• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reduksi Ketergantungan dalam Upaya Pembe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Reduksi Ketergantungan dalam Upaya Pembe"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

REDUKSI KETERGANTUNGAN

DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN NASIONAL

MEWUJUDKAN GENERASI EMAS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Landasan Kependidikan Semester 1 Dosen Pengampu. Dr. Catharina Tri Anni

Oleh :

SITI AROFAH /

NIM.

0102514035

AGUS SAEFUDIN /

NIM.

0102514057

SUYATNO /

NIM.

0102514068

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PEDIDIKAN

KONSENTRASI KEPENGAWASAN SEKOLAH

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

DESEMBER

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak kenikmatan, utamanya nikmat iman, sehat, sempat dan diberi kekuatan tetap setia mengabdi pada bidang pendidikan untuk berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa naskah Makalah Kelompok Bab 14 Dependency Theory in Comparative Education yang kami breakdown menjadi makalah de ga judul Reduksi Ketergantungan

dalam pemberdayaan Pendidikan Nasional Mewujudkan Generasi Emas dapat

diselesaikan dengan baik dan sebagai bahan diskusi serta berbagi bagi kemajuan pendidikan di tanah air tercinta Indonesia ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Landasan Kependidikan dengan dosen pengampu Dr. Catharina Tri Anni.

Banyak bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini, untuk itu disampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Catharina Tri Anni yang telah memberikan bimbingan dan banyak ilmu tentang landasan kependidikan kepada kami;

2. Teman-teman mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan (Kepengawasan Sekolah) Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang merupakan mitra diskusi dan berbagi pengalaman yang luar biasa, bersama kami mempunyai mimpi untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik lagi;

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang mendukung kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Penulis menyadari makalah ini masih banyak terdapat kekurangan untuk itu saran demi perbaikan sangat dinantikan. Penulis berharap semoga makalah ini membawa manfaat dan dapat menjadi media dalam berbagi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.

Semarang, Desember 2014 Kelompok Bab 14

(3)

iii A. Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi

Ketergantungan ... B. Praksis Pendidikan Nasional yang dapat Mewujudkan Generasi Emas ... 1. Pergerakan Ki Hajar Dewantara ... 2. Pendidikan Karakter ... 3. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education) 4. Pendidikan untuk Mewujudkan Generasi Emas C. Hambatan yang Dihadapi Pendidikan Nasional dalam

(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berfikir Reduksi Ketergantungan Dalam Upaya Pemberdayaan Pendidikan Nasional Untuk Mewujudkan Generasi Emas ...

Halaman

(5)

v ABSTRAK

REDUKSI KETERGANTUNGAN DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN PENDIDIKAN NASIONAL MEWUJUDKAN GENERASI EMAS

Oleh: Siti Arofah, Agus Saefudin, dan Suyatno

Tujuan penulisan karya tulis ini adalah memberikan penjelasan tentang: (1) upaya mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dengan memberdayakan pendidikan nasional, (2) praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia (3) hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas, dan (4) solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.

Mewujudkan generasi emas Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju dilakukan dengan memberdayakan pendidikan nasional pendidikan yang berjati diri dan berkarakter kebangsaan yang kuat. Praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan generasi emas Indonesia diantaranya adalah: (1) penerapan prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani, (2) penerapan pendidikan karakter meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, serta (3) penerapan pendidikan kecakapan hidup (life skill education).

Hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas diantaranya adalah: tantangan diri sendiri, tantangan dari dalam negeri, dan tantangan global. Solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas dimulai dengan memandang belajar secara benar. Guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran berlandaskan pada empat pilar pendidikan menurut UNESCO, yaitu: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Guru menanamkan karakter kewirausahaan pada peserta didik yang mengandung unsur eksplorasi rasa ingin tahu/inquiry, fleksibilitas berpikir, kreativitas, kemampuan berinovasi, tidak takut pada resiko dan memprioritaskan praktek di lapangan

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional Indonesia adalah

pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan

zaman. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Lebih lanjut disebutkan bahwa ada 6

(enam) prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu:

a. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta

tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

b. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik

dengan sistem terbuka dan multimakna.

c. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan

(7)

d. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik

dalam proses pembelajaran.

e. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya

membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

f. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua

komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan

dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Dari dasar legal formal ini jelas terlihat bahwa pendidikan nasional

Indonesia berdaulat penuh dan bermuara pada mewujudkan manusia

paripurna yang biasa disebut sebagi manusia seutuhnya. Manusia

seutuhnya adalah manusia yang berkepribadian utuh yang dapat

menyeleraskan, menyeimbangkan, dan menyerasikan aspek manusia

sebagai makhluk individu, sosial, religius, bagian dari alam semesta, bagian

dari bangsa-bangsa lain, dan kebutuhan untuk mengejar kemajuan lahir

maupun kebahagiaan batin. Dengan demikian pendidikan bukan hanya

mengasah kecerdasan intelektual semata, tetapi juga kecerdasan

emosional dan spiritual. Lulusan paripurna yang tangguh seperti inilah

yang senantiasa diupayakan untuk dicapai oleh pendidikan nasional.

Pe e i tah I do esia telah e a gka p og a Ge e asi E as Indonesia 2045 pada pe i gata Ha i Pe didika Nasio al Mei 2

oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan ketika itu Muhammad Nuh.

Generasi emas adalah generasi bangsa yang kreatif, inovatif, produktif,

mampu berpikir orde tinggi, berkarakter, cinta dan bangga menjadi bangsa

Indonesia. Tepat pada tahun 2045 kedepan, Indonesia secara matematis

100 tahun terlepas dari belenggu penjajah. Ditahun tersebut Indonesia

mengharap memiliki gold generation yang dapat membangun bangsa kearah yang lebih baik. Tahun 2012 ini hingga 2035 adalah masa menanam

generasi emas tersebut. Oleh karenanya, dalam kurun waktu tersebut

(8)

pendidikan. Salah satu bukti keseriusan pemerintah ialah dengan

penerapan Kurikulum 2013. Dalam kurikulum 2013 tak hanya aspek

kognitif (transfer keilmuan) yang dikejar. Pemerintah juga mulai

menekankan pentingnya pendidikan karakter (aspek afektif). Revolusi

mental menjadi penting, sebab akhir-akhir ini nilai-nilai keluhuran bangsa

semakin luntur. Aspek yang tak kalah juga harus mendapat perhatian ialah

aspek psikomotorik. Keseimbangan antara 3 komponen ini adalah modal

dasar dalam rangka menyongsong generasi emas indonesia 2045.

Ketercapaian penguasaan akademik, karakter yang santun dan

keterampilan yang mumpuni merupakan faktor kunci untuk menghasilkan

manusia Indonesia yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang

kompetitif. Dengan demikian harapan pemerintah untuk menjadikan

Indonesia sebagai negara yang menempati posisi 12 besar dunia pada 2025

dan 8 (delapan) besar dunia pada 2045 dalam pertumbuhan ekonomi

dapat tercapai.

Generasi emas hanya mungkin dicapai melalui pendidikan yang

berkualitas. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk

manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir

secara saintifik dan filosofis tetapi mampu mengembangkan potensi

spiritualnya. Pendidikan seharusnya bukan semata-mata mengajarkan

ilmu pengetahuan dan keterampilan namun juga mampu mengembangkan

nilai-nilai religius pada peserta didik sehingga secara terus-menerus dapat

melakukan pencerahan di dalam kalbunya. Pendidikan berkualitas hanya

mungkin terjadi jika guru-guru juga berkualitas. Pendidikan tanpa guru,

ibarat kebun tanpa pemiliknya. Guru, memiliki peran yang sangat strategis

bagi dunia pendidikan. Karena dari semua komponen pendidikan yang ada

seperti kurikulum, sarana prasarana, metode pengajaran, guru, siswa,

orangtua dan lingkungan, yang paling menentukan adalah guru. Ada

(9)

memiliki kedudukan yang sangat mulia, dari merekalah tercipta generasi

emas dengan peradaban manusia yang gemilang.

