wilayah agregat yang lebih luas

- Komponen proportional shift, menunjukkan pergeseran total sektor tertentu di wilayah agregat yang lebih luas

- Komponen differential shift, menunjukkan pergeseran suatu sektor tertentu di suatu wilayah tertentu

Apabila komponen differential shift bernilai positif maka suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif karena secara fundamental masih memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor ekternal (komponen

share dan proportional shift) tidak mendukung.

Rumus umum dari persamaan SSA adalah sebagai berikut :

SSA =

a b c

dimana :

a : komponen share

b : komponen proportional shift

c : komponen differential shift

X.. : Nilai total aktifitas/sektor dalam total wilayah yang terjadi Xi. : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam total wilayah

Xij : Nilai aktifitas/sektor ke-i dalam unit wilayah ke-j

t1 : titik tahun akhir t0 : titik tahun awal

Harapannya komponen differential shift memiliki nilai positif yang berarti kinerja aktivitas/sektor di level lokal memiliki potensi yang masih bisa dikembangkan, terlepas dari kontribusi yang disumbangkan oleh faktor-faktor eksternal (komponen share dan proportional shift). Apabila komponen

terjadi bersifat semu karena lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (komponen share dan atau proportional shift). Ilustrasinya, apabila wilayah tersebut seolah-olah berdiri sendiri, tanpa komponen share dan proportional shift, wilayah tersebut akan mengalami kemunduran.

Dari hasil LQ dan SSA, ditetapkan sektor unggulan dalam suatu wilayah yaitu jika memiliki LQ > 1 dan differentialshift nya > 0 pada SSA.

Analisis Karakteristik Perkembangan Pembangunan di Kota Depok Secara Meso

Analisis Deskriptif dan Statistika Deskriptif

Untuk melihat keunggulan, peluang, tantangan, dan hambatan bagi pengembangan wilayah Kota Depok dilakukan analisis deskriptif berupa peringkasan dan penyajian dalam bentuk gambar terhadap RPJPD/RPJMD Kota Depok dan

analisis statistika deskriptif meliputi tabulasi, perhitungan, dan peringkasan untuk variabel data tenaga kerja, perekonomian (PDRB), dan IPM.

Analisis Potensi Berdasarkan Sektor Unggulan Tiap Kecamatan di Kota Depok

Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA)

Menggunakan LQ dan SSA dengan data jumlah tenaga kerja per lapangan usaha di setiap kecamatan di Kota Depok.

Penentuan Tipologi Kecamatan di Kota Depok berdasarkan Karakteristik dan Tingkat Perkembangan Masing-Masing Kecamatan

Skalogram

Data yang digunakan adalah data Potensi Desa 2008, dengan parameter yang diukur meliputi bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian, dan aksesibilitas. Prosedur kerja penyusunan hirarki daerah berdasarkan sarana dan prasarana dengan menggunakan Skalogram sebagai berikut :

- Melakukan pemilihan terhadap data Podes tahun 2008 sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif;

- Melakukan seleksi data kuantitatif sehingga yang relevan saja yang digunakan; - Melakukan rasionalisasi data;

- Melakukan seleksi data hasil rasionalisasi hingga diperoleh data yang mencirikan tingkat perkembangan desa di Kota Depok;

- Melakukan standarisasi data terhadap variabel-variabel tersebut dengan menggunakan rumus :

y

ij

=

dimana :

y

ij= variabel baru untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j

xij = jumlah sarana untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j

µj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j

sj = simpangan baku untuk jenis sarana ke-j

Menentukan Indeks Perkembangan Kelurahan (IPK) dan kelas hirarkhinya : - Hirarki 1 (Tingkat Hirarki Tinggi) : Nilai Selang x ≥ (median + St Dev)

- Hirarki 2 (Tingkat Hirarki Sedang) : Nilai Selang <x < (median + St Dev) - Hirarki 3 (Tingkat Hirarki Rendah) : Nilai Selang x ≤ median

Selanjutnya berdasarkan jumlah kelurahan di tiap kelas hirarki, maka dapat ditentukan hirarki kecamatan di Kota Depok

Statistika Deskriptif

Untuk melihat aspek kependudukan, pembangunan manusia, dan landuse di tingkat kecamatan digunakan analisis statistika deskriptif meliputi tabulasi, peringkasan, perhitungan, penyajian dalam bentuk gambar. Untuk data aspek kependudukan digunakan data kepadatan penduduk dan jumlah penduduk yang bekerja menurut kelompok sektor di tiap kecamatan, untuk aspek landuse

digunakan data luasan lahan area terbangun/tidak terbangun, dan seberapa besar ruang yang diberikan oleh tiap kecamatan di Kota Depok dalam pengembangan sektor. Selanjutnya untuk data pembangunan manusia digunakan data IPM kecamatan

