• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi

Dalam dokumen Reduksi Ketergantungan dalam Upaya Pembe (Halaman 12-33)

BAB III PEMBAHASAN

A. Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi

ketergantungan terhadap negara maju ?

2. Bagaimana praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas ?

3. Apa saja hambatan yang dihadapi pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas ?

4. Apa saja solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas ?

C. Tujuan Penulisan

1. Memberikan penjelasan tentang upaya mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dengan memberdayakan pendidikan nasional.

2. Memberikan penjelasan praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia.

3. Memberikan penjelasan hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.

4. Memberikan penjelasan solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.

D. Manfaat

1. Bagi stakeholder pendidikan diharapkan dapat memahami bahwa untuk mewujudkan generasi emas Indonesia melalui pendidikan diperlukan upaya yang serius dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dan lebih memberdayakan pendidikan nasional dengan segala potensi sumber daya yang ada.

2. Bagi kepala sekolah diharapkan dapat memiliki pemahaman tentang peran penting sekolah sebagai lembaga resmi pendidikan formal di

Indonesia agar dapat melayani secara prima dalam praksis pembelajaran yang bermakna dan menghasilkan lulusan paripurna sebagai generasi emas yang pada akhirnya akan menjadi pemimpin dan pelaksana pembangunan.

3. Bagi guru diharapkan dapat memahami peran strategis dan tugas mulia yang diemban untuk mewujudkan generasi emas Indonesia yang diharapkan dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan sehingga kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara maksimal untuk menggali dan mengoptimalkan potensi siswa sebagai pembelajar agar dapat menjadi manusia paripurna yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang tinggi sehingga dapat mewujudkan masyarakat madani Indonesia yang damai, sejahtera dan berkeadilan.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Ketergantungan

Teori ketergantungan berusaha menjelaskan rintangan-rintangan yang dihadapi dalam pembangunan daerah-daerah dan Negara-negara miskin dan istilah Depe de y Theory dipinjam oleh penulis (Harold J. Noah dan Max A Eckstein, 1988) dan digunakan dalam bidang pendidikan secara luas dan juga dipakai oleh para pekerja penelitian dalam studi tentang Pendidikan Komparasi secara khusus. Teori ketergantungan menentang kondisi dunia saat ini yang dianggap sebagai hasil dari dominasi negara-negara kaya terhadap negara-negara miskin serta dominasi dari kelompok-kelompok dan kepentingan-kepentingan penguasa terhadap kelompok-kelompok yang tidak memiliki kekuasaan dalam suatu negara.

Ada empat istilah yang menjadi konsep teori utama dari teori ketergantungan, yaitu kelompok Negara-negara maju (center), Negara-negara dunia ketiga/Negara-negara pinggiran (periphery), dalam kendali/dominasi (hegemoni), dan reproduksi (reproduction). Keempat istiliah tersebut dipakai untuk menjelaskan istilah yang saat ini dikenal sebagai Walle stei atau suatu kekaisa a du ia te kait pe ggu aa kekuata unilateral oleh Negara central/maju terhadap Negara-negara dunia ketiga/pinggiran dengan cara memaksa negara-negara dunia ketiga tersebut untuk mereproduksi secara sistematik nilai-nilai yang dipakai oleh Negara-negara maju. Dunia pendidikan merupakan obyek yang berperan aktif dalam mereproduksi nilai-nilai tersebut di mana para siswa diarahkan untuk mereproduksi nilai-nilai, tingkah laku dan ketrampilan yang disesuaikan untuk melayani kebutuhan kelompok Negara-negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa penjajahan masih terus berlangsung namun bentuknya berbeda dengan penjajahan klasik, kolonialisasi saat ini menjelma dalam bentuk yang

lebih canggih, menyebar luas, tak terlihat namun menimbulkan dampak yang luar biasa yaitu penjajahan pikiran dan mental.

Universitas dan Yayasan-yayasan pendidikan, badan-badan pembangunan nasional maupun multilateral, para penerbit buku, serta organisasi-organisasi media masa, bahkan masyarakat industri yang memproduksi barang-barang mulai dari kendaraan sampai alat tulis hingga susu formula untuk bayi semua dianggap sebagai alat para penguasa/penjajah. Para penjajah telah mengubah penjajahan fisik menjadi penjajahan mental.

Di setiap Negara, terjadi eksploitasi Negara-negara maju terhadap Negara-negara dunia ketiga untuk menggunakan sekolah sebagaitempat untuk mereproduksi serangkaian nilai-nilai dan system stratifikasi yang menandakan masih berlangsungnya dominasi Negara-negara maju. Ada disiplin ilmu yang dianggap layak untuk diminati dan mendapatkan status yang legal di mata Negara-negara maju (TOEFL, IBT, dsb) sedangkan disiplin ilmu pengetahuan lainnya diabaikan, tidak diperhatikan bahkan dipaksakan untuk dihapus. Tujuan Negara-negara maju untuk mengendalikan pikiran negara-negara miskin sebagian besar telah tercapai. Rakyat (pendapat ini ditentang) tidak menyadari bahwa mereka sedang hidup dalam dunia gagasan-gasan dan nilai-nilai yang diciptakan untuk membuat mereka terus-menerus dalam perbudakan. Mereka juga tidak mengerti peran penting yang dimainkan sekolah-sekolah dala e p oduksi pe udaka piki a . Da memang, kejeniusan dari kesuksesan system tersebut terletak pada keahlian dari sistim tersebut untuk memperdaya mereka yang bersedia melayani dan mempercayai bahwa mereka dalam keadaan bebas padahal mereka sebenarnya sedang diperbudak.

Kritik yang paling keras tertuju pada kurikulum, kumpulan pengetahuan yang dipilih dan ditransfer kepada para siswa. Negara-negara dunia ketiga, dikatakan, telah dipaksa atau terpikat untuk mengkopi kurikulum Negara-negara maju. Jadi meskipun telah terbebas dari penjajahan,

ketimpangan antara apa yang diajarkan dan apa yang dibutuhkan oleh para siswa di sekolah terus berlanjut. Contoh, pemanfaatan ilmu pertanian, pertanian berskala kecil, manajemen rumahtangga serta kesehatan diabaikan sebaliknya, perhatian malah diarahkan pada materi-materi akademik yang sifatnya abstrak/tidak aplikatif. Bahasa para penjajah masih digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pengajaran, komunikasi, dan ad i ist asi ya g e gaki atka pe jajaha se aki e kela juta .

Hingga pada akhirnya, teori ketergantungan secara alami membayangi teori reproduksi yang merupakan bagian dari ilmu sosiologi baru. Ilmu ini menganggap bahwa struktur dan isi dari ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu bentuk property, kekuasaan, dan gengsi. Ada suatu dinamika yang mengarahkan keyakinan masyarakat secara alamiah bahwa ilmu pengetahuan yang paling hebat yang harus dikuasai oleh umat manusia adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki Negara-negara industri, keyakinan ini ditanamkan pada Negara-negara lemah yang sangat tergantung pada Negara industri, sehingga kedudukan Negara-negara lemah menjadi semakin direndahkan, mengangkat superioritas serta memperluas pemasaran pengetahuan dan produk-produk pengetahuan itu di Negara-negara lemah. Hal ini merupakan proses reproduksi yang didefiniskan perpanjangan dominasi suatu kelompok terhadap kelompok lainnya baik itu melalui dimensi ruang dan waktu.

Terjemahan dari apa yang mulai disebut sebagai sebuah teori yang menjelaskan masalah-masalah permbangunan ekonomi hingga bidang pendidikan telah banyak berkembang. Diantaranya Teori Konflik Neo – Marxist, analisis ideology, studi tentang dinamika lembaga social dan aspek-aspek teori pengkondisian psikologi telah di satukan untuk membentuk pandangan dunia yang mengedepankan rencana pendirian sekolah sebagai alat di mana Negara penguasa menjalankan nilai-nilai pada kelompok pekerja supaya bias mempertahankan status quo, dan hal ini secara dramatis dipraktekkan dalam Negara-negara di mana pendidkan disejajarkan dengan penjajahan internal.

