• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

III. METODOLOGI 3 1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 9 bulan sejak bulan April 2010 hingga Desember 2010, di laboratorium Klimatologi terhadap wilayah Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

3. 2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat PC dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2007,  Visual Basic 6. 0,  ArcView 3. 2,  Global Mapper 8. 0,  Wordpad,  ferret, dan  Microsoft Word 2007.

Dalam memprediksi kenaikan muka air laut digunakan citra satelit altimetri. Citra tersebut merupakan gabungan dari 4 citra satelit yaitu Topex / Poseidon, Envisat, Jason 1, dan Jason 2. Citra tersebut merupakan rataan kenaikan muka air laut selama 2002 – 2010.

Data yang digunakan merupakan data sekunder yaitu Peta DEM SRTM 30x30m yang mempunyai format ASCII. Peta ini dipilih karena berbentuk matriks dua dimensi. Hal ini akan memudahkan dalam pembuatan logika model.

Kerugian ekonomi dihitung berdasarkan luas lahan yang tergenang. Untuk mengestimasi kerugian ekonomi digunakan data GDP per kapita. Sedangkan, dalam penentuan jumlah pengungsi digunakan data jumlah penduduk rata-rata.

3. 3 Metode Penelitian

Metode yang dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan diagram alir berikut

7

3. 3.1 Prediksi Kenaikan Muka Air Laut Prediksi kenaikan muka air laut diperoleh dari citra satelit altimetri. Citra satelit diperoleh dengan mengunduh dari Aviso Oceanobs. Ekstraksi citra dilakukan dengan menggunakan ferret. Citra diubah ke dalam bentuk grid. Setelah ekstraksi citra dilakukan kemudian croping citra. Croping dilakukan terhadap wilayah Pulau Jawa. Koordinat pulau jawa yaitu 105E-115E untuk region x dan 4S-8S untuk region y. Setelah Ekstraksi dan Croping dilakukan kemudian citra disimpan dalam format txt. Tahapan yang sama dilakukan untuk setiap citra.

Dari keempat data citra tersebut akan diperoleh data rata- rata kenaikan muka air laut dari tahun 2002-2010. Semua data yang diperoleh dari keempat citra kemudian diambil rataannya. Rataan ini merupakan laju kenaikan muka air laut untuk wilayah Semarang.

3. 3.2 Peta Wilayah Genangan

Pembuatan peta wilayah genangan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yang terbuat dari VBA for Excel. Perangkat lunak ini secara otomatis akan menghitung luas wilayah yang tergenang, luas wilayah keseluruhan, panjang garis pantai, dan kemiringan pantai.

Penggunaan Visual Basic for Application Excel atau biasa disebut dengan VBA macro

dipilih karena peta DEM SRTM dapat dibuka dengan menggunakan excel. Selain itu, juga untuk memudahkan visualisasi wilayah genangan.

Bahasa pemrograman yang digunakan dalam

VBA macro merupakan bahasa visual basic dengan beberapa modifikasi yang dapat memudahkan penggunanya. Beberapa kemudahan lainnya antara lain bentuk data yang berupa matrik memudahkan untuk menggambil informasi yang terdapat dalam setiap sel data.

Gambar 4 Tampilan antar muka perangkat lunak

Pemrograman perangkat lunak dibagi menjadi empat tahap, yaitu penentuan luas wilayah genangan, penentuan kemiringan lahan, serta penentuan panjang garis pantai sebelum dan sesudah terjadi kenaikan muka air laut. a. Luas Wilayah Genangan

Dalam penentuan luas wilayah genangan input yang dibutuhkan adalah peta DEM dan prediksi tinggi kenaikan muka air laut. Peta DEM oleh perangkat lunak akan dibaca sebagai sebuah matrik. Wilayah yang mempunyai ketinggian -9999 akan dianggap sebagai laut dan data yang memiliki ketinggian lebih dari nilai kenaikan muka air laut maka akan dianggap sebagai daratan.

Gambar 5 Peta DEM ASCIIdalam bentuk grid

Gambar 6 Ilustrasi profil ketinggian dari pantai ke darat

-9999 -9999 -9999 -9999 -9999 -9999 -9999

1 0 -2 1 1 1 1

7 2 2 2 4 2 11

8

Setelah input data kenaikan muka air laut dilakukan, maka air akan bergerak dari laut sesuai kontur topografi yang ada di peta, dan wilayah yang tergenang air laut akan diberi nilai -9998. Laut akan menjadi warna biru muda, daratan hijau, dan wilayah yang tergenang akan diberi warna biru. Karena air yang menggenangi wilayah daratan hanya air yang berasal dari laut, maka air yang berasal dari darat seperti danau dan sungai dianggap sebagai daratan.

Gambar 7 Wilayah yang tergenang pada saat ketinggian muka laut 1 m

Gambar 8 Ilustrasi wilayah yang terhalang topografi

Air laut akan menggenangi wilayah-wilayah yang memiliki ketinggian kurang dari KML (Kenaikan Muka Laut) dan tidak terhalang oleh topografi disekitarnya. Bila tidak ada jalur masuk air, maka air akan terhenti di titik tersebut dan akan mencari wilayah lain yang lebih rendah dari KML dan tidak terhalangi oleh topografi.

Gambar 9 Wilayah yang tergenang saat ketinggian lebih dari 2 m

Gambar 10 Ilustrasi wilayah yang tergenang

Dalam proses kenaikan muka air laut, sungai merupakan salah satu jalur yang dilalui oleh air untuk menuju ke daratan. Dengan asumsi tidak ada air yang berasal dari darat, maka air akan masuk melalui anak sungai dan menggenangi daerah di sekitarnya yang memiliki ketinggian kurang dari KML.

Gambar 11 Air masuk melalui sungai Setelah air tidak dapat mengalir, maka akan melakukan evaluasi ulang terhadap semua data. Semua daerah yang tergenang akan dihitung luasannya. Luasan diperoleh dengan memberikan nilai 1 pada setiap cells yang tergenang, kemudian jumlahnya dimasukkan kedalam persamaan (1), dimana setiap cells

memiliki luas yang sama tergantung dari ukuran peta. Dalam hal ini terdapat beberapa ukuran peta yaitu 90x90 dan 30x30, atau dapat pula ditentukan dari informasi cells size yang terdapat pada header peta.

Luas = ∗ …. . . …. ……. (1) Dari hasil persamaan tersebut maka kita akan mengetahui luas wilayah yang tergenang. Luas wilayah ini kemudian akan digunakan untuk menentukan besarnya kerugian ekonomi yang terjadi akibat kenaikan muka air laut.

- 9999 - 9999 - 9999 - 9999 - 9999 - 9999 - 9999 1 0 -2 1 1 1 1 7 2 2 2 4 2 11 4 0 0 -3 -4 0 12 - 9999 -9999 -9999 - 9999 - 9999 - 9999 - 9999 1 0 -2 1 1 1 1 7 2 2 2 4 2 11 4 0 0 -3 -4 0 12 -9999 -9999 -9999 - 9999 - 9999 - 9999 -9999 1 0 -2 1 1 1 1 7 0 2 2 4 2 11 4 0 0 -3 -4 0 12 3 1 -1 -2 4 -1 4 3 1 4 4 -1 -2 4

9

b. Kemiringan Pantai

Gambar 12 Ilustrasi kemiringan pantai. Sudut kemiringan pantai diperoleh dengan menggunakan Persamaan 2,

�= ………. . … (2)

Dimana y merupakan ketinggian pada titik tertentu dan x merupakan jarak dari garis pantai sampai ke titik tersebut.

Dalam penetuan kemiringan pantai, diasumsikan bahwa panjang x adalah panjang

cells size dalam header peta dan tinggi y adalah nilai ketinggian dari setiap wilayah yang bersinggungan dengan laut. Kemudian semua nilai tersebut diambil rataannya berdasarkan panjang garis pantai.

c. Panjang Garis Pantai

Garis pantai menurut Triatmodjo 1999, adalah garis batas pertemuan antara daratan dan lautan yang posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut dan erosi atau akreasi pantai yang terjadi. Dari definisi tersebut maka dapat dibuat sebuah asumsi bahwa setiap sisi lautan yang beringgungan dengan daratan adalah garis pantai. Sehingga panjang garis pantai dapat dihitung dengan mengidentifikasi nilai cells yang terdapat disekitar air laut ( -9999). Bila di salah satu sisi

cells tersebut terdapat nilai yang lebih besar dari -9999 maka akan di identifikasi sebagai daratan, kemudian semuanya akan dijumlahkandan panjang garis akan bertambah sesuai dengan jumlah sisi yang bertemu dengan nilai cells yang lebih besar dari -9999 dan -9998.

Gambar 13 Ilustrasi penentuan panjang garis pantai.

Setelah diketahui jumlah sisi yang bertemu dengan daratan, maka panjang garis pantai dapat diketahui melalui persamaan

� = ∗ � ……(3)

Panjang garis pantai akan dihitung dua kali yaitu sebelum dan setelah kenaikan muka air laut. Perubahan panjang pantai akan sangat berpengaruh terhadap biaya proteksi. Pergeseran wilayah pantai akan mengurangi luas daratan dan dapat pula menambah panjang garis pantai. Pertambahan panjang garis pantai dapat diakibatkan karena wilayah pantai yang tergenang berkelok-kelok.

Gambar 14 Ilustrasi pertambahan panjang garis pantai akibat kenaikan muka air laut 3. 3.3 Peta Penggunaan Lahan

Peta pengguaan lahan dibuat dengan menggunakan ArcView 3. 3. Peta baru dibuat berdasarkan peta penggunaan lahan yang telah ada. Peta ini merupakan polygon yang dibuat mengikuti pola penggunaan lahan pada wilayah genangan. Poligon yang terbentuk akan mewakili luasan satu penggunaan lahan. Luas dari poligon diketahui dengan menggunakan

Xtool yang terdapat di ArcView. Antara polygon dan peta DEM memiliki perbedaan proyeksi UTM dan Geographic, sehingga hasil dari Xtool

10

tidak dapat langsung digunakan. Luas dari masing-masing poligon diketahui dengan menggunakan perbandingan luas. Luas poligon diubah menjadi persentase luas, untuk kemudian dibandingkan dengan luas pada peta DEM.

Asumsi yang digunakan dalam penetuan wilayah genangan adalah wilayah genangan hanya akan dibagi menjadi tiga yaitu lahan basah, lahan kering, dan pemukiman. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun dan merupakan lahan yang digunakan untuk konservasi alam, yang termasuk ke dalam lahan basah adalah bakau dan rawa. Lahan kering merupakan wilayah yang digunakan sebagai areal pertanian dan merupakan tempat melakukan kegiatan ekonomi. Wilayah yang termasuk lahan kering adalah areal pertanian, perternakan, pertambakan dan perkebunan. Wilayah yang terakhir adalah pemukiman.

3. 3.4 Nilai Ekonomi Dari Lahan

Niai ekonomi dihitung berdasarkan jenis lahan pada wilayah tersebut. Sugiyama (2007) memisahkan jenis lahan yang tergenang menjadi dua yaitu lahan basah dan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang digunakan dalam rangka pelestarian lingkungan. Sedangkan lahan kering merupakan lahan yang digunakan oleh manusia untuk melakukan kegiatan ekonomi. Dalam studi ini ini ditambahkan lahan pemukiman. Lahan pemukiman dipisahkan dari lahan kering karena dianggap tidak menghasilkan output ekonomi.

a. Nilai Ekonomi Lahan Basah

Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun. Yang termasuk ke dalam jenis lahan ini adalah rawa dan

mangrove. Besarnya nilai lahan basah diketahui per hektar dengan persamaan yang dibuat oleh Toll.

= ��� 20.000

1+(��� 20.000 )

��� 20.000

1+(��� 20.000 ) . . . (4) Dimana nilai lahan basah untuk setiap Ha adalah 20 ribu US$. Sehingga untuk mengetahui nilai lahan basah pada wilayah tertentu digunakan GDP per kapita pada wilayah tersebut. Setelah diketahui nilai nilai lahan basah untuk setiap hektarnya, maka total kerugian dapat diketahui melalui persamaan:

=

∗ Ω

. . . (5) Luas wilayah yang terendam dalam satuan hektar diwakilkan dengan Ω.

b. Nilai Ekonomi Lahan Kering

Jenis lahan yang kedua menurut Sugiyama (2007) adalah lahan kering. Lahan kering merupakan lahan yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan ekonomi. Untuk menghitung nilai ekonomi yang dihasilkan dari penggunaan lahan tersebut digunakan nilai output ekonomi per segmen area. Untuk memperolehnya digunakan persamaan:

= ∗ ��� (6)

Setelah diketahui nilai output ekonomi, maka nilai kerugian ekonomi akibat kehilangan lahan kering diketahui dengan persamaan:

0 = ∗ � ℎ. . . (7)

Nilai output ekonomi memiliki nilai yang berbeda-beda untuk setiap jenis komoditas, selain itu juga berbeda pada setiap wilayah. Nilai output ekonomi menggambarkan komoditas unggulan pada wilayah tersebut. c. Nilai Ekonomi Pemukiman

Wilayah pemukiman merupakan wilayah yang mempunyai perhitungan nilai ekonomi tersendiri. Kerugian ekonomi pada wilayah pemukiman diduga dengan menghitung luas wilayah yang terendam dan nilai lahan terbangun dari wilayah tersebut. Nilai ekonomi untuk pemukiman dihitung dengan menggunakan persamaan 8.

Luas wilayah *harga lahan terbangun………(8) Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah bahwa nilai seluruh lahan terbangun adalah sama untuk setiap wilayah yang tergenang.

d. Nilai Lingkungan

Nilai diperoleh berdasarkan persamaan yang terdapat sugiyama 2007. Dimana minimalisasi biaya ekonomi dihitung berdasarkan biaya proteksi atas pantai, biaya kehilangan lahan basah, biaya kehilangan lahan kering dan keuntungan yang timbul akibat adanya growth factor. Pada penelitian ini growth factor

11

dianggap nol. Sehingga biaya proteksi pantai dapat diketahui dari biaya kehilangan lahan basah dan biaya kehilangan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun, dalam hal ini rawa digolongkan sebagai lahan basah. Sedangkan lahan kering merupakan lahan yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan ekonomi. Wilayah pemukiman dan sawah digolongkan sebagai lahan kering.

3. 3.5 Jumlah Pengungsi

Besarnya jumlah pengungsi diperkirakan dari luas wilayah pemukiman yang tergenang dan kepadatan penduduk pada wilayah tersebut. Data kepadatan penduduk diperoleh dari BPS 2009 dan dengan asumsi tidak ada peningkatan jumlah penduduk selama terjadi bencana. Maka jumlah pengungsi dapat diketahui dengan menggunakan persamaan:

� � = ∗ 2. . . (9) Besarnya jumlah pengungsi dapat digunakan untuk menentukan tahapan mitigasi dan jenis adaptasi yang harus dilakukan.

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait