• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan selama 12 (dua belas bulan) di mulai dari bulan Januari 2008 sampai Desember 2008, dengan kegitan dimulai dari penelitian lapangan hingga tahap pengolahan dan analisis data serta penyusunan disertasi. Lokasi penelitian sebagai tempat pengumpulan data adalah wilayah Provinsi Maluku Utara. Tempat pendaratan ikan yang menjadi obyek penelitian berada di empat Kabupaten/Kota yaitu, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Selatan dan Kabupaten Halmahera Utara. Di pilihnya wilayah-wilayah tersebut sebagai lokasi pengambilan data karena ke empat wilayah ini merupakan sentral kegiatan usaha perikanan ikan layang di Maluku Utara (Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1 ).

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini di bagi atas 2 bagian yaitu:

1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan yang meliputi: kuisioner sebagai pedoman pengumpulan data, alat tulis menulis, seperangkat komputer untuk rekapitulasi dan analisis data, alat perekam berupa tape recorder, kamera digital untuk kepentingan dokumentasi penelitian. Objek penelitian berupa unit penangkapan ikan layang yang menggunakan alat tangkap mini purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan layang sebagai hasil tangkapan.

2) Alat dan bahan yang digunakan di laboratorium untuk analisis biologi ikan (panjang berat ikan, tingkat kematangan gonad dan fekunditas) terdiri dari : pengaris dengan papan ukur berukuran minimal, timbangan ohaus atau digital, kertas label, jarum pentul, seperangkat alat bedah lengkap, botol sample (botol film), cawan petri (petridisk), tisue, tabel klasifkasi tingkat kematangan gonad, gelas ukur 10 ml, pipet tetes, Mikroskop elektron, gelas obyek, gelas penutup. Sedangkan bahan yang dipakai adalah ikan contoh, telur contoh dan formalin.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini di laksanakan dengan metode survei terhadap obyek nelayan sebagai pelaku. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung ke lokasi penelitian. Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan langsung terhadap unit penangkapan ikan layang serta kegiatan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disusun sesuai dengan kebutuhan analisis dan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat penangkapan ikan layang, nelayan sebagai pekerja dan para stakeholders di lokasi penelitian. Data sekunder yang diperlukan berkaitan erat dengan keragaan perikanan ikan layang, data produksi dan nilai produksi ikan layang tahunan (time series data) provinsi Maluku Utara dari tahun 1998-2007 yang diperoleh dari DKP Provinsi Maluku Utara, deskripsi wilayah penelitian yang meliputi aspek fisik, sosial, ekonomi, dan kelembagaan yang mampu menjelaskan kondisi usaha perikanan tangkap khususnya usaha perikanan ikan layang, tulisan yang pernah dilakukan yang ada hubungannya dengan penelitian penulis melalui penelusuran pustaka (studi pustaka), data statistik dan sarana penunjang serta data pilihan pengembangan perikanan tangkap dan kebijakan pemerintah.

Responden dikumpulkan secara purposive sampling, yaitu dengan cara memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan diteliti. Jumlah responden sebanyak 120 orang dari 4 wilayah (kota Ternate, kota Tidore Kepulauan, kabupeten Halmahera Selatan dan Kabupaten Halmahera Utara), tiap wilayah 30 orang (10 orang nelayan pukat cincin, 10 orang nelayan jaring insang hanyut dan 10 orang nelayan bagan perahu).

Data yang dikumpulkan untuk menentukan prioritas unit penangkapan ikan layang yang layak dikembangkan berupa data masing-masing aspek kajian (aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan). Secara rinci data-data yang dikumpulkan adalah :

1) Aspek biologi

Pengukuran parameter biologi pada penelitian ini dilakukan terhadap sumberdaya ikan layang sebagai hasil tangkapan utama dari alat tangkap mini purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Parameter biologi yang menjadi kajian terhadap sumberdaya layang seperti komposisi target spesies dari

ketiga alat tangkap yang diteliti, ukuran hasil tangkapan utama yaitu ikan layang dan lama waktu nelayan melakukan operasi penangkapan ikan layang (dalam satuan bulan).

2) Aspek teknis

Pengukuran parameter teknis dilakukan pada kapal/perahu dan alat penangkapan ikan layang. Parameter teknis penting untuk diketahui karena menyangkut masalah produksi unit penangkapan ikan layang yang dioperasikan. Parameter teknis yang dikumpulkan antara lain: ukuran kapal/perahu, jenis mesin, jenis bahan bakar, material yang digunakan, ukuran alat tangkap, bahan alat tangkap, produksi hasil tangkapan per tahun, produksi per trip, dan produksi per tenaga kerja.

3) Aspek sosial

Pengukuran parameter sosial dalam penelitian ini diarahkan kepada nelayan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penangkapan ikan layang. Parameter sosial yang dianalisis menyangkut masalah sumberdaya manusia yang mengoperasikan unit penangkapan ikan layang. Parameter sosial yang dikumpulkan antara lain jumlah nelayan yang terserap setiap unit penangkapan, pendapatan nelayan per tahun dan tingkat penguasaan teknologi.

4) Aspek ekonomi

Pengukuran parameter ekonomi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat ekonomi dari suatu penangkapan ikan layang untuk diketahui kelayakan usaha dari alat tangkap tersebut. Parameter ekonomi yang dikumpulkan dalam penelitian ini seperti biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan, dan nilai produksi.

5) Aspek keramahan lingkungan

Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada pendapat Monintja (2000), bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah:

(1) Mempunyai selektivitas yang tinggi

Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektitivitas yang tinggi apabila alat tangkap tersebut di dalam operasionalnya hanya menangkap sedikit spesies

dengan ukuran yang relatif seragam. Selektivitas alat tangkap ada dua macam yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap ukuran dengan nilai masing- masing sub kriteria :

a. Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan variasi ukuran yang berbeda jauh.

b. Menangkap tiga spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang berbeda jauh.

c. Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam. d. Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam. (2) Tidak merusak habitat

Suatu alat tangkap dianggap tidak merusak habitat dimana pemberian bobotnya didasarkan pada :

a. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas. b. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit.

c. Menyebabkan kerusakan sebahagian habitat pada wilayah yang sempit. d. Aman bagi habitat.

(3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi

Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkap yang terlihat secara morfologis, yaitu :

a. Ikan mati dan busuk. b. Ikan mati, segar, cacat fisik. c. Ikan mati dan segar.

d. Ikan hidup.

(4) Tidak membahayakan nelayan

Tingkat bahaya atau risiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan. Risiko tingkat bahaya yang dialami oleh nelayan didasarkan pada dampak yang mungkin diterima, yaitu :

a. Bisa berakibat kematian pada nelayan. b. Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan.

c. Hanya bersifat ganguan kesehatan yang bersifat sementara. d. Aman bagi nelayan.

(5) Produksi tidak membahayakan konsumen

Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh dari proses penangkapan. Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh konsumen, diantaranya adalah :

a. Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen. b. Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen. c. Relatif aman bagi konsumen.

(6) By-cath rendah

Suatu spesies dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila spesies tersebut tidak termasuk dalam target penangkapan. Hasil tangkapan yang didapat ada yang dimanfaatkan dan ada yang dibuang ke laut (discard). Beberapa kemungkinan by- catch yang didapat adalah :

a. By-catch ada berapa spesies dan tidak laku dijual di pasar. b. By-catch ada berapa spesies dan ada jenis yang laku di pasar c. By-catch kurang dari tiga spesies dan laku di pasar.

d. By-catch kurang dari tiga spesies dan mempunyai harga yang tinggi. (7) Dampak ke biodiversity

Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut. Hal ini tergantung dari bahan yang digunakan dan metode pengoperasiannya. Pengaruh pengoperasian alat tangkap terhadap biodervisity yang ada adalah :

a. Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat. b. Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.

c. Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. d. Aman bagi biodiversity.

Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah :

a. Ikan yang dilindungi sering tertangkap. b. Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap. c. Ikan yang dilindungi pernah tertangkap. d. Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. (9) Dapat diterima secara sosial

Penerimaan masyarakan terhadap suatu alat tangkap yang digunakan tergantung pada kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila :

a. Biaya investasi murah. b. Menguntungkan.

c. Tidak bertentangan dengan budaya setempat. d. Tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.

Ada beberapa kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada suatu area penangkapan, yaitu :

a. Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas.

b. Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada. c. Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria.

d. Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada.

Analisis biologi ikan layang di perairan Maluku Utara dilakukan dengan pendekatan parameter populasi ikan yaitu menggunakan jenis ikan contoh layang biru (Decapterus macarellus) yang ditangkap dengan mini purse seine. Contoh ikan layang biru hanya diambil dari hasil tangkapan mini purse seine, dengan tujuan agar ikan yang tertangkap dapat mewakali struktur ukuran ikan layang di perairan Maluku Utara, mengingat karena alat tangkap ini memilki ukuran mata jaring yang bervariasi. Sedangkan di pilihnya jenis ikan layang biru karena ikan jenis ini adalah yang dominan tertangkap oleh nelayan di lokasi penelitian. Pengambilan dilakukan secara acak dari kapal mini purse seine yang mendaratkan ikan di Pelabuhan Nusantara Ternate. Berdasarkan hasil wawancara dengan awak

kapal kapal-kapal mini purse seine tersebut daerah penangkapannya di sekitar perairan Ternate hingga ujung Utara Halmahera, sepanjang ujung selatan Halmahera hingga bagain barat pulau Bacan dan mencapai perairan laut Maluku. Perairan utara Morotai hingga sekitar Teluk Kao. Dengan demikian ikan contoh tersebut dapat mewakili populasi ikan pada perairan Maluku Utara.

Ikan contoh yang diperoleh dibawa ke di laboratorium stasiun karantina ikan kelas II Babullah Ternate untuk dianalisis. Ikan contoh dikelompokkan berdasarkan ukuran panjang, jenis kelamin dan tingkat kematangan gonadnya. Pengukuran dilakukan selama lima bulan, dimana setiap satu minggu sekali dilakukan pengukuran sebanyak 100 ekor secara terpisah untuk tiap jenis kelamin. Dengan demikian jumlah ikan contoh yang diamati selama penelitian sebanyak 2000 ekor. Untuk keperluan pendugaan data parameter pertumbuhan, data hubungan panjang berat dan data tingkat kematangan gonad digunakan keseluruhan contoh ikan, sedangkan untuk keperluan data fekunditas diambil ikan contoh untuk keperluan data fekunditas diambil sub contoh ikan sebanyak 100 ekor.

1) Pengukuran panjang-berat tubuh ikan

Panjang seluruh ikan contoh di ukur dengan menggunakan papan pengukur ikan (fish-measuring board) dengan tingkat ketelitian 1,0 mm. Jenis pengukuran yang dilakukan adalah panjang total yaitu panjang dari ujung terdepan bagian kepala (ujung mulut) hingga ujung terakhir bagian ekor. Sedangkan berat tubuh ikan di ukur dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1 gram. Pengukuran dilakukan di laboratorium stasiun karantina ikan kelas II Babullah Ternate. Ikan contoh yang di ukur ini adalah ikan contoh yang tertangkap dengan alat tangkap mini purse seine.

2) Penentuan tingkat kematangan gonad

Pengamatan tingkat kematangan gonad ikan layang biru dilakukan secara makroskopis langsung di laboratorium. Tingkat kematangan gonad masing- masing jenis kelamin ikan contoh ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad ikan pelagis modifiikasi dari Lassie yang dikemukakan Effendie (1979).

3) Perhitungan fekunditas

Untuk perhitungan fekunditas 20 ovari diambil setiap bulan dari ikan contoh betina yang matang telur (TKG 4) secara acak, sehingga selama penelitian diamati 100 ovari. Contoh ovari tersebut diawetkan dengan larutan gilson, dan di analisis di laboratorium stasiun karantina ikan kelas II Babullah Ternate, kemudian dilakukan perhitungan jumlah butiran telurnya dengan cara gabungan gravimetrik, volumetrik dan hitung'(Effendie, 1979). Cara gabungan tersebut sebagai berikut : setelah ovari seluruhnya ditimbang dan diketahui beratnya, ambil 5 bagian telur contoh secara acak data satu gonad yang akan diamati, kemudian ditimbang seluruh gonad contoh tersebut. Hitung Volume gonad contoh tersebut. Encerkan gonad contoh tadi sampai 10 atau 15 CC. Ambil gonad yang sudah diencerkan tadi sebanyak 1 CC dengan mengunakan pipet tetes kemudian di hitung jumlah telur yang ada pada 1 CC tersebut dan selanjutnya di hitung fekunditasnya.

3.4 Metode Analisis Data

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) metoda skoring dan fungsi nilai bertujuan untuk menentukan prioritas unit penangkapan ikan layang yang layak dikembangkan; (2) model fungsi produksi lestari dan bioekonomi Gordon- Schaefer digunakan untuk menentukan produksi lestari dan nilai bioekonomik sumberdaya ikan layang; (3) model Linear Goal Programming (LGP) di gunakan untuk alokasi jumlah unit penangkapan ikan layang yang optimum dan berkelanjutan; (4) pendekatan analisis parameter populasi ikan digunakan untuk menentukan karakteristik biologi ikan layang biru; (5) analisis regresi linear sederhana untuk menghitung hubungan antara lingkar badan dan panjang ikan layang guna menentuan mesh size minimum jaring; (6) metode rata-rata bergerak (moving average) untuk menentukan pola musim penangkapan ikan layang. Pemetaan daerah dan musim penangkapan ikan layang dilakukan dengan

mengoverlay data hasil wawancara dan data titik koordinat lokasi pemasangan rumpon menggunakan bantuan perangkat lunak AreView Gis 33 sehingga membentuk peta tematik daerah penangkapan dan musim penangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara; 7) Menyusun pola pengembangan berkelanjutan sumberdaya ikan layang di Maluku Utara digunakan pendekatan

model deskriptif yaitu berdasarkan nilai keragaan optimal dari komponen perikanan layang dan hubungan dari kompenen-komponen tersebut yang di peroleh pada sub - sub bab sebelumnya.

3.4.1 Metode skoring dan fungsi nilai

Pemilihan jenis teknologi penangkapan ikan yang sesuai untuk dikembangkan dilakukan dengan analisis aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Jenis unit penangkapan ikan yang terdapat di lokasi penelitian, ditetapkan dengan pertimbangan jumlah unit banyak, jumlah unit sedikit tetapi hasil tangkapan totalnya besar dan jumlah maupun hasil tangkapan totalnya sedikit tetapi nilai dari hasil tangkapannya tinggi.

Penilaian dari aspek-aspek tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa (1) ditinjau dari segi biologis, teknologi penangkapan yang akan dikembangkan tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya perikanan, (2) secara teknis, efektif untuk dikembangkan, (3) dari segi sosial, dapat diterima masyarakat nelayan, (4) secara ekonomis teknologi bersifat menguntungkan, dan (5) tidak merusak lingkungan

Selanjutnya dari masing-masing aspek tersebut ditentukan suatu kriteria penilaian. Kriteria untuk aspek biologis adalah melalui ukuran alat tangkap , waktu dan musim penangkapan ikan, kriteria untuk aspek teknis adalah produksi per tahun, produksi per trip, produksi per jam operasi, produksi per tenaga kerja dan produksi per tenaga penggerak kapal. Kriteria untuk aspek sosial adalah melalui penerimaan nelayan per unit penangkapan ikan, jumlah tenaga kerja per unit penangkapan ikan serta kemungkinan kepemilikannya. Kritreia aspek ekonomi meliputi penerimaan kotor per tahun, penerimaan kotor per trip, penerimaan kotor per tenaga kerja dan penerimaan kotor per penggerak kapal. Kelayakan finansial dihitung berdasarkan aspek kriteria Net Present Value (NPV),

Benefit Cost Ratio (B/C) dan Internal Rate of Return (IRR), Break Even Point (BEP). Kriteria-kriteria yang sering digunakan untuk menilai kelayakan finansial suatu usaha dalam analisis biaya manfaat (Cost-Benefit Analysis) adalah sebagai berikut :

1) Net Present Value (NPV)

Net present value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah . Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0, sedangkan apabila NPV< 0, maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi. Menurut Kadariyah (1978), rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:

= + − = n t t t i C B NPV 1 (1 )

dimana : B = benefit; C = coast; i = discount rate dan t = periode.

2) Internal Rate Return (IRR)

IRR merupakan suku bunga maksimal sehingga NPV bernilai sama dengan nol, jadi keadaan batas untung rugi. IRR dapat disebut juga sebagai nilai discount rate (t) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Oleh karena itu IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atau investasi, dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Menurut Kadariyah (1978), IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − + = − + + − + + NPV NPV NPV i i i IRR NPV (NPV NPV )

Keterangan: i = discount rate; iNPV+ =discount rate dimana NPV masih positif iNPV =discount rate dimana NPV sudah negatif

3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net benefit-cost ratio (Net B/C) merupakan perbandingan dimana sebagai pembilang terdiri atas present value total yang bernilai positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada manfaat(benefit) kotor. Menurut Kadariyah (1978), Net benefit-cost ratio dapat dihitung sebagai berikut:

12 1 ) ( ) 1 ( t t t t t C B i C B − − − > 0

12 1 ) ( ) 1 ( t t t t t B C i C B − − − < 0 Ketarangan: B = benefit; C = cost; i = discount; t = periode

Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai B/C akan terhingga bila paling sedikit ada satu nilai Bt-Ct yang bernilai negatif. Pada saat NPV = 0 maka nilai Net B/C = 1, dan apabila NPV > 0 maka Net B/C akan bernilai > 1. Dengan demikian apabila Net B/C ≥ 1 menunjukkan bahwa suatu proyek layak untuk dilanjutkan, sedangkan bila Net B/C < 1 merupakan tanda tidak layaknya suatu proyek.

4) Break Even Point (BEP)

Break Even Point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; 1. Atas Unit, dan 2. Atas dasar nilai jual dalam rupiah (Riyanto 1991).

(1) Analisis Break Even Point atas dasar produksi (banyaknya hasil tangkapan) dapat dilakukan dengan rumus :

Biaya tetap x produksi BEP (Kg) =

Hasil penjualan - Biaya variabel

(2) Analisis Break Even Point atas dasar harga jual dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Analisis aspek ekonomi dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi kriteria efisiensi usaha. Aspek ekonomi kelayakan usaha meliputi kriteria Net B/C (X1), BEP (X2), dan IRR (X3) dan Payback-Period (X4).

Selanjutnya untuk analisis keramahan lingkungan untuk beberapa subkriteria meliputi yaitu mempunyai selektivitas yang tinggi (X1), tidak merusak habitat

BEP (Rp) Biaya tetap Biaya variabel 1 - Hasil penjualan Net B-C ratio =

(X2), menghasilkan ikan berkualitas tinggi (X3), tidak membahayakan nelayan (X4), produksi tidak membahayakan konsumen (X5), by-catch rendah (X6), dampak ke biodiversity (X7), tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi (X8), dapat diterima secara sosial (X9).

Penilian pada kriteria yang mempunyai satuan berbeda dan penilaian secara subjektif dilakukan dengan skoring. Skoring diberikan dengan nilai terendah sampai tertinggi. Untuk nilai tertinggi diberikan urutan prioritas 1 begitu sampai seterusnya. Untuk menilai semua kriteria atau aspek digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang sama. Unit usaha yang mempunyai nilai tinggi berarti lebih baik dari pada yang lain. Untuk menghindari pertukaran yang terlalu banyak, maka digunakan fungsi nilai yang menggambarkan preferensi pengambil keputusan dalammenghadapi kriteria majemuk.

Untuk penilaian pada seluruh kriteria secara terpadu dilakukan standarisasi nilai dengan metode fungsi nilai (Kuntoro dan Listiarini, 1983) diacu dalam (Haluan dan Nurani, 1988). Rumus fungsi nilai sebagai berikut:

V (X) = 0 1 0 X X X X − − V (A) =

n i i i X V 1 ) ( , i = 1,2,3 Keterngan :

V (X) = Fungsi nilai dari variabel X X = Nilai variabel X

X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X X0 = Nilai terendah pada kriteria X V (A) = Fungsi nilai alternatif A

V (X) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i

3.4.2 Model surplus produksi dan bio-ekonomi Gordon-Schaefer 1) Standarisasi alat tangkap

Sebelum melakukan analisis optimasi terlebih dahulu perhitungan catch per unit effort (CPUE) yang akan digunakan dalam analisis perhitungan fungsi produksi lestari dan analisis maksimum ekonomi yield (MEY). Standarisasi upaya penangkapan perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan perhitungan

CPUE, yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan per upaya penangkapan masing-masing unit penangkapan.

Unit penangkapan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan tertentu di suatu daerah dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power indeks) sama dengan satu. Perhitungan fishing power indeks (FPI) adalah sebagai berikut :

s s s FE HT CPUE = i i i FE HT CPUE = s s S CPUE CPUE FPI =

Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Gulland 1991) yaitu :

SE = FPII ×FEi

keterangan :

s

CPUE = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit penangkapan standar pada tahun ke-i;

i

CPUE = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya jenis penangkapan yang akan distandarisasi;

s

HT = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang dijadikan standar pada tahun ke-i;

HTi = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i;

s

FE = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang dijadikan standar pada tahun ke-i;

FEi = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang aka distandarisasi pada tahun ke-i;

S

FPI = Fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan

Dokumen terkait