ABSTRAK
WYANDA ARNAFIA. Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan MAWAR SUBANGKIT.
Virus avian infulenza telah menyebabkan kerugian yang besar di bidang kesehatan, ekonomi, dan berpotensi mengakibatkan pandemi. Penggunaan obat-obatan antiviral pada manusia mengakibatkan lahirnya strain virus Avian Influenza (AI) yang resisten terhadap obat-obatan, sehingga sangat penting untuk menemukan obat lain yang lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian formula ekstrak etanol sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), dan sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi bertingkat dalam menghambat infeksi virus avian influenza H5N1 pada broiler. Broiler dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol (akuades), formulasi ekstrak tanaman obat konsentrasi 5%, 7.5%, dan 10%. Semua broiler divaksin kemudian diinfeksi dengan virus AI H5N1 setelah diberi formulasi ekstrak tanaman obat. Pengamatan dilakukan pada tingkat mortalitas, titer antibodi, dan histopatologi organ limforetikular (limpa, timus, dan bursa Fabricius). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian formulasi ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah konsentrasi 5% menunjukkan kemampuan yang paling baik dalam menghambat kematian, meningkatkan titer antibodi, dan menekan kerusakan pada organ limforetikular dibandingkan dengan dengan kelompok perlakuan lainnya.
ABSTRACT
WYANDA ARNAFIA. Potency of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas on Vaccinated Broiler and Challenged with Avian Influenza H5N1 Virus: Histopathology of Lymphoid Organ, Mortality, and Serological Study. Supervised by AGUS SETIYONO and MAWAR SUBANGKIT.
Avian influenza virus caused great loss in public health, economy, and potentially caused pandemic. In human, use of antiviral drugs has believed causing appeared the antiviral-resistant srain of Avian Influenza (AI) virus. Thus it was crucial to find other more effective alternative medicine. The objective of this research was to study the effect of different concentration of ethanol-extract formula of sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), and sirih merah (Piper crocatum) in inhibiting H5N1 virus infection in broiler. Broiler were divided into four groups namely control (aquadest), herb extract formulations with three concentrations which were 5%, 7.5%, and 10%. All broilers were vaccinated and challenged with H5N1 AI virus after being treated with herb extract. Observations were done on the mortality, antibody titer, and histopathology of lymphoid organs (spleen, thymus and bursa Fabricius). The result of this study indicated that treatment with ethanol-extract formulations of sambiloto, adas, and sirih merah 5% gave the best ability to inhibit mortality, increasing antibody titer, and reduce the damage of lymphoid organ among the other treatments.
POTENSI SAMBILOTO, SIRIH MERAH, DAN ADAS PADA
BROILER YANG DIVAKSIN DAN DITANTANG VIRUS
AVIAN INFLUENZA H
5N
1: KAJIAN HISTOPATOLOGI
ORGAN LIMFORETIKULAR, MORTALITAS, DAN
SEROLOGIS
WYANDA ARNAFIA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
WYANDA ARNAFIA. Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan MAWAR SUBANGKIT.
Virus avian infulenza telah menyebabkan kerugian yang besar di bidang kesehatan, ekonomi, dan berpotensi mengakibatkan pandemi. Penggunaan obat-obatan antiviral pada manusia mengakibatkan lahirnya strain virus Avian Influenza (AI) yang resisten terhadap obat-obatan, sehingga sangat penting untuk menemukan obat lain yang lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian formula ekstrak etanol sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), dan sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi bertingkat dalam menghambat infeksi virus avian influenza H5N1 pada broiler. Broiler dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol (akuades), formulasi ekstrak tanaman obat konsentrasi 5%, 7.5%, dan 10%. Semua broiler divaksin kemudian diinfeksi dengan virus AI H5N1 setelah diberi formulasi ekstrak tanaman obat. Pengamatan dilakukan pada tingkat mortalitas, titer antibodi, dan histopatologi organ limforetikular (limpa, timus, dan bursa Fabricius). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian formulasi ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah konsentrasi 5% menunjukkan kemampuan yang paling baik dalam menghambat kematian, meningkatkan titer antibodi, dan menekan kerusakan pada organ limforetikular dibandingkan dengan dengan kelompok perlakuan lainnya.
ABSTRACT
WYANDA ARNAFIA. Potency of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas on Vaccinated Broiler and Challenged with Avian Influenza H5N1 Virus: Histopathology of Lymphoid Organ, Mortality, and Serological Study. Supervised by AGUS SETIYONO and MAWAR SUBANGKIT.
Avian influenza virus caused great loss in public health, economy, and potentially caused pandemic. In human, use of antiviral drugs has believed causing appeared the antiviral-resistant srain of Avian Influenza (AI) virus. Thus it was crucial to find other more effective alternative medicine. The objective of this research was to study the effect of different concentration of ethanol-extract formula of sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), and sirih merah (Piper crocatum) in inhibiting H5N1 virus infection in broiler. Broiler were divided into four groups namely control (aquadest), herb extract formulations with three concentrations which were 5%, 7.5%, and 10%. All broilers were vaccinated and challenged with H5N1 AI virus after being treated with herb extract. Observations were done on the mortality, antibody titer, and histopathology of lymphoid organs (spleen, thymus and bursa Fabricius). The result of this study indicated that treatment with ethanol-extract formulations of sambiloto, adas, and sirih merah 5% gave the best ability to inhibit mortality, increasing antibody titer, and reduce the damage of lymphoid organ among the other treatments.
POTENSI SAMBILOTO, SIRIH MERAH, DAN ADAS PADA
BROILER YANG DIVAKSIN DAN DITANTANG VIRUS
AVIAN INFLUENZA H
5N
1: KAJIAN HISTOPATOLOGI
ORGAN LIMFORETIKULAR, MORTALITAS, DAN
SEROLOGIS
WYANDA ARNAFIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SUMBER SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Judul Skripsi : Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis Nama : Wyanda Arnafia
NIM : B04080014
Disetujui,
Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet NIP.19630810 198803 1 004
Tanggal Lulus:
Pembimbing I
drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet NIP.19630810 198803 1 004
Pembimbing II
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Potensi
Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang
Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular,
Mortalitas, dan Serologis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tak langsung khususnya kepada:
1 drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet dan drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, waktu, tenaga, dan
arahan selama penelitian dan penulisan.
2 Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan, perhatian, dan semangat selama studi di FKH.
3 Mama, Om, Kak Icha, Chien, Avied, Uud, Cardo, Oby, serta seluruh keluarga tercinta atas do’a, dorongan, semangat, bantuan material maupun spiritual, kasih sayang, serta cinta yang tiada hentinya.
4 Pak Kas, Pak Soleh, Pak Ndang, dan Bibi yang telah membantu selama
penelitian.
5 Honeykuh Inggit Radesiyani, dan teman-teman Fairus sebagai teman satu atap.
6 Kak Masda, Kak Sinta, Mbak Ita, dan Hajar sebagai teman satu penelitian.
7 Rida, Meri, Kiki, Diana, dan seluruh teman-teman Avenzoar 45 atas perhatian,
kasih sayang, dan persahabatan selama ini.
Skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan oleh karena itu penulis
terbuka menerima kritik dan saran yang membangun guna penulisan selanjutnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Oktober 1990 di Lahat, Sumatera Selatan
sebagai anak kedua dari ayah Abdul Munaf dan ibu Nelfida, Spd. Pendidikan
formal penulis dimulai dari SDN 12 Tanjung Paku, Kota Solok, Sumatera Barat
(1996-2002). Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 02 Kota Solok
(2002-2005). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 02 Kota
Solok (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
(IPB) Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB
(USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Departemen
Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Kabinet Katalis (2009-2010), staf
Departemen Kajian dan Strategi Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia
(IMAKAHI) cabang FKH IPB (2009-2010), Klan Domba Himpunan Minat dan
Profesi Hewan Ruminansia (HIMPRO Ruminansia), asisten praktikum Anatomi
Veteriner I dan II, serta panitia dalam berbagai acara yang diselenggarakan oleh
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
PENDAHULUAN... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
TINJAUAN PUSTAKA... 3
Flu Burung (Avian Influenza) ... 3
Vaksin ... 5
Limpa ... 6
Timus ... 7
Bursa Fabricius ... 9
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) ... 10
Sirih Merah (Piper crocatum) ... 12
Adas (Foeniculum vulgare) ... 14
METODOLOGI PENELITIAN ... 17
Waktu dan Tempat ... 17
Bahan dan Alat Penelitian ... 17
Kandang Hewan Coba ... 17
Laboratorium Biosafety Level 3 ... 17
Laboratorium Histopatologi ... 17
Metode Penelitian ... 18
Ekstraksi Tanaman Obat dan Pembuatan Formula ... 18
Pemeliharaan Hewan Coba ... 19
Uji Serologis ... 19
Pengambilan Sampel Organ... 21
xi
Analisis Data ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Data Mortalitas ... 23
Data Serologis ... 25
Histopatologi Organ Limforetikular ... 28
Limpa ... 28
Bursa Fabricius ... 32
Timus ... 36
SIMPULAN DAN SARAN ... 41
Simpulan ... 41
Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perlakuan yang diberikan pada tiap kelompok ... 19
2 Data mortalitas broiler yang diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor dengan pemberian
formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang ... 24
3 Hasil uji serologis broiler dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1
ml per ekor... 25
4 Hasil evaluasi histopatologi limpa ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106
EID50/0.1 ml per ekor ... 29
5 Hasil evaluasi histopatologi bursa Fabricius ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003
dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor... 32
6 Hasil evaluasi histopatologi timus ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Struktur virus influenza ... 3
2 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) ... 10
3 Rumus bangun andrografolid ... 11
4 Sirih Merah (Piper crocatum) ... 13
5 Rumus bangun piperin... 14
6 Tanaman Adas (Foeniculum vulgare) ... 15
7 Rumus bangun anetol ... 16
8 Histopatologi limpa broiler yang divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat (A. Akuades, B. Formulasi ekstrak tanaman obat 5%, C. Formulasi ekstrak tanaman obat 7.5%, D. Formulasi ekstrak tanaman obat 10%), 7 hari p.i. 1. Nekrosa folikel limfoid, 2. Kongesti, 3. Deplesi folikel limfoid, 4. Splenitis, pewarnaan HE ... 31
9 Histopatologi bursa Fabricius broiler yang divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat (A. Akuades, B. Formulasi ekstrak tanaman obat 5%, C. Formulasi ekstrak tanaman obat 7.5%, D. Formulasi ekstrak tanaman obat 10%), 7 hari p.i. 1. Peradangan, 2. Deplesi folikel limfoid, 3. Kista, 4. Edema, pewarnaan HE. ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pembuatan Sediaan Histopatologi ... 49
2 Hasil Uji Anova dan Uji Duncan pada Limpa ... 50
3 Hasil Uji Anova dan Uji Duncan pada Bursa Fabricius ... 51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Virus flu burung subtipe H5N1 tergolong dalam Highly Pathogenic Avian
Influenza (HPAI). Virus ini pertama kali mengakibatkan wabah pada unggas di tahun 1996 di propinsi Guangdong, Cina. Virus ini kemudian diidentifikasi
memiliki sifat zoonotik karena mengakibatkan wabah pada manusia tahun 1997 di
Hongkong dengan 18 kasus, 6 diantaranya mengakibatkan kematian. Pada tahun
2003 virus ini kembali muncul. Hingga saat ini keberadaan virus Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 masih sangat meresahkan (WHO 2011a).
Laporan World Health Organization (WHO) hingga 2 november 2011 menunjukkan bahwa kasus AI subtipe H5N1 yang terjadi pada manusia mencapai
569 kasus dengan 334 kasus diantaranya mengakibatkan kematian. Indonesia
merupakan negara yang menempati urutan teratas di dunia dengan jumlah kasus
tertinggi (WHO 2011c). Analisis epidemiologi yang dilakukan oleh Food And Agriculture Organization (FAO), Office International des Epizooties (OIE), dan WHO memperlihatkan virus ini telah menjadi endemik di wilayah Indonesia
(FAO, OIE, WHO 2011) dan memiliki potensi menjadi pandemik (Pappaioanou
2009). Wabah AI juga mengakibatkan kerugian yang besar di bidang ekonomi.
Fenomena ini menuntut diupayakannya usaha-usaha dalam pencegahan dan
pengendalian terjadinya wabah yang berkelanjutan.
OIE dan FAO menyatakan bahwa hewan yang berperan penting dalam
trasmisi dan penyebaran HPAI H5N1 adalah unggas domestik dan unggas liar
(OIE 2006). Hingga saat ini HPAI H5N1 masih bersirkulasi pada peternakan
unggas sehingga mengakibatkan ancaman penyakit pada manusia dan hewan
(FAO, OIE, WHO 2011). Faktor risiko utama penyebaran AI ke manusia adalah
melalui interaksi langsung maupun tidak langsung dengan unggas yang terinfeksi
baik hidup maupun mati ataupun melalui lingkungan yang terkontaminasi.
Pengontrolan sirkulasi virus AI pada peternakan merupakan upaya penting dalam
pencegahan peyebarannya pada manusia (WHO 2011b).
Upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian dan pencegahan kasus flu
yang digunakan antara lain amantadin, rimantadin, zanamifir, dan oseltamivir
(tamiflu). Penggunaan obat-obatan ini dilaporkan telah menimbulkan efek
samping dan melahirkan strain virus yang resisten terhadap obat-obatan antiviral.
Sekuensing genetik yang dilakukan pada H5N1 yang diisolasi dari Thailand dan
Vietnam memperlihatkan karakteristik genetik yang resisten terhadap amantadin
dan rimantadin (CDC 2004). Studi pada virus AI H5N1 yang diisolasi di Indonesia
tahun 2005 menunjukkan penurunan sensitifitas terhadap oseltamivir
(McKimm-Breschkin JL et al. 2007). Isolat virus AI H5N1 yang berasal dari manusia juga menunjukkan penurunan sensitivitas terhadap zanamivir (Monto et al. 2006).
Indonesia sebagai negara tropis menyimpan banyak kekayaan hayati yang
belum dimanfaatkan sepenuhnya, termasuk tanam-tanaman yang berpotensi
sebagai obat-obatan. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees), sirih merah (Piper crocatum), dan adas (Foeniculum vulgare) merupakan contoh tanaman obat yang tumbuh subur di Indonesia. Tanaman-tanaman tersebut telah lama
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat beberapa macam penyakit.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketiga tanaman obat tersebut
mengandung zat yang mampu berperan sebagai antivirus dan imunomodulator.
Berdasarkan fakta tersebut, tanaman obat ini memiliki potensi untuk
dikembangkan dalam penanggulangan flu burung.
Tujuan
Mengetahui tingkat mortalitas, serologis, dan gambaran histopatologi organ
limfoid (limpa, bursa Fabricius, dan timus) broiler yang divaksin dan ditantang
virus AI H5N1 serta diberi formula ekstrak sambiloto, sirih merah, dan adas
konsentrasi bertingkat (5%, 7.5%, 10%).
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai
pertimbangan konsentrasi formulasi tanaman obat yang efektiuf dalam
menghambat infeksi virus flu burung pada unggas dan mampu meningkatkan daya
TINJAUAN PUSTAKA
Flu Burung (Avian Influenza)
Flu burung atau avian influenza merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Avian Influenza (AI) tipe A yang digolongkan dalam famili Orthomyxoviridae. Partikel virus berbentuk pleomorfik dengan ukuran 100 nm hingga 300 nm. Virus ini memiliki amplop yang merupakan derivat dari lipid
bilayer yang berasal dari membran sel inang selama proses budding (Mubareka & Palese 2011). Virus influenza memiliki genom untai tunggal RNA berpolaritas
negatif yang dibagi menjadi delapan segmen (Osterhaus et al. 2008).
Gambar 1 Struktur virus influenza (Haaheim 2010).
Virus AI diklasifikasikan berdasarkan antigen permukaannya yaitu
Haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Hingga saat ini, telah teridentifikasi 16 jenis HA (H1-H16) dan 9 jenis NA (N1-N9) yang dapat saling
berkombinasi (seperti H1N1 dan H5N1) (Osterhaus et al. 2008). Virus AI memiliki kemampuan tinggi dalam bermutasi. Proses mutasi terjadi melalui mekanisme
antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan yang terjadi secara minor dan perlahan melalui proses mutasi titik. Antigenic shift atau disebut juga genetic reassortment terjadi melalui proses tukar menukar materi genetik antara dua atau lebih virus influenza. Proses ini terjadi jika dua atau lebih
terjadi karena virus AI memiliki genom yang segmental. Proses mutasi yang
terjadi pada virus AI menyebabkan virus ini memiliki potensi besar dalam
menimbulkan pandemi (Pappaioanou 2009).
AI dibagi menjadi dua kelompok yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). LPAI menginfeksi unggas domestik namun tidak mengakibatkan gejala klinis yang parah, sedangkan
HPAI mengakibatkan penyakit yang parah secara tiba-tiba, penyebaran yang
cepat, dan angka kematian yang tinggi (mencapai 100% dalam 48 jam) (Sellwood
2010). Semua subtipe virus AI awalnya bersifat Low Pathogenic, namun kemampuan mutasi menyebabkan virus ini menjadi Highly Pathogenic. Virus AI subtipe H5 dan H7 memiliki kecendrungan besar mangalami mutasi menjadi HPAI
(Osterhaus et al. 2008).
Virus AI yang endemik di Indonesia adalah HPAI H5N1 (FAO, OIE, WHO
2011). Virus ini memiliki kemampuan menginfeksi mamalia lain seperti babi,
kuda, kucing bahkan manusia (Osterhaus et al. 2008). Virus AI subtipe H5N1 pertama kali menginfeksi manusia pada tahun 1997 di Hong Kong, Cina. Virus ini
muncul kembali pada tahun 2003 dan 2004 (WHO 2011b).
Inang alami virus H5N1 adalah unggas liar yang hidup di air (Yen et al. 2008).Virus ini hidup pada saluran pernafasan dan usus serta tidak mengakibatkan
penyakit pada inang alaminya (Yen & Webster 2009). Babi diyakini berperan
pada transmisi antar spesies virus H5N1. Virus influenza unggas dan manusia
memiliki kemampuan menginfeksi babi. Virus ini mengalami genetic reassorment di dalam tubuh babi sehingga menghasilkan strain baru yang sangat patogen bagi
manusia dan unggas. Virus yang terbentuk memiliki gen campuran dari virus yang
menginfeksi babi, unggas, dan manusia sehingga memungkinkan terjadinya
transmisi antar spesies (Brown 2008). Namun, hingga saat ini transmisi virus dari
manusia ke manusia belum pernah dilaporkan (FAO, OIE, WHO 2011).
Unggas yang terinfeksi mengeluarkan virus melalui saluran respirasi,
konjungtiva dan feses. Transmisi terjadi melalui interaksi langsung antara hewan
yang terinfeksi dengan hewan yang rentan. Transmisi juga dapat terjadi melalui
5
Gejala klinis infeksi virus H5N1 pada unggas antara lain lesu, edema dan
sianosis pada pial dan kaki, serta diare. Gejala syaraf juga terlihat pada uggas
yang terinfeksi seperti gejala ataksia, tortikolis, dan kejang. Kematian mendadak
tanpa gejala juga dapat terjadi (Kalthoff et al. 2010). Kelainan patologis yang disebabkan oleh virus ini antara lain edema, hiperemi, dan hemoragi yang terjadi
pada limpa, miokardium, paru-paru, hati, ginjal, dan otak. Degenerasi parenkim
dan nekrosa terjadi pada limpa, ginjal, dan hati. Infeksi virus ini juga
mengakibatkan terjadinya multi fokal lomfoid nekrosis pada limpa, timus, dan
bursa Fabricius.
Vaksin
Vaksin adalah suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan,
atau protein antigenik dari mikroorganisme yang diberikan untuk mencegah
meringankan atau mengobati penyakit (Dorland 2010). Vaksin memiliki
kemampuan menggertak pembentukan antibodi. Antibodi merupakan protein
globular yang melawan infeksi dengan cara berikatan dengan epitop yang terdapat
di permukaan agen penginfeksi (Frank 2002). Antibodi berperan dalam
menetralisasi mikroorganisme dengan mengaktifasi sistem komplement dan atau
merangsang opsonisasi oleh Natural Killer (NK) sel, makrofag, dan monosit (Schijns et al. 2008).
Vaksin dibedakan menjadi vaksin mati (inactivated) dan vaksin hidup (live attenuated). Vaksin hidup merupakan vaksin yang berisi organisme hidup yang telah dilemahkan sehingga memiliki kemampuan replikasi yang terbatas. Vaksin
hidup mampu merangsang imunitas yang kuat dan bertahan dalam waktu yang
lama, namun vaksin ini sangat rentan terhadap kontaminasi organisme lain seperti
mikoplasma. Selain itu vaksin hidup memiliki kemungkinan tinggi untuk kembali
memiliki virulensi seperti sebelumnya.
Vaksin mati berisi organisme yang telah diinaktivasi dengan bahan-bahan
kimia atau pemanasan. Vaksin mati memiliki keuntungan karena tidak mungkin
kembali memiliki sifat virulensi namun mampu menggertak pembentukan
antibodi. Vaksin ini relatif mudah dalam penyimpanan karena kemungkinan
relatif rendah sehingga pemberian vaksin mati perlu dikombinasikan dengan
pemberian adjuvan.
Antigen permukaan merupakan bagian yang berperan dalam merangsang
pembentukan antibodi. Vaksin influenza menginduksi antibodi primer yang
melawan glikoprotein permukaan virus yaitu HA dan NA. Antibodi yang
menetralisasi HA memiliki peranan yang lebih penting dalam pencegahan
penyakit, sedangkan antibodi yang melawan NA mampu mengurangi keparahan
penyakit (Gerhard 2001; Anthony et al. 2009).
Limpa
Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang berperan dalam menyaring
dan membuang partikel antigen. Pada mamalia limpa juga berperan dalam
menyimpan eritrosit dan menghancurkan eritrosit yang sudah tua, namun limpa
pada unggas tidak memiliki peran yang berarti sebagai tempat penyimpanan
eritrosit. Limpa pada unggas memiliki peran yang lebih penting pada sistem
pertahanan dibanding limpa pada mamalia karena lifonodus dan pembuluh limfe
unggas kurang berkembang (Oláh & Vervelde 2008).
Limpa secara histologis tersusun dari beberapa bagian yaitu stroma (terdiri
dari kapsula dan trabekula), parenkim (terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih),
dan daerah marginal. Kapsula merupakan pelindung limpa yang terbentuk dari
kolagen dan serabut retikuler. Trabekula merupakan struktur kapsula yang
menjulur hingga ke bagian dalam limpa. Trabekula pada limpa unggas sangat
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali (Oláh & Vervelde 2008).
Pulpa merah berfungsi sebagai tempat penyimpanan eritrosit dan tempat
penghancuran antigen. Pulpa merah merupakan bagian terbesar limpa, berwarna
merah dan mengandung banyak darah yang disimpan dalam jaringan retikuler.
Pulpa merah terbentuk dari anastomose sinus venosus yang membentuk bingkai
pulpa. Bingkai limpa terletak diantara sinus membentuk jalinan tiga dimensi yang
terdiri dari serabut retikuler dengan sebaran sel-sel retikuler, eritrosit, makrofag,
limfosit, sel plasma, dan leukosit lainnya. Penjuluran sel-sel retikuler cenderung
membentuk seperti lorong yang berfungsi untuk menyalurkan darah celah antar
7
Pulpa putih berperan dalam proses tanggap kebal. Pulpa putih merupakan
jaringan limfoid pekat yang dikelilingi oleh selubung periarterial, berbentuk
lingkaran atau lonjong dengan interval tertentu. Buluh darah utama yang menuju
limpa adalah Arteria lienalis cranialis dan caudalis dan beberapa cabang kecil dari A. gastrica dan hepatica (Oláh & Vervelde 2008). Arteri akan bercabang menjadi bagian yang lebih kecil yaitu arteriol. Setiap arteriol dikelilingi oleh
selubung jaringan limfoid periarteriolar. Selubung limfoid periarteriolar sebagian
besar terdiri dari sel T. Folikel primer melintasi selubung limfoid, folikel ini
sebagian besar terdiri dari sel B. Bila terjadi rangsangan antigen, folikel ini
membentuk pusat germinal dan demikian menjadi folikel sekunder. Setiap folikel
dikelilingi oleh lapisan sel T yang disebut dengan zona mantel. Limfosit pada
limpa berasal dari limfosit sirkulasi yang masuk ke limpa melalui sinus venosus dan tinggal di daerah tertentu pada pulpa putih.
Daerah marginal merupakan daerah diantara pulpa merah dan pulpa putih.
Daerah ini berupa jalinan retikuler, menerima darah yang berasal dari pulpa putih
dan beberapa kapiler terminal pulpa merah. Darah mengalir perlahan menuju
sinus venosus pulpa merah. Daerah marginal berperan dalam memproses antigen yang masuk ke limpa (Oláh & Vervelde 2008).
Timus
Timus merupakan organ limfoid primer pada unggas, yang terletak sejajar
dengan saraf vagus dan vena jugularis interna. Pada setiap sisi leher ada 7-8 lobus
terpisah dan membentang dari vertebra servikalis ketiga hingga segmen thoracal
atas. Besarnya timus relatif bervariasi, ukuran relatif yang paling besar terdapat
pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu
pubertas. Timus bertahan selama kurang lebih 17 minggu setelah menetas dan
mengalami involusi setelah kematangan sexual. Sesudah dewasa timus mengalami
atrofi pada parenkimnya dan korteks diganti oleh jaringan lemak (Oláh &
Vervelde 2008).
Timus terdiri dari sejumlah lobus berisi sel epitelial yang tersusun longgar.
Setiap lobus dibatasi oleh kapsul jaringan ikat. Lobus terdiri dari korteks dibagian
padat dan pekat sehingga sel retikuler tidak terlihat jelas. Sel limfosit yang
terdapat di korteks merupakan sel limfosit yang belum matang. Timus tidak
memiliki pusat kecambah, namun proses mitosis tetap terjadi. Timosit bervariasi
dalam ukuran dan sifat sitologiknya. Sel-sel timosit besar banyak terdapat pada
daerah subkapsuler tiap lobus, berproliferasi cepat dan beberapa menjadi sel
limfosit T. Medulla strukturnya mirip korteks tetapi sel timositnya lebih sedikit
sehingga sel retikular tampak jelas. Sel-sel limfosit yang terdapat pada medulla
merupakan limfosit yang telah matang (Pathak & Palan 2005). Khas pada medula
terdapat badan timus (Korpuskel Hassal). Korpuskel Hassal berbentuk lonjong dengan sel-sel tersusun kosentrik dan yang ditengah mengalami degenerasi total.
Proses degenerasi sel dari pinggir ke tengah mirip kornifikasi epitel pipih banyak
lapis. Pada ayam struktur korpuskel Hassal kecil, dan kurang berkembang (Oláh
& Vervelde 2008). Korpuskel Hassal berisi epitel yang telah mengalami
keratinisasi, leukosit, dan sel debris. Sel epitel yang terdapat di timus diduga
mengalami pergantian seperti halnya epitel kulit. Korpuskel Hassal diduga
berperan sebagai tempat endositosis, degradasi, dan penghancuran epitel yang
rusak oleh limfosit (Pathak & Palan 2005).
Timus berfungsi sebagai sumber limfosit asal timus (limfosit T). Limfosit T
ini sebenarnya berasal dari sumsum tulang namun diproses di timus sesudah
ditarik oleh hormon yang disekresi oleh sel epitelial timus. Sel limfosit ini sangat
cepat membelah di dalam timus, pembelahan diri ini tidak dipengaruhi oleh
keberadaan antigen. Sel baru yang dihasilkan oleh timus mati di dalam timus itu
sendiri, hanya sebagian kecil yang berpindah dan membuat koloni sel T pada
organ limfoid sekunder. Makrofag yang terdapat pada perbatasan korteks dan
medula bertugas memfagositosis timosit yang mati tersebut (Pathak & Palan
2005).
Timus juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin. Bermacam-macam hormon
disekresikan oleh sel epitelial timus diantaranya timosin, timopoietin, dan Fecteur Thymique Serique (FTS). Hormon-hormon ini berperan dalam pendewasaan sel T. Sel T berperan dalam menginduksi pembentukan antibodi dan sitotoksisitas
9
Bursa Fabricius
Bursa Fabricius adalah organ limfoepitelial yang hanya terdapat pada
unggas. Organ ini berasal dari pertemuan ektoendodermal. Struktur bursa
Fabricius berbentuk bulat seperti kantong dan berlokasi di dorsal kloaka di antara
kloaka dan sakrum. Bursa mencapai ukuran maksimalnya sekitar satu sampai dua
minggu sesudah menetas dan sesudah itu mengalami infolusi secara
perlahan-lahan. Bursa Fabricius mulai mengalami regresi saat dewasa kelamin. Ukurannya
berbanding terbalik dengan ukuran testis dan adrenal (Davidson 2008).
Pertumbuhan maksimum bursa Fabricius dicapai saat ayam berumur 4-12
minggu dan mengalami regresi secara lengkap pada waktu mencapai kematangan
seksual yaitu pada umur antara 14-20 minggu. Pada tahap ini bursa akan
mengkerut, terjadi pembentukan jaringan ikat yang lebih intensif, deretan epitel
menjadi melipat-lipat, parenkimnya digantikan dengan jaringan lemak dan sel-sel
limfoid dalam folikel digantikan oleh kista. Bursa akan mengalami involusi lebih
cepat karena adanya infeksi agen-agen yang merusak sel B seperti Infectius Bursal Disease Virus (IBDV) serta penggunaan kortikosteroid dan androgen (Oláh & Vervelde 2008).
Bursa terdiri atas sel limfoid yang terbalut dalam jaringan epitelial. Jaringan
epitelial ini membatasi suatu kantong berongga yang dihubungkan dengan kloaka
oleh suatu saluran. Di bagian dalam kantong, terdapat lipatan besar epitel yang
menjulur ke dalam lumen. Folikel sel limfoid tersebar melalui lipatan epitel
tersebut. Dinding bursa membentuk divertikulum bercabang yang dibalut oleh
epitel silindris banyak lapis pada puncak dan silinder sebaris pada bagian dasar
divertikulum. Langsung di bawah epitel terdapat deretan folikel limfoid yang
memiliki pusat kecambah. Dinding dalam terdiri jaringan ikat yang mengadung
otot polos (Oláh & Vervelde 2008).
Setiap folikel limfoid terdiri atas korteks dan medula. Korteks mengandung
limfosit, sel plasma dan makrofag. Pada pertemuan kortiko-medular terdapat
membran basal dan jaringan-jaringan kapiler yang bagian dalamnya adalah sel
epitelial. Medula berisi sel epitelial yang berasal dari divertikulum kloaka dan
limfoid, makrofag, dan beberapa sel plasma yang terdapat pada bursa yang
mengalami involusi (Oláh & Vervelde 2008).
Bursa Fabricius berfungsi sebagai organ limfoid primer tempat terjadinya
pendewasaan dan diferensiasi sel limfosit B yang berperan dalam pembentukan
antibodi. Bursa juga memiliki peran sebagai organ limfoid sekunder yang dapat
menangkap antigen dan membentuk antibodi (Ratcliffe 2008).
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh di berbagai habitat,
seperti pinggiran sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto memiliki batang berkayu
berbentuk bulat dan segi empat serta memiliki banyak cabang (monoplodial).
Daunnya tunggal saling berhadapan, berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata
(integer) dan permukaannya halus serta berwarna hijau. Bunganya berwarna putih
keunguan. Bunga berbentuk bulat panjang dengan pangkal dan ujung lancip. Di
India bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan Oktober atau antara Maret sampai
Juli. Di Australia bunga dan buah dapat dijumpai antara bulan November sampai
Juni, sedang di Indonesia bunga dan buah dapat ditemukan sepanjang tahun
(Balitro 2008).
Gambar 2 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) (Morad 2011). Taksonomi sambiloto berdasarkan NCBI (2011a) adalah:
Filum : Steptophyta
Subkelas : Asterids
11
Famili : Acanthaceae
Subfamili : Acanthoideae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Ness
Bahan aktif utama yang terdapat pada sambiloto adalah diterpenoid,
flavanoid dan polifenol (Xu et al. 2010; Koteswara 2004). Andrografolid (C20H30O5) adalah diterpenoid utama dalam Andrographis paniculata Nees yang terdapat pada seluruh bagian dari tanaman kering, batang, dan daun melalui
ekstraksi menggunakan metanol dan etanol (Cheung et al. 2001; Pholphana et al. 2004). Andrografolid paling banyak terdapat di daun dan dapat dengan mudah
diisolasi dari ekstrak tanaman mentah sebagai kristal padat (Chao & Lin 2010).
Rumus bangun andrografolid dapat dilihat pada Gambar 3. Salah satu derivat
andrografolid yaitu 14-alpha-lipoyl andrographolide memiliki kemampuan melawan infeksi virus influenza H5N1 dengan cara menghambat pelekatan
haemaglutinin virus dengan reseptor yang ada pada sel (Chen et al. 2009).
Gambar 3 Rumus bangun andrografolid (NCBI 2006).
Andrografolid juga memiliki aktifitas sebagai imunomodulator. Fungsi
imunomodulator adalah memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara stimulasi
(imunostimulan), menekan atau menormalkan reaksi imun yang abnormal
kemampuan dalam meningkatkan proliferasi dan sekresi interleukin (IL)-2 pada
human Peripheral Blood Lymphocyte (hPBL) (Kumar et al. 2004).Andrografolid juga memiliki aktifitas dalam meningkatkan sekresi IL-2 dan interferon (IFN)γ
oleh sel T dan merangsang produksi limfosit T sitotoksik (Sheeja & Kuttan 2007a;
Sheeja & Kuttan 2007b). Di sisi lain, ketika sel T mencit percobaan dirangsang
dengan mitogen, pemberian andrografolid mengakibatkan penurunan IL-2
(Burgos et al. 2005) berkemungkinan melalui penghambatan kerja Nuclear Factor Of Activated T cells (NFAT) dan meningkatkan fosforilasi Jun NH2-Terminal Kinase (JNK) (Carretta et al. 2009).Andrografolid mengurangi peradangan yang yang dimediasi oleh dopaminergic neurodegeneration pada kultur sel syaraf mesensephalon dengan menghambat aktivasi mikroglial dan produksi
faktor-faktor proinflamasi (Wang et al. 2004). Sebuah studi klinis menunjukkan bahwa ekstrak A. paniculata (30% andrografolid) mampu mengurangi gejala klinis dan parameter imunologi seperti imunoglobulin serum dan komponen-komponen
komplemen pada pasien yang menderita rheumatoid arthritis selama pengobatan 14 minggu (Burgos et al. 2009).
Sirih Merah (Piper crocatum)
Sirih merah merupakan tanaman merambat yang memiliki daun berbentuk
hati, berwarna merah keperakan dan mengkilat serta bertangkai. Tangkainya
tumbuh berselang-seling dan merambat pada pohon atau pagar. Ciri khas tanaman
ini adalah berbatang bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daun
sirih merah akan berngeluarkan lendir dan aroma yang wangi jika daunnya
13
Gambar 4 Sirih Merah (Piper crocatum) (Manoi 2007). Taksonomi sirih merah berdasarkan NCBI (2011b) adalah:
Superkingdom: Eukaryota
Kingdom : Viridiplantae
Filum : Streptophyta
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum
Secara empiris sirih merah dimanfaatkan untuk menurunkan kadar gula
darah, anti tumor, jantung koroner, asam urat, hipertensi, dan peradangan. Sirih
merah mengandung flavonoid, polevenolad, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri.
Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat anti kangker, antioksidan,
anti-diabetik, antiseptik, dan antiinflamasi (Setiyono & Bermawie 2010).
Piperin merupakan alkaloid utama yang terdapat pada tanaman dengan
genus Piper (Kumar et al. 2007). Rumus bangun piperin dapat dilihat pada Gambar 5. Piperin memiliki kemampuan sebagai imunomodulator yang terlihat
dari kemampuannya menghambat atropi timus dengan pencegahan apoptosis
timosit (Pathah & Khandelwal 2009), kemampuan sitoprotektif sel-sel limpa
(Pathah & Khandelwal 2007), dan meningkatkan kerja sistem imun baik humoral
maupun seluler (Pathah & Khandelwal 2009). Aktivitas imunostimulan dilakukan
lainnya memperlihatkan daya kerja piperin sebagai agen antipiretik, analgesik,
insektisidal, dan anti-inflamasi. Mekanisme kerja antiinflamasi piperin dilakukan
melalui penghambatan pada perlekatan neutrofil pada endotel pembuluh darah
(Kumar et al. 2007).
Gambar 5 Rumus bangun piperin (NCBI 2004).
Adas (Foeniculum vulgare)
Adas merupakan tanaman yang berasal dari Eropa Selatan dan daerah
Mediterania, yang kemudian menyebar cukup luas di berbagai negara seperti
Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia. Tanaman ini
dicirikan dengan bentuk herba tahunan, hingga tanaman dapat mencapai 1-2 m
dengan percabangan yang banyak, batang beralur. Daun berbagi menyirip,
berbentuk bulat telur sampai segi tiga dengan panjang 3 dm, bunga berwarna
kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu payung besar
terdapat sekitar 15-40 payung kecil, dengan panjang tangkai payung 1-6 cm.
Bunga memiliki panjang 3.5-4 mm. Dalam masing-masing biji terdapat tabung
minyak yang terletak berselang-seling. Pada waktu muda biji adas bewarna hijau
kemudian kuning kehijauan, dan kuning kecokelatan pada saat panen (Rusmin &
15
Gambar 6 Tanaman Adas (Foeniculum vulgare) (Leonard 2005). Taksonomi adas berdasarkan NCBI (2011c) adalah:
Superkingdom : Eukaryota
Kingdom : Viridiplantae
Pilum : Streptophyta
Subkelas : Asterids
Ordo : Apiales
Subordo : Apiineae
Famili : Apiaceae
Subfamil : Apioideae
Genus : Foeniculum
Spesies : Foeniculum vulgare
Gambar 7 Rumus bangun anetol (NCBI 2005).
Ekstrak F. vulgare dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antifungi (Mimica et al. 2003), antioksidan, dan antimikroba (Shahat et al. 2011; Miguel et al. 2010). Anetol berperan sebagai imunomodulator melalui kemampuannya menekan
proliferasi limfosit T dan produksi interleukin (IL)-2 dengan cara menghambatan
kerja Nuclear Factor Of Activated T-cells (NF-AT) dan Activator Protein-1 (AP-1) (Yea et al. 2006). Ekstrak F. vulagare terutama anetol juga memperlihatkan kemampuan sebagai antitrombosis dengan kemampuannya
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011
bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi,
Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor, serta di fasilitas Biosafety Level 3(BSL 3) PT. Vaksindo Satwa Nusantara.
Bahan dan Alat Penelitian
Kandang Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan 32 ekor Day Old Chick (DOC) broiler strain Cobb. Bahan yang digunakan adalah pakan ayam, air minum, ekstrak etanol sambiloto, sirih merah, dan adas konsentrasi 5%, 7.5%, dan 10%, vaksin
Newcastle Disease (ND), vaksin Infectius Bursal Disease (IBD), vaksin Avian Influenza (AI). Alat yang digunakan adalah kandang hewan coba terbuat dari triplek, wadah pakan dan minum ayam, lampu, botol ekstrak, eppendorf, spidol,
gelang plastik penanda, kertas label, dan syringe 1 ml.
Laboratorium Biosafety Level 3
Bahan yang digunakan adalah Neutral Buffered Formaldehyde (NBF)10%, dan virus AI strain H5N1/Ngk/2003. Virus yang digunakan diperoleh dari PT.
Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Alat yang digunakan
adalah syringe 1 ml, pinset anatomis, gunting lurus, botol plastik wadah organ, kertas label, dan spidol.
Laboratorium Histopatologi
Bahan yang digunakan adalah preparat organ limpa, timus, dan bursa
Fabricius, xylene, etanol 70%, 80%, 90%, 96%, dan etanol absolut, lithium carbonate, parafin, Mayer Haematoksilin serta Eosin Stock 1%. Alat yang digunakan adalah keranjang jaringan, pinset, cetakan parafin, inkubator,
Metode Penelitian
Ekstraksi Tanaman Obat dan Pembuatan Formula
Ekstrak tanaman obat didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik (Balitro) Bogor dalam bentuk larutan. Bahan baku tanaman dipanen
dari koleksi plasma nutfah tanaman obat di kebun lingkup Balitro. Cara
pemanenan dilakukan sesuai dengan jenis tanaman. Sirih merah dan sambiloto
dipanen dengan cara memetik daunnya dan adas dengan memanen buahnya.
Kegiatan pasca panen dilakukan di laboratorium Fisiologi Hasil Balitro
Bogor. Prosedur pembuatan ekstrak tanaman obat adalah sortasi, pencucian,
pengeringan, penggilingan, dan ekstraksi. Sortasi dilakukan untuk memisahkan
bagian tanaman yang rusak dan yang baik. Pencucian dilakukan menggunakan air
mengalir sampai bersih, setelah dicuci ditiriskan dan diiris tipis-tipis. Pengeringan
dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam
dan dilanjutkan dengan oven pada 40°C sampai kadar air sesuai dengan standar.
Masing-masing bahan kemudian digiling menggunakan alat penggiling dengan
ukuran 60 mesh.
Bahan yang sudah digiling kemudian diayak lalu ditimbang dan dimasukkan
ke dalam ekstraktor, setelah itu ditambahkan dengan etanol 95% sebanyak 5 kali
berat bahan dengan perbandingan 1:5 (bahan : pelarut) dan diaduk selama 2 jam
dengan pengaduk listrik, kemudian didiamkan satu malam. Keesokan harinya
disaring dengan kain flanel untuk mendapatkan filtrat. Ampas dari hasil saringan direndam kembali dengan etanol sebanyak 3 kali jumlah bahan dan diaduk selama
30 menit, lalu disaring. Filtrat dari hasil saringan pertama dan kedua disatukan.
Selanjutnya filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator (alat penguap) dengan tekanan putaran rendah sehingga didapatkan ekstrak kental, kemudian
dilanjutkan penimbangan ekstrak untuk membuat formula yang digunakan dalam
penelitian.
Formula yang digunakan dalam penelitian dibuat dengan cara
mencampurkan ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah. Perbandingan
konsentrasi kandungan zat aktif dalam masing-masing ekstrak tanaman obat
19
Semua bahan formula ditambah dengan emulsifer tween-80, antioksidan, asam askorbat sebagai penstabil, pengencer digunakan air bersih. Penetuan kadar
komponen kimia dalam formula dilakukan dengan menggunakan metode Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GC-MS).
Pemeliharaan Hewan Coba
Sebanyak 32 ekor DOC broiler strain Cobb dengan berat rata-rata 30 gram dipelihara di fasilitas kandang Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor. Ayam diberi makan dan minum ad libitum dan diadaptasikan selama 6 hari. Ayam dikelompokkkan menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok
berisi 8 ekor ayam. Perlakuan pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perlakuan yang diberikan pada tiap kelompok
Kelompok Perlakuan yang Diberikan
Kontrol Air minum biasa
Formula 5% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 5.0% dalam formula
Formula 7.5% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 7.5% dalam formula
Formula 10% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 10% dalam formula
Ayam dicekok 0.5 ml ekstrak tanaman obat dalam bentuk formulasi setiap
hari mulai dari umur 7 hari hingga berumur 28 hari. Pemberian vaksin ND
dilakukan saat ayam berumur 4 hari. Vaksin ND yang digunakan adalah vaksin
live yang diberikan dengan cara tetes mata dan tetes hidung. Pemberian vaksin IBD dilakukan saat ayam berumur 11 hari diberikan melalui air minum.
Pemberian vaksin AI killed dilakukan saat ayam berumur 21 hari dengan rute pemberian subkutan di leher bagian belakang dengan dosis 50 PD50/0.5 ml/ekor.
Ayam yang telah berumur 28 hari diberi air minum biasa hingga berumur 44 hari.
Uji Serologis
Uji serologis yang dilakukan adalah uji hemaglutinin inhibisi (HI). Uji HI
digunakan untuk menghitung titer antibodi terhadap virus AI H5N1. Pengambilan
darah dilakukan sebelum ayam divaksin AI, 23 hari setelah ayam divaksin AI, dan
Pengambilan darah dilakukan melalui vena brachialis sebanyak 1-2 ml, kemudian darah diinkubasi pada suhu ruang selama kira-kira 12 jam atau sampai
serum terpisah dari darah. Serum yang diperoleh disimpan dalam eppendorf dan dimasukkan pada lemari es bersuhu 4°C.
Uji HI dilakukan dengan mengambil sebanyak 0.025 ml Phosphate Buffered Saline (PBS) pH 7.2 dimasukkan kedalam lubang-lubang cawan mikro 60 lubang dengan dasar berbentuk V. Serum sebanyak 0.025 ditambahkan ke dalam
lubang-lubang tersebut. Serum positif dan serum sampel dimasukkan pada lubang-lubang
pertama. Lubang kedua hingga lubang ke-11 diberi serum dengan pengenceran
kelipatan dua. Lubang ke-12 diisi sel darah merah sebagai kontrol. Selanjutnya
0.025 ml antigen virus AI H5N1 sebesar 4 Haemaglutination Unit (HAU) ditambahkan ke dalam setiap lubang kecuali pada lubang terakhir yang berisis sel
darah merah. Setiap lubang ditambahkan 0.025 ml PBS dan dicampur dengan alat
pencampur hingga 30 detik. Kemudian diinkubasi pada suhu 20°C selama 40
menit. Selanjutnya 0.025 ml Sel Darah Merah (SDM) 1% ditambahkan pada
setiap lubang, dicampur selama 30 detik dan diinkubasi pada suhu 20°C selama
40 menit. Interpretasi hasil titer HI ditunjukkan pada pengenceran serum tertinggi
yang masih mampu menginhibisi aglutinasi sel darah merah pada antigen 4 HAU.
Inhibisi ditetapkan dengan melakukan pengamatan sel darah merah pada
lubang-lubang cawan mikro yang dibandingkan dengan dengan sel darah merah kontrol.
Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titre (GMT) dengan rumus :
Log 2 GMT =
Keterangan :
N = Jumlah contoh serum yang diamati
t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat menghambat
aglutinasi sel darah merah)
S = Jumlah contoh serum yang bertiter t
21
Uji Tantang Virus H5N1
Uji tantang dilakukan pada saat ayam berumur 46 hari di fasilitas BSL 3
milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara di Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Ayam
ditantang dengan virus AI strain H5N1/Ngk/2003 secara intranasal dengan dosis
106 EID50/0.1 ml per ekor. Pengamatan dilakukan selama 6 hari pasca infeksi.
Pengambilan Sampel Organ
Pengambilan sampel organ limpa, timus, dan bursa Fabricius dilakukan
setelah uji tantang virus AI. Hewan yang diambil organnya adalah ayam yang
mati paling terakhir pada satu kelompok. Jika ada dua atau lebih ayam yang
mampu bertahan hidup sampai hari terakhir pengamatan maka sampling organ
dilakukan pada ayam yang dipilih secara acak. Ayam yang masih hidup
dieutanasia dengan cara memasukkan udara 3-5 ml intracardial. Setelah itu ayam dinekropsi dan diambil organ pertahananya (limpa, timus, dan bursa Fabricius).
Spesimen organ disimpan dalam botol plastik dan direndam dengan larutan NBF
10% dan diproses menjadi preparat histopatologi. Uji histopatologi dilakukan
dengan pewarnaan Haematoksilin dan Eosin (HE). Selengkapnya, protokol
pelaksanaan pembuatan preparat histopatologi dicantumkan pada Lampiran 1.
Pengamatan Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan pada organ limpa, timus, dan bursa
Fabricius. Evaluasi perubahan mikroskopis pada limpa dilakukan dengan
mengitung rasio jumlah sel dengan luas pulpa putih. Pengamatan dilakukan pada
5 pulpa putih yang dipilih secara acak. Evaluasi perubahan mikroskopis pada
timus dilakukan dengan menghitung rasio luas korteks dengan luas lobus,
pengamatan dilakukan pada 3 labus yang dipilih secara acak. Evaluasi perubahan
mikroskopis pada bursa Fabricius dilakukan dengan menghitung rasio luas
seluruh folikel limfoid yang terdapat pada satu plika dengan luas plika tersebut,
pengamatan dilakukan pada 2 plika yang dipilih secara acak. Evaluasi
histopatologi ketiga organ dilanjutkan dengan pengamatan secara menyeluruh
Analisis Data
Data kematian dan pengukuran titer antibodi dianalisis secara deskriptif.
Data evaluasi histopatologi organ limfoid dianalisis secara statistik menggunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Mortalitas
Inokulasi virus AI secara intranasal akan mengakibatkan kematian pada
ayam setelah kurang lebih 48 jam pasca inokulasi (Swayne & Jackwood 2008).
Kematian disebabkan oleh kerusakan parah yang terjadi pada banyak organ.
Kerusakan ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu: (1) replikasi langsung virus
pada sel, jaringan dan organ; (2) akibat tidak langsung karena produksi mediator
selular seperti sitokin; dan (3) iskemia yang disebabkan oleh trombosis pada
pembuluh darah sisa replikasi virus (Swayne & Halvorson 2003).
Persentase ayam hidup pada masa observasi menunjukkan ketahanan ayam
terhadap uji tantangan virus AI yang dilakukan pada ayam tersebut. Perhitungan
persentase ayam hidup hanya dilakukan pada hari terakhir observasi. Pengitungan
ini tidak mempertimbangkan jumlah ayam yang mampu bertahan pada hari-hari
sebelumnya. Sebagai upaya menghindari kesalahan dalam pemilihan kelompok
ayam yang memiliki ketahanan baik, maka pemilihan kelompok ayam dilakukan
dengan metode skoring. Metode skoring dilakukan dengan mengalikan jumlah
ayam yang tersisa dengan koefesien kekebalan setiap hari. Koefisien kekebalan
akan berlipat 100% dimulai dari hari pertama hingga hari terakhir observasi,
sesuai dengan asumsi bahwa hewan yang hidup lebih lama memiliki tingkat
kekebalan lebih tinggi. Koefisien kekebalan pada observasi hari pertama adalah 1,
observasi hari kedua memiliki koefisien kekebalan 2, observasi hari ketiga
memiliki koefisien kekebalan 4 dan seterusnya sampai observasi hari terakhir.
Kelompok perlakuan yang memiliki persentase ayam hidup dan total angka
kekebalan yang tinggi menandakan kelompok tersebut memiliki ketahanan yang
tinggi terhadap infeksi virus AI. Data mortalitas ayam perlakuan yang diinfeksi
Tabel 2 Data mortalitas broiler yang diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang
Kelompok Total
Ayam
Total Ayam yang Bertahan Hari Ke- Setelah Uji Tantang Virus
Persentase Hewan Hidup (%) Total Perolehan Angka Kekebalan*
1 2 3 4 5 6 7
Kontrol 8 8 8 8 8 8 7 7 87.5 920
Formula 5% 8 8 8 8 8 8 8 8 100 1016 Formula 7.5% 8 8 8 7 7 6 6 6 75 780 Formula 10% 8 8 8 6 5 4 4 4 50 536
*Total perolehan angka kekebalan = hasil penjumlahan angka kekebalan setiap hari. Angka kekebalan = jumlah ayam yang bertahan hingga hari ke- dikali koefisien kekebalan pada hari tersebut (koefisien kekebalan hari ke-1 (kk 1) = 1, kk 2= 2, kk 3= 4, kk 4= 8, kk 5= 16, kk 6= 32, kk 7= 64).
Hasil uji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 secara intranasal dengan
dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor menunjukkan bahwa virus ini mengakibatkan
mortalitas pada ayam broiler. Mortalitas tertinggi diamati pada kelompok ayam
formula 10% diikuti oleh kelompok ayam formula 7.5% kemudian kelompok
kontrol. Ayam pada formula 5% mampu bertahan seluruhnya (100%) hingga 7
hari pasca infeksi. Hal ini menandakan ayam pada kelompok formula 5%
memiliki ketahanan paling besar terhadap uji tantang infeksi virus AI
dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Perolehan angka kekebalan tertinggi terlihat pada ayam kelompok formula
5%, diikuti oleh kontrol, formula 7.5%, dan perolehan angka kekebalan terendah
diamati pada ayam kelompok formula 10%. Hasil perolehan angka kekebalan
menunjukkan bahwa ayam pada kelompok formula 5% memiliki tingkat ketahan
terhadap infeksi virus AI paling baik dibanding kelompok lainnya.
Data jumlah kematian dan perolehan angka kekebalan ayam menunjukkan
bahwa pemberian formula ekstrak sambiloto, adas, dan sirih merah serta vaksin
mampu menekan jumlah kematian ayam yang diinfeksi virus AI. Pemberian
vaksin secara tunggal tanpa pemberian ekstrak mampu melindungi ayam dari
infeksi virus AI yang ditandai dengan tidak adanya kematian sampai hari ke-5
pasca infeksi. Namun kombinasi pemberian vaksin dan 5% formula ekstrak
tanaman obat memperlihatkan aktivitas penghambatan yang lebih baik terhadap
infeksi virus AI sehingga semua ayam yang ditantang mampu hidup sampai hari
25
dikombinasikan dengan 5% formula ekstrak tanaman obat disebabkan oleh
adanya sinergisme antara zat-zat yang terkandung pada ekstrak tanaman obat
dengan vaksin. Vaksin influenza menginduksi antibodi primer yang melawan
glikoprotein permukaan virus, yaitu haemaglutinin dan neuramidase (Anthony et al. 2009). Senyawa aktif yang terdapat pada formulasi 5% tanaman obat, yaitu andrografolid dan piperin memiliki kemampuan menstimulasi sistem imun
(Suhirman & Winarti 2007; Pathah & Khandelwal 2009), sedangkan anetol
memiliki aktivitas sebagai antiviral melalui interaksi dengan partikel virus bebas
sebelum perlekatan virus dengan sel (Astani et al. 2011).
Data Serologis
Antibodi merupakan protein globular yang melawan infeksi dengan cara
berikatan dengan epitop yang terdapat di permukaan agen penginfeksi (Frank
2002). Antibodi berperan dalam menetralisasi mikroorganisme dengan
mengaktifasi sistem komplement dan atau merangsang opsonisasi oleh Natural Killer Cell (NKC), makrofag, dan monosit (Schijns et al. 2008). Virus yang telah dinetralisasi tidak mampu memasuki sel, sehingga tidak dapat menimbulkan efek
yang merugikan bagi inangnya (Sherwood 2001). Dengan kata lain, antibodi dapat
mengurangi jumlah virus yang menginfeksi sel dan menahan terjadinya infeksi
ulang (Hilleman 2002).
Pengukuran titer antibodi dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum
vaksinasi, sesudah vaksinasi, dan setelah uji tantang. Hewan yang memiliki
antibodi spesifik terhadap AI dengan titer yang tinggi akan memiliki ketahanan
yang tinggi terhadap infeksi virus AI. Titer antibodi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji serologis broiler dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor
Kelompok Total
Ayam
Titer Antibodi terhadap Virus AI (GMT) Sebelum Vaksinasi
(log 2)
Setelah Vaksinasi (log 2)
Setelah Uji Tantang (log 2)
Kontrol 8 0 4 6.5
Formula 5% 8 0 6.1 7
Formula 7.5% 8 0 <2 4
Pengukuran titer antibodi dilakukan sebanyak tiga kali. Pengukuran pertama
dilakukan sebelum vaksinasi pada saat ayam berumur 21 hari. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui keberadaan antibodi yang spesifik terhadap virus H5N1 baik
yang berasal dari maternal antibodi ataupun antibodi akibat infeksi di lingkungan.
Maternal antibodi merupakan antibodi induk yang ditransfer ke embrio melalui
kantong kuning telur dan berperan sebagai pelindung anak ayam dari infeksi
hingga sistem kekebalannya mampu berfungsi secara optimal (Davidson et al. 2008). Maternal antibodi mampu bertahan hingga ayam berumur 3-4 minggu
(Schijns et al. 2008). Antibodi ini mengakibatkan kegagalan respon imunitas pada hewan yang divaksin (Schijns et al. 2008).
Data serologis memperlihatkan bahwa semua kelompok ayam perlakuan
menunjukkan titer nol pada pemeriksaan pertama. Hasil ini menandakan bahwa
tidak ada ayam yang memiliki antibodi yang protektif terhadap virus H5N1 baik
yang berasal dari maternal antibodi maupun antibodi akibat infeksi di lingkungan.
Sehingga penelitian dapat dihindari dari bias dan vaksinasi dapat dilakukan.
Pemberian ekstrak tanaman obat telah dilakukan 14 hari sebelum
pengukuran titer antibodi pertama. Pemberian tanaman obat ini tidak berpengaruh
pada pembentukan antibodi yang spesifik terhadap virus H5N1. Titer antibodi
semua kelompok perlakuan memperlihatkan hasil yang sama.
Pengukuran titer antibodi kedua dilakukan sebelum uji tantang dan sesudah
vaksinasi. Pengukuran titer ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi
yang dilakukan. Menurut Susetyo dan Wibowo (2008), pengukuran titer antibodi
terhadap vaksin AI sebaiknya dilakukan 21 hingga 28 hari setelah vaksinasi.
Pengukuran titer antibodi pada penelitian ini dilakukan pada hari ke 23 setelah
vaksinasi. Data titer antibodi memperlihatkan hasil yang beragam. Antibodi
terhadap AI dinyatakan protektif bila titer yang terbentuk lebih besar dari 4 (log 2)
(OIE 2009). Kelompok formula 5% dan kelompok kontrol memperlihatkan titer
yang protektif sedangkan kelompok formula 7.5% dan formula 10%
memperlihatkan titer yang tidak protektif. Pembentukan antibodi dengan titer
yang protektif pada ayam kelompok kontrol menandakan kegiatan vaksinasi yang
27
Perbedaan titer antibodi pada setiap kelompok perlakuan memberikan
gambaran bahwa pemberian ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi bertingkat
memberikan pengaruh terhadap titer antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi.
Ayam yang diberi formula ekstrak tanaman obat konsentrasi 5% memperlihatkan
titer antibodi yang paling tinggi dengan nilai Geometric Mean Titer (GMT) 6.1 (log 2). Hal ini diduga karena adanya aktivitas bahan aktif yang terdapat pada
sambiloto, yaitu andrografolid dan bahan aktif pada sirih merah, yaitu piperin.
Andrografolid memiliki kemampuan menstimulasi sistem imun (Suhirman &
Winarti 2007), dan piperin memiliki kemampuan meningkatkan kerja sistem imun
baik humoral maupun seluler (Pathah & Khandelwal 2009).
Titer antibodi pada ayam yang diberi formula ekstrak tanaman obat
konsentrasi 7.5% dan 10% lebih rendah dibandingkan dengan titer antibodi
kelompok kontrol. Hal ini diduga karena formula tanaman obat pada konsentrasi
yang terlalu tinggi mengakibatkan gangguan pada proses pembentukan antibodi
sehingga titer antibodi yang dihasilkan menjadi relatif lebih rendah.
Pengukuran titer antibodi ketiga dilakukan pada hari terakhir observasi,
yaitu pada hari ke-7 post infeksi (p.i). Ayam yang diperiksa titer antibodinya
adalah ayam yang masih bertahan sampai hari terakhir masa observasi, sehingga
titer antibodi yang didapat merupakan titer antibodi yang protektif terhadap
infeksi virus AI H5N1. Titer antibodi yang paling tinggi ditemukan pada kelompok
5% formula ekstrak tanaman obat dengan nilai GMT mencapai 7 (log 2). Titer
antibodi yang tinggi hingga hari terakhir observasi menandakan bahwa
senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak tanaman obat yang memiliki aktivitas dalam
merangsang sistem imun masih bekerja sampai 7 hari pasca uji tantang.
Data serologis menunjukkan bahwa pemberian formula ekstrak sambiloto,
adas, dan sirih merah serta vaksin mampu merangsang pembentukan antibodi
yang spesifik terhadap virus AI. Pemberian vaksin secara tunggal tanpa
pemberian ekstrak tanaman obat mampu menginduksi pembentukan antibodi
dengan titer antibodi pada 23 hari setelah vaksinasi adalah 4 (log 2) dan titer
setelah uji tantang virus AI adalah 6.5 (log 2). Namun kombinasi pemberian
vaksin dan 5% formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan kemampuan yang
hari setelah vaksinasi adalah 6.1 (log 2) dan titer setelah uji tantang virus AI
adalah 7 (log 2). Setiyono et al. (2010) menyatakan bahwa formula ekstrak tanaman obat dapat berperan sebagai perkusor (pendukung) imunomodulator
untuk menjadi sediaan anti viral.
Histopatologi Organ Limforetikular
Limpa
Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang berperan dalam menyaring
dan membuang partikel antigen (Oláh & Vervelde 2008). Parenkim limpa terdiri
atas pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa putih berisi sel-sel limfoid yang
terakumulasi di sekitar cabang terakhir arteri limpa. Pulpa putih berperan dalam
limfositopoiesis, menangkap antigen, dan memproduksi antibodi. Pulpa merah
terdiri atas sinus venosus dan jaringan yang terdiri dari sel-sel limfosit, sel
retikular, makrofag, plasma sel, dan sel darah merah. Pulpa merah berfungsi
sebagai tempat fagositosis sel darah merah oleh makrofag, tempat penangkapan
antigen, dan tempat pembentukan antibodi.
Evaluasi histopatologi pada limpa dilakukan pada pulpa putih, sedangkan
pemeriksaan lesio dilakukan pada semua bagian limpa. Evaluasi histopatologi
limpa dilakukan pada pulpa putih karena bagian inilah yang berperan dalam
menyediakan sel-sel limfoid. Evaluasi pulpa putih pada tiap kelompok dilakukan
dengan menghitung kepadatan sel pada 5 pulpa putih yang dipilih secara acak.
Pulpa putih yang memiliki kepadatan sel tinggi menandakan bahwa pulpa putih
tersebut berada dalam keadaan aktif untuk menghasilkan sel-sel limfoid. Hasil
pengamatan histopatologi pada limpa disajikan pada Tabel 4.
29
Tabel 4 Hasil evaluasi histopatologi limpa ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor
Kelompok Luas Pulpa
Putih (µm2)
Jumlah Sel
Kepadatan Sel (sel/
104 µm2)
Lesio
Kontrol 15401.64± 782.68
174.80± 40.34
115.3± 0.98d
Nekrosa folikel limfoid, splenitis, dan kongesti.
Formula 5% 12166.72± 5218.64