• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, serta di fasilitas Biosafety Level 3(BSL 3) PT. Vaksindo Satwa Nusantara.

Bahan dan Alat Penelitian

Kandang Hewan Coba

Penelitian ini menggunakan 32 ekor Day Old Chick (DOC) broiler strain Cobb. Bahan yang digunakan adalah pakan ayam, air minum, ekstrak etanol sambiloto, sirih merah, dan adas konsentrasi 5%, 7.5%, dan 10%, vaksin Newcastle Disease (ND), vaksin Infectius Bursal Disease (IBD), vaksin Avian Influenza (AI). Alat yang digunakan adalah kandang hewan coba terbuat dari triplek, wadah pakan dan minum ayam, lampu, botol ekstrak, eppendorf, spidol, gelang plastik penanda, kertas label, dan syringe 1 ml.

Laboratorium Biosafety Level 3

Bahan yang digunakan adalah Neutral Buffered Formaldehyde (NBF)10%, dan virus AI strain H5N1/Ngk/2003. Virus yang digunakan diperoleh dari PT. Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Alat yang digunakan adalah syringe 1 ml, pinset anatomis, gunting lurus, botol plastik wadah organ, kertas label, dan spidol.

Laboratorium Histopatologi

Bahan yang digunakan adalah preparat organ limpa, timus, dan bursa Fabricius, xylene, etanol 70%, 80%, 90%, 96%, dan etanol absolut, lithium carbonate, parafin, Mayer Haematoksilin serta Eosin Stock 1%. Alat yang digunakan adalah keranjang jaringan, pinset, cetakan parafin, inkubator, mikrotom, mikroskop cahaya, image analisis (imageJ®), dan alat tulis.

Metode Penelitian

Ekstraksi Tanaman Obat dan Pembuatan Formula

Ekstrak tanaman obat didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) Bogor dalam bentuk larutan. Bahan baku tanaman dipanen dari koleksi plasma nutfah tanaman obat di kebun lingkup Balitro. Cara pemanenan dilakukan sesuai dengan jenis tanaman. Sirih merah dan sambiloto dipanen dengan cara memetik daunnya dan adas dengan memanen buahnya.

Kegiatan pasca panen dilakukan di laboratorium Fisiologi Hasil Balitro Bogor. Prosedur pembuatan ekstrak tanaman obat adalah sortasi, pencucian, pengeringan, penggilingan, dan ekstraksi. Sortasi dilakukan untuk memisahkan bagian tanaman yang rusak dan yang baik. Pencucian dilakukan menggunakan air mengalir sampai bersih, setelah dicuci ditiriskan dan diiris tipis-tipis. Pengeringan dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam dan dilanjutkan dengan oven pada 40°C sampai kadar air sesuai dengan standar. Masing-masing bahan kemudian digiling menggunakan alat penggiling dengan ukuran 60 mesh.

Bahan yang sudah digiling kemudian diayak lalu ditimbang dan dimasukkan ke dalam ekstraktor, setelah itu ditambahkan dengan etanol 95% sebanyak 5 kali berat bahan dengan perbandingan 1:5 (bahan : pelarut) dan diaduk selama 2 jam dengan pengaduk listrik, kemudian didiamkan satu malam. Keesokan harinya disaring dengan kain flanel untuk mendapatkan filtrat. Ampas dari hasil saringan direndam kembali dengan etanol sebanyak 3 kali jumlah bahan dan diaduk selama 30 menit, lalu disaring. Filtrat dari hasil saringan pertama dan kedua disatukan. Selanjutnya filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator (alat penguap) dengan tekanan putaran rendah sehingga didapatkan ekstrak kental, kemudian dilanjutkan penimbangan ekstrak untuk membuat formula yang digunakan dalam penelitian.

Formula yang digunakan dalam penelitian dibuat dengan cara mencampurkan ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah. Perbandingan konsentrasi kandungan zat aktif dalam masing-masing ekstrak tanaman obat disusun berdasarkan metode penelitian yang dilakukan Setiyono et al. (2010).

19

Semua bahan formula ditambah dengan emulsifer tween-80, antioksidan, asam askorbat sebagai penstabil, pengencer digunakan air bersih. Penetuan kadar komponen kimia dalam formula dilakukan dengan menggunakan metode Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GC-MS).

Pemeliharaan Hewan Coba

Sebanyak 32 ekor DOC broiler strain Cobb dengan berat rata-rata 30 gram dipelihara di fasilitas kandang Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Ayam diberi makan dan minum ad libitum dan diadaptasikan selama 6 hari. Ayam dikelompokkkan menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok berisi 8 ekor ayam. Perlakuan pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perlakuan yang diberikan pada tiap kelompok

Kelompok Perlakuan yang Diberikan

Kontrol Air minum biasa

Formula 5% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 5.0% dalam formula

Formula 7.5% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 7.5% dalam formula

Formula 10% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 10% dalam formula

Ayam dicekok 0.5 ml ekstrak tanaman obat dalam bentuk formulasi setiap hari mulai dari umur 7 hari hingga berumur 28 hari. Pemberian vaksin ND dilakukan saat ayam berumur 4 hari. Vaksin ND yang digunakan adalah vaksin live yang diberikan dengan cara tetes mata dan tetes hidung. Pemberian vaksin IBD dilakukan saat ayam berumur 11 hari diberikan melalui air minum. Pemberian vaksin AI killed dilakukan saat ayam berumur 21 hari dengan rute pemberian subkutan di leher bagian belakang dengan dosis 50 PD50/0.5 ml/ekor. Ayam yang telah berumur 28 hari diberi air minum biasa hingga berumur 44 hari. Uji Serologis

Uji serologis yang dilakukan adalah uji hemaglutinin inhibisi (HI). Uji HI digunakan untuk menghitung titer antibodi terhadap virus AI H5N1. Pengambilan darah dilakukan sebelum ayam divaksin AI, 23 hari setelah ayam divaksin AI, dan hari terakhir masa observasi setelah ayam ditantang virus AI.

Pengambilan darah dilakukan melalui vena brachialis sebanyak 1-2 ml, kemudian darah diinkubasi pada suhu ruang selama kira-kira 12 jam atau sampai serum terpisah dari darah. Serum yang diperoleh disimpan dalam eppendorf dan dimasukkan pada lemari es bersuhu 4°C.

Uji HI dilakukan dengan mengambil sebanyak 0.025 ml Phosphate Buffered Saline (PBS) pH 7.2 dimasukkan kedalam lubang-lubang cawan mikro 60 lubang dengan dasar berbentuk V. Serum sebanyak 0.025 ditambahkan ke dalam lubang-lubang tersebut. Serum positif dan serum sampel dimasukkan pada lubang-lubang pertama. Lubang kedua hingga lubang ke-11 diberi serum dengan pengenceran kelipatan dua. Lubang ke-12 diisi sel darah merah sebagai kontrol. Selanjutnya 0.025 ml antigen virus AI H5N1 sebesar 4 Haemaglutination Unit (HAU) ditambahkan ke dalam setiap lubang kecuali pada lubang terakhir yang berisis sel darah merah. Setiap lubang ditambahkan 0.025 ml PBS dan dicampur dengan alat pencampur hingga 30 detik. Kemudian diinkubasi pada suhu 20°C selama 40 menit. Selanjutnya 0.025 ml Sel Darah Merah (SDM) 1% ditambahkan pada setiap lubang, dicampur selama 30 detik dan diinkubasi pada suhu 20°C selama 40 menit. Interpretasi hasil titer HI ditunjukkan pada pengenceran serum tertinggi yang masih mampu menginhibisi aglutinasi sel darah merah pada antigen 4 HAU. Inhibisi ditetapkan dengan melakukan pengamatan sel darah merah pada lubang-lubang cawan mikro yang dibandingkan dengan dengan sel darah merah kontrol.

Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titre (GMT) dengan rumus :

Log 2 GMT = Keterangan :

N = Jumlah contoh serum yang diamati

t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat menghambat aglutinasi sel darah merah)

S = Jumlah contoh serum yang bertiter t n = Titer antibodi pada sampel ke-n

21

Uji Tantang Virus H5N1

Uji tantang dilakukan pada saat ayam berumur 46 hari di fasilitas BSL 3 milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara di Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Ayam ditantang dengan virus AI strain H5N1/Ngk/2003 secara intranasal dengan dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor. Pengamatan dilakukan selama 6 hari pasca infeksi. Pengambilan Sampel Organ

Pengambilan sampel organ limpa, timus, dan bursa Fabricius dilakukan setelah uji tantang virus AI. Hewan yang diambil organnya adalah ayam yang mati paling terakhir pada satu kelompok. Jika ada dua atau lebih ayam yang mampu bertahan hidup sampai hari terakhir pengamatan maka sampling organ dilakukan pada ayam yang dipilih secara acak. Ayam yang masih hidup dieutanasia dengan cara memasukkan udara 3-5 ml intracardial. Setelah itu ayam dinekropsi dan diambil organ pertahananya (limpa, timus, dan bursa Fabricius). Spesimen organ disimpan dalam botol plastik dan direndam dengan larutan NBF 10% dan diproses menjadi preparat histopatologi. Uji histopatologi dilakukan dengan pewarnaan Haematoksilin dan Eosin (HE). Selengkapnya, protokol pelaksanaan pembuatan preparat histopatologi dicantumkan pada Lampiran 1. Pengamatan Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan pada organ limpa, timus, dan bursa Fabricius. Evaluasi perubahan mikroskopis pada limpa dilakukan dengan mengitung rasio jumlah sel dengan luas pulpa putih. Pengamatan dilakukan pada 5 pulpa putih yang dipilih secara acak. Evaluasi perubahan mikroskopis pada timus dilakukan dengan menghitung rasio luas korteks dengan luas lobus, pengamatan dilakukan pada 3 labus yang dipilih secara acak. Evaluasi perubahan mikroskopis pada bursa Fabricius dilakukan dengan menghitung rasio luas seluruh folikel limfoid yang terdapat pada satu plika dengan luas plika tersebut, pengamatan dilakukan pada 2 plika yang dipilih secara acak. Evaluasi histopatologi ketiga organ dilanjutkan dengan pengamatan secara menyeluruh pada histopatologi organ-organ tersebut.

Analisis Data

Data kematian dan pengukuran titer antibodi dianalisis secara deskriptif. Data evaluasi histopatologi organ limfoid dianalisis secara statistik menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan.

Dokumen terkait