REDUKSI KETERGANTUNGAN
DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN NASIONAL
MEWUJUDKAN GENERASI EMAS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Landasan Kependidikan Semester 1 Dosen Pengampu. Dr. Catharina Tri Anni
Oleh :
SITI AROFAH /
NIM.
0102514035
AGUS SAEFUDIN /
NIM.
0102514057
SUYATNO /
NIM.
0102514068
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEDIDIKAN
KONSENTRASI KEPENGAWASAN SEKOLAH
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
DESEMBER
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak kenikmatan, utamanya nikmat iman, sehat, sempat dan diberi kekuatan tetap setia mengabdi pada bidang pendidikan untuk berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa naskah Makalah Kelompok Bab 14 Dependency Theory in Comparative Education yang kami breakdown menjadi makalah de ga judul Reduksi Ketergantungan
dalam pemberdayaan Pendidikan Nasional Mewujudkan Generasi Emas dapat
diselesaikan dengan baik dan sebagai bahan diskusi serta berbagi bagi kemajuan pendidikan di tanah air tercinta Indonesia ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Landasan Kependidikan dengan dosen pengampu Dr. Catharina Tri Anni.
Banyak bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini, untuk itu disampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Catharina Tri Anni yang telah memberikan bimbingan dan banyak ilmu tentang landasan kependidikan kepada kami;
2. Teman-teman mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan (Kepengawasan Sekolah) Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang merupakan mitra diskusi dan berbagi pengalaman yang luar biasa, bersama kami mempunyai mimpi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi;
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang mendukung kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak terdapat kekurangan untuk itu saran demi perbaikan sangat dinantikan. Penulis berharap semoga makalah ini membawa manfaat dan dapat menjadi media dalam berbagi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.
Semarang, Desember 2014 Kelompok Bab 14
iii A. Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi
Ketergantungan ... B. Praksis Pendidikan Nasional yang dapat Mewujudkan Generasi Emas ... 1. Pergerakan Ki Hajar Dewantara ... 2. Pendidikan Karakter ... 3. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) 4. Pendidikan untuk Mewujudkan Generasi Emas C. Hambatan yang Dihadapi Pendidikan Nasional dalam
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berfikir Reduksi Ketergantungan Dalam Upaya Pemberdayaan Pendidikan Nasional Untuk Mewujudkan Generasi Emas ...
Halaman
v ABSTRAK
REDUKSI KETERGANTUNGAN DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN NASIONAL MEWUJUDKAN GENERASI EMAS
Oleh: Siti Arofah, Agus Saefudin, dan Suyatno
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah memberikan penjelasan tentang: (1) upaya mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dengan memberdayakan pendidikan nasional, (2) praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia (3) hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas, dan (4) solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.
Mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dilakukan dengan memberdayakan pendidikan nasional pendidikan yang berjati diri dan berkarakter kebangsaan yang kuat. Praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia diantaranya adalah: (1) penerapan prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani, (2) penerapan pendidikan karakter meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, serta (3) penerapan pendidikan kecakapan hidup (life skill education).
Hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas diantaranya adalah: tantangan diri sendiri, tantangan dari dalam negeri, dan tantangan global. Solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas dimulai dengan memandang belajar secara benar. Guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran berlandaskan pada empat pilar pendidikan menurut UNESCO, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Guru menanamkan karakter kewirausahaan pada peserta didik yang mengandung unsur eksplorasi rasa ingin tahu/inquiry, fleksibilitas berpikir, kreativitas, kemampuan berinovasi, tidak takut pada resiko dan memprioritaskan praktek di lapangan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional Indonesia adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Lebih lanjut disebutkan bahwa ada 6
(enam) prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu:
a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multimakna.
c. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran.
e. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya
membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
f. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua
komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan
dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Dari dasar legal formal ini jelas terlihat bahwa pendidikan nasional
Indonesia berdaulat penuh dan bermuara pada mewujudkan manusia
paripurna yang biasa disebut sebagi manusia seutuhnya. Manusia
seutuhnya adalah manusia yang berkepribadian utuh yang dapat
menyeleraskan, menyeimbangkan, dan menyerasikan aspek manusia
sebagai makhluk individu, sosial, religius, bagian dari alam semesta, bagian
dari bangsa-bangsa lain, dan kebutuhan untuk mengejar kemajuan lahir
maupun kebahagiaan batin. Dengan demikian pendidikan bukan hanya
mengasah kecerdasan intelektual semata, tetapi juga kecerdasan
emosional dan spiritual. Lulusan paripurna yang tangguh seperti inilah
yang senantiasa diupayakan untuk dicapai oleh pendidikan nasional.
Pe e i tah I do esia telah e a gka p og a Ge e asi E as Indonesia 2045 pada pe i gata Ha i Pe didika Nasio al Mei 2
oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan ketika itu Muhammad Nuh.
Generasi emas adalah generasi bangsa yang kreatif, inovatif, produktif,
mampu berpikir orde tinggi, berkarakter, cinta dan bangga menjadi bangsa
Indonesia. Tepat pada tahun 2045 kedepan, Indonesia secara matematis
100 tahun terlepas dari belenggu penjajah. Ditahun tersebut Indonesia
mengharap memiliki gold generation yang dapat membangun bangsa kearah yang lebih baik. Tahun 2012 ini hingga 2035 adalah masa menanam
generasi emas tersebut. Oleh karenanya, dalam kurun waktu tersebut
pendidikan. Salah satu bukti keseriusan pemerintah ialah dengan
penerapan Kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 tak hanya aspek
kognitif (transfer keilmuan) yang dikejar. Pemerintah juga mulai
menekankan pentingnya pendidikan karakter (aspek afektif). Revolusi
mental menjadi penting, sebab akhir-akhir ini nilai-nilai keluhuran bangsa
semakin luntur. Aspek yang tak kalah juga harus mendapat perhatian ialah
aspek psikomotorik. Keseimbangan antara 3 komponen ini adalah modal
dasar dalam rangka menyongsong generasi emas indonesia 2045.
Ketercapaian penguasaan akademik, karakter yang santun dan
keterampilan yang mumpuni merupakan faktor kunci untuk menghasilkan
manusia Indonesia yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang
kompetitif. Dengan demikian harapan pemerintah untuk menjadikan
Indonesia sebagai negara yang menempati posisi 12 besar dunia pada 2025
dan 8 (delapan) besar dunia pada 2045 dalam pertumbuhan ekonomi
dapat tercapai.
Generasi emas hanya mungkin dicapai melalui pendidikan yang
berkualitas. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk
manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir
secara saintifik dan filosofis tetapi mampu mengembangkan potensi
spiritualnya. Pendidikan seharusnya bukan semata-mata mengajarkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan namun juga mampu mengembangkan
nilai-nilai religius pada peserta didik sehingga secara terus-menerus dapat
melakukan pencerahan di dalam kalbunya. Pendidikan berkualitas hanya
mungkin terjadi jika guru-guru juga berkualitas. Pendidikan tanpa guru,
ibarat kebun tanpa pemiliknya. Guru, memiliki peran yang sangat strategis
bagi dunia pendidikan. Karena dari semua komponen pendidikan yang ada
seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pengajaran, guru, siswa,
orangtua dan lingkungan, yang paling menentukan adalah guru. Ada
memiliki kedudukan yang sangat mulia, dari merekalah tercipta generasi
emas dengan peradaban manusia yang gemilang.
Tantangan pendidikan di era informasi saat ini, mengharuskan guru
untuk lebih kreatif, inovatif dan inspiratif dalam mendesain kegiatan
pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia
Tahun 2045. Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, guru
menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya
produktif tetapi juga unggul dan religius. Ini juga tidak terlepas dari upaya
pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan anak bangsa. Peran guru yang
tidak hanya mengajar, termaktub dalam UU No. 14 tahun 2005 yang
menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Sedangkan hakikat guru menurut Ki Hajar Dewantara adalah ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yakni di depan menjadi contoh jika di tengah membangkitkan hasrat belajar dan jika di
belakang memberikan dorongan.
Guru mempunyai peran yang strategis dalam upaya peningkatan
mutu pendidikan nasional bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal yang
substantif dari peran guru dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan
memberikan teladan kepada para siswanya dalam pendidikan karakter.
Sosok guru di manapun akan menjadi teladan bagi peserta didik,
karenanya mereka memandang bahwa ia adalah kompas penunjuk jalan
apabila tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak yang baik bagi
muridnya, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus seperti
mengucapkam salam, menanamkan nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap
memulai dan mengakhiri pekerjaan, membiasakan senyum, pembudayaan
sikap santun, bersikap baik di dalam maupun di luar sekolah. Terlebih
pembentukan sikap dan karakter yang baik pada setiap proses
pembelajaran.
Generasi emas Indonesia diharapkan mencerminkan manusia
paripurna yang memiliki pengetahuan luas dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan dengan spirit religiusitas yang tinggi. Generasi emas
diharapkan akan dapat membawa bangsa dan negara menjadi lebih
beradab dan meningkat harkat hidup dan kesejahteraannya. Pendidikan
nasional harus terus menerus ditingkatkan dari waktu ke waktu seiring
perkembangan ilmun pengetahuan, teknologi dan seni. Pembangunan
pendidikan diarahkan untuk mendukung pencapaikan tujuan berbangsa,
yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat bangsa di dunia dalam
melaksanakan pendidikan di segala bidang tidak dapat depaskan dari
pengaruh dan pergaulan dengan bangsa-bangsa asing. Ditinjau dari teori
ketergantungan maka sebagai negara berkembang sampai dengan saat ini
kita masih tergantung pada negara-negara donor yang menanamkan
investasi untuk membantu pembangunan. Hubungan internasional pada
akhirnya menjadikan ketergantungan negara kita atas negara-negara
maju. Pendidikan sebagai salah satu aspek pembangunan pun tidak dapat
dilepaskan dari ketergantungan kita atas negara maju termasuk di
dalamnya muatan mata pelajaran yang dipelajari juga dipengaruhi oleh
kemajuan negara asing, terutama dalam bidang teknologi modern (high technology), sains, bahkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu terapan lainnya. Implikasi dari ini semua menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran
wajib dari tingkat SMP hingga perguruan tinggi di samping bahasa asing
lain yang banyak digunakan di Indonesia, seperti bahasa Jepang, mandarin,
Ketergantungan sebagai konsekuensi atas hubungan internasional
dan pembangunan negara berkembang yang belum dapat lepas dari
negara maju sampai dengan saat ini belum mampu mewujudkan
kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga negara Indonesia. Teori
ketergantungan (dependency theory) menolak premis dan asumsi-asumsi
yang diajukan oleh teori modernisasi yang menyatakan bahwa
faktor-faktor non material sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide
atau alam pikiran. Teori ketergantungan dilandasi oleh strukturalisme yang
beranggapan bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara Dunia
Ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat
dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, dimana yang
kuat (negara pusat/negara maju) melakukan eksploitasi terhadap yang
lemah (negara-negara pinggiran/berkembang) sehingga surplus dari
negara-negara Dunia Ketiga (negara pinggiran) beralih kenegara-negara
industri maju (negara Pusat).
Berdasarkan teori ketergantungan maka untuk mencapai kemajuan
dan kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh warga negara sudah
seharusnya suatu negara harus berdaulat penuh dalam segenap aspek
kehidupan berbangsa termasuk dalam pembangunan yang dilaksanakan.
Reduksi terhadap ketergantungan penuh atas negara maju dalam
pembangunan termasuk pendidikan merupakan keniscayaan untuk
mewujudkan pembangunan yang menyejahterakan. Dari uraian di atas,
menarik untuk kita kaji bagaimana reduksi terhadap ketergantungan atas
negara maju dalam pembangunan terutama pendidikan nasional menjadi
urgen dan strategis untuk mewujudkan generasi emas yang dicita-citakan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mewujudkan generasi emas melalui reduksi
ketergantungan terhadap negara maju ?
2. Bagaimana praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan
generasi emas ?
3. Apa saja hambatan yang dihadapi pendidikan nasional dalam rangka
mewujudkan generasi emas ?
4. Apa saja solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi pendidikan
nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas ?
C. Tujuan Penulisan
1. Memberikan penjelasan tentang upaya mewujudkan generasi emas
Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju
dengan memberdayakan pendidikan nasional.
2. Memberikan penjelasan praksis pendidikan nasional yang dapat
mewujudkan generasi emas Indonesia.
3. Memberikan penjelasan hambatan yang dihadapi oleh pendidikan
nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.
4. Memberikan penjelasan solusi bagi hambatan-hambatan yang
dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi
emas.
D. Manfaat
1. Bagi stakeholder pendidikan diharapkan dapat memahami bahwa
untuk mewujudkan generasi emas Indonesia melalui pendidikan
diperlukan upaya yang serius dengan mereduksi ketergantungan
terhadap negara maju dan lebih memberdayakan pendidikan nasional
dengan segala potensi sumber daya yang ada.
2. Bagi kepala sekolah diharapkan dapat memiliki pemahaman tentang
Indonesia agar dapat melayani secara prima dalam praksis
pembelajaran yang bermakna dan menghasilkan lulusan paripurna
sebagai generasi emas yang pada akhirnya akan menjadi pemimpin dan
pelaksana pembangunan.
3. Bagi guru diharapkan dapat memahami peran strategis dan tugas mulia
yang diemban untuk mewujudkan generasi emas Indonesia yang
diharapkan dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan sehingga
kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara maksimal untuk menggali
dan mengoptimalkan potensi siswa sebagai pembelajar agar dapat
menjadi manusia paripurna yang memiliki kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang tinggi sehingga dapat
mewujudkan masyarakat madani Indonesia yang damai, sejahtera dan
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Ketergantungan
Teori ketergantungan berusaha menjelaskan rintangan-rintangan
yang dihadapi dalam pembangunan daerah-daerah dan Negara-negara miskin
dan istilah Depe de y Theory dipinjam oleh penulis (Harold J. Noah dan
Max A Eckstein, 1988) dan digunakan dalam bidang pendidikan secara luas
dan juga dipakai oleh para pekerja penelitian dalam studi tentang Pendidikan
Komparasi secara khusus. Teori ketergantungan menentang kondisi dunia
saat ini yang dianggap sebagai hasil dari dominasi negara-negara kaya
terhadap negara-negara miskin serta dominasi dari kelompok-kelompok dan
kepentingan-kepentingan penguasa terhadap kelompok-kelompok yang tidak
memiliki kekuasaan dalam suatu negara.
Ada empat istilah yang menjadi konsep teori utama dari teori
ketergantungan, yaitu kelompok Negara-negara maju (center), Negara-negara dunia ketiga/Negara-negara pinggiran (periphery), dalam kendali/dominasi (hegemoni), dan reproduksi (reproduction). Keempat istiliah
tersebut dipakai untuk menjelaskan istilah yang saat ini dikenal sebagai
Walle stei atau suatu kekaisa a du ia te kait pe ggu aa kekuata unilateral oleh Negara central/maju terhadap Negara-negara dunia
ketiga/pinggiran dengan cara memaksa negara-negara dunia ketiga tersebut
untuk mereproduksi secara sistematik nilai-nilai yang dipakai oleh
Negara-negara maju. Dunia pendidikan merupakan obyek yang berperan aktif dalam
mereproduksi nilai-nilai tersebut di mana para siswa diarahkan untuk
mereproduksi nilai-nilai, tingkah laku dan ketrampilan yang disesuaikan untuk
melayani kebutuhan kelompok Negara-negara maju. Hal ini menunjukkan
bahwa penjajahan masih terus berlangsung namun bentuknya berbeda
lebih canggih, menyebar luas, tak terlihat namun menimbulkan dampak yang
luar biasa yaitu penjajahan pikiran dan mental.
Universitas dan Yayasan-yayasan pendidikan, badan-badan
pembangunan nasional maupun multilateral, para penerbit buku, serta
organisasi-organisasi media masa, bahkan masyarakat industri yang
memproduksi barang-barang mulai dari kendaraan sampai alat tulis hingga
susu formula untuk bayi semua dianggap sebagai alat para
penguasa/penjajah. Para penjajah telah mengubah penjajahan fisik menjadi
penjajahan mental.
Di setiap Negara, terjadi eksploitasi Negara-negara maju terhadap
Negara-negara dunia ketiga untuk menggunakan sekolah sebagaitempat
untuk mereproduksi serangkaian nilai-nilai dan system stratifikasi yang
menandakan masih berlangsungnya dominasi Negara-negara maju. Ada
disiplin ilmu yang dianggap layak untuk diminati dan mendapatkan status
yang legal di mata Negara-negara maju (TOEFL, IBT, dsb) sedangkan disiplin
ilmu pengetahuan lainnya diabaikan, tidak diperhatikan bahkan dipaksakan
untuk dihapus. Tujuan Negara-negara maju untuk mengendalikan pikiran
negara-negara miskin sebagian besar telah tercapai. Rakyat (pendapat ini
ditentang) tidak menyadari bahwa mereka sedang hidup dalam dunia
gagasan-gasan dan nilai-nilai yang diciptakan untuk membuat mereka
terus-menerus dalam perbudakan. Mereka juga tidak mengerti peran penting yang
dimainkan sekolah-sekolah dala e p oduksi pe udaka piki a . Da
memang, kejeniusan dari kesuksesan system tersebut terletak pada keahlian
dari sistim tersebut untuk memperdaya mereka yang bersedia melayani dan
mempercayai bahwa mereka dalam keadaan bebas padahal mereka
sebenarnya sedang diperbudak.
Kritik yang paling keras tertuju pada kurikulum, kumpulan
pengetahuan yang dipilih dan ditransfer kepada para siswa. Negara-negara
dunia ketiga, dikatakan, telah dipaksa atau terpikat untuk mengkopi
ketimpangan antara apa yang diajarkan dan apa yang dibutuhkan oleh para
siswa di sekolah terus berlanjut. Contoh, pemanfaatan ilmu pertanian,
pertanian berskala kecil, manajemen rumahtangga serta kesehatan diabaikan
sebaliknya, perhatian malah diarahkan pada materi-materi akademik yang
sifatnya abstrak/tidak aplikatif. Bahasa para penjajah masih digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pengajaran, komunikasi, dan
ad i ist asi ya g e gaki atka pe jajaha se aki e kela juta . Hingga pada akhirnya, teori ketergantungan secara alami membayangi
teori reproduksi yang merupakan bagian dari ilmu sosiologi baru. Ilmu ini
menganggap bahwa struktur dan isi dari ilmu pengetahuan dipandang sebagai
suatu bentuk property, kekuasaan, dan gengsi. Ada suatu dinamika yang
mengarahkan keyakinan masyarakat secara alamiah bahwa ilmu pengetahuan
yang paling hebat yang harus dikuasai oleh umat manusia adalah ilmu
pengetahuan yang dimiliki Negara-negara industri, keyakinan ini ditanamkan
pada Negara-negara lemah yang sangat tergantung pada Negara industri,
sehingga kedudukan Negara-negara lemah menjadi semakin direndahkan,
mengangkat superioritas serta memperluas pemasaran pengetahuan dan
produk-produk pengetahuan itu di Negara-negara lemah. Hal ini merupakan
proses reproduksi yang didefiniskan perpanjangan dominasi suatu kelompok
terhadap kelompok lainnya baik itu melalui dimensi ruang dan waktu.
Terjemahan dari apa yang mulai disebut sebagai sebuah teori yang
menjelaskan masalah-masalah permbangunan ekonomi hingga bidang
pendidikan telah banyak berkembang. Diantaranya Teori Konflik Neo –
Marxist, analisis ideology, studi tentang dinamika lembaga social dan
aspek-aspek teori pengkondisian psikologi telah di satukan untuk membentuk
pandangan dunia yang mengedepankan rencana pendirian sekolah sebagai
alat di mana Negara penguasa menjalankan nilai-nilai pada kelompok pekerja
supaya bias mempertahankan status quo, dan hal ini secara dramatis
dipraktekkan dalam Negara-negara di mana pendidkan disejajarkan dengan
Fei e e ge a gka teo i ah a pa a te jajah isa di e tuk menjadi penjajah seperti halnya setiap orang yang mempunyai keingina untuk
menjadi majikan. Prospek perkembangan kebebasan yang sebenarnya dan
otonomi individu buruk. Bowles and Gritis sependapat dengan Feire
berpendapat bahwa sekolah mendisiplinkan siswa dalam pengabdian mereka
melayani struktur kekuasaan yang muncul yang bisa dicapai melaui
grading/angka-angka yang menunjukkan kualitas, lomba-lomba,
hadiah-hadiah serta hukuman yang merendahkan. Sistem pendidikan tidak
memanusiakan manusia dengan cara merusak keaslian seseorang yang
dibawa sejak lahir dan kreativitas seseorang.
Bourdieu dan Passeron menyampaikan bahwa system pendidikan
menekankan pada terjadinya konflik yang bahkan diasumsikan lebih
mengancam pencapaian mutu pendidikan. Pengetahuan
ditentukan/dipaksakan oleh sekolah dan ketentuan/paksaan tersebut
merupakan suatu bentuk kekerasan yang lakukan oleh kelompok yang kuat
(guru, administrator, dan para pemuka masyarakat) tehadap kelompok yang
lemah (siswa, menggunakan kata-kata berbahasa Perancis yang
dideskripsikan secara buruk dalam proses pembelajaran. Perencanaan
pendidikan disalahkan sebagai alat yang secara eksplisit memperluas dan
mengintensifkan ketergantungan.
