• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

WYANDA ARNAFIA. Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan MAWAR SUBANGKIT.

Virus avian infulenza telah menyebabkan kerugian yang besar di bidang kesehatan, ekonomi, dan berpotensi mengakibatkan pandemi. Penggunaan obat-obatan antiviral pada manusia mengakibatkan lahirnya strain virus Avian Influenza (AI) yang resisten terhadap obat-obatan, sehingga sangat penting untuk menemukan obat lain yang lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian formula ekstrak etanol sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), dan sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi bertingkat dalam menghambat infeksi virus avian influenza H5N1 pada broiler. Broiler dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol (akuades), formulasi ekstrak tanaman obat konsentrasi 5%, 7.5%, dan 10%. Semua broiler divaksin kemudian diinfeksi dengan virus AI H5N1 setelah diberi formulasi ekstrak tanaman obat. Pengamatan dilakukan pada tingkat mortalitas, titer antibodi, dan histopatologi organ limforetikular (limpa, timus, dan bursa Fabricius). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian formulasi ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah konsentrasi 5% menunjukkan kemampuan yang paling baik dalam menghambat kematian, meningkatkan titer antibodi, dan menekan kerusakan pada organ limforetikular dibandingkan dengan dengan kelompok perlakuan lainnya.

(2)

ABSTRACT

WYANDA ARNAFIA. Potency of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas on Vaccinated Broiler and Challenged with Avian Influenza H5N1 Virus: Histopathology of Lymphoid Organ, Mortality, and Serological Study. Supervised by AGUS SETIYONO and MAWAR SUBANGKIT.

Avian influenza virus caused great loss in public health, economy, and potentially caused pandemic. In human, use of antiviral drugs has believed causing appeared the antiviral-resistant srain of Avian Influenza (AI) virus. Thus it was crucial to find other more effective alternative medicine. The objective of this research was to study the effect of different concentration of ethanol-extract formula of sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), and sirih merah (Piper crocatum) in inhibiting H5N1 virus infection in broiler. Broiler were divided into four groups namely control (aquadest), herb extract formulations with three concentrations which were 5%, 7.5%, and 10%. All broilers were vaccinated and challenged with H5N1 AI virus after being treated with herb extract. Observations were done on the mortality, antibody titer, and histopathology of lymphoid organs (spleen, thymus and bursa Fabricius). The result of this study indicated that treatment with ethanol-extract formulations of sambiloto, adas, and sirih merah 5% gave the best ability to inhibit mortality, increasing antibody titer, and reduce the damage of lymphoid organ among the other treatments.

(3)

POTENSI SAMBILOTO, SIRIH MERAH, DAN ADAS PADA

BROILER YANG DIVAKSIN DAN DITANTANG VIRUS

AVIAN INFLUENZA H

5

N

1

: KAJIAN HISTOPATOLOGI

ORGAN LIMFORETIKULAR, MORTALITAS, DAN

SEROLOGIS

WYANDA ARNAFIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

ABSTRAK

WYANDA ARNAFIA. Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan MAWAR SUBANGKIT.

Virus avian infulenza telah menyebabkan kerugian yang besar di bidang kesehatan, ekonomi, dan berpotensi mengakibatkan pandemi. Penggunaan obat-obatan antiviral pada manusia mengakibatkan lahirnya strain virus Avian Influenza (AI) yang resisten terhadap obat-obatan, sehingga sangat penting untuk menemukan obat lain yang lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian formula ekstrak etanol sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), dan sirih merah (Piper crocatum) konsentrasi bertingkat dalam menghambat infeksi virus avian influenza H5N1 pada broiler. Broiler dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol (akuades), formulasi ekstrak tanaman obat konsentrasi 5%, 7.5%, dan 10%. Semua broiler divaksin kemudian diinfeksi dengan virus AI H5N1 setelah diberi formulasi ekstrak tanaman obat. Pengamatan dilakukan pada tingkat mortalitas, titer antibodi, dan histopatologi organ limforetikular (limpa, timus, dan bursa Fabricius). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian formulasi ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah konsentrasi 5% menunjukkan kemampuan yang paling baik dalam menghambat kematian, meningkatkan titer antibodi, dan menekan kerusakan pada organ limforetikular dibandingkan dengan dengan kelompok perlakuan lainnya.

(5)

ABSTRACT

WYANDA ARNAFIA. Potency of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas on Vaccinated Broiler and Challenged with Avian Influenza H5N1 Virus: Histopathology of Lymphoid Organ, Mortality, and Serological Study. Supervised by AGUS SETIYONO and MAWAR SUBANGKIT.

Avian influenza virus caused great loss in public health, economy, and potentially caused pandemic. In human, use of antiviral drugs has believed causing appeared the antiviral-resistant srain of Avian Influenza (AI) virus. Thus it was crucial to find other more effective alternative medicine. The objective of this research was to study the effect of different concentration of ethanol-extract formula of sambiloto (Andrographis paniculata Nees), adas (Foeniculum vulgare), and sirih merah (Piper crocatum) in inhibiting H5N1 virus infection in broiler. Broiler were divided into four groups namely control (aquadest), herb extract formulations with three concentrations which were 5%, 7.5%, and 10%. All broilers were vaccinated and challenged with H5N1 AI virus after being treated with herb extract. Observations were done on the mortality, antibody titer, and histopathology of lymphoid organs (spleen, thymus and bursa Fabricius). The result of this study indicated that treatment with ethanol-extract formulations of sambiloto, adas, and sirih merah 5% gave the best ability to inhibit mortality, increasing antibody titer, and reduce the damage of lymphoid organ among the other treatments.

(6)

POTENSI SAMBILOTO, SIRIH MERAH, DAN ADAS PADA

BROILER YANG DIVAKSIN DAN DITANTANG VIRUS

AVIAN INFLUENZA H

5

N

1

: KAJIAN HISTOPATOLOGI

ORGAN LIMFORETIKULAR, MORTALITAS, DAN

SEROLOGIS

WYANDA ARNAFIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SUMBER SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

(8)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

Judul Skripsi : Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular, Mortalitas, dan Serologis Nama : Wyanda Arnafia

NIM : B04080014

Disetujui,

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet NIP.19630810 198803 1 004

Tanggal Lulus:

Pembimbing I

drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet NIP.19630810 198803 1 004

Pembimbing II

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Potensi

Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas pada Broiler yang Divaksin dan Ditantang

Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi Organ Limforetikular,

Mortalitas, dan Serologis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun

tak langsung khususnya kepada:

1 drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet dan drh. Mawar Subangkit selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, waktu, tenaga, dan

arahan selama penelitian dan penulisan.

2 Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan, perhatian, dan semangat selama studi di FKH.

3 Mama, Om, Kak Icha, Chien, Avied, Uud, Cardo, Oby, serta seluruh keluarga tercinta atas do’a, dorongan, semangat, bantuan material maupun spiritual, kasih sayang, serta cinta yang tiada hentinya.

4 Pak Kas, Pak Soleh, Pak Ndang, dan Bibi yang telah membantu selama

penelitian.

5 Honeykuh Inggit Radesiyani, dan teman-teman Fairus sebagai teman satu atap.

6 Kak Masda, Kak Sinta, Mbak Ita, dan Hajar sebagai teman satu penelitian.

7 Rida, Meri, Kiki, Diana, dan seluruh teman-teman Avenzoar 45 atas perhatian,

kasih sayang, dan persahabatan selama ini.

Skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan oleh karena itu penulis

terbuka menerima kritik dan saran yang membangun guna penulisan selanjutnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Oktober 1990 di Lahat, Sumatera Selatan

sebagai anak kedua dari ayah Abdul Munaf dan ibu Nelfida, Spd. Pendidikan

formal penulis dimulai dari SDN 12 Tanjung Paku, Kota Solok, Sumatera Barat

(1996-2002). Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 02 Kota Solok

(2002-2005). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 02 Kota

Solok (2005-2008). Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

(IPB) Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB

(USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Departemen

Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Kabinet Katalis (2009-2010), staf

Departemen Kajian dan Strategi Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia

(IMAKAHI) cabang FKH IPB (2009-2010), Klan Domba Himpunan Minat dan

Profesi Hewan Ruminansia (HIMPRO Ruminansia), asisten praktikum Anatomi

Veteriner I dan II, serta panitia dalam berbagai acara yang diselenggarakan oleh

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Flu Burung (Avian Influenza) ... 3

Vaksin ... 5

Limpa ... 6

Timus ... 7

Bursa Fabricius ... 9

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) ... 10

Sirih Merah (Piper crocatum) ... 12

Adas (Foeniculum vulgare) ... 14

METODOLOGI PENELITIAN ... 17

Waktu dan Tempat ... 17

Bahan dan Alat Penelitian ... 17

Kandang Hewan Coba ... 17

Laboratorium Biosafety Level 3 ... 17

Laboratorium Histopatologi ... 17

Metode Penelitian ... 18

Ekstraksi Tanaman Obat dan Pembuatan Formula ... 18

Pemeliharaan Hewan Coba ... 19

Uji Serologis ... 19

Pengambilan Sampel Organ... 21

(13)

xi

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Data Mortalitas ... 23

Data Serologis ... 25

Histopatologi Organ Limforetikular ... 28

Limpa ... 28

Bursa Fabricius ... 32

Timus ... 36

SIMPULAN DAN SARAN ... 41

Simpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perlakuan yang diberikan pada tiap kelompok ... 19

2 Data mortalitas broiler yang diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor dengan pemberian

formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang ... 24

3 Hasil uji serologis broiler dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1

ml per ekor... 25

4 Hasil evaluasi histopatologi limpa ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106

EID50/0.1 ml per ekor ... 29

5 Hasil evaluasi histopatologi bursa Fabricius ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003

dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor... 32

6 Hasil evaluasi histopatologi timus ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur virus influenza ... 3

2 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) ... 10

3 Rumus bangun andrografolid ... 11

4 Sirih Merah (Piper crocatum) ... 13

5 Rumus bangun piperin... 14

6 Tanaman Adas (Foeniculum vulgare) ... 15

7 Rumus bangun anetol ... 16

8 Histopatologi limpa broiler yang divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat (A. Akuades, B. Formulasi ekstrak tanaman obat 5%, C. Formulasi ekstrak tanaman obat 7.5%, D. Formulasi ekstrak tanaman obat 10%), 7 hari p.i. 1. Nekrosa folikel limfoid, 2. Kongesti, 3. Deplesi folikel limfoid, 4. Splenitis, pewarnaan HE ... 31

9 Histopatologi bursa Fabricius broiler yang divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat (A. Akuades, B. Formulasi ekstrak tanaman obat 5%, C. Formulasi ekstrak tanaman obat 7.5%, D. Formulasi ekstrak tanaman obat 10%), 7 hari p.i. 1. Peradangan, 2. Deplesi folikel limfoid, 3. Kista, 4. Edema, pewarnaan HE. ... 35

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Pembuatan Sediaan Histopatologi ... 49

2 Hasil Uji Anova dan Uji Duncan pada Limpa ... 50

3 Hasil Uji Anova dan Uji Duncan pada Bursa Fabricius ... 51

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Virus flu burung subtipe H5N1 tergolong dalam Highly Pathogenic Avian

Influenza (HPAI). Virus ini pertama kali mengakibatkan wabah pada unggas di tahun 1996 di propinsi Guangdong, Cina. Virus ini kemudian diidentifikasi

memiliki sifat zoonotik karena mengakibatkan wabah pada manusia tahun 1997 di

Hongkong dengan 18 kasus, 6 diantaranya mengakibatkan kematian. Pada tahun

2003 virus ini kembali muncul. Hingga saat ini keberadaan virus Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 masih sangat meresahkan (WHO 2011a).

Laporan World Health Organization (WHO) hingga 2 november 2011 menunjukkan bahwa kasus AI subtipe H5N1 yang terjadi pada manusia mencapai

569 kasus dengan 334 kasus diantaranya mengakibatkan kematian. Indonesia

merupakan negara yang menempati urutan teratas di dunia dengan jumlah kasus

tertinggi (WHO 2011c). Analisis epidemiologi yang dilakukan oleh Food And Agriculture Organization (FAO), Office International des Epizooties (OIE), dan WHO memperlihatkan virus ini telah menjadi endemik di wilayah Indonesia

(FAO, OIE, WHO 2011) dan memiliki potensi menjadi pandemik (Pappaioanou

2009). Wabah AI juga mengakibatkan kerugian yang besar di bidang ekonomi.

Fenomena ini menuntut diupayakannya usaha-usaha dalam pencegahan dan

pengendalian terjadinya wabah yang berkelanjutan.

OIE dan FAO menyatakan bahwa hewan yang berperan penting dalam

trasmisi dan penyebaran HPAI H5N1 adalah unggas domestik dan unggas liar

(OIE 2006). Hingga saat ini HPAI H5N1 masih bersirkulasi pada peternakan

unggas sehingga mengakibatkan ancaman penyakit pada manusia dan hewan

(FAO, OIE, WHO 2011). Faktor risiko utama penyebaran AI ke manusia adalah

melalui interaksi langsung maupun tidak langsung dengan unggas yang terinfeksi

baik hidup maupun mati ataupun melalui lingkungan yang terkontaminasi.

Pengontrolan sirkulasi virus AI pada peternakan merupakan upaya penting dalam

pencegahan peyebarannya pada manusia (WHO 2011b).

Upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian dan pencegahan kasus flu

(18)

yang digunakan antara lain amantadin, rimantadin, zanamifir, dan oseltamivir

(tamiflu). Penggunaan obat-obatan ini dilaporkan telah menimbulkan efek

samping dan melahirkan strain virus yang resisten terhadap obat-obatan antiviral.

Sekuensing genetik yang dilakukan pada H5N1 yang diisolasi dari Thailand dan

Vietnam memperlihatkan karakteristik genetik yang resisten terhadap amantadin

dan rimantadin (CDC 2004). Studi pada virus AI H5N1 yang diisolasi di Indonesia

tahun 2005 menunjukkan penurunan sensitifitas terhadap oseltamivir

(McKimm-Breschkin JL et al. 2007). Isolat virus AI H5N1 yang berasal dari manusia juga menunjukkan penurunan sensitivitas terhadap zanamivir (Monto et al. 2006).

Indonesia sebagai negara tropis menyimpan banyak kekayaan hayati yang

belum dimanfaatkan sepenuhnya, termasuk tanam-tanaman yang berpotensi

sebagai obat-obatan. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees), sirih merah (Piper crocatum), dan adas (Foeniculum vulgare) merupakan contoh tanaman obat yang tumbuh subur di Indonesia. Tanaman-tanaman tersebut telah lama

dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat beberapa macam penyakit.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketiga tanaman obat tersebut

mengandung zat yang mampu berperan sebagai antivirus dan imunomodulator.

Berdasarkan fakta tersebut, tanaman obat ini memiliki potensi untuk

dikembangkan dalam penanggulangan flu burung.

Tujuan

Mengetahui tingkat mortalitas, serologis, dan gambaran histopatologi organ

limfoid (limpa, bursa Fabricius, dan timus) broiler yang divaksin dan ditantang

virus AI H5N1 serta diberi formula ekstrak sambiloto, sirih merah, dan adas

konsentrasi bertingkat (5%, 7.5%, 10%).

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai

pertimbangan konsentrasi formulasi tanaman obat yang efektiuf dalam

menghambat infeksi virus flu burung pada unggas dan mampu meningkatkan daya

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Flu Burung (Avian Influenza)

Flu burung atau avian influenza merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus Avian Influenza (AI) tipe A yang digolongkan dalam famili Orthomyxoviridae. Partikel virus berbentuk pleomorfik dengan ukuran 100 nm hingga 300 nm. Virus ini memiliki amplop yang merupakan derivat dari lipid

bilayer yang berasal dari membran sel inang selama proses budding (Mubareka & Palese 2011). Virus influenza memiliki genom untai tunggal RNA berpolaritas

negatif yang dibagi menjadi delapan segmen (Osterhaus et al. 2008).

Gambar 1 Struktur virus influenza (Haaheim 2010).

Virus AI diklasifikasikan berdasarkan antigen permukaannya yaitu

Haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Hingga saat ini, telah teridentifikasi 16 jenis HA (H1-H16) dan 9 jenis NA (N1-N9) yang dapat saling

berkombinasi (seperti H1N1 dan H5N1) (Osterhaus et al. 2008). Virus AI memiliki kemampuan tinggi dalam bermutasi. Proses mutasi terjadi melalui mekanisme

antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan yang terjadi secara minor dan perlahan melalui proses mutasi titik. Antigenic shift atau disebut juga genetic reassortment terjadi melalui proses tukar menukar materi genetik antara dua atau lebih virus influenza. Proses ini terjadi jika dua atau lebih

(20)

terjadi karena virus AI memiliki genom yang segmental. Proses mutasi yang

terjadi pada virus AI menyebabkan virus ini memiliki potensi besar dalam

menimbulkan pandemi (Pappaioanou 2009).

AI dibagi menjadi dua kelompok yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). LPAI menginfeksi unggas domestik namun tidak mengakibatkan gejala klinis yang parah, sedangkan

HPAI mengakibatkan penyakit yang parah secara tiba-tiba, penyebaran yang

cepat, dan angka kematian yang tinggi (mencapai 100% dalam 48 jam) (Sellwood

2010). Semua subtipe virus AI awalnya bersifat Low Pathogenic, namun kemampuan mutasi menyebabkan virus ini menjadi Highly Pathogenic. Virus AI subtipe H5 dan H7 memiliki kecendrungan besar mangalami mutasi menjadi HPAI

(Osterhaus et al. 2008).

Virus AI yang endemik di Indonesia adalah HPAI H5N1 (FAO, OIE, WHO

2011). Virus ini memiliki kemampuan menginfeksi mamalia lain seperti babi,

kuda, kucing bahkan manusia (Osterhaus et al. 2008). Virus AI subtipe H5N1 pertama kali menginfeksi manusia pada tahun 1997 di Hong Kong, Cina. Virus ini

muncul kembali pada tahun 2003 dan 2004 (WHO 2011b).

Inang alami virus H5N1 adalah unggas liar yang hidup di air (Yen et al. 2008).Virus ini hidup pada saluran pernafasan dan usus serta tidak mengakibatkan

penyakit pada inang alaminya (Yen & Webster 2009). Babi diyakini berperan

pada transmisi antar spesies virus H5N1. Virus influenza unggas dan manusia

memiliki kemampuan menginfeksi babi. Virus ini mengalami genetic reassorment di dalam tubuh babi sehingga menghasilkan strain baru yang sangat patogen bagi

manusia dan unggas. Virus yang terbentuk memiliki gen campuran dari virus yang

menginfeksi babi, unggas, dan manusia sehingga memungkinkan terjadinya

transmisi antar spesies (Brown 2008). Namun, hingga saat ini transmisi virus dari

manusia ke manusia belum pernah dilaporkan (FAO, OIE, WHO 2011).

Unggas yang terinfeksi mengeluarkan virus melalui saluran respirasi,

konjungtiva dan feses. Transmisi terjadi melalui interaksi langsung antara hewan

yang terinfeksi dengan hewan yang rentan. Transmisi juga dapat terjadi melalui

(21)

5

Gejala klinis infeksi virus H5N1 pada unggas antara lain lesu, edema dan

sianosis pada pial dan kaki, serta diare. Gejala syaraf juga terlihat pada uggas

yang terinfeksi seperti gejala ataksia, tortikolis, dan kejang. Kematian mendadak

tanpa gejala juga dapat terjadi (Kalthoff et al. 2010). Kelainan patologis yang disebabkan oleh virus ini antara lain edema, hiperemi, dan hemoragi yang terjadi

pada limpa, miokardium, paru-paru, hati, ginjal, dan otak. Degenerasi parenkim

dan nekrosa terjadi pada limpa, ginjal, dan hati. Infeksi virus ini juga

mengakibatkan terjadinya multi fokal lomfoid nekrosis pada limpa, timus, dan

bursa Fabricius.

Vaksin

Vaksin adalah suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan,

atau protein antigenik dari mikroorganisme yang diberikan untuk mencegah

meringankan atau mengobati penyakit (Dorland 2010). Vaksin memiliki

kemampuan menggertak pembentukan antibodi. Antibodi merupakan protein

globular yang melawan infeksi dengan cara berikatan dengan epitop yang terdapat

di permukaan agen penginfeksi (Frank 2002). Antibodi berperan dalam

menetralisasi mikroorganisme dengan mengaktifasi sistem komplement dan atau

merangsang opsonisasi oleh Natural Killer (NK) sel, makrofag, dan monosit (Schijns et al. 2008).

Vaksin dibedakan menjadi vaksin mati (inactivated) dan vaksin hidup (live attenuated). Vaksin hidup merupakan vaksin yang berisi organisme hidup yang telah dilemahkan sehingga memiliki kemampuan replikasi yang terbatas. Vaksin

hidup mampu merangsang imunitas yang kuat dan bertahan dalam waktu yang

lama, namun vaksin ini sangat rentan terhadap kontaminasi organisme lain seperti

mikoplasma. Selain itu vaksin hidup memiliki kemungkinan tinggi untuk kembali

memiliki virulensi seperti sebelumnya.

Vaksin mati berisi organisme yang telah diinaktivasi dengan bahan-bahan

kimia atau pemanasan. Vaksin mati memiliki keuntungan karena tidak mungkin

kembali memiliki sifat virulensi namun mampu menggertak pembentukan

antibodi. Vaksin ini relatif mudah dalam penyimpanan karena kemungkinan

(22)

relatif rendah sehingga pemberian vaksin mati perlu dikombinasikan dengan

pemberian adjuvan.

Antigen permukaan merupakan bagian yang berperan dalam merangsang

pembentukan antibodi. Vaksin influenza menginduksi antibodi primer yang

melawan glikoprotein permukaan virus yaitu HA dan NA. Antibodi yang

menetralisasi HA memiliki peranan yang lebih penting dalam pencegahan

penyakit, sedangkan antibodi yang melawan NA mampu mengurangi keparahan

penyakit (Gerhard 2001; Anthony et al. 2009).

Limpa

Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang berperan dalam menyaring

dan membuang partikel antigen. Pada mamalia limpa juga berperan dalam

menyimpan eritrosit dan menghancurkan eritrosit yang sudah tua, namun limpa

pada unggas tidak memiliki peran yang berarti sebagai tempat penyimpanan

eritrosit. Limpa pada unggas memiliki peran yang lebih penting pada sistem

pertahanan dibanding limpa pada mamalia karena lifonodus dan pembuluh limfe

unggas kurang berkembang (Oláh & Vervelde 2008).

Limpa secara histologis tersusun dari beberapa bagian yaitu stroma (terdiri

dari kapsula dan trabekula), parenkim (terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih),

dan daerah marginal. Kapsula merupakan pelindung limpa yang terbentuk dari

kolagen dan serabut retikuler. Trabekula merupakan struktur kapsula yang

menjulur hingga ke bagian dalam limpa. Trabekula pada limpa unggas sangat

sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali (Oláh & Vervelde 2008).

Pulpa merah berfungsi sebagai tempat penyimpanan eritrosit dan tempat

penghancuran antigen. Pulpa merah merupakan bagian terbesar limpa, berwarna

merah dan mengandung banyak darah yang disimpan dalam jaringan retikuler.

Pulpa merah terbentuk dari anastomose sinus venosus yang membentuk bingkai

pulpa. Bingkai limpa terletak diantara sinus membentuk jalinan tiga dimensi yang

terdiri dari serabut retikuler dengan sebaran sel-sel retikuler, eritrosit, makrofag,

limfosit, sel plasma, dan leukosit lainnya. Penjuluran sel-sel retikuler cenderung

membentuk seperti lorong yang berfungsi untuk menyalurkan darah celah antar

(23)

7

Pulpa putih berperan dalam proses tanggap kebal. Pulpa putih merupakan

jaringan limfoid pekat yang dikelilingi oleh selubung periarterial, berbentuk

lingkaran atau lonjong dengan interval tertentu. Buluh darah utama yang menuju

limpa adalah Arteria lienalis cranialis dan caudalis dan beberapa cabang kecil dari A. gastrica dan hepatica (Oláh & Vervelde 2008). Arteri akan bercabang menjadi bagian yang lebih kecil yaitu arteriol. Setiap arteriol dikelilingi oleh

selubung jaringan limfoid periarteriolar. Selubung limfoid periarteriolar sebagian

besar terdiri dari sel T. Folikel primer melintasi selubung limfoid, folikel ini

sebagian besar terdiri dari sel B. Bila terjadi rangsangan antigen, folikel ini

membentuk pusat germinal dan demikian menjadi folikel sekunder. Setiap folikel

dikelilingi oleh lapisan sel T yang disebut dengan zona mantel. Limfosit pada

limpa berasal dari limfosit sirkulasi yang masuk ke limpa melalui sinus venosus dan tinggal di daerah tertentu pada pulpa putih.

Daerah marginal merupakan daerah diantara pulpa merah dan pulpa putih.

Daerah ini berupa jalinan retikuler, menerima darah yang berasal dari pulpa putih

dan beberapa kapiler terminal pulpa merah. Darah mengalir perlahan menuju

sinus venosus pulpa merah. Daerah marginal berperan dalam memproses antigen yang masuk ke limpa (Oláh & Vervelde 2008).

Timus

Timus merupakan organ limfoid primer pada unggas, yang terletak sejajar

dengan saraf vagus dan vena jugularis interna. Pada setiap sisi leher ada 7-8 lobus

terpisah dan membentang dari vertebra servikalis ketiga hingga segmen thoracal

atas. Besarnya timus relatif bervariasi, ukuran relatif yang paling besar terdapat

pada hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu

pubertas. Timus bertahan selama kurang lebih 17 minggu setelah menetas dan

mengalami involusi setelah kematangan sexual. Sesudah dewasa timus mengalami

atrofi pada parenkimnya dan korteks diganti oleh jaringan lemak (Oláh &

Vervelde 2008).

Timus terdiri dari sejumlah lobus berisi sel epitelial yang tersusun longgar.

Setiap lobus dibatasi oleh kapsul jaringan ikat. Lobus terdiri dari korteks dibagian

(24)

padat dan pekat sehingga sel retikuler tidak terlihat jelas. Sel limfosit yang

terdapat di korteks merupakan sel limfosit yang belum matang. Timus tidak

memiliki pusat kecambah, namun proses mitosis tetap terjadi. Timosit bervariasi

dalam ukuran dan sifat sitologiknya. Sel-sel timosit besar banyak terdapat pada

daerah subkapsuler tiap lobus, berproliferasi cepat dan beberapa menjadi sel

limfosit T. Medulla strukturnya mirip korteks tetapi sel timositnya lebih sedikit

sehingga sel retikular tampak jelas. Sel-sel limfosit yang terdapat pada medulla

merupakan limfosit yang telah matang (Pathak & Palan 2005). Khas pada medula

terdapat badan timus (Korpuskel Hassal). Korpuskel Hassal berbentuk lonjong dengan sel-sel tersusun kosentrik dan yang ditengah mengalami degenerasi total.

Proses degenerasi sel dari pinggir ke tengah mirip kornifikasi epitel pipih banyak

lapis. Pada ayam struktur korpuskel Hassal kecil, dan kurang berkembang (Oláh

& Vervelde 2008). Korpuskel Hassal berisi epitel yang telah mengalami

keratinisasi, leukosit, dan sel debris. Sel epitel yang terdapat di timus diduga

mengalami pergantian seperti halnya epitel kulit. Korpuskel Hassal diduga

berperan sebagai tempat endositosis, degradasi, dan penghancuran epitel yang

rusak oleh limfosit (Pathak & Palan 2005).

Timus berfungsi sebagai sumber limfosit asal timus (limfosit T). Limfosit T

ini sebenarnya berasal dari sumsum tulang namun diproses di timus sesudah

ditarik oleh hormon yang disekresi oleh sel epitelial timus. Sel limfosit ini sangat

cepat membelah di dalam timus, pembelahan diri ini tidak dipengaruhi oleh

keberadaan antigen. Sel baru yang dihasilkan oleh timus mati di dalam timus itu

sendiri, hanya sebagian kecil yang berpindah dan membuat koloni sel T pada

organ limfoid sekunder. Makrofag yang terdapat pada perbatasan korteks dan

medula bertugas memfagositosis timosit yang mati tersebut (Pathak & Palan

2005).

Timus juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin. Bermacam-macam hormon

disekresikan oleh sel epitelial timus diantaranya timosin, timopoietin, dan Fecteur Thymique Serique (FTS). Hormon-hormon ini berperan dalam pendewasaan sel T. Sel T berperan dalam menginduksi pembentukan antibodi dan sitotoksisitas

(25)

9

Bursa Fabricius

Bursa Fabricius adalah organ limfoepitelial yang hanya terdapat pada

unggas. Organ ini berasal dari pertemuan ektoendodermal. Struktur bursa

Fabricius berbentuk bulat seperti kantong dan berlokasi di dorsal kloaka di antara

kloaka dan sakrum. Bursa mencapai ukuran maksimalnya sekitar satu sampai dua

minggu sesudah menetas dan sesudah itu mengalami infolusi secara

perlahan-lahan. Bursa Fabricius mulai mengalami regresi saat dewasa kelamin. Ukurannya

berbanding terbalik dengan ukuran testis dan adrenal (Davidson 2008).

Pertumbuhan maksimum bursa Fabricius dicapai saat ayam berumur 4-12

minggu dan mengalami regresi secara lengkap pada waktu mencapai kematangan

seksual yaitu pada umur antara 14-20 minggu. Pada tahap ini bursa akan

mengkerut, terjadi pembentukan jaringan ikat yang lebih intensif, deretan epitel

menjadi melipat-lipat, parenkimnya digantikan dengan jaringan lemak dan sel-sel

limfoid dalam folikel digantikan oleh kista. Bursa akan mengalami involusi lebih

cepat karena adanya infeksi agen-agen yang merusak sel B seperti Infectius Bursal Disease Virus (IBDV) serta penggunaan kortikosteroid dan androgen (Oláh & Vervelde 2008).

Bursa terdiri atas sel limfoid yang terbalut dalam jaringan epitelial. Jaringan

epitelial ini membatasi suatu kantong berongga yang dihubungkan dengan kloaka

oleh suatu saluran. Di bagian dalam kantong, terdapat lipatan besar epitel yang

menjulur ke dalam lumen. Folikel sel limfoid tersebar melalui lipatan epitel

tersebut. Dinding bursa membentuk divertikulum bercabang yang dibalut oleh

epitel silindris banyak lapis pada puncak dan silinder sebaris pada bagian dasar

divertikulum. Langsung di bawah epitel terdapat deretan folikel limfoid yang

memiliki pusat kecambah. Dinding dalam terdiri jaringan ikat yang mengadung

otot polos (Oláh & Vervelde 2008).

Setiap folikel limfoid terdiri atas korteks dan medula. Korteks mengandung

limfosit, sel plasma dan makrofag. Pada pertemuan kortiko-medular terdapat

membran basal dan jaringan-jaringan kapiler yang bagian dalamnya adalah sel

epitelial. Medula berisi sel epitelial yang berasal dari divertikulum kloaka dan

(26)

limfoid, makrofag, dan beberapa sel plasma yang terdapat pada bursa yang

mengalami involusi (Oláh & Vervelde 2008).

Bursa Fabricius berfungsi sebagai organ limfoid primer tempat terjadinya

pendewasaan dan diferensiasi sel limfosit B yang berperan dalam pembentukan

antibodi. Bursa juga memiliki peran sebagai organ limfoid sekunder yang dapat

menangkap antigen dan membentuk antibodi (Ratcliffe 2008).

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh di berbagai habitat,

seperti pinggiran sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto memiliki batang berkayu

berbentuk bulat dan segi empat serta memiliki banyak cabang (monoplodial).

Daunnya tunggal saling berhadapan, berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata

(integer) dan permukaannya halus serta berwarna hijau. Bunganya berwarna putih

keunguan. Bunga berbentuk bulat panjang dengan pangkal dan ujung lancip. Di

India bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan Oktober atau antara Maret sampai

Juli. Di Australia bunga dan buah dapat dijumpai antara bulan November sampai

Juni, sedang di Indonesia bunga dan buah dapat ditemukan sepanjang tahun

(Balitro 2008).

Gambar 2 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) (Morad 2011). Taksonomi sambiloto berdasarkan NCBI (2011a) adalah:

Filum : Steptophyta

Subkelas : Asterids

(27)

11

Famili : Acanthaceae

Subfamili : Acanthoideae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Ness

Bahan aktif utama yang terdapat pada sambiloto adalah diterpenoid,

flavanoid dan polifenol (Xu et al. 2010; Koteswara 2004). Andrografolid (C20H30O5) adalah diterpenoid utama dalam Andrographis paniculata Nees yang terdapat pada seluruh bagian dari tanaman kering, batang, dan daun melalui

ekstraksi menggunakan metanol dan etanol (Cheung et al. 2001; Pholphana et al. 2004). Andrografolid paling banyak terdapat di daun dan dapat dengan mudah

diisolasi dari ekstrak tanaman mentah sebagai kristal padat (Chao & Lin 2010).