Indeks Entropi

Analisis ini digunakan untuk melihat perkembangan struktur ekonomi dengan menggunakan data jumlah penduduk menurut pekerjaan utama pada tiap kecamatan di Kota Depok. Semakin tinggi nilai indeks ini, artinya keragaman

jenis pekerjaan semakin besar atau aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah semakin beragam, dengan persamaan sebagai berikut :

S = - ∑∑ P

ij

ln P

ij

dimana :

S: nilai entropi

Pij : nilai rasio frekuensi kejadian pada kategori ke-i di sub wilayah ke-j

i : kategori aktivitas ekonomi ke-i

j : kategori wilayah ke-j Principle Component Analysis (PCA)

PCA digunakan untuk mengetahui faktor-faktor utama penentu tingkat perkembangan suatu wilayah dan menemukan suatu variabel baru (komponen utama yang tidak saling berkorelasi), yang mewakili variabel–variabel indikator pembangunan, dimana komponen utama tersebut masih mencerminkan informasi data aslinya sebab pada dasarnya merupakan kombinasi linear dari variabel asal. Komponen utama terbentuk dari satu, dua atau lebih sesuai dengan keragaman dan peragam variabel asal dengan aplikasi software statistica 8. Dari PCA akan muncul bobot masing-masing variabel (factor loading) setiap komponen utama yang dihasilkan. Semakin tinggi bobot satu atau lebih variabel asal dalam suatu faktor, maka faktor tersebut mewakili variabel-variabel yang berbobot tinggi.

Menurut Saefulhakim (2006), tujuan dari PCA :

1. Ortogonalisasi Variabel : mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor yang tidak saling berkorelasi).

2. Penyederhanaan variabel : banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asal, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah.

Teknik ekstraksi data dengan PCA/FA pada dasarnya adalah dengan memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel/faktor yang baru dan meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang saling bebas (independen).

Langkah-langkah dalam analisis PCA adalah : 1. Ortogonalisasi variabel

Tujuannya adalah untuk membuat variabel baru Zα (α = 1,2,...,qp) yang

memiliki karakteristik :

-Satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni r αα‟ = 0 -nilai rataan masing-masing tetap sama dengan nol, dan

-nilai ragam masing-masing Zαsama dengan λα ≥ 0, dimana ∑αλα = p 2. Penyederhanaan jumlah variabel

Mengurutkan masing-masing faktor/komponen utama (Fα ) yang dihasilkan, dari yang memiliki eigenvalueα ) tertinggi hingga terendah, yakni :

a. Memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki λα ≥ 1, artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan

informasi (ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel saja;

b. Membuang faktor atau komponen utama yang memiliki eigenvalue

antar dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu signifikan, jika (λα - λ(α-1)) < 1, sebagai alternatif lain digunakan juga metode The Scree Test yang diperkenalkan oleh Catell dimana dari hasil scree plot yang dipilih adalah yang paling curam;

c. Menentukan faktor atau komponen yang memiliki koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang digunakan adalah r αj

≥ 0.7 dengan tujuan agar setiap faktor atau komponen utama yang terpilih paling tidak memiliki satu penciri dominan dari variabel asalnya.

Hasil dari PCA akan didapatkan :

1. Akar ciri (eigenvalue) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama yang dihasilkan dari analisis. Semakin besar nilainya, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru

2. Component score merupakan nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA.

3. PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variabel awal dengan komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA.

Factor Loading (Lα) = Factor score coefficient (Cα) x eigenvalue faktor(λα )

Variabel-variabel asal yang digunakan dalam penentuan hirarki berdasarkan tingkat perkembangan kecamatan di Kota Depok adalah beberapa variabel dalam indikator pembangunan yaitu indikator sarana prasarana (jumlah infrastruktur), indikator kependudukan (kepadatan, rasio tenaga kerja primer, rasio tenaga kerja sekunder, rasio tenaga kerja tersier), rasio landuse (pemukiman, industri, perdagangan, famum/fasos, sawah, build up area, agriculture area), IPM (Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Rasio Lama Sekolah, Konsumsi perkapita disesuaikan), dan ekonomi (entropi tenaga kerja menurut pekerjaan utama).

Penetuan Kebutuhan Pembangunan Kecamatan

Gap Analysis

Gap analysis dilakukan dengan membandingkan potensi dan tingkat perkembangan yang ada dengan capaian pembangunan yang diharapkan pada tiap analisis yang dilakukan. Dilakukan perbandingan hasil dan dijelaskan secara deskriptif sehingga tergambar kesenjangan pembangunan yang terjadi.

Perumusan Prioritas Pembangunan Berdasarkan Potensi dan Tingkat Perkembangan Masing-Masing Kecamatan

Dengan menggunakan hasil analisis sebelumnya, maka ditetapkan apa yang menjadi prioritas pembangunan di Kota Depok berdasarkan potensi dan tingkat perkembangan masing-masing kecamatan dengan mempertimbangkan kebutuhan pembangunan.

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Dokumen terkait