Tantangan pendidikan di era informasi saat ini, mengharuskan guru

untuk lebih kreatif, inovatif dan inspiratif dalam mendesain kegiatan

pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia

Tahun 2045. Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, guru

menjadi kunci utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya

produktif tetapi juga unggul dan religius. Ini juga tidak terlepas dari upaya

pemerintah untuk bersinergi mencerdaskan anak bangsa. Peran guru yang

tidak hanya mengajar, termaktub dalam UU No. 14 tahun 2005 yang

menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Sedangkan hakikat guru menurut Ki Hajar Dewantara adalah ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yakni di depan menjadi contoh jika di tengah membangkitkan hasrat belajar dan jika di

belakang memberikan dorongan.

Guru mempunyai peran yang strategis dalam upaya peningkatan

mutu pendidikan nasional bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal yang

substantif dari peran guru dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan

memberikan teladan kepada para siswanya dalam pendidikan karakter.

Sosok guru di manapun akan menjadi teladan bagi peserta didik,

karenanya mereka memandang bahwa ia adalah kompas penunjuk jalan

apabila tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak yang baik bagi

muridnya, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus seperti

mengucapkam salam, menanamkan nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap

memulai dan mengakhiri pekerjaan, membiasakan senyum, pembudayaan

sikap santun, bersikap baik di dalam maupun di luar sekolah. Terlebih

(10)

pembentukan sikap dan karakter yang baik pada setiap proses

pembelajaran.

Generasi emas Indonesia diharapkan mencerminkan manusia

paripurna yang memiliki pengetahuan luas dan menjunjung tinggi

nilai-nilai kemanusiaan dengan spirit religiusitas yang tinggi. Generasi emas

diharapkan akan dapat membawa bangsa dan negara menjadi lebih

beradab dan meningkat harkat hidup dan kesejahteraannya. Pendidikan

nasional harus terus menerus ditingkatkan dari waktu ke waktu seiring

perkembangan ilmun pengetahuan, teknologi dan seni. Pembangunan

pendidikan diarahkan untuk mendukung pencapaikan tujuan berbangsa,

yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat bangsa di dunia dalam

melaksanakan pendidikan di segala bidang tidak dapat depaskan dari

pengaruh dan pergaulan dengan bangsa-bangsa asing. Ditinjau dari teori

ketergantungan maka sebagai negara berkembang sampai dengan saat ini

kita masih tergantung pada negara-negara donor yang menanamkan

investasi untuk membantu pembangunan. Hubungan internasional pada

akhirnya menjadikan ketergantungan negara kita atas negara-negara

maju. Pendidikan sebagai salah satu aspek pembangunan pun tidak dapat

dilepaskan dari ketergantungan kita atas negara maju termasuk di

dalamnya muatan mata pelajaran yang dipelajari juga dipengaruhi oleh

kemajuan negara asing, terutama dalam bidang teknologi modern (high technology), sains, bahkan ilmu-ilmu sosial dan ilmu terapan lainnya. Implikasi dari ini semua menjadikan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran

wajib dari tingkat SMP hingga perguruan tinggi di samping bahasa asing

lain yang banyak digunakan di Indonesia, seperti bahasa Jepang, mandarin,

(11)

Ketergantungan sebagai konsekuensi atas hubungan internasional

dan pembangunan negara berkembang yang belum dapat lepas dari

negara maju sampai dengan saat ini belum mampu mewujudkan

kesejahteraan yang merata bagi seluruh warga negara Indonesia. Teori

ketergantungan (dependency theory) menolak premis dan asumsi-asumsi

yang diajukan oleh teori modernisasi yang menyatakan bahwa

faktor-faktor non material sebagai penyebab kemiskinan, khususnya dunia ide

atau alam pikiran. Teori ketergantungan dilandasi oleh strukturalisme yang

beranggapan bahwa kemiskinan yang terdapat di negara-negara Dunia

Ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat

dari struktur perekonomian dunia yang bersifat eksploitatif, dimana yang

kuat (negara pusat/negara maju) melakukan eksploitasi terhadap yang

lemah (negara-negara pinggiran/berkembang) sehingga surplus dari

negara-negara Dunia Ketiga (negara pinggiran) beralih kenegara-negara

industri maju (negara Pusat).

Berdasarkan teori ketergantungan maka untuk mencapai kemajuan

dan kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh warga negara sudah

seharusnya suatu negara harus berdaulat penuh dalam segenap aspek

kehidupan berbangsa termasuk dalam pembangunan yang dilaksanakan.

Reduksi terhadap ketergantungan penuh atas negara maju dalam

pembangunan termasuk pendidikan merupakan keniscayaan untuk

mewujudkan pembangunan yang menyejahterakan. Dari uraian di atas,

menarik untuk kita kaji bagaimana reduksi terhadap ketergantungan atas

negara maju dalam pembangunan terutama pendidikan nasional menjadi

urgen dan strategis untuk mewujudkan generasi emas yang dicita-citakan

(12)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mewujudkan generasi emas melalui reduksi

ketergantungan terhadap negara maju ?

2. Bagaimana praksis pendidikan nasional yang dapat mewujudkan

generasi emas ?

3. Apa saja hambatan yang dihadapi pendidikan nasional dalam rangka

mewujudkan generasi emas ?

4. Apa saja solusi bagi hambatan-hambatan yang dihadapi pendidikan

nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas ?

C. Tujuan Penulisan

1. Memberikan penjelasan tentang upaya mewujudkan generasi emas

Indonesia dengan mereduksi ketergantungan terhadap negara maju

dengan memberdayakan pendidikan nasional.

2. Memberikan penjelasan praksis pendidikan nasional yang dapat

mewujudkan generasi emas Indonesia.

3. Memberikan penjelasan hambatan yang dihadapi oleh pendidikan

nasional dalam rangka mewujudkan generasi emas.

4. Memberikan penjelasan solusi bagi hambatan-hambatan yang

dihadapi oleh pendidikan nasional dalam rangka mewujudkan generasi

emas.

D. Manfaat

1. Bagi stakeholder pendidikan diharapkan dapat memahami bahwa

untuk mewujudkan generasi emas Indonesia melalui pendidikan

diperlukan upaya yang serius dengan mereduksi ketergantungan

terhadap negara maju dan lebih memberdayakan pendidikan nasional

dengan segala potensi sumber daya yang ada.

2. Bagi kepala sekolah diharapkan dapat memiliki pemahaman tentang

(13)

Indonesia agar dapat melayani secara prima dalam praksis

pembelajaran yang bermakna dan menghasilkan lulusan paripurna

sebagai generasi emas yang pada akhirnya akan menjadi pemimpin dan

pelaksana pembangunan.

3. Bagi guru diharapkan dapat memahami peran strategis dan tugas mulia

yang diemban untuk mewujudkan generasi emas Indonesia yang

diharapkan dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan sehingga

kegiatan pembelajaran dilaksanakan secara maksimal untuk menggali

dan mengoptimalkan potensi siswa sebagai pembelajar agar dapat

menjadi manusia paripurna yang memiliki kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang tinggi sehingga dapat

mewujudkan masyarakat madani Indonesia yang damai, sejahtera dan

(14)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Ketergantungan

Teori ketergantungan berusaha menjelaskan rintangan-rintangan

yang dihadapi dalam pembangunan daerah-daerah dan Negara-negara miskin

dan istilah Depe de y Theory dipinjam oleh penulis (Harold J. Noah dan

Max A Eckstein, 1988) dan digunakan dalam bidang pendidikan secara luas

dan juga dipakai oleh para pekerja penelitian dalam studi tentang Pendidikan

Komparasi secara khusus. Teori ketergantungan menentang kondisi dunia

saat ini yang dianggap sebagai hasil dari dominasi negara-negara kaya

terhadap negara-negara miskin serta dominasi dari kelompok-kelompok dan

kepentingan-kepentingan penguasa terhadap kelompok-kelompok yang tidak

memiliki kekuasaan dalam suatu negara.

Ada empat istilah yang menjadi konsep teori utama dari teori

ketergantungan, yaitu kelompok Negara-negara maju (center), Negara-negara dunia ketiga/Negara-negara pinggiran (periphery), dalam kendali/dominasi (hegemoni), dan reproduksi (reproduction). Keempat istiliah

tersebut dipakai untuk menjelaskan istilah yang saat ini dikenal sebagai

Walle stei atau suatu kekaisa a du ia te kait pe ggu aa kekuata unilateral oleh Negara central/maju terhadap Negara-negara dunia

ketiga/pinggiran dengan cara memaksa negara-negara dunia ketiga tersebut

untuk mereproduksi secara sistematik nilai-nilai yang dipakai oleh

Negara-negara maju. Dunia pendidikan merupakan obyek yang berperan aktif dalam

mereproduksi nilai-nilai tersebut di mana para siswa diarahkan untuk

mereproduksi nilai-nilai, tingkah laku dan ketrampilan yang disesuaikan untuk

melayani kebutuhan kelompok Negara-negara maju. Hal ini menunjukkan

bahwa penjajahan masih terus berlangsung namun bentuknya berbeda

(15)

lebih canggih, menyebar luas, tak terlihat namun menimbulkan dampak yang

luar biasa yaitu penjajahan pikiran dan mental.

Universitas dan Yayasan-yayasan pendidikan, badan-badan

pembangunan nasional maupun multilateral, para penerbit buku, serta

organisasi-organisasi media masa, bahkan masyarakat industri yang

memproduksi barang-barang mulai dari kendaraan sampai alat tulis hingga

susu formula untuk bayi semua dianggap sebagai alat para

penguasa/penjajah. Para penjajah telah mengubah penjajahan fisik menjadi

penjajahan mental.

Di setiap Negara, terjadi eksploitasi Negara-negara maju terhadap

Negara-negara dunia ketiga untuk menggunakan sekolah sebagaitempat

untuk mereproduksi serangkaian nilai-nilai dan system stratifikasi yang

menandakan masih berlangsungnya dominasi Negara-negara maju. Ada

disiplin ilmu yang dianggap layak untuk diminati dan mendapatkan status

yang legal di mata Negara-negara maju (TOEFL, IBT, dsb) sedangkan disiplin

ilmu pengetahuan lainnya diabaikan, tidak diperhatikan bahkan dipaksakan

untuk dihapus. Tujuan Negara-negara maju untuk mengendalikan pikiran

negara-negara miskin sebagian besar telah tercapai. Rakyat (pendapat ini

ditentang) tidak menyadari bahwa mereka sedang hidup dalam dunia

gagasan-gasan dan nilai-nilai yang diciptakan untuk membuat mereka

terus-menerus dalam perbudakan. Mereka juga tidak mengerti peran penting yang

dimainkan sekolah-sekolah dala e p oduksi pe udaka piki a . Da

memang, kejeniusan dari kesuksesan system tersebut terletak pada keahlian

dari sistim tersebut untuk memperdaya mereka yang bersedia melayani dan

mempercayai bahwa mereka dalam keadaan bebas padahal mereka

sebenarnya sedang diperbudak.

Kritik yang paling keras tertuju pada kurikulum, kumpulan

pengetahuan yang dipilih dan ditransfer kepada para siswa. Negara-negara

dunia ketiga, dikatakan, telah dipaksa atau terpikat untuk mengkopi

(16)

ketimpangan antara apa yang diajarkan dan apa yang dibutuhkan oleh para

siswa di sekolah terus berlanjut. Contoh, pemanfaatan ilmu pertanian,

pertanian berskala kecil, manajemen rumahtangga serta kesehatan diabaikan

sebaliknya, perhatian malah diarahkan pada materi-materi akademik yang

sifatnya abstrak/tidak aplikatif. Bahasa para penjajah masih digunakan

sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pengajaran, komunikasi, dan

ad i ist asi ya g e gaki atka pe jajaha se aki e kela juta . Hingga pada akhirnya, teori ketergantungan secara alami membayangi

teori reproduksi yang merupakan bagian dari ilmu sosiologi baru. Ilmu ini

menganggap bahwa struktur dan isi dari ilmu pengetahuan dipandang sebagai

suatu bentuk property, kekuasaan, dan gengsi. Ada suatu dinamika yang

mengarahkan keyakinan masyarakat secara alamiah bahwa ilmu pengetahuan

yang paling hebat yang harus dikuasai oleh umat manusia adalah ilmu

pengetahuan yang dimiliki Negara-negara industri, keyakinan ini ditanamkan

pada Negara-negara lemah yang sangat tergantung pada Negara industri,

sehingga kedudukan Negara-negara lemah menjadi semakin direndahkan,

mengangkat superioritas serta memperluas pemasaran pengetahuan dan

produk-produk pengetahuan itu di Negara-negara lemah. Hal ini merupakan

proses reproduksi yang didefiniskan perpanjangan dominasi suatu kelompok

terhadap kelompok lainnya baik itu melalui dimensi ruang dan waktu.

Terjemahan dari apa yang mulai disebut sebagai sebuah teori yang

menjelaskan masalah-masalah permbangunan ekonomi hingga bidang

pendidikan telah banyak berkembang. Diantaranya Teori Konflik Neo –

Marxist, analisis ideology, studi tentang dinamika lembaga social dan

aspek-aspek teori pengkondisian psikologi telah di satukan untuk membentuk

pandangan dunia yang mengedepankan rencana pendirian sekolah sebagai

alat di mana Negara penguasa menjalankan nilai-nilai pada kelompok pekerja

supaya bias mempertahankan status quo, dan hal ini secara dramatis

dipraktekkan dalam Negara-negara di mana pendidkan disejajarkan dengan

(17)

Fei e e ge a gka teo i ah a pa a te jajah isa di e tuk menjadi penjajah seperti halnya setiap orang yang mempunyai keingina untuk

menjadi majikan. Prospek perkembangan kebebasan yang sebenarnya dan

otonomi individu buruk. Bowles and Gritis sependapat dengan Feire

berpendapat bahwa sekolah mendisiplinkan siswa dalam pengabdian mereka

melayani struktur kekuasaan yang muncul yang bisa dicapai melaui

grading/angka-angka yang menunjukkan kualitas, lomba-lomba,

hadiah-hadiah serta hukuman yang merendahkan. Sistem pendidikan tidak

memanusiakan manusia dengan cara merusak keaslian seseorang yang

dibawa sejak lahir dan kreativitas seseorang.

Bourdieu dan Passeron menyampaikan bahwa system pendidikan

menekankan pada terjadinya konflik yang bahkan diasumsikan lebih

mengancam pencapaian mutu pendidikan. Pengetahuan

ditentukan/dipaksakan oleh sekolah dan ketentuan/paksaan tersebut

merupakan suatu bentuk kekerasan yang lakukan oleh kelompok yang kuat

(guru, administrator, dan para pemuka masyarakat) tehadap kelompok yang

lemah (siswa, menggunakan kata-kata berbahasa Perancis yang

dideskripsikan secara buruk dalam proses pembelajaran. Perencanaan

pendidikan disalahkan sebagai alat yang secara eksplisit memperluas dan

mengintensifkan ketergantungan.

Dari beberapa teori tentang dependesi, kita bisa menyimpulkan

Bahwa:

1. Teori ketergantungan dianggap bisa diterapkan secara global,

pendekatannya obyektif untuk memahami bagaimana Negara-negara

miskin telah diperdaya dan dijadikan korban oleh penggunaan kekuasaan

yang tidak terarah.

2. Teori ketergantungan memandang struktur dan isi pendidikan sebagai alat

yang penting di mana Negara maju mengendalika pemikiran

Negara-negara pinggiran, mereproduksi kondisi tersebut supaya bias tetap survive

(18)

3. Teori ketergantungan dianggap menunjukkan bahwa proses pengendalian

pikiran sangat kuat bahkan orang tua dan warganegara tidak mampu

mengenali pendidikan terbaik yang seperti apa yang diminati anak-anak

mereka, dan tidak berdaya untuk membuat pilihan-pilihan secara mandiri

dalam menghadapi dominasi ideology yang tidak terbendung.

4. Para ahli teori ketergantungan cenderung menghindar bahwa kita bsa

melihat kearah reformasi pendidikan dalam berbagai tingkatan

pentingdemi perbaikan Negara dari semua aspek: penghancuran yang

radikal dank eras terhadap kekuatan Negara-negara maju yang dominan

diperlukan.

5. Teori ketergantungan menegaskan bahwa Negara-negara dunia ketiga

mewakili pria baik yang dijadikan korban, dan mereka yang menjadi

Negara maju dipandang sebagai laki-laki baik yang mengorbankan orang

lain.

6. Teori dependensi mengklaim bahwa semakin besar tingkat

ketergantungan suatu Negara maka akan semakin besar

kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi oleh Negara itu dalam mendiirikan

lembaga-lembaga pendidikan dan social yang efektif.

B. Penerapan Teori Ketergantungan

Pandangan Altbach tentang universitas di Negara-negara dunia ketiga

jika dikaitkan dengan konsep hubungan antara Negara-negara pinggiran

(periphery) dengan Negara-negara maju (central):

1. Bisa diklasifikasikan sebagai kelompok dependen (mengalamai

ketergantungan) baik sebagai pencipta maupun distributor ilmu

pengetahuan.

2. ketiga tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun dalam jaringan ilmu

pengetahuan internasional.

3. Dianggap pasif karena berperan sebagai agen yang melayani

(19)

4. Konsep center-pheripery diterapkan di dunia universitas

Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan

generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi

tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan adalah suatu proses

dimana suatu bangsa atau Negara membina dan mengembangkan kesadaran

diri diantara individu-individu. Disamping itu pendidikan adalah suatu hal

yang benar-benar ditanamkan selain menempa fisik,mental dan moral bagi

individu-individu,agar mereka menjadi manusia yang berbudaya sehingga

diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan

Allah Tuhan Semesta Alam, sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih

sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara

yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Dalam konteks modern dan

kontemporer, isitilah pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka

kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah angkatan atau generasi yang

sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih

mengarahkan dirinya pada pembentukan dan pendewasaan pengembangan

kepribadian manusia yang mengutamakan proses pengembangan dan

pembentukan diri secara terus menerus (on going formation).

Proses pembentukan diri terus-menerus ini terjadi dalam kerangka

ruang dan waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk

pengembangan dan pembentukan diri yang sifanya prosesual,yaitu sebuah

kesinambungan yang terus-menerus yang tertata rapi dan terorganisasi,

berupa kegiatan yang terarah dan tertuju pada strukturasi dan konsolidasi

kepribadian serta kehidupan rasional yang menyertainya,secara personal,

komuniter,mondial, dan sebagainya. Pendidikan menyangkut diri manusia.

Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya.

Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan

usaha sadar dan terencana untuk meuwujudkan suasana belajar dan proses

(20)

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan

bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Pendidikan adalah pemberdayaan bagi manusia didik dalam

menghadapi dinamika kehidupan baik masa kini maupun masa yang akan

datang, maka pemahaman tentang kemanusiaan secara utuh merupakan

keniscayaan. Sebaliknya, jika pengertian dan pemahaman terhadap

pendidikan kurang tepat tentu akan melahirkan konsep dan praktik

pendidikan yang juga kurang proporsional. Pendidikan merupakan upaya

memberdayakan peserta didik sebagai generasi emas untuk menjadi manusia

Indonesia seutuhnya, yaitu yang menjunjung tinggi dan memegang dengan

teguh norma dan nilai sebagai berikut:

1. Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari

sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa,mahluk individu,maupun sosial;

2. Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka

memelihara keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusia yang

memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan dan demokrasi

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara;

4. Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan

yang merata dan bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin

penghapusan segala bentuk deskriminasi dan bias gender serta

terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan

(21)

Nasional 2010-2014) Dengan demikian melalui proses pendidikan, peserta

didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab dan berakhlak.

Adalah keliru apabila peserta didik yang diberi pendidikan justru menjadi

manusia yang tidak beradab dan tidak berakhlak.

C. Generasi Emas Indonesia

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada sambutan Peringatan Hari

Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2012 menyatakan bahwa tema Hari

Pendidikan Nasional Tahun 2012 adalah Ba gkit ya Ge e asi E as I do esia . Ka e a pada pe iode tahu sa pai 5 a gsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya manusia berupa

populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa. Jika kesempatan emas yang

baru pertama kalinya terjadi sejak Indonesia merdeka tersebut dapat kita

kelola dan manfaatkan dengan baik, populasi usia produktif yang jumlahnya

luar biasa tersebut insya Allah akan menjadi bonus demografi (demographic

dividend) yang sangat berharga. Generasi emas sebagai generasi penerus

bangsa yang akan menentukan masa depan dan int depan diri dan

bangsegritas bangsa Indonesia. Generasi emas adalah generasi yang

memandang masa depan diri dan bangsanya,merupakan hal yang pertama

dan utama. Generasi emas adalag generasi muda yang penuh optimisme dan

gairah untuk maju dengan sikap dan pola pikir yang berlandaskan moral yang

kokoh dan benar. Generasi emas adalah generasi dengan visi ke depan yang

cemerlang,kompetensi yang memadai, dan dengan karakter yang

kokoh,kecerdasan yang tinggi, dan kompetitif, merupakan produk pendidikan

yang diidam-idamkan. Peserta didik dalam setiap jenjang, jenis, dan jalur

pendidikan merupakan individu yang sedang dalam masa-masa pertumbuhan

dan perkembangan,sedang dalam proses pengembangan dan pembentukan

diri secara terus menerus untuk menjadi generasi emas yaitu insan yang

(22)

Mengingat peliknya masalah lapangan pekerjaan seperti tidak

imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, banyaknya lulusan

terdidik yang tidak terserap ke lapanga kerja, jumlah pengangguran terdidik

yang semakin meningkat, maka dibutukan suatu disiplin ilmu yang yang

diterapkan dalm institusi pendidikan yang mampu membentuk, menanamkan

semangat/jiwa dan bersikap wirausaha supaya menghasilkan lulusan yang

terampil sebagai pencipta lapangan pekerjaan. Kewirausahaan berasal dari

kata wira yang berarti pejuang, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah

berani dan berwatak agung, serta kata usaha yang bermakna perbuatan amal,

bekerja, dan berbuat sesuatu.Richard Chantilon (1975) mendefinisikan

kewirausahaan sebagai bekerja sendiri, lebih menenkankan pada bagaimana

seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian. Menurut Harvey

Leibenstein (1979) kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk

menciptakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk.

Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan adalah pendidikan yang

menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi kearah pembentukan kecakapan

hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang dikembangkan

di sekolah. Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan pendidik

sangat penting karena pendidik adalah agent of change yang diharapkan

mampu menanamkan cirri-ciri, sifat, dan watak serta jiwa kewirausahaan bagi

peserta didiknya dan bagi diri pendidik sendiri karena akan membentuk

manusia yang berorientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif, produktif,

dan mandiri. Mien Uno (Agus Bastian 2012) mengatakan bahwa untuk

menjadi calon wirausahawan yang handal dibutuhkan karakter unggul yang

meliputi: pengenalan terhadap diri sendiri (self awareness), kreatif, mampu berpikir kritis, mampu memecahkan persoalan, dapat berkomunikasi, mampu

membawa diri di berbagai lingkungan, menghargai waktu, empati, mau

berbagi dengan orang lain, mampu mengatasi stress, bisa mengendalikan

emosi, dan mampu membuat keputusan.

(23)

Teori Ketergantungan

Generasi Emas Indonesia Praksis Pendidikan

Nasional

Pergerakan Ki Hajar Dewantara

Pendidikan Karakter

Pendidikan Kecakapan Hidup

(Life Skill) D. Kerangka Berfikir

Penerapan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari teori

ketergantungan karena sebagai negara berkembang membutuhkan

hubungan internasional dalam pelaksanaan pembangunan di segala bidang.

Indonesia sebagai negara berkembang masih tergantung negara maju selaku

negara donor yang memberikan pinjaman modal untuk pembangunan, serta

dalam transfer ilmu pengetahuan dam teknologi. Reduksi terhadap

ketergantungan negara maju harus dilakukan agar kita dapat mandiri dan

berdaulat untuk membangun bangsa dan negara. Praksis pendidikan nasional

yang diyakini dapat mewujudkan generasi emas Indonesia diantaranya:

pergerakan Ki Hajar Dewantara, penerapan pendidikan karakter, dan

kecakapan hidup. Diagram kerangka berfikir reduksi ketergantungan dalam

upaya pemberdayaan pendidikan nasional untuk mewujudkan generasi emas

ditunjukkan oleh gambar 1 berikut.

(24)

BAB III PEMBAHASAN

A. Mewujudkan Generasi Emas Melalui Reduksi Ketergantungan

Kemunculan teori ketergantungan (dependency theory) merupakan perbaikan sekaligus antitesis dari kegagalan teori pembangunan maupun

modernisasi dalam tugasnya mengungkap jawaban kelemahan dua kelompok

di dunia, yaitu negara maju (negara pusat) dengan negara berkembang (negara

pinggiran). Teori ketergantungan muncul di Amerika Latin yang menjadi

kekuatan reaktif dari kegagalan yang dilakukan teori modernisasi. Dalam

konsep berpikir teori ketergantungan, pembagian kerja secara internasional

mengakibatkan ketidakadilan dan keterbelakangan bagi negara-negara

berkembang. Dari sini pertanyaan yang muncul adalah mengapa pembagian

kerja internasional harus diterapkan jika ternyata tidak menguntungkan

semua negara ? Teori modernisasi menjawab masalah ini dengan menuding

kesalahan pada negara-negara berkembang dalam melakukan modernisasi

dirinya. Hubungan internasional dalam kontak dagang justru membantu

negara-negara berkembang melalui pemberian modal, pendidikan, dan

transfer teknologi. Teori ketergantungan menolak jawaban yang diberikan

oleh teori modernisasi ini. Teori ketergantungan yang bersifat struktural ini

berpendapat bahwa kemiskinan yang dialami negara dunia ketiga (negara

pertanian) yang merupakan negara berkembang akibat dari struktur

perekonomian dunia yang eksploitatif, dimana yang kuat melakukan

penghisapan terhadap yang lemah. Surplus yang seharusnya dinikmati negara

dunia ketiga justeru mengalir deras kepada negara-negara industri maju.

Perkembangan teori ketergantungan selanjutnya sangat terkait dengan

upaya memahami lingkar hubungan makro antar berbagai negara dalam

proses pembangunan masyarakat. Analisis teori ketergantungan cukup

(25)

nasional (World Trade Organization) yang mengatur produksi perusahaan-perusahaan Multy National Corporation (MNC). Bahwa sebenarnya telah terjalin hubungan yang tidak adil antara negara berkembang dengan negara

maju. Meskipun kelihatannya negara maju memberi suntikan dana dalam

bentuk utang kepada negara berkembang, tetapi sebetulnya telah mencekik

mereka perlahan-lahan dengan membuat tata hubungan ekonomi

internasional yang eksploitatif.

Pendidikan sebagai bagian dari pembangunan masyarakat tidak daapat

dipisahkan dari arah perubahan yang menggejala seiring dengan

perkembangan jaman dan hubungan internasional. Dinamika orientasi

pendidikan selalu berjalan beriringan dengan konsteks wilayah sosial-politik

yang menauinginya sehingga pada praktik pendidikan terjadi perbedaan yang

menajam antar negara. Negara maju dengan segala keberhasilan

peradabannya tentunya sydah menghantarkan orientasi pndidikan yang

menjadi satelit acuan penting bagi aktivitas pendidikan di negara berkembang.

Sementara itu demi mengejar ketertinggalan, negara berkembang mencoba

menyesuaikan perpaduan hukum perkembangan masyarakat dengan

penerapan sistem pendidikannya. Pendidikan harus mampu melakukan

analisis kebutuhan nilai, pengetahuan dan teknologi yang paling mendesak

yang dapat mengantisipasi kesiapan masyarakat dalam menghadapi

perubahan jaman. Pembahasan dan analisis mengenai perubahan sosial dan

pendidikan tidak perna lepas dari modernisasi. Kata atau istilah modernisasi

mempunyai banyak definisi namun tetap ada satu kepastian bahwa

pengembangan aplikasi teknologi manusia menjadi muara kelahiran

modernisasi.

Suatu cara untuk menggambarkan hubungan perubahan dunia

pendidikan dengan tumbuh kembangnya modernisasi perlu berangkat dari

konsep deferensiasi. Dengan berkembangnya deferensiasi sosial, secara

perlahan-lahan akan megubah fungsi dan sistem pendidikan agar berjalan

(26)

tubuh pendidikan dapat digambarkan dengan pegamatan komparatif antara

masyarakat modern dengan tradisional. Pada masyarakat tradisional proses

pendidikan menyatu dengan fungsi-fungsi lain yang kesemuanya diperankan

oleh institusi keluarga, sedangkaan pada masarakat modern proses pendidikan

lebih banyak dipengaruhi oleh institusi di luar keluarga. Meskipun terdapat

prbedaan karakter pendidikan yang cukup tajam dalam kedua tipe masyarakat

tersebut, namun pada dasarnya masih tersimpan kemiripan fungsi pendidikan,

yaitu sama-sama bertanggung jawab mentransmisikan sekaligus

mentransformasikan perangkat-perangkat nilai budaya pada generasi

penerusnya. Dengan demikian, keduanya sama-sama menopang proses

sosialisasi dan menyiapkan seseorang untuk peran-peran baru. Letak

perbedaannya, tanpa banyak perubahan di dalam fungsi pendidikan menjadi

semakin besar dan kompleks. Menurut Faisal dan Yasik (1985) alur

perkembangan diferensiasi pendidikan dapat diterangkan dalam 4 (empat)

tingkatan, sebagai berikut:

1. Pendidikan pada masyarakat sederhana yang belum mengenal tulisan.

Dalam kehidupan masyarakatnya mengembangkan pendidikan secara

informal yang berfungsi untuk memberikan bekal

keterampilan-keterampilan mata pecaharian dan memperkenalkan pola tingkah laku

yang sesuai dengan niai serta norma masyarakat setempat. Pada tingkatan

ini, peran sebagai siswa dan guru secara murni ditentukan oleh

ukuran-ukuran askriptif. Anak-anak menjadi siswa dilatarbelakangi oleh faktor usia

mereka, sementara guru disimbolkan sebagai representasi orang tua yang

memiliki derajat karisma serta kewibawaan untuk mendidik kaum-kaum

muda. Spesifikasi peran para guru itu, juga ditentukan oleh jenis kelamin

(yang wanita mengajarkan memasak sementara para laki-laki mengajarkan

berburu).