Fei e e ge a gka teo i ah a pa a te jajah isa di e tuk menjadi penjajah seperti halnya setiap orang yang mempunyai keingina untuk menjadi majikan. Prospek perkembangan kebebasan yang sebenarnya dan otonomi individu buruk. Bowles and Gritis sependapat dengan Feire berpendapat bahwa sekolah mendisiplinkan siswa dalam pengabdian mereka melayani struktur kekuasaan yang muncul yang bisa dicapai melaui grading/angka-angka yang menunjukkan kualitas, lomba-lomba, hadiah-hadiah serta hukuman yang merendahkan. Sistem pendidikan tidak memanusiakan manusia dengan cara merusak keaslian seseorang yang dibawa sejak lahir dan kreativitas seseorang.

Bourdieu dan Passeron menyampaikan bahwa system pendidikan menekankan pada terjadinya konflik yang bahkan diasumsikan lebih

mengancam pencapaian mutu pendidikan. Pengetahuan

ditentukan/dipaksakan oleh sekolah dan ketentuan/paksaan tersebut merupakan suatu bentuk kekerasan yang lakukan oleh kelompok yang kuat (guru, administrator, dan para pemuka masyarakat) tehadap kelompok yang lemah (siswa, menggunakan kata-kata berbahasa Perancis yang dideskripsikan secara buruk dalam proses pembelajaran. Perencanaan pendidikan disalahkan sebagai alat yang secara eksplisit memperluas dan mengintensifkan ketergantungan.

Dari beberapa teori tentang dependesi, kita bisa menyimpulkan Bahwa:

1. Teori ketergantungan dianggap bisa diterapkan secara global, pendekatannya obyektif untuk memahami bagaimana Negara-negara miskin telah diperdaya dan dijadikan korban oleh penggunaan kekuasaan yang tidak terarah.

2. Teori ketergantungan memandang struktur dan isi pendidikan sebagai alat yang penting di mana Negara maju mengendalika pemikiran Negara-negara pinggiran, mereproduksi kondisi tersebut supaya bias tetap survive dan maju.

3. Teori ketergantungan dianggap menunjukkan bahwa proses pengendalian pikiran sangat kuat bahkan orang tua dan warganegara tidak mampu mengenali pendidikan terbaik yang seperti apa yang diminati anak-anak mereka, dan tidak berdaya untuk membuat pilihan-pilihan secara mandiri dalam menghadapi dominasi ideology yang tidak terbendung.

4. Para ahli teori ketergantungan cenderung menghindar bahwa kita bsa melihat kearah reformasi pendidikan dalam berbagai tingkatan pentingdemi perbaikan Negara dari semua aspek: penghancuran yang radikal dank eras terhadap kekuatan Negara-negara maju yang dominan diperlukan.

5. Teori ketergantungan menegaskan bahwa Negara-negara dunia ketiga mewakili pria baik yang dijadikan korban, dan mereka yang menjadi Negara maju dipandang sebagai laki-laki baik yang mengorbankan orang lain.

6. Teori dependensi mengklaim bahwa semakin besar tingkat ketergantungan suatu Negara maka akan semakin besar kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi oleh Negara itu dalam mendiirikan lembaga-lembaga pendidikan dan social yang efektif.

B. Penerapan Teori Ketergantungan

Pandangan Altbach tentang universitas di Negara-negara dunia ketiga jika dikaitkan dengan konsep hubungan antara Negara-negara pinggiran (periphery) dengan Negara-negara maju (central):

1. Bisa diklasifikasikan sebagai kelompok dependen (mengalamai ketergantungan) baik sebagai pencipta maupun distributor ilmu pengetahuan.

2. ketiga tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun dalam jaringan ilmu pengetahuan internasional.

3. Dianggap pasif karena berperan sebagai agen yang melayani Negara-negara industri untuk mempertahankan posisinya di dunia.

4. Konsep center-pheripery diterapkan di dunia universitas

Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau Negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu. Disamping itu pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik,mental dan moral bagi individu-individu,agar mereka menjadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam, sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Dalam konteks modern dan kontemporer, isitilah pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan pengembangan kepribadian manusia yang mengutamakan proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus (on going formation).

Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk pengembangan dan pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah kesinambungan yang terus-menerus yang tertata rapi dan terorganisasi, berupa kegiatan yang terarah dan tertuju pada strukturasi dan konsolidasi kepribadian serta kehidupan rasional yang menyertainya,secara personal, komuniter,mondial, dan sebagainya. Pendidikan menyangkut diri manusia. Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya. Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam menghadapi dinamika kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan datang, maka pemahaman tentang kemanusiaan secara utuh merupakan keniscayaan. Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman terhadap pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan konsep dan praktik pendidikan yang juga kurang proporsional. Pendidikan merupakan upaya memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan teguh norma dan nilai sebagai berikut:

1. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial; 2. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka

memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang

memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara;

4. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk deskriminasi dan bias gender serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial. (Rencana Strategis Kemeterian Pendidikan

Nasional 2010-2014) Dengan demikian melalui proses pendidikan, peserta didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab dan berakhlak. Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi pendidikan justru menjadi manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.

C. Generasi Emas Indonesia

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari Pendidikan Nasional Tahun 2012 adalah Ba gkit ya Ge e asi E as I do esia . Ka e a pada pe iode tahu sa pai 5 a gsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa tersebut insya Allah akan menjadi bonus demografi (demographic dividend) yang sangat berharga. Generasi emas sebagai generasi penerus bangsa yang akan menentukan masa depan dan int depan diri dan bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah generasi yang memandang masa depan diri dan bangsanya,merupakan hal yang pertama dan utama. Generasi emas adalag generasi muda yang penuh optimisme dan gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang cemerlang,kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang kokoh,kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif, merupakan produk pendidikan yang diidam-idamkan. Peserta didik dalam setiap jenjang, jenis, dan jalur pendidikan merupakan individu yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan dan perkembangan,sedang dalam proses pengembangan dan pembentukan diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu insan yang bekarakter, cerdas dan kompetitif.

Mengingat peliknya masalah lapangan pekerjaan seperti tidak imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, banyaknya lulusan terdidik yang tidak terserap ke lapanga kerja, jumlah pengangguran terdidik yang semakin meningkat, maka dibutukan suatu disiplin ilmu yang yang diterapkan dalm institusi pendidikan yang mampu membentuk, menanamkan semangat/jiwa dan bersikap wirausaha supaya menghasilkan lulusan yang terampil sebagai pencipta lapangan pekerjaan. Kewirausahaan berasal dari kata wira yang berarti pejuang, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung, serta kata usaha yang bermakna perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu.Richard Chantilon (1975) mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri, lebih menenkankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian. Menurut Harvey Leibenstein (1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk.

Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang dikembangkan di sekolah. Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan pendidik sangat penting karena pendidik adalah agent of change yang diharapkan mampu menanamkan cirri-ciri, sifat, dan watak serta jiwa kewirausahaan bagi peserta didiknya dan bagi diri pendidik sendiri karena akan membentuk manusia yang berorientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif, produktif, dan mandiri. Mien Uno (Agus Bastian 2012) mengatakan bahwa untuk menjadi calon wirausahawan yang handal dibutuhkan karakter unggul yang meliputi: pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan persoalan, dapat berkomunikasi, mampu membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu, empati, mau berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stress, bisa mengendalikan emosi, dan mampu membuat keputusan.

Teori Ketergantungan Generasi Emas Indonesia Praksis Pendidikan Nasional Pergerakan Ki Hajar Dewantara Pendidikan Karakter Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) D. Kerangka Berfikir

Penerapan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari teori ketergantungan karena sebagai negara berkembang membutuhkan hubungan internasional dalam pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Indonesia sebagai negara berkembang masih tergantung negara maju selaku negara donor yang memberikan pinjaman modal untuk pembangunan, serta dalam transfer ilmu pengetahuan dam teknologi. Reduksi terhadap ketergantungan negara maju harus dilakukan agar kita dapat mandiri dan berdaulat untuk membangun bangsa dan negara. Praksis pendidikan nasional yang diyakini dapat mewujudkan generasi emas Indonesia diantaranya: pergerakan Ki Hajar Dewantara, penerapan pendidikan karakter, dan kecakapan hidup. Diagram kerangka berfikir reduksi ketergantungan dalam upaya pemberdayaan pendidikan nasional untuk mewujudkan generasi emas ditunjukkan oleh gambar 1 berikut.

Gambar 1. Kerangka Berfikir Reduksi Ketergantungan Dalam Upaya Pemberdayaan Pendidikan Nasional Untuk Mewujudkan Generasi Emas

BAB III PEMBAHASAN

A. Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi Ketergantungan

Kemunculan teori ketergantungan (dependency theory) merupakan perbaikan sekaligus antitesis dari kegagalan teori pembangunan maupun modernisasi dalam tugasnya mengungkap jawaban kelemahan dua kelompok di dunia, yaitu negara maju (negara pusat) dengan negara berkembang (negara pinggiran). Teori ketergantungan muncul di Amerika Latin yang menjadi kekuatan reaktif dari kegagalan yang dilakukan teori modernisasi. Dalam konsep berpikir teori ketergantungan, pembagian kerja secara internasional mengakibatkan ketidakadilan dan keterbelakangan bagi negara-negara berkembang. Dari sini pertanyaan yang muncul adalah mengapa pembagian kerja internasional harus diterapkan jika ternyata tidak menguntungkan semua negara ? Teori modernisasi menjawab masalah ini dengan menuding kesalahan pada negara-negara berkembang dalam melakukan modernisasi dirinya. Hubungan internasional dalam kontak dagang justru membantu negara-negara berkembang melalui pemberian modal, pendidikan, dan transfer teknologi. Teori ketergantungan menolak jawaban yang diberikan oleh teori modernisasi ini. Teori ketergantungan yang bersifat struktural ini berpendapat bahwa kemiskinan yang dialami negara dunia ketiga (negara pertanian) yang merupakan negara berkembang akibat dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif, dimana yang kuat melakukan penghisapan terhadap yang lemah. Surplus yang seharusnya dinikmati negara dunia ketiga justeru mengalir deras kepada negara-negara industri maju.

Perkembangan teori ketergantungan selanjutnya sangat terkait dengan upaya memahami lingkar hubungan makro antar berbagai negara dalam proses pembangunan masyarakat. Analisis teori ketergantungan cukup futuristik untuk membahas globalisasi yang mencakup organisai perdagangan

nasional (World Trade Organization) yang mengatur produksi perusahaan-perusahaan Multy National Corporation (MNC). Bahwa sebenarnya telah terjalin hubungan yang tidak adil antara negara berkembang dengan negara maju. Meskipun kelihatannya negara maju memberi suntikan dana dalam bentuk utang kepada negara berkembang, tetapi sebetulnya telah mencekik mereka perlahan-lahan dengan membuat tata hubungan ekonomi internasional yang eksploitatif.

Pendidikan sebagai bagian dari pembangunan masyarakat tidak daapat dipisahkan dari arah perubahan yang menggejala seiring dengan perkembangan jaman dan hubungan internasional. Dinamika orientasi pendidikan selalu berjalan beriringan dengan konsteks wilayah sosial-politik yang menauinginya sehingga pada praktik pendidikan terjadi perbedaan yang menajam antar negara. Negara maju dengan segala keberhasilan peradabannya tentunya sydah menghantarkan orientasi pndidikan yang menjadi satelit acuan penting bagi aktivitas pendidikan di negara berkembang. Sementara itu demi mengejar ketertinggalan, negara berkembang mencoba menyesuaikan perpaduan hukum perkembangan masyarakat dengan penerapan sistem pendidikannya. Pendidikan harus mampu melakukan analisis kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi yang paling mendesak yang dapat mengantisipasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan jaman. Pembahasan dan analisis mengenai perubahan sosial dan pendidikan tidak perna lepas dari modernisasi. Kata atau istilah modernisasi mempunyai banyak definisi namun tetap ada satu kepastian bahwa pengembangan aplikasi teknologi manusia menjadi muara kelahiran modernisasi.

Suatu cara untuk menggambarkan hubungan perubahan dunia pendidikan dengan tumbuh kembangnya modernisasi perlu berangkat dari konsep deferensiasi. Dengan berkembangnya deferensiasi sosial, secara

Dalam dokumen Reduksi Ketergantungan dalam Upaya Pembe (Halaman 12-33)

Dokumen terkait