• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit Dan Analisis Teknoekonomi Pada Skala Industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit Dan Analisis Teknoekonomi Pada Skala Industri"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT DAN

ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI

RENA CHRISTDIANTI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Rena Christdianti

(4)
(5)

ABSTRAK

RENA CHRISTDIANTI. Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit dan

Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri. Dibimbing oleh TIEN R

MUCHTADI dan EMMY DARMAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat produk mikroenkapsulat minyak sawit yang memiliki kandungan karotenoid tinggi dan menganalisis teknoekonomi pada industri mikroenkapsulat minyak sawit meliputi aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial. Formula mikroenkapsulat yang digunakan yaitu, minyak sawit 12.40%, air 61.97%, maltodekstrin 14.88%, Gum Arab 7.44%, gelatin 2.48%, dan Tween 80 0.83%. Metode pengeringan yang digunakan yaitu pengeringan semprot. Berdasarkan hasil analisis produk, didapatkan karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit, yaitu kadar air 1.04%, aw 0.24, warna notasi

Hunter L*,a,b (81.86; 2.70; 64.46), kelarutan 96.38%, karotenoid minyak mikroenkapsulat 345.98 ppm, retensi karotenoid 79.62%, kadar minyak total 21.31%, kadar minyak tidak tersalut 9.06%, efisiensi mikroenkapsulasi 57.48%, dan rendemen 21.58%. Pengembangan produk mikroenkapsulat minyak sawit menjadi industri dengan kapasitas 1000 kg CPO per hari akan menghasilkan 1255.99 kg mikroenkapsluat per hari atau 377998.06 kg mikroenkapsulat per tahun, membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 8,849,489,950.00 dan modal kerja sebesar Rp 3,185,451,386.47. Pada harga jual Rp 230,000.00 per kg diperoleh keuntungan 10% dan BEP akan dicapai pada sakala produksi 95,469.03 kg/tahun atau setara dengan pendapatan Rp 19,920,367,597.98/ tahun. Kelayakan investasi diperoleh nilai NPV sebesar Rp 5,710,900,422.19, IRR mencapai 18.49%, Net B/C 1.53 dan PBP selama 4 tahun 5 bulan. Keseluruhan kriteria tersebut menunjukan bahwa industri mikroenkapsulat minyak sawit layak untuk didirikan.

(6)

ABSTRACT

RENA CHRISTDIANTI. Palm Oil Microencapsulation and

Techno-Economic Analysis on Industrial Scale. Supervised by TIEN R

MUCHTADI dan EMMY DARMAWATI.

The objective of this research was to create high carotenoids microencapsulated palm oil product and to analyze techno economic value in microencapsulated palm oil industry that consisted of technical and technological as well as financial aspect. Microencapsulation formula is 12.40% palm oil, 61.97% water, 14.88% maltodextrin, 7.44% Gum Arabic, 2.48% gelatin and 0.83% Tween 80. Drying method used is spray drying. Based on the results of analysis, microencapsulated palm oil characteristics are 1.04% water content, 0.24 aw, Hunter L *,a,b value (81.86; 2.70; 64.46), 96.38% solubility , 345.98 ppm microencapsulated oil carotenoids, 79.62% carotenoids retention, 21.31% total oil content, 9.06% uncoated oil content, 57.48% microencapsulation efficiency and 21.58% yield. Microencapsulated palm oil product development to industrial scale with daily capacity of 1000 kg CPO will produce 1255.99 kg of microencapsulated palm oil each day requires Rp 8,849,489,950.00 investment cost and Rp 3,185,451,386.47 working capital. On product selling price Rp 230,000.00 per kg obtain 10% profit and BEP will be achieved on a production scale 95,469.03 kg per year, equivalent to income of Rp 19,920,367,597.98 per year. The results of financial analysis are NPV is Rp 5,710,900,422.19, IRR 18.49%, Net B/C 1.53 and PBP for 4 year 5 months. Overall, these criteria indicated that microencapsulated palm oil industry is feasible to be established.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PROSES MIKROENKAPSULASI MINYAK SAWIT DAN

ANALISIS TEKNOEKONOMI PADA SKALA INDUSTRI

RENA CHRISTDIANTI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah

dengan topik “Proses Mikroenkapsulasi Minyak Sawit dan Analisis Teknoekonomi pada Skala Industri” ini ditujukan untuk memenuhi tugas akhir mayor Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yan telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan studi program Sarjana dengan baik. Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing pertama dan kedua, yaitu Prof Dr Ir Tien R Muchtadi, MS dan Dr Ir Emmy Darmawati, MSi, yang telah membimbing, memberikan ilmu, kritik, saran, dan motivasinya selama menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr Nur Wulandari, STP, MSi yang bersedia menjadi dosen penguji. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh dosen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman selama masa studi.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta Bapak Erens Sarindat dan Ibu Katarina Tan Siat Ie atas kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis. Terima kasih penulis sampaikan kepada kakak Ernawati Kurniaty dan seluruh keluarga atas kasih sayang dan dukungan yang telah diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 48 atas kebersamaan dan semangat yang diberikan serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam karya ilmiah ini sehingga masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

METODE PENELITIAN ... 3

Waktu dan Tempat Penelitian ... 3

Bahan ... 3

Alat ... 3

Prosedur Penelitian ... 4

Analisis Data ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Karakteristik Minyak Sawit ... 11

Karakteristik Emulsi Minyak Sawit ... 12

Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit ... 13

Analisis Teknoekonomi ... 16

Aspek teknis dan teknologis ... 16

Aspek finansial ... 19

SIMPULAN DAN SARAN ... 27

Simpulan ... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 27

LAMPIRAN ... 30

(14)

DAFTAR TABEL

1 Formula mikroenkapsulat minyak sawit... 4

2 Hasil analisis minyak sawit ... 11

3Kestabilan emulsi minyak sawit (%) ... 13

4 Hasil analisis mikroenkapsulat minyak sawit ... 14

5 Spesifikasi bahan baku ... 16

6 Rekapitulasi biaya investasi ... 20

7 Rincian modal kerja ... 21

8 Rekapitulasi biaya produksi ... 21

9 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi ... 23

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit ... 5

2 Mikroenkapsulat minyak sawit ... 14

3 Diagram alir proses pemurnian CPO ... 18

4 Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit ... 19

5 Hasil perhitungan NPV terhadap kenaikan harga bahan baku ... 24

6 Hasil perhitungan IRR terhadap kenaikan harga bahan baku ... 24

7 Hasil perhitungan Net B/C terhadap kenaikan harga bahan baku ... 24

8 Hasil perhitungan PBP terhadap kenaikan harga bahan baku ... 25

9 Hasil perhitungan NPV terhadap penurunan kapasitas produksi ... 25

10 Hasil perhitungan IRR terhadap penurunan kapasitas produksi ... 25

11 Hasil perhitungan Net B/C terhadap penurunan kapasitas produksi ... 25

12 Hasil perhitungan PBP terhadap penurunan kapasitas produksi ... 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir proses pemurnian CPO ... 30

2 Diagram alir penelitian ... 31

3 Spesifikasi mesin, peralatan, dan kemasan ... 32

4 Diagram alir proses dan kapasitas alat ... 34

5 Rincian estimasi biaya investasi ... 35

6 Angsuran modal investasi ... 36

7 Angsuran modal kerja ... 36

8 Rincian biaya pemeliharaan, penyusutan, bunga modal dan asuransi ... 37

9 Rincian biaya produksi dan harga jual produk ... 38

10 Proyeksi laba rugi ... 40

11 Perhitungan BEP ... 41

12 Rincian arus kas ... 42

13 Perhitungan kelayakan investasi ... 44

14 Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan bahan baku ... 45

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang memberikan pengaruh nyata pada perekonomian negara, khususnya agroindustri. Indonesia juga merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Produksi minyak sawit mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 produksi minyak sawit kasar sebesar 22,51 juta ton (Pusdatin 2013) dan tahun 2013 produksi minyak sawit kasar diperkirakan mencapai 28 juta ton (Infosawit 2013). Pemanfaatan minyak sawit di Indonesia sebagai produk hilir masih sangat terbatas. Kebanyakan minyak sawit di ekspor ke luar negeri dalam bentuk mentah.

Menurut Sumarna (2006), minyak sawit memiliki keunikan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya karena mengandung pigmen karotenoid yang sangat tinggi, yaitu sekitar 500-700 ppm (setara dengan 60.000 IU aktivitas vitamin A per 100 g). Hal ini dapat dilihat dari warma pada minyak sawit yang merah kekuningan sebelum mengalami proses pemurnian terutama pada tahap

bleaching. Karotenoid yang paling umum dijumpai sebagai pigmen dan pembentuk vitamin A adalah β-karoten, namun sangat sensitif terhadap oksigen, suhu tinggi, serta logam.

Pemanfaatan karotenoid dalam minyak sawit secara optimal dapat dilakukan dengan metode enkapsulasi. Teknologi enkapsulasi merupakan salah satu proses yang dapat digunakan untuk melindungi komponen aktif ini. Mikroenkapsulasi merupakan proses penyalutan lapisan baik terhadap partikel padatan yang kecil atau droplet dari suatu cairan atau larutan. Proses penyalutan ini akan membentuk lapisan yang berperan sebagai impermeable physical barrier, sehingga cairan yang ada didalamnya dapat terlindungi dan memudahkan dalam proses penanganannya (Levin 2006). Salah satu proses pembuatan mikroenkapsulat dapat dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan semprot (spray dryring). Produk yang dihasilkan dapat dalam bentuk serbuk maupun granula yang memiliki kandungan karotenoid dengan stabilitas yang lebih tinggi selama penyimpanan dibandingkan dengan minyak sawit dalam bentuk mentah.

Penelitian mikroenkapsulasi minyak sawit sudah dilakukan oleh para peneliti dengan memperbaiki karakteristik produk akhir. Fasikhatun (2010) menyatakan bahwa proses mikroenkapsulasi minyak sawit merah dengan penyalut maltodekstrin dan gum arab yang menggunakan metode spray drying dapat meningkatkan perlindungan terhadap karoten. Penelitian formulasi mikroenkapsulasi telah dilakukan oleh Ilma (2014) yaitu formulasi mikroenkapsulat dengan menggunakan bahan penyalut maltodekstrin, gum arab, dan gelatin karena menghasilkan kadar minyak tidak tersalut yang rendah dibanding formula lainnya.

(16)

memperpanjang shelf life karotenoid pada minyak sawit yang mudah rusak oleh proses oksidasi. Mikroenkapsulat dalam bentuk bubuk ini, lebih mudah diaplikasikan sebagai bahan suplemen (farmasetikal atau nutrasetikal) dan fortifikan atau ingredient produk pangan yang diharapkan dapat menunjang suplai vitamin A. Pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber vitamin A juga diharapkan dapat memperbaiki status gizi penduduk Indonesia yang mengalami defisiensi vitamin A, karena kekurangan vitamin A dapat menyebabkan masalah pengelihatan hingga kebutaan, terutama bagi balita dan anak- anak. Vitamin A juga dapat berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah penyakit degeneratif, mencegah penyakit kanker, dan dapat mencegah penuaan dini (Ahn et al. 2007).

Pengolahan mikroenkapsulat minyak sawit perlu dilakukan dalam skala industri untuk memenuhi permintaan pasar, sehingga perlu dilakukan analisis teknoekonomi pada skala industri. Analisis ini dilakukan pada beberapa aspek pendirian industri yaitu aspek teknis dan teknologis dan aspek finansial. Aspek teknis dan teknologis mencakup spesifikasi bahan baku, ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi, teknologi proses, dan pemilihan mesin, peralatan, serta kemasan. Analisis finansial mencakup biaya investasi, modal kerja, biaya produksi, Break Even Point (BEP), kriteria kelayakan investasi, dan analisis sensitivitas.

Analisis teknoekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik dimana indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisis tersebut akan menentukan kelayakan investasi suatu proyek. Menurut Drechsler et al. (2011), analisis teknoekonomi menjadi suatu dasar kuantitatif untuk pengambilan suatu keputusan dalam masalah teknik dengan penekanan pada aspek teknik maupun ekonomi terhadap suatu permasalahan secara lengkap. Aroef et al. (2009) menambahkan bahwa kelayakan suatu investasi diperlukan untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek.

Perumusan Masalah

Pemanfaatan minyak sawit sebagai produk hilir yang memiliki kandungan karotenoid tinggi masih sangat terbatas dan perlu untuk dikembangkan. Proses mikroenkapsulasi merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan dalam industri untuk menghasilkan produk hilir dengan mempertahankan komponen aktif minyak sawit, salah satunya yaitu karotenoid. Penerapan proses produksi mikroenkapsulat minyak sawit dalam industri memerlukan analisis teknoekonomi untuk melihat kelayakan berdirinya industri tersebut. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dengan menggunakan formula terbaik, analisis karakteristik mikroenkapsulat, dan analisis teknoekonomi pada skala industri mikroenkapsulat minyak sawit.

Tujuan Penelitian

(17)

tinggi dan menganalisis nilai teknoekonomi pada industri mikroenkapsulat minyak sawit meliputi aspek teknis dan teknologis serta aspek finansial.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi teknoekonomi (aspek teknis dan teknologis serta aspek finasial) industri mikroenkapsulat minyak sawit yang dapat digunakan untuk menentukan kelayakan berdirinya suatu industri mikroenkapsulat minyak sawit.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Rekayasa Proses Pangan, Kimia Pangan, Biokimia Pangan, Analisis Pangan, Kimia SEAFAST Center dan Lipid and Oil SEAFAST Center. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Februari 2015 – Agustus 2015.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (Crude Palm Oil/CPO) dari PT. Salim Ivomas Pratama Jakarta. Bahan pendukung yang digunakan diantaranya maltodeksrin dextrose equivalent DE 10-15, gum arab, gelatin yang diperoleh dari toko bahan kimia Setia Guna Bogor, Tween 80, dan aquades. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis meliputi heksana (p.a), metanol (p.a), kloroform (p.a), NaOH teknis, dan kertas saring Whatman No. 42

Alat

Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit meliputi peralatan pemurnian CPO (degumming tank, neutralizer unit, spinner, deodorizer unit, fraksinator dan filter press), homogenizer ultra turax (model Silverson L4R armfield), pengering semprot (BUCHI 190 Mini

Spray Drier) dan neraca analitik. Peralatan yang digunakan untuk analisis meliputi cawan alumunium, refrigerator, oven kadar air (Memmert 1983),

(18)

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap, yaitu persiapan minyak sawit, analisis mutu minyak sawit, pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit, analisis karakteristik emulsi dan produk mikroenkapsulat, dan analisis teknoekonomi. Pada tahap persiapan minyak sawit dilakukan proses pemurnian CPO yang meliputi, degumming, deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi. Proses pemurnian CPO menghasilkan fraksi olein dan stearin dari minyak sawit. Fraksi yang digunakan sebagai bahan baku adalah olein minyak sawit. Diagram alir proses pemurnian CPO dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis mutu minyak sawit dilakukan sebelum dan setelah proses pemurnian. Analisis yang dilakukan, yaitu analisis kadar air, asam lemak bebas, bilangan Iod, bilangan peroksida, dan kandungan karotenoid total. Analisis kandungan karotenoid total pada tahap ini diperlukan untuk melihat retensi karotenoid pada produk mikroenkapsulat minyak sawit.

Tahap berikutnya dilakukan proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit. Formula yang digunakan berdasarkan formula terbaik dari penelitian Ilma (2014) yang memberikan kadar minyak tidak tersalut yang rendah dibanding formula lainnya. Formula yang digunakan sebagai berikut

Keterangan : 1 = Ilma 2014

Proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dilakukan dua tahap, yaitu pembuatan emulsi dan proses pengeringan emulsi dengan pengering semprot (spray dryer) yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1 Formula mikroenkapsulat minyak sawit

Formula % Total 9001

Minyak sawit (g) 12.40 108

Air (g) 61.97 540

Maltodekstrin (g) 14.88 129.6

Gum Arab (g) 7.44 64.8

Gelatin (g) 2.48 21.6

Tween 80 (g) 0.83 7.2

Total padatan g/g (%) - 24.79

Rasio O/W - 1 : 5

Rasio penyalut/minyak sawit (g/g)

(19)

Analisis karakteristik emulsi minyak sawit yaitu analisis kestabilan emulsi. Analisis karakteristik mikroenkapsulat minyak sawit meliputi analisis kimia dan fisik. Analisis kimia yang dilakukan adalah analisis kadar air, activity of water (aw), total minyak dan total karotenoid. Analisis fisik yang dilakukan adalah

analisis warna dan kelarutan. Analisis proses mikroenkapsulasi meliputi analisis minyak tidak tersalut, efisiensi proses mikroenkapsulasi dan analisis rendemen.

Analisis teknoekonomi dilakukan pada semua tahapan penelitian. Analisis yang dilakukan meliputi aspek teknis teknologis dan aspek finansial. Aspek teknis teknologis meliputi, spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, teknologi proses produksi, penentuan alat dan penentuan kapasitas produksi. Analisis aspek finansial yang meliputi jumlah biaya investasi, biaya pokok produksi, perhitungan kelayakan investasi, dan analisis sensitivitas. Diagram alir tahapan penelitian ini secara umum dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisis Data

Analisis Kadar Air, Metode Oven (AOAC 2012)

Cawan alumunium kosong dikeringkan pada oven suhu 105OC selama 15 menit dan didinginkan di dalam desikator. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dan diletakkan pada cawan. Sampel yang sudah berada dalam cawan alumunium dikeringkan dalam oven bersuhu 105OC selama 6 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit hingga diperoleh bobot tetap, dan timbang dengan menggunakan neraca analitik. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Homogenisasi t = 3 menit, 8000 rpm

Homogenisasi t = 15 menit, 8000 rpm

rpm Maltodekstrin

Air 80OC Mixing

Olein minyak sawit

Spray Drying

T inlet = 170 - 180OC, T outlet= 80OC, laju alir bahan = 8.3 mL/menit

mikroenkapsulat minyak sawit

Tween 80 Gelatin Gum Arab

(20)

Keterangan :

W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) W1 = bobot contoh + cawan kering kosong (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

Analisis Asam Lemak Bebas, Metode Titrasi (AOAC 2012)

Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 gram dalam gelas erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan etanol 95% yang sudah dinetralkan dan dipanaskan dalam penangas air pada suhu 60 – 700C sambil diaduk. Tambahkan indikator fenolftalein 1% sebanyak 2-3 tetes. Lakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N atau 0.25N hingga terbentuk warna merah muda. Asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat dengan rumus sebagai berikut :

Analisis Bilangan Peroksida, Metode Titrasi (AOAC 2012)

Sampel ditimbang sebanyak 5 gram ke dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut, dikocok sampai semua sampel larut. KI jenuh ditambahkan sebanyak 0,5 ml, didiamkan selama 2 menit di dalam ruang gelap. Kemudian ditambahkan 30 ml air destilata. Kelebihan iod dititer dengan larutan tiosulfat ( 0,1 N, dengan cara yang sama dibuat penetapan untuk blanko. Bilangan peroksida dihitung berdasarkan rumus:

Analisis Bilangan Iod, Metode Titrasi (AOAC 2012)

Sampel minyak ditimbang sebanyak 0.5 gram dalam gelas erlenmeyer 250 mL, ditambahkan 10 mL kloroform dan 25 mL pereaksi Hanus. Kemudian larutan didiamkan di ruang gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, larutan ditambahkan kalium iodida (KI) 15% lalu dikocok. Titrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga warna

hampir ilang. Selanjutnya ditambahkan indikator pati 1% sebanyak 2 tetes. Titrasi kembali sampai warna biru yang terbentuk hilang. Bilangan iod dihitung berdasarkan rumus:

Analisis Karotenoid, Metode Spektrofotometri (PORIM 2005)

(21)

Analisis Stabilitas Emulsi (Montesqrit 2007)

Penetapan stabilitas emulsi ditentukan berdasarkan persentase pemisahan selama waktu penyimpanan dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100 seperti yang disajikan dengan rumus:

Keterangan:

a = volume keseluruhan b = volume pemisahan

Analisis Aktifitas Air (aw) (Apriyantono et al. 1989)

Sebanyak 2 gram sampel diletakkan ke dalam wadah alumunium dan dimasukkan ke dalam alat aw-meter. Nilai aw dapat langsung diketahui dan

ditampilkan dalam bentuk digital pada layar alat. Analisis Warna, Metode Hunter (Hutching 1999)

Analisis dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters. Prinsip kerja dari alat ini bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam. Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang mempunyai nilai dari 0-100 (hitam-putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan waktu kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan nilai –a dari -80-0 untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0-70 untuk kuning dan nilai –b dari -70-0 untuk warna biru.

Analisis Kelarutan, Metode Gravimetri (Fardiaz et al. 1992)

Sebanyak 1 gram bahan ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 mL aquades dan disaring dengan menggunakan penyaring vakum. Kertas saring yang digunakan adalah kertas saring Whatman 42 yang sebelum digunakan sudah dikeringkan dalam oven 105OC selama 30 menit kemudian ditimbang. Setelah proses penyaringan, kertas saring beserta residu bahan dikeringkan kembali dalam oven pada 105OC selama 3 jam dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit hingga bobotnya tetap kemudian ditimbang. Kelarutan dihitung berdasarkan rumus :

Keterangan :

a = berat contoh yang digunakan (g) b = berat kertas saring (g)

(22)

Analisis Kadar Lemak, Metode Soxhlet (SNI 01-2891-1992)

Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama sekitar 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Sebanyak 2 gram contoh ditimbang dan dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas (Wo). Selongsong kertas yang berisi contoh disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 800C selama ± 1 jam.

Selongsong kertas yang sudah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak. Lemak dalam contoh diekstrak dengan heksana sebanyak 50 mL selama ± 6 jam. Heksana disuling dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 1050C, didinginkan pada desikator, lalu ditimbang.

Keterangan:

Wo = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

Analisis Kadar Minyak Tidak Tersalut, Metode Ekstraksi (Shahidi dan Wanasundara 1997)

Sebanyak 1 gram sampel dibungkus dengan kertas saring biasa dan dimasukkan ke dalam labu lemak yang telah diketahui beratnya. Sampel kemudian dicuci dengan menggunakan 20 mL heksana selama 1 menit, dan pencucian diulang sebanyak 3 kali. Sampel diambil dan digunakan untuk analisis kadar minyak dalam mikroenkapsulat, sedangkan labu lemak dikeringkan dalam oven pada shu 105OC sampai mencapai berat tetap, kemudian ditimbang. Kadar minyak yang tidak tersalut diperoleh berdasarkan rumus berikut :

Keterangan :

Wa= berat labu lemak kering (g) Wg= berat labu lemak dan sampel (g) Ws= berat sampel (g)

Retensi Karoten (Dwiyanti et al. 2014)

Pengukuran retensi karoten dilakukan dengan mengukur karoten yang terdapat dalam bahan baku (awal) dan karoten dalam produk (akhir). Pengukuran retensi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Penetapan Rendemen (Ahn et al. 2007)

Rendemen mikroenkapsulat merupakan rasio antara bahan setelah diproses dengan bahan sebelum diproses dikalikan 100%.

Rendemen(%) =

(23)

Penetapan Efisiensi Mikroenkapsulasi (Komari 1997)

Efisiensi proses mikroenkapsulasi dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan antara minyak yang terkapsul dengan total minyak keseluruhan. Minyak yang terkapsul didapatkan dari selisih antara kadar minyak total dan minyak tidak tersalut

Analisis Teknoekonomi

Analisis teknoekonomi terdiri dari dua tahapan, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Pengumpulan data dan informasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang diperoleh dari hasil penelitian dan data sekunder yang diperoleh dari laporan, artikel, jurnal, data statistik dari instansi pemerintahan, swasta, balai penelitian dan sebagainya.

Analisis data yang dilakukan meliputi analisis teknis dan teknologis, serta finansial. Analisis teknis dan teknologis meliputi spesifikasi bahan baku, ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan (Pramudya 2010). Analisis aspek finansial yang meliputi jumlah biaya investasi, biaya produksi, Break Even Point, perhitungan kelayakan investasi, dan analisis sensitivitas. Kriteria kelayakan investasi, meliputi Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back Perioddan analisis sensitivitas.

1. Break Even Point (BEP)

Break Even Point merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan (Soeharto 2000). BEP dihitung berdasarkan hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel yang dinyatakan dengan persamaan berikut :

Qi =

keterangan:

Qi = Jumlah unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas FC = Biaya tetap

P = Harga jual per unit VC = Biaya tidak tetap per unit 2. Net Present Value (NPV)

NPV merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang (Pramudya 2010). Persamaan yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:

NPV =∑

keterangan:

(24)

Bt = penerimaan pada tahun ke–t

Ct = biaya pada tahun ke-t

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (t = 1,2,3, …., n) n = umur ekonomis proyek (tahun) Jika : NPV > 0 proyek menguntungkan

NPV = 0 proyek tidak menguntungkan / merugi NPV < 0 proyek merugikan

3. Internal Rate of Return (IRR)

IRR atau tingkat pengembalian internal, yaitu suatu tingkat pengembalian yang dinyatakan dalam persen yang identik dengan biaya investai (Pramudya 2010). Persamaan yang digunakan untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut:

IRR =

[ ]

keterangan:

= NPV bernilai positif

= NPV bernilai negatif

= suku bunga yang membuat NPV positif

= suku bunga yang membuat NPV negatif

Jika : IRR ≥ tingkat suku bunga , proyek layak untuk dilaksanakan.

IRR ≤ tingkat suku bunga, proyek tidak layak untuk dilaksanakan

4. Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C)

Net B/C merupakan nilai perbandingan antara jumlah present value (nilai sekarang) yang positif dengan jumlah present value yang negatif (Pramudya 2010). Secara umum Net B/C dihitung dengan persamaan:

Net B/C Ratio = ∑

= penerimaan pada tahun ke-t = biaya (cost) pada tahun ke-t = tingkat suku bunga (%) n = umur ekonomis proyek

Jika: Net B/C > 1,proyek menguntungkan

Net B/C< 1, proyek merugikan sehingga tidak layak secara finansial sehingga tidak dapat dilanjutkan.

Net B/C = 1, proyek tidak menguntungkan dan tidak merugikan, penerimaan yang didapatkan hanya cukup untuk menutup biaya

5. Pay Back Period (PBP)

PBP merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal (Soeharto 2000). PBP dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

keterangan :

(25)

(tahun)

m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = penerimaan bruto pada tahun ke-n (Rp)

Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp). 6. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui berbagai faktor eksternal maupun internal terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil, penjualan, dan keuntungan. Faktor eksternal misalnya perkembangan harga produk sejenis di pasar, dan lain sebagainya, sedangkan faktor internal contohnya adalah biaya pokok produk yang dihasilkan (Sutojo 2000). Analisis sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah kenaikan harga bahan baku CPO sebesar 20 dan 30 persen, penurunan kapasitas produksi sebesar 10 dan 20 persen, serta kombinasi kenaikan harga bahan baku 30 persen diikuti penurunan kapasitas produksi 20 persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Minyak Sawit

Pada penelitian pendahuluan dilakukan proses pemurnian Crude Palm Oil

(CPO) menjadi minyak sawit. Bahan baku CPO yang digunakan didapatkan dari PT. Salim Ivomas Pratama, Jakarta. Proses pemurnian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi. Proses bleaching tidak dilakukan karena dapat merusak dan dapat menghilangkan kandungan karotenoid pada minyak sawit. Pada penelitian Helena (2003), sebanyak 80% kadar karotenoid dalam minyak hilang selama proses

bleaching. Pemurnian CPO menghasilkan fraksi olen dan stearin. Fraksi yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian ini adalah fraksi olein.

Tabel 2 Hasil analisis minyak sawit

Parameter Minyak Sawit

Mentah (CPO)

Olein Minyak Sawit

Kadar air (%bb) 0.25 0.13

Kadar asam lemak bebas (%) 3.38 0.20

Bilangan Iod (g I2/ 100 g minyak) 47.070 57.065

Bilangan Peroksida (mg/g ekivalen O2) 1.1605 1.1145 Kandungan total karotenoid (ppm) 543.69 434.55

(26)

kadar air karena telah mengalami proses pemanasan. Kadar asam lemak bebas merupakan indikator awal terjadinya kerusakan minyak akibat proses hidrolisis. Kadar asam lemak bebas CPO sebesar 3.38% dan setelah mengalami proses pemurnian menurun menjadi 0.20% pada fraksi olein minyak sawit. Penurunan kadar asam lemak bebas dipengaruhi oleh proses degumming dan deasidifikasi.

Proses degumming menghilangkan adanya gum dan pengotor. Pada tahap ini dilakukan penambahan asam fosfat sebagai bahan tambahan pembantu, sehingga kadar asam lemak bebas rata - rata meningkat menjadi 4.88%. Tahap pemurnian selanjutnya adalah proses deasidifikasi atau netralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan kelebihan asam pada minyak sawit dengan menambahkan NaOH berlebih. Kadar asam lemak bebas menurun menjadi 0.20% dan berada dalam batas maksimal yang ditetapkan oleh SNI 01-2901-2006 tentang minyak kelapa sawit mentah maksimal 0.5%.

Bilangan peroksida minyak yang digunakan pada penelitian ini sebesar 1.1145 mg/g ekivalen O2, jauh lebih rendah dibandingkan dengan bilangan

peroksida pada bahan baku minyak sawit pada penelitian Simatupang (2013) sebesar 18.21 mg/g ekivalen O2. Hal ini menunjukkan bahwa bilangan peroksida

minyak yang digunakan sebagai bahan baku memiliki kandungan bilangan peroksida yang rendah dan memungkinkan dihambatnya kerusakan senyawa karotenoid selama penyimpanan.

Bilangan Iod menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang menyusun minyak atau lemak. Bilangan iod menyatakan jumlah gram Iod yang digunakan untuk mengadisi ikatan rangkap yang terdapat dalam 100 gram minyak. Semakin banyak ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak maka akan semakin tinggi bilangan Iod. Hal ini penting untuk diketahui karena semakin banyak ikatan rangkap, minyak akan semakin tidak stabil dan mudah terdegradasi (Kusnandar 2010). Bilangan Iod CPO sebesar 47.070 (g I2/ 100 g minyak) dan

olein minyak sawit sebesar 57.065 (g I2/ 100 g minyak). Besarnya bilangan Iod

standar SNI 01-2901-2006 yaitu 50-55 (g I2/ 100 g minyak). Olein minyak sawit

memiliki bilangan Iod yang tinggi, artinya olein yang digunakan memiliki banyak ikatan rangkap sehingga derajat ketidakjenuhannya tinggi dan kurang stabil. Oleh karena itu, diperlukan proses lanjutan untuk mempertahankan mutu minyak sawit yaitu dengan mikroenkapsulasi.

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah fraksi olein dari minyak sawit, hal ini disebabkan karena kandungan karotenoid pada olein (680-760 ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi stearin (380-540 ppm) (Lai et al. 2012). Bahan baku CPO pada penelitian ini memiliki kandungan karotenoid sebesar 543.69 ppm, sedangkan setelah mengalami pemurnian kandungan total karotenoid menurun dan berada di bawah literatur yaitu sebesar 434.55 ppm. Nilai ini dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelapa sawit atau proses pendahuluan yang dilakukan. Nilai karotenoid olein minyak sawit ini dijadikan sebagai kadar karotenoid awal untuk melihat retensi penurunan karotenoid selama proses mikroenkapsulasi.

Karakteristik Emulsi Minyak Sawit

(27)

akan tetapi tingkat kestabilannya cukup tanpa terjadinya koalesen atau flokulasi, sehingga komponen aktif yang berada dalam penyalut terlindungi secara maksimal (Jafari et al. 2010). Emulsi yang telah dibuat pada volume 900 mL dengan waktu homogenisasi 15 menit tidak mengalami pemisahan emulsi hingga 5 jam pada suhu ruang. Pemisahan emulsi ditandai dengan adanya pemisahan emulsi dan air. Kestabilan emulsi dapat dilihat pada Tabel 3. Waktu pengamatan tingkat kestabilan emulsi diasumsikan sebagai waktu tunggu (holding) emulsi sebelum pengeringan dan selama proses pengeringan berlangsung.

Tabel 3 Kestabilan emulsi minyak sawit (%) Volume

Prinsip dasar kestabilan emulsi adalah keseimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam sistem emulsi. Emulsi dalam penelitian ini memiliki sistem oil in water, sehingga droplet minyak akan dilapisi oleh bahan penyalut dan emulsifier yang memiliki gugus muatan yang sama. Ketika dua droplet emulsi berdekatan, maka akan terjadi gaya tolak menolak dari satu droplet ke droplet lain sehingga jarak antar droplet akan dipertahankan tetap dan penggabungan membentuk droplet yang lebih besar dapat dicegah (McClements 2004). Bahan penyalut yang digunakan, seperti gum arab dapat berperan ganda yaitu sebagai penyalut dan emulsifier. Selain itu, gelatin juga dapat meningkatkan viskositas yang membantu mempertahankan stabilitas emulsi.

Pengering semprot yang digunakan pada penelitian ini memiliki laju alir bahan 8.3 mL/menit, sehingga untuk mengeringkan 900 mL emulsi dibutuhkan waktu 108 menit atau 1.8 jam proses pengeringan. Emulsi hasil proses homogenisasi harus stabil sebelum dan selama proses pengeringan berlangsung. Tingkat kestabilan emulsi minyak sawit mencukupi selama holding dan proses pengeringan berlangsung.

Karakteristik Mikroenkapsulat Minyak Sawit

Mikroenkapsulasi adalah proses memasukkan partikel kecil, cairan, atau gas dalam lapisan coating atau dalam matriks (Gaonkar et al. 2014). Pada penelitian ini, mikroenkapsulat minyak sawit dilakukan analisis untuk melihat karakteristiknya. Parameter yang ditetapkan, diantaranya kadar air, aw, warna

(28)

Tabel 4 Hasil analisis mikroenkapsulat minyak sawit

Parameter Mikroenkapsulat

Minyak Sawit

Kadar air (%bb) 1.04 ± 0.09

aw 0.24 ± 0.06

Warna – L* 81.86 ± 0.07

a 2.70 ± 0.08

b 64.46 ± 0.44

Kelarutan (%) 96.38 ± 0.68

Karotenoid minyak mikroenkapsulat (ppm) 345.98 ± 0.71

Retensi karotenoid (%) 79.62

Kadar minyak total (%) 21.31 ± 1.53

Kadar minyak tidak tersalut (%) 9.06 ± 0.18

Efisiensi mikroenkapsulasi (%) 57.48

Rendemen (%) 21.58 ± 1.45

Gambar 2 Mikroenkapsulat minyak sawit

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah maupun berat kering. Kadar air berperan dalam perubahan matriks penyalut dari mikroenkapsulat minyak sawit. Hal ini akan mempengaruhi distribusi minyak didalamnya sehingga akan terbentuk jalan bagi oksigen untuk bertemu dengan minyak yang dapat menyebabkan oksidasi lemak (Valesco 2003). Kadar air mikroenkapsulat minyak sawit yaitu 1.04%. Nilai ini masih masuk dalam standar jika dibandingkan dengan produk susu bubuk dalam SNI 01-2970-1999 yaitu maksimal 5 %. Nilai kadar air ini didukung oleh penelitian Fasikhatun (2010) pada produk mikroenkapsulat minyak sawit berkisar 0.62-2.92 (%bb).

Activity of water (aw) menunjukkan jumlah air bebas yang ada di dalam

pangan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan. Nilai aw pangan

dapat dihitung dengan membagi tekanan uap air dengan tekanan uap air murni (Kusnandar 2010). Nilai aw mikroenkapsulat minyak sawit sebesar 0,24. Pada

produk pangan aw sangat mempengaruhi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan

(29)

lemak sangat kecil (Velasco 2003). Selain itu, jika dibandingkan dengan produk tepung, aw dibawah 0.7 masih dapat diterima sebagai produk yang baik

(Kusnandar 2010). Pada rentang nilai aw ini, bahan penyalut diduga memiliki sifat glassy, yaitu memiliki laju pelepasan komponen aktif dari dalam mikroenkapsulat rendah (Yuliani et al. 2007). Kualitas produk bubuk dapat dipengaruhi oleh perubahan aw selama proses produksi dan penyimpanan.

Warna merupakan salah satu sifat fisik yang mempengaruhi karakteristik mutu suatu bahan pangan. Pengujian warna dapat dilihat secara subyektif oleh indera penglihatan manusia maupun secara objektif dengan alat chromameter. Chromameter adalah suatu alat untuk analisis warna secara trimulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan. Alat ini menunjukkan nilai L*, a dan b yang merupakan sistem notasi Hunter. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan mikroenkapsulat, yaitu 81.86, sedangkan nilai a dan b yang positif yaitu secara berurutan 2.70 dan 64.46 menunjukkan bahwa mikroenkapsulat berwarna kuning kemerahan. Warna pada mikroenkapsulat minyak sawit diperoleh dari pigmen karotenoid yang terkandung di dalam minyak sawit yang memiliki warna merah kekuningan.

Kelarutan merupakan salah satu karakteristik yang baik untuk menentukan kualitas dari suatu produk bubuk. Kelarutan sangat dipengaruhi oleh kadar air dari suatu bahan. Pada penelitian Novia (2009), penurunan kelarutan seiring dengan peningkatan kadar air mikroenkapsulat minyak sawit selama penyimpanan. Mikroenkapsulat minyak sawit diharapkan memiliki tingkat kelarutan yang tinggi. Nilai kelarutan pada mikroenkapsulat sebesar 96.38%. Hasil ini menunjukkan bahwa mikroenkapsulat memiliki tingkat kelarutan yang tinggi karena berada diatas 94-95% sesuai dengan penelitian Mardaningsih (2012) pada kelarutan produk bubuk klorofil Alfalfa dengan penyalut maltodekstin dan penelitian Yuliani et al. (2007) pada produk mikrokapsul oleoresin jahe dengan bahan penyalut maltodekstrin dan natrium kaseinat.

Berdasarkan hasil analisis, terjadi penurunan kandungan total karotenoid pada mikroenkapsulat jika dibandingkan dengan total karotenoid awal olein minyak sawit. Pada 1 gram produk mirokenkapsulat masih terdapat karotenoid sebesar 345.98 µg yang berasal dari 434.55 µg karotenoid per gram olein minyak sawit, sehingga dapat dikatakan retensi penurunan karotenoid sebesar 79.62%. Hal ini dipengaruhi oleh adanya energi panas selama proses homogenisasi maupun pengeringan. Metode mikroenkapsulasi diharapkan dapat melindungi komponen karotenoid dari kerusakan akibat panas maupun oksidasi.

Kadar karotenoid juga dipengaruhi oleh jumlahnya minyak tidak tersalut. Jumlah minyak yang semakin banyak pada produk akan meningkatkan kadar total karotenoid (Yanuwar 2007). Nilai kadar minyak tidak tersalut pada mikroenkapsulat sebesar 9.06%. Kadar minyak tidak tersalut akan mempengaruhi efisiensi proses mikroekapulasi terhadap kadar minyak total yang ada dalam mikroenkapsulat. Semakin rendah kadar minyak tidak tersalut membuktikan bahwa proses enkapsulasi (proses homogenisasi) berlangsung dengan baik.

(30)

minyak sawit hanya menempel pada bagian dinding luar mikroenkapsulat. Hal ini akan menyebabkan kerusakan dan hilangnya karotenoid dalam mikroenkapsulat dan tujuan perlindungan komponen aktif menjadi tidak efisien.

Pada penelitian ini digunakan pengering semprot Buchi 190 Mini Spray Dryer yang menghasilkan rendemen 21.58%. Rendemen dipengaruhi oleh proporsi minyak dan total padatan pada bahan. Rendemen juga terkait dengan karakteristik dari penyalutnya (Yanuwar 2007). Pada penelitian ini digunakan penyalut maltodekstrin, gum arab dan gelatin. Gelatin akan membantu membentuk ikatan yang lebih kuat terhadap air sehingga proses pengeringan dapat terhambat. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan mikrokapsulat tidak dapat dipisahkan sehingga tertinggal pada tabung pengering (Yanuwar 2007).

Analisis Teknoekonomi

Aspek teknis dan teknologis

Spesifikasi bahan baku

Bahan baku yang digunakan industri mikroenkapsulat minyak sawit adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) yang selanjutnya dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi. Fraksinasi menghasilkan fraksi olein dan stearin. Fraksi yang akan digunakan untuk pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit yaitu fraksi olein mengandung karotenoid tinggi. Spesifikasi olein disesuaikan dengan SNI 01-2901-2006 tentang minyak kelapa sawit mentah yang dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5 Spesifikasi bahan baku (SNI 01-2901-2006)

Parameter Persyaratan

Warna Jingga kemerah

Kadar air (%) Maks. 0.5

Kadar asam lemak bebas (%) Maks. 0.5

Bilangan Iod (g I2/ 100 g minyak) 50 – 55 Bilangan peroksida (mg/g ekivalen O2) 1 - 5 Ketersediaan bahan baku dan penentuan kapasitas produksi

(31)

yang dapat memberikan nilai tambah produk. Mikroenkapsulat minyak sawit dapat menjadi salah satu alternatif produk hilir dengan menggunakan bahan baku CPO.

Penentuan kapasitas produksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kecenderungan permintaan yang akan datang, kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, tersedianya teknologi, mesin dan peralatan di pasar, daur hidup produk dan produk substitusi dari produk tersebut (Kasmir dan Jakfar 2003). Penentuan kapasitas produksi industri mikroenkapsulat minyak sawit berdasarkan ketersediaan bahan baku yang ada di Indonesia dan belum adanya produk sejenis dipasaran. Kapasitas produksi industri yang akan dibuat untuk industri mikroenkapsulat minyak sawit adalah 1 ton CPO/hari atau 300 ton CPO/tahun sehingga dapat memanfatkan 0.002% dari CPO yang diekspor.

Teknologi proses

Proses produksi mikroenkapsulat minyak sawit melalui dua tahap, yaitu pemurnian bahan baku CPO menjadi olein minyak sawit dan pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit. Proses pemurnian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi proses degumming, deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi. Proses

bleaching tidak dilakukan karena dapat merusak dan dapat menghilangkan kandungan karotenoid pada minyak sawit. Pada penelitian Helena (2003), sebanyak 80% kadar karotenoid dalam minyak hilang selama proses bleaching.

Proses degumming merupakan proses pemisahan kotoran yang terdiri dari senyawa fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin (Kusnandar 2010). Proses degumming dilakukan dengan pemanasan suhu 80 °C selama 15 menit. Proses selanjutnya adalah deasidifikasi atau netralisasi yang dilakukan dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan NaOH sehingga membentuk sabun. Gum dan sabun akan dipisahkan dengan cara sentrifugasi.

Tahap pemurnian berikutnya yaitu deodorisasi. Deodorisai dilakukan untuk menghilangkan senyawa yang menyebabkan bau menyimpang seperti peroksida, keton, dan senyawa hasil oksidasi lemak lainnya yang mudah menguap dan menimbulkan bau menyimpang atau off odor (Kusnandar 2010). Proses deodorisasi disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2009) yaitu dengan menghomogenisasi minyak dalam tangki deodorizer selama 10 menit pada suhu 46±2°C kemudian dipanaskan dalam kondisi vakum hingga suhu 140°C selama 1 jam dan laju alir N2 dijaga konstan pada 20 L per jam. Setelah itu

dilakukan proses pendinginan sampai suhu 70°C pada kondisi vakum. Pada tahap ini, dihasilkan produk sampingan yaitu palm fatty acid destillate (PFAD) yang banyak mengandung asam lemak bebas.

(32)

Diagram alir proses pemurnian CPO berdasarkan Sari (2013) dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Sari (2013), proses pemurnian CPO akan menghasilkan rendemen olein sebesar 72.40% dan stearin 23.10% karena telah menggunakan alat secara kontinu, sedangkan pada penelitian masih menggunakan batch manual. Rendemen olein yang digunakan dalam proses penghitungan selanjutnya akan menggunakan hasil penelitian Sari (2013).

Gambar 3 Diagram alir proses pemurnian CPO

Tahap berikutnya dilakukan proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dengan menggunakan bahan baku olein minyak sawit dan bahan penyalut berupa maltodekstrin, gum arab, dan gelatin. Emulsifier yang digunakan yaitu Tween 80. Proses pembuatan dimulai dengan pembuatan emulsi minyak sawit, yaitu mencampurkan bahan penyalut ke dalam air suhu 800C dan diaduk dengan menggunakan mixer, kemudian ditambahkan Tween 80 dan dilakukan homogenisasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 3 menit. Olein minyak sawit kemudian ditambahkan secara perlahan dan dilakukan homogenisasi kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama 15 menit sehingga dihasilkan emulsi minyak sawit. Proses selanjutnya yaitu pengeringan emulsi minyak dengan menggunakan

spray dryer pada suhu inlet 170-180OC, suhu outlet 80-90OC sesuai dengan penelitian Fasikhatun (2010). Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan :

Kristalisasi (70oC menjadi 20oC)

(33)

Gambar 4 Diagram alir pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit

Mesin, peralatan, dan kemasan

Mesin yang digunakan dalam proses pembuatan mikroenkapsulat minyak sawit meliputi mesin pemurnian CPO untuk proses secara kontinu (boiler, degumming tank, refined and deodorized machine, fractination tank, filter press), mixer dan homogenizer, pengering semprot (spray dryer). Peralatan yang digunakan, diantaranya tangki penyimpanan CPO, tangki penyimpanan olein minyak sawit, dan timbangan. Mesin dan peralatan yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas produksi, input, dan output masing – masing alat dan akan mempengaruhi harga pembelian mesin dan peralatan tersebut.

Kemasan yang akan digunakan untuk 1 kg produk mikroenkapsulat minyak sawit, yaitu plastik lapis aluminium foil vakum segel. Kemasan ini dipilih karena produk mikroenkapsulat minyak sawit memiliki komponen aktif, yaitu karotenoid yang sensitif terhadap udara atau oksidasi. Informasi mesin, peralatan, dan kemasan yang akan digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3. Diagram alir proses dan kapasitas alat dapat dilihat pada Lampiran 4.

Homogenisasi t = 3 menit, 8000 rpm

Homogenisasi t = 15 menit, 8000 rpm

rpm Maltodekstrin

(14.88%)

Air 80OC (61.97%)

Mixing

t = 1 menit, 1000 rpm

Olein (12.4%)

Spray Drying

T inlet = 170 - 180OC, T outlet= 80OC

mikroenkapsulat minyak sawit (21.58%)

Tween 80 (0.83%) Gelatin (2.48%) Gum Arab

(34)

Aspek finansial

Asumsi perhitungan finansial

Asumsi – asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri mikroenkapsulat minyak sawit, sebagai berikut:

a. Umur ekonomis proyek selama 10 tahun, berdasarkan umur ekonomis mesin dan peralatan yang digunakan

b. Kapasitas produksi adalah 1000 kg CPO (Crude Palm Oil) per hari.

c. Produksi pada tahun pertama sebesar 80%, pada tahun ke-2 sebesar 90%, dan pada tahun ke-3 sampai tahun ke-10 sebesar 100%

d. Jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300 hari, 25 hari dalam satu bulan, dan 12 bulan dalam satu tahun.

e. Nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10% dari nilai awal, biaya pemeliharaan mesin adalah 10% dari nilai awal, bunga modal 12% dan biaya asuransi sebesar 0.5% dari nilai awal.

f. Umur ekonomis mesin dan peralatan adalah 10 tahun. g. Discount factor diasumsikan 12%

h. Besarnya pajak dihitung berdasarkan Undang-Undang PPh Nomor 36 tahun 2008, pajak penghasilan untuk perusahaan sebesar 25%

i. Pembayaran kredit investasi menggunakan metode flat rate

j. Nilai tukar dolar terhadap rupiah adalah 1U$ = Rp 13,599.00

Biaya investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendirikan industri. Biaya investasi dibagi menjadi dua, yaitu biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap, meliputi biaya untuk pembelian mesin dan peralatan produksi serta biaya untuk pemasangan fasilitas penunjang. Biaya modal kerja adalah biaya yang diperlukan untuk melaksanakan operasional awal industri yang disesuaikan dengan kebijakan perusahaan. Asumsi yang digunakan dalam menentukan modal kerja yaitu account receivable 25 hari, inventory 10 hari, dan

account payable (bahan baku) 25 hari. Account receivable dan account payable

diasumsikan 25 hari sebagai biaya operasional awal untuk 1 bulan, sedangkan

inventory diasumsikan 10 hari sebagai stock bahan baku karena perlu dilakukan pemesanan bahan baku produksi (terutama Gum Arab dan gelatin).

Produksi mikroenkapsulat minyak sawit membutuhkan biaya investasi sebesar Rp8,849,489,950.00 dan biaya modal kerja untuk 25 hari sebesar Rp3,185,451,386.47. Rekapitulasi biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 6. Rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Rincian modal kerja dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6 Rekapitulasi biaya investasi

No Deskripsi Total Harga (Rp)

1 Mesin dan alat 8,807,248,450.00

(35)

Tabel 7 Rincian modal kerja

Keterangan Hari Total Biaya (Rp)

Account receivable 25 6,572,690,238.73

Inventory 10 2,258,159,234.84

Account payable (bahan baku) 25 (5,645,398,087.10) Modal kerja 3,185,451,386.47

Sumber pendanaan diasumsikan berasal dari pinjaman bank 100% dengan bunga kredit sebesar 12% per tahun. Pembayaran modal investasi dilakukan selama 6 tahun, sedangkan pembayaran modal kerja dilakukan selama 3 tahun. Metode pembayaran yang digunakan yaitu flat rate. Angsuran modal investasi sebesar Rp 1,474,914,991.67 per tahun dengan bunga Rp 176,989,799.00 per tahun. Angsuran modal kerja sebesar Rp 1,061,817,128.82 per tahun dengan bunga Rp 127,418,055.46 per tahun. Rincian angsuran modal investasi dan angsuran modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

Biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi

Biaya pemeliharaan yaitu berupa pemeliharaan mesin dan peralatan yang diperlukan untuk menjaga mesin dan peralatan dapat berfungsi dengan baik selama umur pakai atau umur ekonomisnya. Umur ekonomis mesin dan peralatan diasumsikan selama 10 tahun. Asumsi biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan adalah 10% dari harga awal. Biaya pemeliharan mesin dan alat dalam proyek sebesar Rp 880,724,845.00 per tahun.

Biaya penyusutan merupakan alokasi biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. Penghitungan biaya penyusutan yang digunakan menggunakna metode garis lurus. Asumsi nilai sisa mesin dan peralatan sebesar 10% dari harga awal. Biaya penyusutan mesin dan alat dalam proyek sebesar Rp 792,652,360.50 per tahun. Biaya bunga modal sebesar 12% dan asuransi sebesar 0.5% sehingga didapatkan total biaya bunga modal dan asuransi sebesar Rp 605,498,330.94. Rincian biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi dapat dilihat pada Lampiran 8.

Biaya produksi dan harga produk

Biaya produksi adalah biaya keseluruhan yang dibutuhkan untuk kelancaran produksi sehingga dapat menghasilkan produk.usaha. Biaya produksi dikeluarkan secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya akan selalu tetap walaupun intensitas volume kegiata berubah, sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan.

(36)

Tabel 8 Rekapitulasi biaya produksi

No Deskripsi Biaya Total per Tahun (Rp)

1 Biaya tetap

Gaji tenaga kerja tak langsung 144,000,000.00

Biaya pemeliharaan 880,724,845.00

Biaya penyusutan 792,652,360.50

Biaya bunga modal dan asuransi 605,498,330.94

Subtotal 2,422,875,536.44

2 Biaya variabel

Gaji tenaga kerja langsung 270,000,000.00

Biaya bahan baku 67,744,777,045.16

Biaya kemasan 754,062,750.00

Biaya utilitas 510,360,000.00

Subtotal 69,279,199,795.16

Total biaya 71,702,075,331.60

Harga jual produk dapat ditetukan berdasarkan biaya total produksi, kapasitas produksi, dan keuntungan yang disesuai dengan kebijakan perusahaan. Produksi mikroenkapsulat minyak sawit dengan bahan baku 1000 kg CPO per hari akan menghasilkan 1259.99 kg mikroenkapsulat per hari atau 377998.06 kg per tahun. Total biaya produksi selama setahun sebesar Rp 71,702,075,331.60, sehingga didapatkan biaya pokok produksi sebesar Rp 189,689.00 per kg mikroenkapsulat. Persentase keuntungan ditetapkan sebesar 10%, sehingga harga produk menjadi Rp 208,657.90 per kg dan dikenakan pajak pertambahan nilai 10%, sehingga didapatkan harga jual produk sebesar Rp 230,000.00 per kg.

Proyeksi laba rugi

Proyeksi laba rugi digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan atau laba rugi suatu usaha. Laba rugi merupakan selisih antara penerimaan hasil penjualan produk dengan total pengeluaran. Laba bersih diperoleh dari pengurangan laba kotor dengan pajak. Pajak yang digunakan berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, yaitu sebesar 25%. Proyeksi laba rugi disajikan dalam Lampiran 10.

Laporan laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama, industri mikroenkapsulat minyak sawit memperoleh laba bersih sebesar Rp 3,938,692,624.03, laba pada tahun ke-2 sebesar Rp 4,658,173,783.58, dan laba bersih pada tahun ke-3 sampai ke-10 sebesar Rp 5,377,654,943.13 pada setiap tahunnya. Kenaikan laba bersih pada tiga tahun pertama disebabkan kapasitas produksi yang meningkat yaitu pada tahun pertama kapasitas produksi sebesar 80%, tahun ke-2 sebesar 90%, namun dari tahun ke-3 sampai ke-10 kapasitas produksi sebesar 100% atau maksimum.

Break Even Point (BEP)

(37)

minimal produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian. Nilai BEP yang diperoleh yaitu 95,469.03 kg atau Rp 19,920,367,597.98. Rincian perhitungan BEP dapat dilihat pada Lampiran 11.

Kriteria kelayakan investasi

Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas ditentukan. Kriteria kelayakan bisnis yang digunakan yaitu, Net Present Value

(NPV), Internal Rate of return (IRR), Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C), dan Pay Back Period (PBP). Hasil perhitungan kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 9. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 12 dan perhitungan kriteria investasi dapat dilhat pada Lampiran 13.

Tabel 9 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi

Parameter Nilai dari suatu proyek investasi. Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukan besarnya penerimaan bersih setelah dikalikan dengan discount factor yang dihitung pada masa kini. Nilai NPV yang diperoleh yaitu Rp 5,710,900,422.19. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai NPV lebih besar dari 0, artinya industri mikroenkapsulat minyak sawit layak untuk didirikan.

Nilai IRR atau tingkat pengembalian internal adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian. Nilai IRR yang diperoleh yaitu 18.49%. Berdasarkan nilai IRR nya maka proyek ini layak dilaksanakan karena lebih tinggi dari bunga bank (12%). Kriteria kelayakan investasi juga ditentukan oleh nilai net B/C. Nilai net B/C untuk proyek ini sebesar 1.53, artinya proyek layak untuk direalisasikan karena memiliki nilai lebih dari satu.

PBP merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung dari aliran kas bersih. Masa pengembalian ini dapat diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Hasil analisis menunjukkan bahwa PBP industri mikroenkapsulat minyak sawit sebesar 4.43 tahun atau 4 tahun 5 bulan.

Analisis sensitivitas

(38)

1.25

Harga Bahan Baku (Rupiah (1000 juta) /Tahun)

Net B/C Variabel yang digunakan dalam analisis sensitivits, yaitu kenaikan harga bahan baku (CPO) dan penurunan kapasitas produksi. Analisis sensitivitas dilakukan pada prakiraan kenaikan harga bahan baku CPO 20% dan 30%, penuruan kapasitas produksi sebesar 10% dan 20%, serta kombinasi kenaikan harga bahan baku CPO 30% dengan penurunan kapasitas produksi 20%. Sensitivitas investasi diukur berdasarkan perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C Ratio dan PBP. Grafik hasil perhitungan NPV, IRR, Net B/C, dan PBP terhadap kenaikan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 5,6,7, dan 8. Grafik hasil perhitungan NPV, IRR, Net B/C, dan PBP terhadap penurunan kapasitas produksi dapat dilihat pada Gambar 9,10,11, dan 12.

Gambar 5 Hasil perhitungan NPV terhadap kenaikan harga bahan baku

Gambar 6 Hasil perhitungan IRR terhadap kenaikan harga bahan baku

Gambar 7 Hasil perhitungan Net B/C terhadap kenaikan harga bahan baku 0.00

Harga Bahan Baku (Rupiah (1000 juta) /Tahun)

NPV

Harga Bahan Baku (Rupiah (1000 juta) /Tahun)

(39)

(4.00) Gambar 8 Hasil perhitungan PBP terhadap kenaikan harga bahan baku

Gambar 9 Hasil perhitungan NPV terhadap penurunan kapasitas produksi

Gambar 10 Hasil perhitungan IRR terhadap penurunan kapasitas produksi

Gambar 11 Hasil perhitungan Net B/C terhadap penurunan kapasitas produksi 0.00

Harga Bahan Baku (Rupiah (1000 juta) /Tahun)

(40)

Gambar 12 Hasil perhitungan PBP terhadap penurunan kapasitas produksi Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan bahan baku dan penurunan kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan bahan baku CPO sebesar 20% dan 30% serta penurununan kapasitas produksi sebesar 10% menunjukkan bahwa NPV mengalami penurunan namun masih memiliki nilai positif. NPV yang bernilai positif dapat diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh proyek (Pramudya 2010). Nilai NPV positif yang menurun menujukkan bahwa adanya penurunan keuntungan jika terjadi kenaikan harga bahan baku hingga 30% dan penurunan kapasitas produksi 10%. Pada penurunan kapasitas produksi 20%, NPV bernilai negatif sehingga proyek tidak layak dilaksanakan.

IRR yang menurun menunjukkan bahwa pengembalian modal (% per tahun) yang digunakann dalam proyek. Parameter IRR mengalami penurunan, namun masih di atas tingkat suku bunga 12% untuk kondisi kenaikan harga bahan baku 20%, kenaikan harga bahan baku 30%, dan penurunan kapasitas produksi 10%. Pada kondisi penurunan kapasitas produksi 20%, nilai IRR juga mengalami penurunan, namun di bawah tingkat suku bunga. Net B/C juga mengalami penurunan, namun masih memiliki nilai yang lebih besar dari satu pada kondisi kenaikan bahan baku CPO hingga 30% dan penurunan produksi hingga 10%, sedangkan pada penurunan kapasitas produksi 20% Net B/C bernilai kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi kenaikan bahan baku hingga 30% dan kondisi penurunan kapasitas produksi 10% proyek masih layak dilaksanakan, namun ketika terjadi penurunan kapasitas produksi 20%, maka proyek sudah tidak layak dilaksanakan.

(41)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa mutu bahan baku CPO dan olein minyak sawit sudah sesuai standar SNI minyak sawit mentah (CPO), SNI 01-2901-2006 sehingga dapat digunakan dalam pembuatan mikroenkapsulat. Pembuatan produk mikroenkapsulat minyak sawit dibagi menjadi dua tahap, yaitu pembuatan emulsi dan proses pengeringan emulsi dengan pengering semprot (spray dryer). Hasil emulsi minyak sawit masih dapat stabil selama 5 jam di suhu ruang, sehingga dapat diasumsikan sebagai waktu tunggu untuk melakukan pengeringan. Karakteristik mikroenkapsulat yang telah didapatkan, yaitu kadar air, aw, warna, kelarutan,total karotenoid minyak

mikroenkapsulat, retensi karotenoid, kadar minyak total, kadar minyak tidak tersalut, efisiensi mikroenkapsulasi, dan rendemen. Pengembangan produk mikroenkapsulat minyak sawit menjadi industri dengan kapasitas 1000 kg CPO per hari akan menghasilkan 1255.99 kg mikroenkapsluat per hari atau 377998.06 kg mikroenkapsulat per tahun, membutuhkan biaya investasi sebesar Rp 8,849,489,950.00 dan modal kerja sebesar Rp 3,185,451,386.47. Pada harga jual Rp 230,000.00 per kg diperoleh keuntungan 10% dan BEP akan dicapai pada skala produksi 95,469.03 kg/tahun atau setara dengan pendapatan Rp19,920,367,597.98/ tahun. Kelayakan investasi diperoleh nilai NPV sebesar Rp 5,710,900,422.19, IRR mencapai 18.49%, Net B/C 1.53 dan PBP selama 4 tahun 5 bulan. Keseluruhan kriteria tersebut menunjukkan bahwa industri mikroenkapsulat minyak sawit layak untuk didirikan.

.

Saran

Mikroenkapsulat minyak sawit perlu dilakukan penelitian umur simpan produk dan kajian informasi nilai gizi produk sebagi data pendukung. Penelitian atau riset pasar lebih lanjut juga perlu dilakukan terkait produk mikroenkasulat minyak sawit, sehingga produk siap untuk dipasarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahn JH, Kim YP, Seo EM, Choi YK, dan Kim HS. 2007. Antioxidant effect of natural plant extracts on the microencapsulated high oleic sunflower oil. J of Food Engine 84:327-334.

Apriyantono D, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, dan Budiyanto S. 1989.

Gambar

Tabel 1 Formula mikroenkapsulat minyak sawit
Tabel 2 Hasil analisis minyak sawit
Gambar 2 Mikroenkapsulat minyak sawit
Gambar 3 Diagram alir proses pemurnian CPO
+5

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Berita Acara Pembukaan dokumen penawaran ini dibuat dengan penuh rasa tanggung jawab untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Pokja Pengadaan Jasa Konsultan ULP Kantor

Untuk kajian QSAR dalam penelitian ini digunakan analisis regresi multilinear dengan data log (1/IC 50 ) sebagai variabel tidak bebas, sedangkan data muatan bersih atom pada

Pembuatan website yang berbasis multimedia ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : Perancangan, Pembentukan Elemen, Pengujian dan Analisa. Website ini dibangun dengan

Pada penulisan ilmiah ini akan diterapkan sebuah sistem jaringan area lokal yang diatur oleh kebijakan yang dibuat yang disesuaikan dengan keperluan mengkondisikan lingkungan kerja

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, sara yang dapat disampaikan dari peneliti adalah : (1) Model pembelajaran kooperatif STAD dapat digunakan

argues that final test is in the form of multiple choice and essay. From those explanations, it can be concluded that final test in the school is combination of

m em pert anggungjaw abkan secara jelas keberadaan sebagian milik para det eni ant ara lain berupa uang, dan barang2 lainnya yang t elah disebut para det eni dalam

EDI and spatially downscaled soil moisture products were later used with MODIS 16 days NDVI product as key elements to assess and predict agricultural drought in irrigated and