2. Pada tingkatan yang lebih maju, sebagian proses sosialisasi teridentifikasi

keluar dari batas keluarga, diserahkan kepada semua pemuda di

(27)

berkeahlian. Kurikulum pendidikan bukan semata-mata kumpulan dari

latihan memperoleh keterampilan namun ditekankan juga soal-soal

metafisik dan budi pekerti. Mengenai siapa yang berperan sebagai guru

sudah mulai memperyimbangkan bakat dan pengalaman berguru yang

pernah diperoleh. Dalam hubungan ini, sang guru bukanlah orang yang

memiliki spesialisasi khusus sperti halnya spesialisasi-spesialisasi sekarang

ini, namun para siswa dapat belajar banyak mengenai nilai-nilai kehidupan

sebab guru dipandang sebagai sumber segala macam pengetahuan.

3. Dengan berkembangnya diferensiasi di masyarakat itu sendiri maka

meningkat pula upaya seleksi sosial. Beberapa keluaga atau kelompok

meningkat menjadi semakin kuat dalam segi kekuasaan maupun kekuatan

ekonominya dibandingkan warga masyarakat yang lain. Mereka yang telah

menempati posisi kuat itu, secara formal membatasi akses mengenyam

pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Pertimbangan utama dalam

menentukan siapa-siapa yang menjadi siswa terletak pada latar belakang

kelas atau keturunan seseorang. Sedangkan seleksi para guru disamping

disyaratkan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, juga

diperhitungkan faktor kecerdasan dan bakatnya. Dari segi kurikulum sudah

diperhitungkan kebutuhan-kebutuhan perkembangan zaman dengan

memfokuskan perhatian pendidikan pada budi pekerti, hukum, teologi,

kesenian serta bahasa. Guru masih berperan sebagai figur yang menguasai

segala hal daripada sebagai spesialis dari suatu cabang pelajaran tertentu.

4. Pada tingkatan berikutnya hubungan antara pendidikan dengan

masyarakat menjadi kian rumit dan semakin kompleks. Sejalan dengan

arus industrialisasi dan kecenderungan diferensiasi sosial, maka

spesialisasi peranan menjadi ciri istimewa masyarakat pada tingkaatan

keempat ini. Di sini pendidikan sudah berjejang-jenjang begitu rupa, dan

kualifikasi para pengajar sudah tersebar ke dalam bidang keahlian yang

(28)

yaitu sebagai pusat pengajaran bagi masyarakat luas, sebaggai media

seleksi sosial, serta berperan pula sebagai lapangan pekerjaan.

Pesatnya arus diferensiasi serta spesialisasi selama dekade-dekade terakhir

memicu beberapa perubahan dalam formasi pendidikan. Hal itu terjadi

sebagai akibat dari mendesaknya permintaan masyarakat akan tersedianya

tenaga-tenaga spesialis yang akan menopang bergulirnya roda kehidupan

masarakat yang tengah bertumpu pada kekuatan industri produk massal.

Dalam perkembangan ini, sistem pendidikan beranjak pesat menjadi institusi

yang mempunyai kedudukan penting terutama dalam menopang perubahan

sosial ekonomi. Pendidikan berkembang menjadi jembatan pretise dan status,

selain juga tampil sebagai faktor utama mobilitas sosial, bak vertikal maupun

horizontal, baik intra maupun antar genarasi. Dengan demikian, pendidikan

adalah kunci emas untuk melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan

warga negara agar dapat mencapai tujuan bernegara, membangun peradaban

melalui generasi unggul.

Pendidikan nasional Indonesia dalam pelaksanaannya perlu menelaah

pesan yang senantiasa relevan di segala zaman dari tokoh pendidikan kita, Ki

Hajar Dewantoro. Pesannya, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso,

tut wuri handayani yang berarti : di depan memberikan teladan, di tengah memberikan bimbingan, dan di belakang memberikan dorongan kepada

generasi muda kita. Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk

manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara

saintifik dan filosofis tetapi mampu mengembangkan potensi spiritualnya.

Pendidikan seharusnya bukan semata-mata mengajarkan ilmu pengetahuan

dan keterampilan namun juga mampu mengembangkan nilai-nilai religius

pada peserta didik sehingga secara terus-menerus dapat melakukan

pencerahan di dalam kalbunya. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah

membentuk karakter manusia seutuhnya agar menjadi manusia yang

(29)

melaksanakan tugas kemanusiaan sebagai pemimpin di muka bumi untuk

mewujudkan peradaban yang bermartabat dan kedamaian.

Pendidikan adalah sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan

kesejahteraan, keharkatan, dan kemartabatan. Pendidikan mempunyai peran

utama dalam menyiapkan generasi yang cerdas, yang memiliki tingkat

kesejahteraan tinggi dengan tetap memegang teguh harkat dan martabat, baik

sebagai individu maupun bangsa. Dengan memperhatikan bahwa sejak 2010

sampai 2035, kita memiliki populasi usia produktif yang sangat luar biasa

besarnya. Jumlah itu pun akan menurun setelah 2035. Bonus demografi ini

merupakan kesempatan emas untuk menyiapkan generasi emas yang akan

menjadikan bangsa dan negara Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera

sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri. Masa 30-an tahun tersebut

tidaklah lama, kalau kita berbicara tentang generasi dan nasib bangsa. Karena

itu, saatnya sekarang ini kita harus segera melakukan investasi besar-besaran

di bidang sumber daya manusia.

Dalam era globalisasi yang menisbikan sekat geografis dan kenyataan

pembangunan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini yang mampu

hidup tanpa bantuan dengan negara lain maka karakter bangsa harus

ditanamkan secara kuat pada seluruh warga negara terlebih pada siswa

sekolah yang tengah bertumbuh dan belajar. Hubungan bilateral dan

multilateral antar bangsa merupakan keniscayaan sebagai konsekuensi dari

kehidupan masyarakat dunia. Kemajuan Ilmu pengetahuan, teknologi

termasuk komputer dan informatika, serta perkembangan seni dan budaya

menuntut setiap bangsa di dunia terutama negara berkembang untuk selalu

meningkatkan sistem pendidikan agar tidak jauh tertinggal dari negara maju.

Pendidikan suatu negara juga tidak mungkin dapat dilepaskan dari kemajuan

dan perkembangan jaman. Dengan demikian pendidikan memiliki sifat

dinamis. Pendidikan nasional Indonesia tidak mungkin sepenuhnya dapat

(30)

ketergantungan memiliki arti bahwa kita sebagai bagian dari masyarakat dunia

tidak mungkin dapat hidup sendiri.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinamis juga

harus diikuti dengan baik agar kita tidak tertinggal dan terbelakang. Ilmu-ilmu

pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang dipelajari dalam kurikulum

sekolah juga harus senantiasa mengikuti perkembangan jaman. Hal ini

menuntut kepada stakeholder pendidikan untuk selalu belajar sepanjang

hayat (long life education) agar sumber daya manusia semakin meningkat kualitasnya sehingga dapat menghadapi tantangan jaman yang selalu berubah.

Kenyataan pembangunan juga menunjukkan bahwa kita masih tergantung dari

negara maju yang merupakan negara donor dalam pembangunan nasional.

Hubungan antar negara dalam segala bidang terutama pembangunan

ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa juga tidak dapat

dilepaskan dengan negara lain. Dengan demikian, bahasa Inggris sebagai

bahasa komunikasi internasional juga menjadi mata pelajaran wajib bagi

seluruh siswa mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga tinggi.

Di tengah perkembangan dan ketidakmungkinan terlepas dari

pergaulan dengan bangsa-bangsa di dunia maka pendidikan nasional

Indonesia harus memiliki jati diri dan karakter yang kuat. Dunia pendidikan

harus mampu membangun peradaban khas Indonesia untuk memberikan

kontribusi dalam membangun peradaban baru dunia. Ibarat warna cahaya

putih yang kalau diurai terdiri atas beberapa spektrum cahaya, salah satu

spektrum itulah spektrum khas peradaban Indonesia. Sebagai bangsa besar,

dengan modalitas yang sangat luar biasa, baik sumber daya manusia, sumber

daya alam, sumber daya kultural, maupun pengalaman dan kesempatan.

Dengan memperhatikan segenap potensi dan kekayaan alam yang ada

sesungguhnya Indonesia adalah negara besar dan melalui pendidikan harkat

dan martabat bangsa dapat senantiasa ditingatkan. Sumber daya manusia

pada era global memiliki peran penting dalam membangun kemajuan bagi

(31)

mewujudkan generasi emas yang tangguh, yaitu generasi paripurna yang

memiliki kecerdasan intelektual tinggi dan kecerdasan emosional serta

spiritual yang kuat sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan

bagi dirinya, keluarga, lingkungan dan pada tataran yang luas seluruh warga

negara Indonesia.

Pendidikan nasional yang berjati diri dan berkarakter kuat diharapkan

dapat mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana amanah UUD 1945, yaitu:

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial. Pembangunan bangsa Indonesia dengan demikian

bukan hanya untuk kesejahteraan warga negaranya saja tetapi mempunyai

peran dalam membangun ketertiban dunia. Reduksi ketergantungan

Indonesia terhadap negara-negara donor dipandang penting untuk

membangun kedaulatan secara penuh dalam berbagai aspek pembangunan,

meningkatkan harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan internasional.

Reduksi ketergantungan dalam pembangunan pendidikan di Indonesia

dalam banyak hal prinsip telah dilaksanakan, misalnya:

1. Sebagian besar guru pada sekolah-sekolah di semua jenjang adalah warga

negara Indonesia asli. Hal ini menunjukkan bahwa kita berdaulat penuh

dalalm mendidik anak bangsa.

2. Bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar resmi dalam kegiatan

pembelajaran.

3. Buku dan modul pembelajaran disusun dalam Bahasa Indonesia sehingga

siswa lebih mudah dalam memahami isi materi pembelajaran.

4. Banyak strategi pembelajaran yang khas Indonesia diterapkan dalam

kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal pedagogik

guru-guru dapat mengembangkan, menginovasi dan mengkreasi strategi

pembelajaran yang lebih dapat diterima siswa dalam kegiatan

(32)

5. Muatan mata pelajaran tentang nasionalisme, budaya dan kearifan lokal

diajarkan kepada siswa untuk membangun karakter bangsa yang kuat dan

bermartabat. Budaya lokal dan bahasa ibu pada tiap daerah diajarkan

sebagai mata pelajaran muatan lokal sebagai upaya melestarikan dan

mengembangkan kearifan lokal dan sosial.

6. Media pembelajaran dan alat bantu pembelajaran banyak yang dibuat dan

dikembangkan merupakan karya asli ataupun pengembangan secara

mandiri ataupun kelompok kerja guru-guru Indonesia.

Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas maka sesungguhnya

pendidikan di Indonesia secara operasional dan teknis telah dapat

dilaksanakan dengan mengandalkan sumber daya bangsa sendiri dan terlepas

dari ketergantungan akan negara maju.

Praktik pendidikan juga masih memilliki ketergantungan pada negara

maju dalam beberapa aspek yang sampai saat ini kita belum memungkinkan

untuk lepas, yaitu:

1. Mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran wajib dari

jenjang pendidikan dasar, menengah hingga tinggi. Hal ini dikarenakan

Bahasa Inggris adalah bahasa internasional dan palling banyak

dipergunakan dalam hubungan dengan negara-negara lain di dunia

sehingga mempelajari dan menguasainya merupakan prasyarat untuk

berkembang.

2. Ilmu-illmu pengetahuan alam dan sosial yang diajarkan sebagian besar

masih berkiblat pada teori-teori yang berasal dari negara maju. Mata

pelajaran sains baik Fisika, Kimia, Biologi dan juga Matematika masih

bergantung dari teori yang berasal dari negara maju. Demikian juga dalam

kajian-kajian illmu sosial masih banyak yang mengacu pada teori yang

berasal dari negara maju.

3. Ilmu-illmu teknologi dan rekayasa, teknik informatika dan komputer, illmu

(33)

negara maju dan kita tinggal mempelajari dan menerapkannya dalam

kegiatan pembelajaran.

4. Teknologi mutakhir baik otomotif, komputer dan perangkat elektronika

dan sebagian besar perangkat modern (high technology) hampir semuanya

juga berasal dari negara maju.

Dari contoh di atas kita juga dapat melihat bahwa sampai dengan saat ini kita

belum mampu mandiri dallam isi mata pellajaran yang berhubungan dengan

ilmu-ilmu terapan dan teknollogi modern terhadap negara maju. Disadari

sepenuhnya bahwa selama kita belum dapat mandiri dan masih tergantung

dengan bangsa lain dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

maka selama itu pula kita tidak dapat lepas dari ketergantungan terhadap

negara maju. Pembangunan pendidikan ke depan perlu memikirkan dan

mengupayakan secara maksimal segenap potensi yang ada agar terjadi alih

teknologi bahkan diharapkan cendikiawan kita mampu membangun tradisi

belajar dan riset untuk membangun peradaban yang lebih baik bagi bangsa

kita. Generasi emas ke depan harus dibekali dengan karakter nasionalisme

yang kuat dan dibangun budaya belajar dan masyarakat berbudaya ilmu

pengetahuan agar selalu meningkatkan diri dan terbentuk budaya riset dalam

seluruh ilmu pengetahuan. Kemajuan pendidikan yang diimbangi dengan

kemajuan ilmu pengetahuan diyakini dapat mengantarkan bangsa menuju

pada kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh warga negara dan terwujud

peradaban baru yang lebih damai dan membawa kebaikan bagi semua.

B. Praksis Pendidikan Nasional yang dapat Mewujudkan Generasi Emas

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab I, pasal I ayat (1)

menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk

mengembangkan potensi siswa untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan

(34)

Pandangan klasik tentang pendidikan pada umumnya dikatakan

sebagai pranata yang dapat dijalankan pada tiga fungsi sekaligus; Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu

dalam masyarakat di masa depan. Kedua, mentransfer atau memindahkan pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan, dan Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan

masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat

dan peradaban.

Awal dari praksis pendidikan dimulai dari keyakinan, bahwa manusia

tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa bantuan orang

lain. Dari sejak seorang bayi lahir pada hakikatnya ia memerlukan perlakuan

dan bantuan orang lain. Tanpa bantuan ibu atau orang dewasa lain yang

mengasuhnya, bayi itu tidak akan dapat memilki kecakapan hidup yang

bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya kelak. Dari perspektif filosofis,

keyakinan itu mengisyaratkan adanya pusat perhatian yang utama: manusia

(human) dengan segala potensi kemanusiaannya (humanities) yang masih

memerlukan proses pendidikan. Dengan berlandaskan pada keyakinan seperti

ini berarti bahwa pendidikan haruslah diupayakan untuk membimbing,

membantu, atau memperbaiki tingkah laku manusia ke arah tingkah laku yang

selaras dengan norma-norma yang berlaku secara umum.

Mendidik manusia menjadi manusia yang berkualitas baik bukanlah

pekerjaan mudah, memerlukan pemahaman yang seksama pada hekekat

kemanusiaan dan hakikat pendidikan. Pendidikan nasional kita mempunyai

suatu keinginan mewujudkan generasi emas, dari sebelum kemerdekaan

upaya-upaya ini sudah dilaksanakan, upaya upaya ini dapat kita dalam

catatanan sejarah bangsa Indonesia. Gerakan gerakan praksis pendidikan di

Indonesia dapat kita lihat dari perkembangan sejarah Indonesia. Pergerakan

(35)

1. Pergerakan Ki Hajar Dewantara

Konsepsi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara diantaranya

adalah e didik yaitu e a usiaka a usia dala hal i i e a ti membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka

tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis). Dalam konsep

pendidikan Ki Hajar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu

siste Pe gaja a da Pe didika ya g ha us e si e gis satu sa a lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah

(kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan

manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil

keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Sehingga ajaran yang

dicetuskan oleh Bapak Pendidikan kita yaitu Bapak Ki Hajar Dewantara

sangatlah penting untuk kita ulas dan ingat kembali.

Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta pada

tanggal 3 Juli 1922, bertujuan mengganti sistem pendidikan dan

pengajaran Belanda dengan sistem baru berdasarkan kebudayaan sendiri.

Untuk mewujudkan cita-citanya itu, maka diterapkan asas-asas pendidikan

dan dasar-dasar. Asas pendidikan ini dikenal dengan asas 1922, sebagai

berikut:

a. Pasal pertama: Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri dengan

mengingati tertibnya persatuan, dalam perikehidupan umum. Tertib

dan damai itulah tujuan kita yang tertinggi. Tidak akan ada ketertiban

jika tidak ada kedamaian. Sebaliknya tidak ada kedamaian selama

orang dirintangi dalam mengembangkan hidupnya yang wajar.

Tumbuh menurut kodrat merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan

yang wajar, mengutamakan perkembangan diri menurut kodratnya.

Oleh karenanya Ki Hadjar Dewantara menolak faham pendidikan

dalam arti dengan sengaja membentuk watak anak melalui paksaan

(36)

b. Pasal kedua: Dalam sistem ini maka pelajaran berarti mendidik anak

menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan

merdeka tenaganya. Dengan demikian seorang guru atau pamong

tidak hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, tetapi

juga harus mendidik kepada siswa untuk mencari sendiri pengetahuan

itu dan memakainya untuk amal keperluan umum. Hal ini

menunjukkan bahwa ajaran Ki Hadjar Dewantara mengutamakan

kemandirian pada diri peserta didik, yang dengannya peserta didik

akan memiliki karakter mandiri.

c. Pasal ketiga: tentang zaman yang akan datang, rakyat kita ada di dalam

kebingungan. Sering kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang

perlu dan laras untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa

asing, yang sulit didapatnya dengan alat penghidupan kita sendiri.

Demikianlah acapkali kita merusak sendiri kedamaian hidup kita. Lagi

pula kita sering mementingkan pengajaran menuju terlepasnya

pikiran, padahal pengajaran itu membawa kita kepada gelombang

penghidupan yang tidak merdeka dan memisahkan orang-orang yang

terpelajar dengan rakyatnya. Dalam zaman kebingungan ini

seharusnyalah keadaan kita sendiri, kita pakai sebagai penunjuk jalan,

untuk mencari penghidupan baru, yang selaras dengan kodrat kita dan

akan memberi kedamaian dalam hidup kita. Pasal ini juga merupakan

bagian penting dalam membangun karakter anak bangsa untuk

menjadi manusia yang tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa yang

beradab.

d. Pasal keempat: Dasar kerakyatan. Pengajaran yang hanya terdapat

pada sebagian kecil rakyat Indonesia tidak berfaedah untuk bangsa,

maka seharusnyalah golongan rakyat yang terbesar mendapat

pengajaran secukupnya. Hal ini mengandung pengertian, bahwa

(37)

lebih baik daripada meninggikan pengajaran (kualitas) jikalau

meninggikan pengajaran dapat mengurangi tersebarnya pengajaran.

e. Pasal kelima: Untuk dapat berusaha menurut asas dengan bebas dan

leluasa, maka kita harus bekerja menurut kekuatan sendiri. Walaupun

kita tidak menolak bantuan dari orang lain, akan tetapi kalau bantuan

itu akan mengurangi kemerdekaan kita lahir atau batin haruslah

ditolak. Ini adalah wujud nyata karakter kemandirian.

f. Pasal keenam: Keharusan untuk membelanjai diri sendiri segala usaha

Ta a “is a. Usaha i i te ke al de ga Zelbedruiping-systeem . Hal semacam ini amat sukar, karena untuk dapat membelanjai diri sendiri

tanpa menerima bantuan orang lain diperlukan keharusan untuk

hidup sederhana. Ajaran ini merekomendasikan kepada kita untuk

hidup sederhana, atau dengan kata lain, hidup sederhana sebagai

bentuk karakter positif perlu terus ditradisikan.

g. Pasal ketujuh: Dengan tidak terikat lahir atau batin, serta kesucian

hati, e i at kita e dekata de ga “a g A ak . Kita tidak meminta sesuatu hak, akan tetapi menyerahkan diri untuk berhamba

kepada “a g A ak . Dengan kata lain, keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan kita kepada selamat

bahagianya anak didik.

Selain asas-asas tersebut, Taman Siswa juga memiliki dasar-dasar

pendidikan sebagai lanjutan cita-cita Ki Hadjar Dewantara yaitu terkenal

dengan sebutan Panca Darma, yaitu: (1) Kodrat alam, (2) Kemerdekaan,

(3) Kebudayaan, (4) Kebangsaan, dan (5) Kemanusiaan (Muchamad

Tauchid dan Ki Suratman, 1988: 16).

Kodrat alam mengandung pengertian pada hakekatnya manusia

sebagai makhluk tidak dapat terlepas dari kehendak hukum kodrat alam.

Manusia akan mengalami kebahagiaan jika dapat menyatukan diri dengan

kodrat alam yang mengandung segala hukum kemajuan. Dasar

(38)

kepada semua makhluk a usia ya g e e ika kepada ya hak u tuk e gatu di i ya se di i , de ga selalu e gi gat sya at-syarat tertib damainya hidup bersama (masyarakat). Dasar kebudayaan mengandung

pengertian, membawa kebudayaan kebangsaan itu kearah kemajuan

dunia dan kepentingan hidup rakyat, lahir dan batin.

Dasar kebangsaan memiliki maksud, tidak boleh bertentangan

dengan kemanusiaan, malahan harus menjadi bentuk dan fitrah

kemanusiaan yang nyata. Oleh karena itu tidak mengandung arti

permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu

dengan bangsa sendiri, rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam

kehendak menuju kepada kebahagiaan hidup lahir serta batin seluruh

bangsa. Dasar kemanusiaan mempunyai maksud bahwa darma tiap-tiap

manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan

manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya yang dapat dilihat pada

kesucian hati seseorang serta adanya rasa cinta kasih terhadap sesama

manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnya, yang bersifat

keyakinan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta.

Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara

e ggu aka “iste A o g se agai pe ujuda ko sepsi eliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Dalam

Sistem Among, maka setiap pamong sebagai pemimpin dalam proses

pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tutwuri handayani (MLPTS, 1992: 19-20). Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan atau lebih

berpengatahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi contoh, memberi teladan (Ki Muchammad Said Reksohadiprodjo, 1989: 47). Jadi ing ngarsa

sung tuladha mengandung makna, sebagai among atau pendidik adalah orang yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berfikir Reduksi Ketergantungan Dalam Upaya Pemberdayaan
Gambar 2. Nilai-nilai Karakter Berlandaskan Budaya Bangsa

Referensi

Dokumen terkait

H1 : Loan To Deposit Ratio berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas CAR merupakan rasio permodalan yang digunakan untuk (1) ukuran kemampuan bank tersebut

Prevalence of microplastics in Singapore’s coastal marine environment.. Microplastics in Singapore’s c oastal mangrove

Jika diterjemahkan kedalam kampanye partai politik, bahwa transformasi pemimpin merupakan perubahan pemimpin yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat, karena

Factors that influence students' perceptions about a motorcycle gang in junior secondary school (MTs) Al-Muttaqin the absence of information about the motorcycle

SaranDi Negara Indonesia terdapat banyak sekali aliran tarekat, metode tarekat terbukti efektif dalam rangka memandu seseorang untuk lebih mengenal dan dekat

Adanya hubungan umur, pendidikan, sumber informasi dan pengetahuan dengan peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi IUD pada pasangan usia subur di Desa Percut

Pendidikan adalah hak setiap anak agar anak dapat mewujudkan cita-citanya dan menjadi manusia yang berpenghidupan lebih tinggi artinya pendidikan merupakan salah satu faktor yang

Secara praktis hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah agar dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam melakukan dakwah dengan model tertentu