Rumus bangun andrografolid dapat dilihat pada Gambar 3. Salah satu derivat

andrografolid yaitu 14-alpha-lipoyl andrographolide memiliki kemampuan melawan infeksi virus influenza H5N1 dengan cara menghambat pelekatan

haemaglutinin virus dengan reseptor yang ada pada sel (Chen et al. 2009).

Gambar 3 Rumus bangun andrografolid (NCBI 2006).

Andrografolid juga memiliki aktifitas sebagai imunomodulator. Fungsi

imunomodulator adalah memperbaiki sistem imun yaitu dengan cara stimulasi

(imunostimulan), menekan atau menormalkan reaksi imun yang abnormal

(28)

kemampuan dalam meningkatkan proliferasi dan sekresi interleukin (IL)-2 pada

human Peripheral Blood Lymphocyte (hPBL) (Kumar et al. 2004).Andrografolid juga memiliki aktifitas dalam meningkatkan sekresi IL-2 dan interferon (IFN)γ

oleh sel T dan merangsang produksi limfosit T sitotoksik (Sheeja & Kuttan 2007a;

Sheeja & Kuttan 2007b). Di sisi lain, ketika sel T mencit percobaan dirangsang

dengan mitogen, pemberian andrografolid mengakibatkan penurunan IL-2

(Burgos et al. 2005) berkemungkinan melalui penghambatan kerja Nuclear Factor Of Activated T cells (NFAT) dan meningkatkan fosforilasi Jun NH2-Terminal Kinase (JNK) (Carretta et al. 2009).Andrografolid mengurangi peradangan yang yang dimediasi oleh dopaminergic neurodegeneration pada kultur sel syaraf mesensephalon dengan menghambat aktivasi mikroglial dan produksi

faktor-faktor proinflamasi (Wang et al. 2004). Sebuah studi klinis menunjukkan bahwa ekstrak A. paniculata (30% andrografolid) mampu mengurangi gejala klinis dan parameter imunologi seperti imunoglobulin serum dan komponen-komponen

komplemen pada pasien yang menderita rheumatoid arthritis selama pengobatan 14 minggu (Burgos et al. 2009).

Sirih Merah (Piper crocatum)

Sirih merah merupakan tanaman merambat yang memiliki daun berbentuk

hati, berwarna merah keperakan dan mengkilat serta bertangkai. Tangkainya

tumbuh berselang-seling dan merambat pada pohon atau pagar. Ciri khas tanaman

ini adalah berbatang bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daun

sirih merah akan berngeluarkan lendir dan aroma yang wangi jika daunnya

(29)

13

Gambar 4 Sirih Merah (Piper crocatum) (Manoi 2007). Taksonomi sirih merah berdasarkan NCBI (2011b) adalah:

Superkingdom: Eukaryota

Kingdom : Viridiplantae

Filum : Streptophyta

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum

Secara empiris sirih merah dimanfaatkan untuk menurunkan kadar gula

darah, anti tumor, jantung koroner, asam urat, hipertensi, dan peradangan. Sirih

merah mengandung flavonoid, polevenolad, alkaloid, tanin, dan minyak atsiri.

Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat anti kangker, antioksidan,

anti-diabetik, antiseptik, dan antiinflamasi (Setiyono & Bermawie 2010).

Piperin merupakan alkaloid utama yang terdapat pada tanaman dengan

genus Piper (Kumar et al. 2007). Rumus bangun piperin dapat dilihat pada Gambar 5. Piperin memiliki kemampuan sebagai imunomodulator yang terlihat

dari kemampuannya menghambat atropi timus dengan pencegahan apoptosis

timosit (Pathah & Khandelwal 2009), kemampuan sitoprotektif sel-sel limpa

(Pathah & Khandelwal 2007), dan meningkatkan kerja sistem imun baik humoral

maupun seluler (Pathah & Khandelwal 2009). Aktivitas imunostimulan dilakukan

(30)

lainnya memperlihatkan daya kerja piperin sebagai agen antipiretik, analgesik,

insektisidal, dan anti-inflamasi. Mekanisme kerja antiinflamasi piperin dilakukan

melalui penghambatan pada perlekatan neutrofil pada endotel pembuluh darah

(Kumar et al. 2007).

Gambar 5 Rumus bangun piperin (NCBI 2004).

Adas (Foeniculum vulgare)

Adas merupakan tanaman yang berasal dari Eropa Selatan dan daerah

Mediterania, yang kemudian menyebar cukup luas di berbagai negara seperti

Cina, Meksiko, India, Itali, Indian, dan termasuk negara Indonesia. Tanaman ini

dicirikan dengan bentuk herba tahunan, hingga tanaman dapat mencapai 1-2 m

dengan percabangan yang banyak, batang beralur. Daun berbagi menyirip,

berbentuk bulat telur sampai segi tiga dengan panjang 3 dm, bunga berwarna

kuning membentuk kumpulan payung yang besar. Dalam satu payung besar

terdapat sekitar 15-40 payung kecil, dengan panjang tangkai payung 1-6 cm.

Bunga memiliki panjang 3.5-4 mm. Dalam masing-masing biji terdapat tabung

minyak yang terletak berselang-seling. Pada waktu muda biji adas bewarna hijau

kemudian kuning kehijauan, dan kuning kecokelatan pada saat panen (Rusmin &

(31)
[image:31.595.189.436.84.246.2]

15

Gambar 6 Tanaman Adas (Foeniculum vulgare) (Leonard 2005). Taksonomi adas berdasarkan NCBI (2011c) adalah:

Superkingdom : Eukaryota

Kingdom : Viridiplantae

Pilum : Streptophyta

Subkelas : Asterids

Ordo : Apiales

Subordo : Apiineae

Famili : Apiaceae

Subfamil : Apioideae

Genus : Foeniculum

Spesies : Foeniculum vulgare

(32)
[image:32.595.197.428.81.314.2]

Gambar 7 Rumus bangun anetol (NCBI 2005).

Ekstrak F. vulgare dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antifungi (Mimica et al. 2003), antioksidan, dan antimikroba (Shahat et al. 2011; Miguel et al. 2010). Anetol berperan sebagai imunomodulator melalui kemampuannya menekan

proliferasi limfosit T dan produksi interleukin (IL)-2 dengan cara menghambatan

kerja Nuclear Factor Of Activated T-cells (NF-AT) dan Activator Protein-1 (AP-1) (Yea et al. 2006). Ekstrak F. vulagare terutama anetol juga memperlihatkan kemampuan sebagai antitrombosis dengan kemampuannya

(33)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai April 2011

bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi,

Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan,

Institut Pertanian Bogor, serta di fasilitas Biosafety Level 3(BSL 3) PT. Vaksindo Satwa Nusantara.

Bahan dan Alat Penelitian

Kandang Hewan Coba

Penelitian ini menggunakan 32 ekor Day Old Chick (DOC) broiler strain Cobb. Bahan yang digunakan adalah pakan ayam, air minum, ekstrak etanol sambiloto, sirih merah, dan adas konsentrasi 5%, 7.5%, dan 10%, vaksin

Newcastle Disease (ND), vaksin Infectius Bursal Disease (IBD), vaksin Avian Influenza (AI). Alat yang digunakan adalah kandang hewan coba terbuat dari triplek, wadah pakan dan minum ayam, lampu, botol ekstrak, eppendorf, spidol,

gelang plastik penanda, kertas label, dan syringe 1 ml.

Laboratorium Biosafety Level 3

Bahan yang digunakan adalah Neutral Buffered Formaldehyde (NBF)10%, dan virus AI strain H5N1/Ngk/2003. Virus yang digunakan diperoleh dari PT.

Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Alat yang digunakan

adalah syringe 1 ml, pinset anatomis, gunting lurus, botol plastik wadah organ, kertas label, dan spidol.

Laboratorium Histopatologi

Bahan yang digunakan adalah preparat organ limpa, timus, dan bursa

Fabricius, xylene, etanol 70%, 80%, 90%, 96%, dan etanol absolut, lithium carbonate, parafin, Mayer Haematoksilin serta Eosin Stock 1%. Alat yang digunakan adalah keranjang jaringan, pinset, cetakan parafin, inkubator,

(34)

Metode Penelitian

Ekstraksi Tanaman Obat dan Pembuatan Formula

Ekstrak tanaman obat didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik (Balitro) Bogor dalam bentuk larutan. Bahan baku tanaman dipanen

dari koleksi plasma nutfah tanaman obat di kebun lingkup Balitro. Cara

pemanenan dilakukan sesuai dengan jenis tanaman. Sirih merah dan sambiloto

dipanen dengan cara memetik daunnya dan adas dengan memanen buahnya.

Kegiatan pasca panen dilakukan di laboratorium Fisiologi Hasil Balitro

Bogor. Prosedur pembuatan ekstrak tanaman obat adalah sortasi, pencucian,

pengeringan, penggilingan, dan ekstraksi. Sortasi dilakukan untuk memisahkan

bagian tanaman yang rusak dan yang baik. Pencucian dilakukan menggunakan air

mengalir sampai bersih, setelah dicuci ditiriskan dan diiris tipis-tipis. Pengeringan

dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam

dan dilanjutkan dengan oven pada 40°C sampai kadar air sesuai dengan standar.

Masing-masing bahan kemudian digiling menggunakan alat penggiling dengan

ukuran 60 mesh.

Bahan yang sudah digiling kemudian diayak lalu ditimbang dan dimasukkan

ke dalam ekstraktor, setelah itu ditambahkan dengan etanol 95% sebanyak 5 kali

berat bahan dengan perbandingan 1:5 (bahan : pelarut) dan diaduk selama 2 jam

dengan pengaduk listrik, kemudian didiamkan satu malam. Keesokan harinya

disaring dengan kain flanel untuk mendapatkan filtrat. Ampas dari hasil saringan direndam kembali dengan etanol sebanyak 3 kali jumlah bahan dan diaduk selama

30 menit, lalu disaring. Filtrat dari hasil saringan pertama dan kedua disatukan.

Selanjutnya filtrat diuapkan dengan vacuum rotary evaporator (alat penguap) dengan tekanan putaran rendah sehingga didapatkan ekstrak kental, kemudian

dilanjutkan penimbangan ekstrak untuk membuat formula yang digunakan dalam

penelitian.

Formula yang digunakan dalam penelitian dibuat dengan cara

mencampurkan ekstrak etanol sambiloto, adas, dan sirih merah. Perbandingan

konsentrasi kandungan zat aktif dalam masing-masing ekstrak tanaman obat

(35)

19

Semua bahan formula ditambah dengan emulsifer tween-80, antioksidan, asam askorbat sebagai penstabil, pengencer digunakan air bersih. Penetuan kadar

komponen kimia dalam formula dilakukan dengan menggunakan metode Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GC-MS).

Pemeliharaan Hewan Coba

Sebanyak 32 ekor DOC broiler strain Cobb dengan berat rata-rata 30 gram dipelihara di fasilitas kandang Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Bogor. Ayam diberi makan dan minum ad libitum dan diadaptasikan selama 6 hari. Ayam dikelompokkkan menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok

berisi 8 ekor ayam. Perlakuan pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perlakuan yang diberikan pada tiap kelompok

Kelompok Perlakuan yang Diberikan

Kontrol Air minum biasa

Formula 5% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 5.0% dalam formula

Formula 7.5% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 7.5% dalam formula

Formula 10% Ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing 10% dalam formula

Ayam dicekok 0.5 ml ekstrak tanaman obat dalam bentuk formulasi setiap

hari mulai dari umur 7 hari hingga berumur 28 hari. Pemberian vaksin ND

dilakukan saat ayam berumur 4 hari. Vaksin ND yang digunakan adalah vaksin

live yang diberikan dengan cara tetes mata dan tetes hidung. Pemberian vaksin IBD dilakukan saat ayam berumur 11 hari diberikan melalui air minum.

Pemberian vaksin AI killed dilakukan saat ayam berumur 21 hari dengan rute pemberian subkutan di leher bagian belakang dengan dosis 50 PD50/0.5 ml/ekor.

Ayam yang telah berumur 28 hari diberi air minum biasa hingga berumur 44 hari.

Uji Serologis

Uji serologis yang dilakukan adalah uji hemaglutinin inhibisi (HI). Uji HI

digunakan untuk menghitung titer antibodi terhadap virus AI H5N1. Pengambilan

darah dilakukan sebelum ayam divaksin AI, 23 hari setelah ayam divaksin AI, dan

(36)

Pengambilan darah dilakukan melalui vena brachialis sebanyak 1-2 ml, kemudian darah diinkubasi pada suhu ruang selama kira-kira 12 jam atau sampai

serum terpisah dari darah. Serum yang diperoleh disimpan dalam eppendorf dan dimasukkan pada lemari es bersuhu 4°C.

Uji HI dilakukan dengan mengambil sebanyak 0.025 ml Phosphate Buffered Saline (PBS) pH 7.2 dimasukkan kedalam lubang-lubang cawan mikro 60 lubang dengan dasar berbentuk V. Serum sebanyak 0.025 ditambahkan ke dalam

lubang-lubang tersebut. Serum positif dan serum sampel dimasukkan pada lubang-lubang

pertama. Lubang kedua hingga lubang ke-11 diberi serum dengan pengenceran

kelipatan dua. Lubang ke-12 diisi sel darah merah sebagai kontrol. Selanjutnya

0.025 ml antigen virus AI H5N1 sebesar 4 Haemaglutination Unit (HAU) ditambahkan ke dalam setiap lubang kecuali pada lubang terakhir yang berisis sel

darah merah. Setiap lubang ditambahkan 0.025 ml PBS dan dicampur dengan alat

pencampur hingga 30 detik. Kemudian diinkubasi pada suhu 20°C selama 40

menit. Selanjutnya 0.025 ml Sel Darah Merah (SDM) 1% ditambahkan pada

setiap lubang, dicampur selama 30 detik dan diinkubasi pada suhu 20°C selama

40 menit. Interpretasi hasil titer HI ditunjukkan pada pengenceran serum tertinggi

yang masih mampu menginhibisi aglutinasi sel darah merah pada antigen 4 HAU.

Inhibisi ditetapkan dengan melakukan pengamatan sel darah merah pada

lubang-lubang cawan mikro yang dibandingkan dengan dengan sel darah merah kontrol.

Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titre (GMT) dengan rumus :

Log 2 GMT =

Keterangan :

N = Jumlah contoh serum yang diamati

t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat menghambat

aglutinasi sel darah merah)

S = Jumlah contoh serum yang bertiter t

(37)

21

Uji Tantang Virus H5N1

Uji tantang dilakukan pada saat ayam berumur 46 hari di fasilitas BSL 3

milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara di Cicadas, Gunung Putri, Bogor. Ayam

ditantang dengan virus AI strain H5N1/Ngk/2003 secara intranasal dengan dosis

106 EID50/0.1 ml per ekor. Pengamatan dilakukan selama 6 hari pasca infeksi.

Pengambilan Sampel Organ

Pengambilan sampel organ limpa, timus, dan bursa Fabricius dilakukan

setelah uji tantang virus AI. Hewan yang diambil organnya adalah ayam yang

mati paling terakhir pada satu kelompok. Jika ada dua atau lebih ayam yang

mampu bertahan hidup sampai hari terakhir pengamatan maka sampling organ

dilakukan pada ayam yang dipilih secara acak. Ayam yang masih hidup

dieutanasia dengan cara memasukkan udara 3-5 ml intracardial. Setelah itu ayam dinekropsi dan diambil organ pertahananya (limpa, timus, dan bursa Fabricius).

Spesimen organ disimpan dalam botol plastik dan direndam dengan larutan NBF

10% dan diproses menjadi preparat histopatologi. Uji histopatologi dilakukan

dengan pewarnaan Haematoksilin dan Eosin (HE). Selengkapnya, protokol

pelaksanaan pembuatan preparat histopatologi dicantumkan pada Lampiran 1.

Pengamatan Histopatologi

Pengamatan histopatologi dilakukan pada organ limpa, timus, dan bursa

Fabricius. Evaluasi perubahan mikroskopis pada limpa dilakukan dengan

mengitung rasio jumlah sel dengan luas pulpa putih. Pengamatan dilakukan pada

5 pulpa putih yang dipilih secara acak. Evaluasi perubahan mikroskopis pada

timus dilakukan dengan menghitung rasio luas korteks dengan luas lobus,

pengamatan dilakukan pada 3 labus yang dipilih secara acak. Evaluasi perubahan

mikroskopis pada bursa Fabricius dilakukan dengan menghitung rasio luas

seluruh folikel limfoid yang terdapat pada satu plika dengan luas plika tersebut,

pengamatan dilakukan pada 2 plika yang dipilih secara acak. Evaluasi

histopatologi ketiga organ dilanjutkan dengan pengamatan secara menyeluruh

(38)

Analisis Data

Data kematian dan pengukuran titer antibodi dianalisis secara deskriptif.

Data evaluasi histopatologi organ limfoid dianalisis secara statistik menggunakan

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Mortalitas

Inokulasi virus AI secara intranasal akan mengakibatkan kematian pada

ayam setelah kurang lebih 48 jam pasca inokulasi (Swayne & Jackwood 2008).

Kematian disebabkan oleh kerusakan parah yang terjadi pada banyak organ.

Kerusakan ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu: (1) replikasi langsung virus

pada sel, jaringan dan organ; (2) akibat tidak langsung karena produksi mediator

selular seperti sitokin; dan (3) iskemia yang disebabkan oleh trombosis pada

pembuluh darah sisa replikasi virus (Swayne & Halvorson 2003).

Persentase ayam hidup pada masa observasi menunjukkan ketahanan ayam

terhadap uji tantangan virus AI yang dilakukan pada ayam tersebut. Perhitungan

persentase ayam hidup hanya dilakukan pada hari terakhir observasi. Pengitungan

ini tidak mempertimbangkan jumlah ayam yang mampu bertahan pada hari-hari

sebelumnya. Sebagai upaya menghindari kesalahan dalam pemilihan kelompok

ayam yang memiliki ketahanan baik, maka pemilihan kelompok ayam dilakukan

dengan metode skoring. Metode skoring dilakukan dengan mengalikan jumlah

ayam yang tersisa dengan koefesien kekebalan setiap hari. Koefisien kekebalan

akan berlipat 100% dimulai dari hari pertama hingga hari terakhir observasi,

sesuai dengan asumsi bahwa hewan yang hidup lebih lama memiliki tingkat

kekebalan lebih tinggi. Koefisien kekebalan pada observasi hari pertama adalah 1,

observasi hari kedua memiliki koefisien kekebalan 2, observasi hari ketiga

memiliki koefisien kekebalan 4 dan seterusnya sampai observasi hari terakhir.

Kelompok perlakuan yang memiliki persentase ayam hidup dan total angka

kekebalan yang tinggi menandakan kelompok tersebut memiliki ketahanan yang

tinggi terhadap infeksi virus AI. Data mortalitas ayam perlakuan yang diinfeksi

(40)
[image:40.595.113.512.134.246.2]

Tabel 2 Data mortalitas broiler yang diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang

Kelompok Total

Ayam

Total Ayam yang Bertahan Hari Ke- Setelah Uji Tantang Virus

Persentase Hewan Hidup (%) Total Perolehan Angka Kekebalan*

1 2 3 4 5 6 7

Kontrol 8 8 8 8 8 8 7 7 87.5 920

Formula 5% 8 8 8 8 8 8 8 8 100 1016 Formula 7.5% 8 8 8 7 7 6 6 6 75 780 Formula 10% 8 8 8 6 5 4 4 4 50 536

*Total perolehan angka kekebalan = hasil penjumlahan angka kekebalan setiap hari. Angka kekebalan = jumlah ayam yang bertahan hingga hari ke- dikali koefisien kekebalan pada hari tersebut (koefisien kekebalan hari ke-1 (kk 1) = 1, kk 2= 2, kk 3= 4, kk 4= 8, kk 5= 16, kk 6= 32, kk 7= 64).

Hasil uji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 secara intranasal dengan

dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor menunjukkan bahwa virus ini mengakibatkan

mortalitas pada ayam broiler. Mortalitas tertinggi diamati pada kelompok ayam

formula 10% diikuti oleh kelompok ayam formula 7.5% kemudian kelompok

kontrol. Ayam pada formula 5% mampu bertahan seluruhnya (100%) hingga 7

hari pasca infeksi. Hal ini menandakan ayam pada kelompok formula 5%

memiliki ketahanan paling besar terhadap uji tantang infeksi virus AI

dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Perolehan angka kekebalan tertinggi terlihat pada ayam kelompok formula

5%, diikuti oleh kontrol, formula 7.5%, dan perolehan angka kekebalan terendah

diamati pada ayam kelompok formula 10%. Hasil perolehan angka kekebalan

menunjukkan bahwa ayam pada kelompok formula 5% memiliki tingkat ketahan

terhadap infeksi virus AI paling baik dibanding kelompok lainnya.

Data jumlah kematian dan perolehan angka kekebalan ayam menunjukkan

bahwa pemberian formula ekstrak sambiloto, adas, dan sirih merah serta vaksin

mampu menekan jumlah kematian ayam yang diinfeksi virus AI. Pemberian

vaksin secara tunggal tanpa pemberian ekstrak mampu melindungi ayam dari

infeksi virus AI yang ditandai dengan tidak adanya kematian sampai hari ke-5

pasca infeksi. Namun kombinasi pemberian vaksin dan 5% formula ekstrak

tanaman obat memperlihatkan aktivitas penghambatan yang lebih baik terhadap

infeksi virus AI sehingga semua ayam yang ditantang mampu hidup sampai hari

(41)

25

dikombinasikan dengan 5% formula ekstrak tanaman obat disebabkan oleh

adanya sinergisme antara zat-zat yang terkandung pada ekstrak tanaman obat

dengan vaksin. Vaksin influenza menginduksi antibodi primer yang melawan

glikoprotein permukaan virus, yaitu haemaglutinin dan neuramidase (Anthony et al. 2009). Senyawa aktif yang terdapat pada formulasi 5% tanaman obat, yaitu andrografolid dan piperin memiliki kemampuan menstimulasi sistem imun

(Suhirman & Winarti 2007; Pathah & Khandelwal 2009), sedangkan anetol

memiliki aktivitas sebagai antiviral melalui interaksi dengan partikel virus bebas

sebelum perlekatan virus dengan sel (Astani et al. 2011).

Data Serologis

Antibodi merupakan protein globular yang melawan infeksi dengan cara

berikatan dengan epitop yang terdapat di permukaan agen penginfeksi (Frank

2002). Antibodi berperan dalam menetralisasi mikroorganisme dengan

mengaktifasi sistem komplement dan atau merangsang opsonisasi oleh Natural Killer Cell (NKC), makrofag, dan monosit (Schijns et al. 2008). Virus yang telah dinetralisasi tidak mampu memasuki sel, sehingga tidak dapat menimbulkan efek

yang merugikan bagi inangnya (Sherwood 2001). Dengan kata lain, antibodi dapat

mengurangi jumlah virus yang menginfeksi sel dan menahan terjadinya infeksi

ulang (Hilleman 2002).

Pengukuran titer antibodi dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum

vaksinasi, sesudah vaksinasi, dan setelah uji tantang. Hewan yang memiliki

antibodi spesifik terhadap AI dengan titer yang tinggi akan memiliki ketahanan

yang tinggi terhadap infeksi virus AI. Titer antibodi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil uji serologis broiler dengan pemberian formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor

Kelompok Total

Ayam

Titer Antibodi terhadap Virus AI (GMT) Sebelum Vaksinasi

(log 2)

Setelah Vaksinasi (log 2)

Setelah Uji Tantang (log 2)

Kontrol 8 0 4 6.5

Formula 5% 8 0 6.1 7

Formula 7.5% 8 0 <2 4

(42)

Pengukuran titer antibodi dilakukan sebanyak tiga kali. Pengukuran pertama

dilakukan sebelum vaksinasi pada saat ayam berumur 21 hari. Hal ini bertujuan

untuk mengetahui keberadaan antibodi yang spesifik terhadap virus H5N1 baik

yang berasal dari maternal antibodi ataupun antibodi akibat infeksi di lingkungan.

Maternal antibodi merupakan antibodi induk yang ditransfer ke embrio melalui

kantong kuning telur dan berperan sebagai pelindung anak ayam dari infeksi

hingga sistem kekebalannya mampu berfungsi secara optimal (Davidson et al. 2008). Maternal antibodi mampu bertahan hingga ayam berumur 3-4 minggu

(Schijns et al. 2008). Antibodi ini mengakibatkan kegagalan respon imunitas pada hewan yang divaksin (Schijns et al. 2008).

Data serologis memperlihatkan bahwa semua kelompok ayam perlakuan

menunjukkan titer nol pada pemeriksaan pertama. Hasil ini menandakan bahwa

tidak ada ayam yang memiliki antibodi yang protektif terhadap virus H5N1 baik

yang berasal dari maternal antibodi maupun antibodi akibat infeksi di lingkungan.

Sehingga penelitian dapat dihindari dari bias dan vaksinasi dapat dilakukan.

Pemberian ekstrak tanaman obat telah dilakukan 14 hari sebelum

pengukuran titer antibodi pertama. Pemberian tanaman obat ini tidak berpengaruh

pada pembentukan antibodi yang spesifik terhadap virus H5N1. Titer antibodi

semua kelompok perlakuan memperlihatkan hasil yang sama.

Pengukuran titer antibodi kedua dilakukan sebelum uji tantang dan sesudah

vaksinasi. Pengukuran titer ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan vaksinasi

yang dilakukan. Menurut Susetyo dan Wibowo (2008), pengukuran titer antibodi

terhadap vaksin AI sebaiknya dilakukan 21 hingga 28 hari setelah vaksinasi.

Pengukuran titer antibodi pada penelitian ini dilakukan pada hari ke 23 setelah

vaksinasi. Data titer antibodi memperlihatkan hasil yang beragam. Antibodi

terhadap AI dinyatakan protektif bila titer yang terbentuk lebih besar dari 4 (log 2)

(OIE 2009). Kelompok formula 5% dan kelompok kontrol memperlihatkan titer

yang protektif sedangkan kelompok formula 7.5% dan formula 10%

memperlihatkan titer yang tidak protektif. Pembentukan antibodi dengan titer

yang protektif pada ayam kelompok kontrol menandakan kegiatan vaksinasi yang

(43)

27

Perbedaan titer antibodi pada setiap kelompok perlakuan memberikan

gambaran bahwa pemberian ekstrak tanaman obat dengan konsentrasi bertingkat

memberikan pengaruh terhadap titer antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi.

Ayam yang diberi formula ekstrak tanaman obat konsentrasi 5% memperlihatkan

titer antibodi yang paling tinggi dengan nilai Geometric Mean Titer (GMT) 6.1 (log 2). Hal ini diduga karena adanya aktivitas bahan aktif yang terdapat pada

sambiloto, yaitu andrografolid dan bahan aktif pada sirih merah, yaitu piperin.

Andrografolid memiliki kemampuan menstimulasi sistem imun (Suhirman &

Winarti 2007), dan piperin memiliki kemampuan meningkatkan kerja sistem imun

baik humoral maupun seluler (Pathah & Khandelwal 2009).

Titer antibodi pada ayam yang diberi formula ekstrak tanaman obat

konsentrasi 7.5% dan 10% lebih rendah dibandingkan dengan titer antibodi

kelompok kontrol. Hal ini diduga karena formula tanaman obat pada konsentrasi

yang terlalu tinggi mengakibatkan gangguan pada proses pembentukan antibodi

sehingga titer antibodi yang dihasilkan menjadi relatif lebih rendah.

Pengukuran titer antibodi ketiga dilakukan pada hari terakhir observasi,

yaitu pada hari ke-7 post infeksi (p.i). Ayam yang diperiksa titer antibodinya

adalah ayam yang masih bertahan sampai hari terakhir masa observasi, sehingga

titer antibodi yang didapat merupakan titer antibodi yang protektif terhadap

infeksi virus AI H5N1. Titer antibodi yang paling tinggi ditemukan pada kelompok

5% formula ekstrak tanaman obat dengan nilai GMT mencapai 7 (log 2). Titer

antibodi yang tinggi hingga hari terakhir observasi menandakan bahwa

senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak tanaman obat yang memiliki aktivitas dalam

merangsang sistem imun masih bekerja sampai 7 hari pasca uji tantang.

Data serologis menunjukkan bahwa pemberian formula ekstrak sambiloto,

adas, dan sirih merah serta vaksin mampu merangsang pembentukan antibodi

yang spesifik terhadap virus AI. Pemberian vaksin secara tunggal tanpa

pemberian ekstrak tanaman obat mampu menginduksi pembentukan antibodi

dengan titer antibodi pada 23 hari setelah vaksinasi adalah 4 (log 2) dan titer

setelah uji tantang virus AI adalah 6.5 (log 2). Namun kombinasi pemberian

vaksin dan 5% formula ekstrak tanaman obat memperlihatkan kemampuan yang

(44)

hari setelah vaksinasi adalah 6.1 (log 2) dan titer setelah uji tantang virus AI

adalah 7 (log 2). Setiyono et al. (2010) menyatakan bahwa formula ekstrak tanaman obat dapat berperan sebagai perkusor (pendukung) imunomodulator

untuk menjadi sediaan anti viral.

Histopatologi Organ Limforetikular

Limpa

Limpa merupakan organ limfoid sekunder yang berperan dalam menyaring

dan membuang partikel antigen (Oláh & Vervelde 2008). Parenkim limpa terdiri

atas pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa putih berisi sel-sel limfoid yang

terakumulasi di sekitar cabang terakhir arteri limpa. Pulpa putih berperan dalam

limfositopoiesis, menangkap antigen, dan memproduksi antibodi. Pulpa merah

terdiri atas sinus venosus dan jaringan yang terdiri dari sel-sel limfosit, sel

retikular, makrofag, plasma sel, dan sel darah merah. Pulpa merah berfungsi

sebagai tempat fagositosis sel darah merah oleh makrofag, tempat penangkapan

antigen, dan tempat pembentukan antibodi.

Evaluasi histopatologi pada limpa dilakukan pada pulpa putih, sedangkan

pemeriksaan lesio dilakukan pada semua bagian limpa. Evaluasi histopatologi

limpa dilakukan pada pulpa putih karena bagian inilah yang berperan dalam

menyediakan sel-sel limfoid. Evaluasi pulpa putih pada tiap kelompok dilakukan

dengan menghitung kepadatan sel pada 5 pulpa putih yang dipilih secara acak.

Pulpa putih yang memiliki kepadatan sel tinggi menandakan bahwa pulpa putih

tersebut berada dalam keadaan aktif untuk menghasilkan sel-sel limfoid. Hasil

pengamatan histopatologi pada limpa disajikan pada Tabel 4.

(45)

29

Tabel 4 Hasil evaluasi histopatologi limpa ayam yang diberi formulasi ekstrak tanaman obat selama 21 hari sebelum uji tantang virus AI, divaksin dan diuji tantang virus AI strain H5N1/Ngk/2003 dosis 106 EID50/0.1 ml per ekor

Kelompok Luas Pulpa

Putih (µm2)

Jumlah Sel

Kepadatan Sel (sel/

104 µm2)

Lesio

Kontrol 15401.64± 782.68

174.80± 40.34

115.3± 0.98d

Nekrosa folikel limfoid, splenitis, dan kongesti.

Formula 5% 12166.72± 5218.64

Gambar

Gambar 1  Struktur virus influenza (Haaheim 2010).
Gambar 4  Sirih Merah ( Piper crocatum) (Manoi 2007).
Gambar 6  Tanaman Adas ( Foeniculum vulgare) (Leonard 2005).
Gambar 7  Rumus bangun anetol (NCBI 2005).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya Kotler, Kartajaya, Huan dan Liu (2003) menyatakan bahwa agar strategi segmentasi tersebut tepat perusahaan harus pertama, memandang pasar dari sudut yang unik dan

Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

Sehubungan dengan hasil terse- but, perangkat pembelajaran IPA berbasis SETS memiliki dampak yang positif terhadap scientific literacy dan foundational knowledge pada

IR bertujuan untuk menimbulkan efek sedatif pada superfisial sensory nerve ending, yang akan menimbulkan pengurangan nyeri, sedangkan Chest Physioterapy bertujuan untuk

 merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok

Untuk meramaikan pasar dan agar tidak kalah oleh pesaing pada jenis produk yang sama maka Sirup ABC meluncurkan beberapa produk baru yaitu rasa apel cranberry yang

Pada dasarnya demokrasi yang efektif menuntut komunikasi yang efektif antara warga negara dengan pemerintahannya (termasuk KPUD) pada semua tingkatan. Sebagai lembaga negara,

Pada infeksi kronis terlihat pembengkakan dan pernanahan pial, yang sering disebut wattle disease, kelumpuhan akibat artritis dan adanya torticollis yang disebabkan oleh