Dari beberapa teori tentang dependesi, kita bisa menyimpulkan
Bahwa:
1. Teori ketergantungan dianggap bisa diterapkan secara global,
pendekatannya obyektif untuk memahami bagaimana Negara-negara
miskin telah diperdaya dan dijadikan korban oleh penggunaan kekuasaan
yang tidak terarah.
2. Teori ketergantungan memandang struktur dan isi pendidikan sebagai alat
yang penting di mana Negara maju mengendalika pemikiran
Negara-negara pinggiran, mereproduksi kondisi tersebut supaya bias tetap survive
3. Teori ketergantungan dianggap menunjukkan bahwa proses pengendalian
pikiran sangat kuat bahkan orang tua dan warganegara tidak mampu
mengenali pendidikan terbaik yang seperti apa yang diminati anak-anak
mereka, dan tidak berdaya untuk membuat pilihan-pilihan secara mandiri
dalam menghadapi dominasi ideology yang tidak terbendung.
4. Para ahli teori ketergantungan cenderung menghindar bahwa kita bsa
melihat kearah reformasi pendidikan dalam berbagai tingkatan
pentingdemi perbaikan Negara dari semua aspek: penghancuran yang
radikal dank eras terhadap kekuatan Negara-negara maju yang dominan
diperlukan.
5. Teori ketergantungan menegaskan bahwa Negara-negara dunia ketiga
mewakili pria baik yang dijadikan korban, dan mereka yang menjadi
Negara maju dipandang sebagai laki-laki baik yang mengorbankan orang
lain.
6. Teori dependensi mengklaim bahwa semakin besar tingkat
ketergantungan suatu Negara maka akan semakin besar
kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi oleh Negara itu dalam mendiirikan
lembaga-lembaga pendidikan dan social yang efektif.
B. Penerapan Teori Ketergantungan
Pandangan Altbach tentang universitas di Negara-negara dunia ketiga
jika dikaitkan dengan konsep hubungan antara Negara-negara pinggiran
(periphery) dengan Negara-negara maju (central):
1. Bisa diklasifikasikan sebagai kelompok dependen (mengalamai
ketergantungan) baik sebagai pencipta maupun distributor ilmu
pengetahuan.
2. ketiga tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun dalam jaringan ilmu
pengetahuan internasional.
3. Dianggap pasif karena berperan sebagai agen yang melayani
4. Konsep center-pheripery diterapkan di dunia universitas
Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan
generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi
tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses
dimana suatu bangsa atau Negara membina dan mengembangkan kesadaran
diri diantara individu-individu. Disamping itu pendidikan adalah suatu hal
yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik,mental dan moral bagi
individu-individu,agar mereka menjadi manusia yang berbudaya sehingga
diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan
Allah Tuhan Semesta Alam, sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih
sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara
yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Dalam konteks modern dan
kontemporer, isitilah pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka
kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau generasi yang
sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih
mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan pengembangan
kepribadian manusia yang mengutamakan proses pengembangan dan
pembentukan diri secara terus menerus (on going formation).
Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka
ruang dan waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk
pengembangan dan pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah
kesinambungan yang terus-menerus yang tertata rapi dan terorganisasi,
berupa kegiatan yang terarah dan tertuju pada strukturasi dan konsolidasi
kepribadian serta kehidupan rasional yang menyertainya,secara personal,
komuniter,mondial, dan sebagainya. Pendidikan menyangkut diri manusia.
Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya.
Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar dan proses
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam
menghadapi dinamika kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan
datang, maka pemahaman tentang kemanusiaan secara utuh merupakan
keniscayaan. Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman terhadap
pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan konsep dan praktik
pendidikan yang juga kurang proporsional. Pendidikan merupakan upaya
memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas untuk menjadi manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan
teguh norma dan nilai sebagai berikut:
1. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial;
2. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka
memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang
memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara;
4. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan
yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin
penghapusan segala bentuk deskriminasi dan bias gender serta
terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan
Nasional 2010-2014) Dengan demikian melalui proses pendidikan, peserta
didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab dan berakhlak.
Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi pendidikan justru menjadi
manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.
C. Generasi Emas Indonesia
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari
Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari
Pendidikan Nasional Tahun 2012 adalah Ba gkit ya Ge e asi E as I do esia . Ka e a pada pe iode tahu sa pai 5 a gsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa
populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang
baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita
kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yang jumlahnya
luar biasa tersebut insya Allah akan menjadi bonus demografi (demographic
dividend) yang sangat berharga. Generasi emas sebagai generasi penerus
bangsa yang akan menentukan masa depan dan int depan diri dan
bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah generasi yang
memandang masa depan diri dan bangsanya,merupakan hal yang pertama
dan utama. Generasi emas adalag generasi muda yang penuh optimisme dan
gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang
kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang
cemerlang,kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang
kokoh,kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif, merupakan produk pendidikan
yang diidam-idamkan. Peserta didik dalam setiap jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan merupakan individu yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan
dan perkembangan,sedang dalam proses pengembangan dan pembentukan
diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu insan yang
Mengingat peliknya masalah lapangan pekerjaan seperti tidak
imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, banyaknya lulusan
terdidik yang tidak terserap ke lapanga kerja, jumlah pengangguran terdidik
yang semakin meningkat, maka dibutukan suatu disiplin ilmu yang yang
diterapkan dalm institusi pendidikan yang mampu membentuk, menanamkan
semangat/jiwa dan bersikap wirausaha supaya menghasilkan lulusan yang
terampil sebagai pencipta lapangan pekerjaan. Kewirausahaan berasal dari
kata wira yang berarti pejuang, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah
berani dan berwatak agung, serta kata usaha yang bermakna perbuatan amal,
bekerja, dan berbuat sesuatu.Richard Chantilon (1975) mendefinisikan
kewirausahaan sebagai bekerja sendiri, lebih menenkankan pada bagaimana
seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian. Menurut Harvey
Leibenstein (1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk
menciptakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk.
Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan adalah pendidikan yang
menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan kecakapan
hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang dikembangkan
di sekolah. Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan pendidik
sangat penting karena pendidik adalah agent of change yang diharapkan
mampu menanamkan cirri-ciri, sifat, dan watak serta jiwa kewirausahaan bagi
peserta didiknya dan bagi diri pendidik sendiri karena akan membentuk
manusia yang berorientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif, produktif,
dan mandiri. Mien Uno (Agus Bastian 2012) mengatakan bahwa untuk
menjadi calon wirausahawan yang handal dibutuhkan karakter unggul yang
meliputi: pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan persoalan, dapat berkomunikasi, mampu
membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu, empati, mau
berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stress, bisa mengendalikan
emosi, dan mampu membuat keputusan.
Teori Ketergantungan
Generasi Emas Indonesia Praksis Pendidikan
Nasional
Pergerakan Ki Hajar Dewantara
Pendidikan Karakter
Pendidikan Kecakapan Hidup
(Life Skill) D. Kerangka Berfikir
Penerapan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari teori
ketergantungan karena sebagai negara berkembang membutuhkan
hubungan internasional dalam pelaksanaan pembangunan di segala bidang.
Indonesia sebagai negara berkembang masih tergantung negara maju selaku
negara donor yang memberikan pinjaman modal untuk pembangunan, serta
dalam transfer ilmu pengetahuan dam teknologi. Reduksi terhadap
ketergantungan negara maju harus dilakukan agar kita dapat mandiri dan
berdaulat untuk membangun bangsa dan negara. Praksis pendidikan nasional
yang diyakini dapat mewujudkan generasi emas Indonesia diantaranya:
pergerakan Ki Hajar Dewantara, penerapan pendidikan karakter, dan
kecakapan hidup. Diagram kerangka berfikir reduksi ketergantungan dalam
upaya pemberdayaan pendidikan nasional untuk mewujudkan generasi emas
ditunjukkan oleh gambar 1 berikut.
BAB III PEMBAHASAN
A. Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi Ketergantungan
Kemunculan teori ketergantungan (dependency theory) merupakan perbaikan sekaligus antitesis dari kegagalan teori pembangunan maupun
modernisasi dalam tugasnya mengungkap jawaban kelemahan dua kelompok
di dunia, yaitu negara maju (negara pusat) dengan negara berkembang (negara
pinggiran). Teori ketergantungan muncul di Amerika Latin yang menjadi
kekuatan reaktif dari kegagalan yang dilakukan teori modernisasi. Dalam
konsep berpikir teori ketergantungan, pembagian kerja secara internasional
mengakibatkan ketidakadilan dan keterbelakangan bagi negara-negara
berkembang. Dari sini pertanyaan yang muncul adalah mengapa pembagian
kerja internasional harus diterapkan jika ternyata tidak menguntungkan
semua negara ? Teori modernisasi menjawab masalah ini dengan menuding
kesalahan pada negara-negara berkembang dalam melakukan modernisasi
dirinya. Hubungan internasional dalam kontak dagang justru membantu
negara-negara berkembang melalui pemberian modal, pendidikan, dan
transfer teknologi. Teori ketergantungan menolak jawaban yang diberikan
oleh teori modernisasi ini. Teori ketergantungan yang bersifat struktural ini
berpendapat bahwa kemiskinan yang dialami negara dunia ketiga (negara
pertanian) yang merupakan negara berkembang akibat dari struktur
perekonomian dunia yang eksploitatif, dimana yang kuat melakukan
penghisapan terhadap yang lemah. Surplus yang seharusnya dinikmati negara
dunia ketiga justeru mengalir deras kepada negara-negara industri maju.
Perkembangan teori ketergantungan selanjutnya sangat terkait dengan
upaya memahami lingkar hubungan makro antar berbagai negara dalam
proses pembangunan masyarakat. Analisis teori ketergantungan cukup
nasional (World Trade Organization) yang mengatur produksi perusahaan-perusahaan Multy National Corporation (MNC). Bahwa sebenarnya telah terjalin hubungan yang tidak adil antara negara berkembang dengan negara
maju. Meskipun kelihatannya negara maju memberi suntikan dana dalam
bentuk utang kepada negara berkembang, tetapi sebetulnya telah mencekik
mereka perlahan-lahan dengan membuat tata hubungan ekonomi
internasional yang eksploitatif.
Pendidikan sebagai bagian dari pembangunan masyarakat tidak daapat
dipisahkan dari arah perubahan yang menggejala seiring dengan
perkembangan jaman dan hubungan internasional. Dinamika orientasi
pendidikan selalu berjalan beriringan dengan konsteks wilayah sosial-politik
yang menauinginya sehingga pada praktik pendidikan terjadi perbedaan yang
menajam antar negara. Negara maju dengan segala keberhasilan
peradabannya tentunya sydah menghantarkan orientasi pndidikan yang
menjadi satelit acuan penting bagi aktivitas pendidikan di negara berkembang.
Sementara itu demi mengejar ketertinggalan, negara berkembang mencoba
menyesuaikan perpaduan hukum perkembangan masyarakat dengan
penerapan sistem pendidikannya. Pendidikan harus mampu melakukan
analisis kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi yang paling mendesak
yang dapat mengantisipasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi
perubahan jaman. Pembahasan dan analisis mengenai perubahan sosial dan
pendidikan tidak perna lepas dari modernisasi. Kata atau istilah modernisasi
mempunyai banyak definisi namun tetap ada satu kepastian bahwa
pengembangan aplikasi teknologi manusia menjadi muara kelahiran
modernisasi.
Suatu cara untuk menggambarkan hubungan perubahan dunia
pendidikan dengan tumbuh kembangnya modernisasi perlu berangkat dari
konsep deferensiasi. Dengan berkembangnya deferensiasi sosial, secara
perlahan-lahan akan megubah fungsi dan sistem pendidikan agar berjalan
tubuh pendidikan dapat digambarkan dengan pegamatan komparatif antara
masyarakat modern dengan tradisional. Pada masyarakat tradisional proses
pendidikan menyatu dengan fungsi-fungsi lain yang kesemuanya diperankan
oleh institusi keluarga, sedangkaan pada masarakat modern proses pendidikan
lebih banyak dipengaruhi oleh institusi di luar keluarga. Meskipun terdapat
prbedaan karakter pendidikan yang cukup tajam dalam kedua tipe masyarakat
tersebut, namun pada dasarnya masih tersimpan kemiripan fungsi pendidikan,
yaitu sama-sama bertanggung jawab mentransmisikan sekaligus
mentransformasikan perangkat-perangkat nilai budaya pada generasi
penerusnya. Dengan demikian, keduanya sama-sama menopang proses
sosialisasi dan menyiapkan seseorang untuk peran-peran baru. Letak
perbedaannya, tanpa banyak perubahan di dalam fungsi pendidikan menjadi
semakin besar dan kompleks. Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur
perkembangan diferensiasi pendidikan dapat diterangkan dalam 4 (empat)
tingkatan, sebagai berikut:
1. Pendidikan pada masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan.
Dalam kehidupan masyarakatnya mengembangkan pendidikan secara
informal yang berfungsi untuk memberikan bekal
keterampilan-keterampilan mata pecaharian dan memperkenalkan pola tingkah laku
yang sesuai dengan niai serta norma masyarakat setempat. Pada tingkatan
ini, peran sebagai siswa dan guru secara murni ditentukan oleh
ukuran-ukuran askriptif. Anak-anak menjadi siswa dilatarbelakangi oleh faktor usia
mereka, sementara guru disimbolkan sebagai representasi orang tua yang
memiliki derajat karisma serta kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum
muda. Spesifikasi peran para guru itu, juga ditentukan oleh jenis kelamin
(yang wanita mengajarkan memasak sementara para laki-laki mengajarkan
berburu).
2. Pada tingkatan yang lebih maju, sebagian proses sosialisasi teridentifikasi
keluar dari batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di
berkeahlian. Kurikulum pendidikan bukan semata-mata kumpulan dari
latihan memperoleh keterampilan namun ditekankan juga soal-soal
metafisik dan budi pekerti. Mengenai siapa yang berperan sebagai guru
sudah mulai memperyimbangkan bakat dan pengalaman berguru yang
pernah diperoleh. Dalam hubungan ini, sang guru bukanlah orang yang
memiliki spesialisasi khusus sperti halnya spesialisasi-spesialisasi sekarang
ini, namun para siswa dapat belajar banyak mengenai nilai-nilai kehidupan
sebab guru dipandang sebagai sumber segala macam pengetahuan.
3. Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri maka
meningkat pula upaya seleksi sosial. Beberapa keluaga atau kelompok
meningkat menjadi semakin kuat dalam segi kekuasaan maupun kekuatan
ekonominya dibandingkan warga masyarakat yang lain. Mereka yang telah
menempati posisi kuat itu, secara formal membatasi akses mengenyam
pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam
menentukan siapa-siapa yang menjadi siswa terletak pada latar belakang
kelas atau keturunan seseorang. Sedangkan seleksi para guru disamping
disyaratkan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga
diperhitungkan faktor kecerdasan dan bakatnya. Dari segi kurikulum sudah
diperhitungkan kebutuhan-kebutuhan perkembangan zaman dengan
memfokuskan perhatian pendidikan pada budi pekerti, hukum, teologi,
kesenian serta bahasa. Guru masih berperan sebagai figur yang menguasai
segala hal daripada sebagai spesialis dari suatu cabang pelajaran tertentu.
4. Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan
masyarakat menjadi kian rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan
arus industrialisasi dan kecenderungan diferensiasi sosial, maka
spesialisasi peranan menjadi ciri istimewa masyarakat pada tingkaatan
keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjejang-jenjang begitu rupa, dan
kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang
yaitu sebagai pusat pengajaran bagi masyarakat luas, sebaggai media
seleksi sosial, serta berperan pula sebagai lapangan pekerjaan.
Pesatnya arus diferensiasi serta spesialisasi selama dekade-dekade terakhir
memicu beberapa perubahan dalam formasi pendidikan. Hal itu terjadi
sebagai akibat dari mendesaknya permintaan masyarakat akan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis yang akan menopang bergulirnya roda kehidupan
masarakat yang tengah bertumpu pada kekuatan industri produk massal.
Dalam perkembangan ini, sistem pendidikan beranjak pesat menjadi institusi
yang mempunyai kedudukan penting terutama dalam menopang perubahan
sosial ekonomi. Pendidikan berkembang menjadi jembatan pretise dan status,
selain juga tampil sebagai faktor utama mobilitas sosial, bak vertikal maupun
horizontal, baik intra maupun antar genarasi. Dengan demikian, pendidikan
adalah kunci emas untuk melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan
warga negara agar dapat mencapai tujuan bernegara, membangun peradaban
melalui generasi unggul.
Pendidikan nasional Indonesia dalam pelaksanaannya perlu menelaah
pesan yang senantiasa relevan di segala zaman dari tokoh pendidikan kita, Ki
Hajar Dewantoro. Pesannya, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso,
tut wuri handayani yang berarti : di depan memberikan teladan, di tengah memberikan bimbingan, dan di belakang memberikan dorongan kepada
generasi muda kita. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk
manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara
saintifik dan filosofis tetapi mampu mengembangkan potensi spiritualnya.
Pendidikan seharusnya bukan semata-mata mengajarkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan namun juga mampu mengembangkan nilai-nilai religius
pada peserta didik sehingga secara terus-menerus dapat melakukan
pencerahan di dalam kalbunya. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah
membentuk karakter manusia seutuhnya agar menjadi manusia yang
melaksanakan tugas kemanusiaan sebagai pemimpin di muka bumi untuk
mewujudkan peradaban yang bermartabat dan kedamaian.
Pendidikan adalah sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan
kesejahteraan, keharkatan, dan kemartabatan. Pendidikan mempunyai peran
utama dalam menyiapkan generasi yang cerdas, yang memiliki tingkat
kesejahteraan tinggi dengan tetap memegang teguh harkat dan martabat, baik
sebagai individu maupun bangsa. Dengan memperhatikan bahwa sejak 2010
sampai 2035, kita memiliki populasi usia produktif yang sangat luar biasa
besarnya. Jumlah itu pun akan menurun setelah 2035. Bonus demografi ini
merupakan kesempatan emas untuk menyiapkan generasi emas yang akan
menjadikan bangsa dan negara Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera
sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri. Masa 30-an tahun tersebut
tidaklah lama, kalau kita berbicara tentang generasi dan nasib bangsa. Karena
itu, saatnya sekarang ini kita harus segera melakukan investasi besar-besaran
di bidang sumber daya manusia.
Dalam era globalisasi yang menisbikan sekat geografis dan kenyataan
pembangunan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini yang mampu
hidup tanpa bantuan dengan negara lain maka karakter bangsa harus
ditanamkan secara kuat pada seluruh warga negara terlebih pada siswa
sekolah yang tengah bertumbuh dan belajar. Hubungan bilateral dan
multilateral antar bangsa merupakan keniscayaan sebagai konsekuensi dari
kehidupan masyarakat dunia. Kemajuan Ilmu pengetahuan, teknologi
termasuk komputer dan informatika, serta perkembangan seni dan budaya
menuntut setiap bangsa di dunia terutama negara berkembang untuk selalu
meningkatkan sistem pendidikan agar tidak jauh tertinggal dari negara maju.
Pendidikan suatu negara juga tidak mungkin dapat dilepaskan dari kemajuan
dan perkembangan jaman. Dengan demikian pendidikan memiliki sifat
dinamis. Pendidikan nasional Indonesia tidak mungkin sepenuhnya dapat
ketergantungan memiliki arti bahwa kita sebagai bagian dari masyarakat dunia
tidak mungkin dapat hidup sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinamis juga
harus diikuti dengan baik agar kita tidak tertinggal dan terbelakang. Ilmu-ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang dipelajari dalam kurikulum
sekolah juga harus senantiasa mengikuti perkembangan jaman. Hal ini
menuntut kepada stakeholder pendidikan untuk selalu belajar sepanjang
hayat (long life education) agar sumber daya manusia semakin meningkat kualitasnya sehingga dapat menghadapi tantangan jaman yang selalu berubah.
Kenyataan pembangunan juga menunjukkan bahwa kita masih tergantung dari
negara maju yang merupakan negara donor dalam pembangunan nasional.
Hubungan antar negara dalam segala bidang terutama pembangunan
ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa juga tidak dapat
dilepaskan dengan negara lain. Dengan demikian, bahasa Inggris sebagai
bahasa komunikasi internasional juga menjadi mata pelajaran wajib bagi
seluruh siswa mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga tinggi.
Di tengah perkembangan dan ketidakmungkinan terlepas dari
pergaulan dengan bangsa-bangsa di dunia maka pendidikan nasional
Indonesia harus memiliki jati diri dan karakter yang kuat. Dunia pendidikan
harus mampu membangun peradaban khas Indonesia untuk memberikan
kontribusi dalam membangun peradaban baru dunia. Ibarat warna cahaya
putih yang kalau diurai terdiri atas beberapa spektrum cahaya, salah satu
spektrum itulah spektrum khas peradaban Indonesia. Sebagai bangsa besar,
dengan modalitas yang sangat luar biasa, baik sumber daya manusia, sumber
daya alam, sumber daya kultural, maupun pengalaman dan kesempatan.
Dengan memperhatikan segenap potensi dan kekayaan alam yang ada
sesungguhnya Indonesia adalah negara besar dan melalui pendidikan harkat
dan martabat bangsa dapat senantiasa ditingatkan. Sumber daya manusia
pada era global memiliki peran penting dalam membangun kemajuan bagi
mewujudkan generasi emas yang tangguh, yaitu generasi paripurna yang
memiliki kecerdasan intelektual tinggi dan kecerdasan emosional serta
spiritual yang kuat sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan
bagi dirinya, keluarga, lingkungan dan pada tataran yang luas seluruh warga
negara Indonesia.
Pendidikan nasional yang berjati diri dan berkarakter kuat diharapkan
dapat mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana amanah UUD 1945, yaitu:
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Pembangunan bangsa Indonesia dengan demikian
bukan hanya untuk kesejahteraan warga negaranya saja tetapi mempunyai
peran dalam membangun ketertiban dunia. Reduksi ketergantungan
Indonesia terhadap negara-negara donor dipandang penting untuk
membangun kedaulatan secara penuh dalam berbagai aspek pembangunan,
meningkatkan harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan internasional.
Reduksi ketergantungan dalam pembangunan pendidikan di Indonesia
dalam banyak hal prinsip telah dilaksanakan, misalnya:
1. Sebagian besar guru pada sekolah-sekolah di semua jenjang adalah warga
negara Indonesia asli. Hal ini menunjukkan bahwa kita berdaulat penuh
dalalm mendidik anak bangsa.
2. Bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar resmi dalam kegiatan
pembelajaran.
3. Buku dan modul pembelajaran disusun dalam Bahasa Indonesia sehingga
siswa lebih mudah dalam memahami isi materi pembelajaran.
4. Banyak strategi pembelajaran yang khas Indonesia diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal pedagogik
guru-guru dapat mengembangkan, menginovasi dan mengkreasi strategi
pembelajaran yang lebih dapat diterima siswa dalam kegiatan
5. Muatan mata pelajaran tentang nasionalisme, budaya dan kearifan lokal
diajarkan kepada siswa untuk membangun karakter bangsa yang kuat dan
bermartabat. Budaya lokal dan bahasa ibu pada tiap daerah diajarkan
sebagai mata pelajaran muatan lokal sebagai upaya melestarikan dan
mengembangkan kearifan lokal dan sosial.
6. Media pembelajaran dan alat bantu pembelajaran banyak yang dibuat dan
dikembangkan merupakan karya asli ataupun pengembangan secara
mandiri ataupun kelompok kerja guru-guru Indonesia.
Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas maka sesungguhnya
pendidikan di Indonesia secara operasional dan teknis telah dapat
dilaksanakan dengan mengandalkan sumber daya bangsa sendiri dan terlepas
dari ketergantungan akan negara maju.
Praktik pendidikan juga masih memilliki ketergantungan pada negara
maju dalam beberapa aspek yang sampai saat ini kita belum memungkinkan
untuk lepas, yaitu:
1. Mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran wajib dari
jenjang pendidikan dasar, menengah hingga tinggi. Hal ini dikarenakan
Bahasa Inggris adalah bahasa internasional dan palling banyak
dipergunakan dalam hubungan dengan negara-negara lain di dunia
sehingga mempelajari dan menguasainya merupakan prasyarat untuk
berkembang.
2. Ilmu-illmu pengetahuan alam dan sosial yang diajarkan sebagian besar
masih berkiblat pada teori-teori yang berasal dari negara maju. Mata
pelajaran sains baik Fisika, Kimia, Biologi dan juga Matematika masih
bergantung dari teori yang berasal dari negara maju. Demikian juga dalam
kajian-kajian illmu sosial masih banyak yang mengacu pada teori yang
berasal dari negara maju.
3. Ilmu-illmu teknologi dan rekayasa, teknik informatika dan komputer, illmu
negara maju dan kita tinggal mempelajari dan menerapkannya dalam
kegiatan pembelajaran.
4. Teknologi mutakhir baik otomotif, komputer dan perangkat elektronika
dan sebagian besar perangkat modern (high technology) hampir semuanya
juga berasal dari negara maju.
Dari contoh di atas kita juga dapat melihat bahwa sampai dengan saat ini kita
belum mampu mandiri dallam isi mata pellajaran yang berhubungan dengan
ilmu-ilmu terapan dan teknollogi modern terhadap negara maju. Disadari
sepenuhnya bahwa selama kita belum dapat mandiri dan masih tergantung
dengan bangsa lain dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
maka selama itu pula kita tidak dapat lepas dari ketergantungan terhadap
negara maju. Pembangunan pendidikan ke depan perlu memikirkan dan
mengupayakan secara maksimal segenap potensi yang ada agar terjadi alih
teknologi bahkan diharapkan cendikiawan kita mampu membangun tradisi
belajar dan riset untuk membangun peradaban yang lebih baik bagi bangsa
kita. Generasi emas ke depan harus dibekali dengan karakter nasionalisme
yang kuat dan dibangun budaya belajar dan masyarakat berbudaya ilmu
pengetahuan agar selalu meningkatkan diri dan terbentuk budaya riset dalam
seluruh ilmu pengetahuan. Kemajuan pendidikan yang diimbangi dengan
kemajuan ilmu pengetahuan diyakini dapat mengantarkan bangsa menuju
pada kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh warga negara dan terwujud
peradaban baru yang lebih damai dan membawa kebaikan bagi semua.
B. Praksis Pendidikan Nasional yang dapat Mewujudkan Generasi Emas
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab I, pasal I ayat (1)
menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mengembangkan potensi siswa untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
Pandangan klasik tentang pendidikan pada umumnya dikatakan
sebagai pranata yang dapat dijalankan pada tiga fungsi sekaligus; Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu
dalam masyarakat di masa depan. Kedua, mentransfer atau memindahkan pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan, dan Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan
masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat
dan peradaban.
Awal dari praksis pendidikan dimulai dari keyakinan, bahwa manusia
tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa bantuan orang
lain. Dari sejak seorang bayi lahir pada hakikatnya ia memerlukan perlakuan
dan bantuan orang lain. Tanpa bantuan ibu atau orang dewasa lain yang
mengasuhnya, bayi itu tidak akan dapat memilki kecakapan hidup yang
bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya kelak. Dari perspektif filosofis,
keyakinan itu mengisyaratkan adanya pusat perhatian yang utama: manusia
(human) dengan segala potensi kemanusiaannya (humanities) yang masih
memerlukan proses pendidikan. Dengan berlandaskan pada keyakinan seperti
ini berarti bahwa pendidikan haruslah diupayakan untuk membimbing,
membantu, atau memperbaiki tingkah laku manusia ke arah tingkah laku yang
selaras dengan norma-norma yang berlaku secara umum.
Mendidik manusia menjadi manusia yang berkualitas baik bukanlah
pekerjaan mudah, memerlukan pemahaman yang seksama pada hekekat
kemanusiaan dan hakikat pendidikan. Pendidikan nasional kita mempunyai
suatu keinginan mewujudkan generasi emas, dari sebelum kemerdekaan
upaya-upaya ini sudah dilaksanakan, upaya upaya ini dapat kita dalam
catatanan sejarah bangsa Indonesia. Gerakan gerakan praksis pendidikan di
Indonesia dapat kita lihat dari perkembangan sejarah Indonesia. Pergerakan
1. Pergerakan Ki Hajar Dewantara
Konsepsi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara diantaranya
adalah e didik yaitu e a usiaka a usia dala hal i i e a ti membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka
tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis). Dalam konsep
pendidikan Ki Hajar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu
siste Pe gaja a da Pe didika ya g ha us e si e gis satu sa a lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah
(kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan
manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil
keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Sehingga ajaran yang
dicetuskan oleh Bapak Pendidikan kita yaitu Bapak Ki Hajar Dewantara
sangatlah penting untuk kita ulas dan ingat kembali.
Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta pada
tanggal 3 Juli 1922, bertujuan mengganti sistem pendidikan dan
pengajaran Belanda dengan sistem baru berdasarkan kebudayaan sendiri.
Untuk mewujudkan cita-citanya itu, maka diterapkan asas-asas pendidikan
dan dasar-dasar. Asas pendidikan ini dikenal dengan asas 1922, sebagai
berikut:
a. Pasal pertama: Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri dengan
mengingati tertibnya persatuan, dalam perikehidupan umum. Tertib
dan damai itulah tujuan kita yang tertinggi. Tidak akan ada ketertiban
jika tidak ada kedamaian. Sebaliknya tidak ada kedamaian selama
orang dirintangi dalam mengembangkan hidupnya yang wajar.
Tumbuh menurut kodrat merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan
yang wajar, mengutamakan perkembangan diri menurut kodratnya.
Oleh karenanya Ki Hadjar Dewantara menolak faham pendidikan
dalam arti dengan sengaja membentuk watak anak melalui paksaan
b. Pasal kedua: Dalam sistem ini maka pelajaran berarti mendidik anak
menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan
merdeka tenaganya. Dengan demikian seorang guru atau pamong
tidak hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, tetapi
juga harus mendidik kepada siswa untuk mencari sendiri pengetahuan
itu dan memakainya untuk amal keperluan umum. Hal ini
menunjukkan bahwa ajaran Ki Hadjar Dewantara mengutamakan
kemandirian pada diri peserta didik, yang dengannya peserta didik
akan memiliki karakter mandiri.
c. Pasal ketiga: tentang zaman yang akan datang, rakyat kita ada di dalam
kebingungan. Sering kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang
perlu dan laras untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa
asing, yang sulit didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri.
Demikianlah acapkali kita merusak sendiri kedamaian hidup kita. Lagi
pula kita sering mementingkan pengajaran menuju terlepasnya
pikiran, padahal pengajaran itu membawa kita kepada gelombang
penghidupan yang tidak merdeka dan memisahkan orang-orang yang
terpelajar dengan rakyatnya. Dalam zaman kebingungan ini
seharusnyalah keadaan kita sendiri, kita pakai sebagai penunjuk jalan,
untuk mencari penghidupan baru, yang selaras dengan kodrat kita dan
akan memberi kedamaian dalam hidup kita. Pasal ini juga merupakan
bagian penting dalam membangun karakter anak bangsa untuk
menjadi manusia yang tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa yang
beradab.
d. Pasal keempat: Dasar kerakyatan. Pengajaran yang hanya terdapat
pada sebagian kecil rakyat Indonesia tidak berfaedah untuk bangsa,
maka seharusnyalah golongan rakyat yang terbesar mendapat
pengajaran secukupnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa
lebih baik daripada meninggikan pengajaran (kualitas) jikalau
meninggikan pengajaran dapat mengurangi tersebarnya pengajaran.
e. Pasal kelima: Untuk dapat berusaha menurut asas dengan bebas dan
leluasa, maka kita harus bekerja menurut kekuatan sendiri. Walaupun
kita tidak menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan
itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah
ditolak. Ini adalah wujud nyata karakter kemandirian.
f. Pasal keenam: Keharusan untuk membelanjai diri sendiri segala usaha
Ta a “is a. Usaha i i te ke al de ga Zelbedruiping-systeem . Hal semacam ini amat sukar, karena untuk dapat membelanjai diri sendiri
tanpa menerima bantuan orang lain diperlukan keharusan untuk
hidup sederhana. Ajaran ini merekomendasikan kepada kita untuk
hidup sederhana, atau dengan kata lain, hidup sederhana sebagai
bentuk karakter positif perlu terus ditradisikan.
g. Pasal ketujuh: Dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesucian
hati, e i at kita e dekata de ga “a g A ak . Kita tidak meminta sesuatu hak, akan tetapi menyerahkan diri untuk berhamba
kepada “a g A ak . Dengan kata lain, keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan kita kepada selamat
bahagianya anak didik.
Selain asas-asas tersebut, Taman Siswa juga memiliki dasar-dasar
pendidikan sebagai lanjutan cita-cita Ki Hadjar Dewantara yaitu terkenal
dengan sebutan Panca Darma, yaitu: (1) Kodrat alam, (2) Kemerdekaan,
(3) Kebudayaan, (4) Kebangsaan, dan (5) Kemanusiaan (Muchamad
Tauchid dan Ki Suratman, 1988: 16).
Kodrat alam mengandung pengertian pada hakekatnya manusia
sebagai makhluk tidak dapat terlepas dari kehendak hukum kodrat alam.
Manusia akan mengalami kebahagiaan jika dapat menyatukan diri dengan
kodrat alam yang mengandung segala hukum kemajuan. Dasar
kepada semua makhluk a usia ya g e e ika kepada ya hak u tuk e gatu di i ya se di i , de ga selalu e gi gat sya at-syarat tertib damainya hidup bersama (masyarakat). Dasar kebudayaan mengandung
pengertian, membawa kebudayaan kebangsaan itu kearah kemajuan
dunia dan kepentingan hidup rakyat, lahir dan batin.
Dasar kebangsaan memiliki maksud, tidak boleh bertentangan
dengan kemanusiaan, malahan harus menjadi bentuk dan fitrah
kemanusiaan yang nyata. Oleh karena itu tidak mengandung arti
permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu
dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam
kehendak menuju kepada kebahagiaan hidup lahir serta batin seluruh
bangsa. Dasar kemanusiaan mempunyai maksud bahwa darma tiap-tiap
manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan
manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya yang dapat dilihat pada
kesucian hati seseorang serta adanya rasa cinta kasih terhadap sesama
manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnya, yang bersifat
keyakinan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta.
Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara
e ggu aka “iste A o g se agai pe ujuda ko sepsi eliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam
Sistem Among, maka setiap pamong sebagai pemimpin dalam proses
pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani (MLPTS, 1992: 19-20). Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan atau lebih
berpengatahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi contoh, memberi teladan (Ki Muchammad Said Reksohadiprodjo, 1989: 47). Jadi ing ngarsa
sung tuladha mengandung makna, sebagai among atau pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya