• Tidak ada hasil yang ditemukan

P ersent ase P roduksi T elur (%)

b) 63.3 56.7 6.7 6.7 60 33.3 0 10 20 30 40 50 60 70 P r o d u k si T e lu r ( % ) R1. 1 R1. 2 R1. 3 R1. 4 R1. 5 R1. 6 R1. 7 R1. 8 R1. 9 R1. 10 Perlakuan

Pe rs e ntas e Produks i Te lur (%)

Persentase Produksi Telur (%)

c) 56.7 0 16.7 0 46.7 6.7 66.7 3.3 3.3 63.3 0 10 20 30 40 50 60 70 P r o d u k si T e lu r (% ) R2 .1 R2 .2 R2 .3 R2 .4 R2 .5 R2 .6 R2 .7 R2 .8 R2 .9 R2 .10 Perlak uan

Pe rs e ntas e Produks i Te lur (%)

Persent ase Produksi Telur (%)

Gambar 4 Pengaruh pemberian daun kaliandra dan kepala udang terhadap produksi telur itik selama 3 minggu dari 30 ekor itik; a) untuk perlakuan R0 (itik no 1 sampai 10), b) perlakuan R1 (itik no 1 sampai 10), dan c) perlakuan R2 (itik nomor 1 sampai 10).

Efisiensi Penggunaan Ransum

Rataan efisiensi ransum per perlakuan selama penelitian, untuk itik yang diberi ransum R0, R1 dan R2 disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Efisiensi ransum terhadap produksi telur total selama penelitian Perlakuan Efisiensi Ransum

R0 0.30 0.18

R1 0.25 0.15

R2 0.23 0.17

Ket : R0 = Ransum Basal (RB)

R1 = RB + 6% kaliandra + 3% kepala udang R2 = RB + 6% kaliandra + 6% kepala udang

Berpatokan ke produksi telur yang dihasilkan oleh masing-masing itik yang beragam dan konsumsi ransum selama 3 minggu, maka efisiensi ransum untuk masing-masing itik juga berbeda. Dari analisis ragam terlihat ada kecenderungan itik pada perlakuan R0 mempunyai efisiensi yang lebih baik dari itik pada perlakuan R1 dan R2. Angka efisiensi ransum yang semakin besar menunjukkan efisiensi ransum yang semakin baik karena semakin baik kemampuan itik menggunakan 1 gram ransum untuk menghasilkan telur (gram). Pada perlakuan R0 terdapat itik yang berproduksi tinggi 75 %, sedangkan itik perlakuan R1 dan R2 produksinya lebih rendah. Efisiensi ransum itik pada perlakuan R2 paling rendah karena besarnya konsumsi ransum tidak diikuti oleh tingginya produksi telur (50%). Rataan efisiensi ransum penelitian adalah 0.23 0.30. Artinya satu gram ransum yang dikonsumsi oleh itik akan menghasilkan berat telur antara 0.23 0.30 gram.

Indeks Warna Kuning Telur

Indeks warna kuning telur dari perlakuan kombinasi kaliandra dan kepala udang dapat dilihat pada Gambar 5. Dari Gambar 5 terlihat perlakuan R1 (6% kaliandra + 3% kepala udang) memberikan indeks warna kuning telur paling tinggi dengan skor 11.

Peningkatan indeks warna kuning telur mulai stabil dari hari ke 7 sampai hari ke 14. Pada perlakuan R2 (6% kaliandra + 6% kepala udang) memberikan indeks warna kuning telur dengan skor 10. Perlakuan R0 memberikan indeks warna kuning telur dengan skor 6.

Inde ks Warna Kuning Te lur Pe ne litian Lanjutan

0 2 4 6 8 10 12 H-1 H-2 H-3 H-4 H-5 H-6 H-7 H-8 H-9 H-10 H-11 H-12 H-13 H-14 Hari S k o r in d e k s W a r n a R0 R1 R2

Gambar 5 Pola indeks warna kuning telur dengan pemberian pakan R0 (ransum basal), R1 (6% kaliandra + 3% kepala udang), R2 (6% kaliandra + 6% kepala udang).

Meningkatnya indeks warna kuning telur dengan pemberian kaliandra dan kepala udang jelas disebabkan oleh pigmen karotenoid yang terkandung dalam kaliandra dan kepala udang. Pemberian kombinasi kaliandra 6% dengan kepala udang 3% (R1) memberikan indeks warna kuning telur paling tinggi (skor 11) dibanding R2 (kaliandra 6% dengan kepala udang 6% ) yaitu 10. Pakan R2 mengandung kepala udang lebih tinggi dari R1, kemungkinan kelebihan khitin yang terdapat dalam pakan R2 tidak mudah dicerna. Hal ini dapat menimbulkan zat-zat gizi termasuk vitamin dan carotene pemberi warna pada kuning telur tidak sempurna terdeposit ke kuning telur. Tetapi pada perlakuan R1 merupakan kombinasi kaliandra dan kepala udang yang tepat. Carotene yang terkandung dalam pakan perlakuan R1 lebih cepat diserap dan dideposisikan ke kuning telur. Proses penyerapan dan konversi carotene dipermudah oleh garam empedu, lemak dan protein (Husaini 1982). Garam-garam empedu mempunyai sejumlah peranan yang penting. Garam-garam empedu bergabung dengan lipid untuk membentuk micelles

kompleks yang larut dalam air supaya lipid dapat lebih mudah diserap (Ganong 1995). Carotene akan lebih efisien dipergunakan oleh tubuh dalam jumlah sedikit di dalam makanan (Tim Peneliti PAU Pangan dan Gizi-IPB 1993). Oleh sebab itu penyerapan -carotene bervariasi.

Gambar 6 Indeks warna kuning telur dengan pemberian pakan R0 (ransum basal), R1 (6% kaliandra + 3% kepala udang), R2 (6% kaliandra + 6% kepala udang).

Pemberian kombinasi kaliandra dan kepala udang dalam peningkatan indeks warna kuning telur juga dipertegas oleh warna kuning telur asin yang sudah direbus (Gambar 7).

Gambar 7 Indeks warna kuning telur asin rebus dengan pemberian pakan R0 (Ransum basal), R1 (6% kaliandra + 3% kepala udang), R2 (6% kaliandra + 6% kepala udang).

Dari pengamatan secara visual terlihat kuning telur perlakuan R1 lebih berminyak dan lebih masir dari perlakuan R2. Hal ini mungkin disebabkan karotenoid yang ada pada kaliandra maupun kepala udang pada perlakuan R1 dengan bantuan lemak dan protein yang ada dalam pakan lebih cepat terdeposit ke kuning telur sehingga memberi penampilan warna kuning telur yang lebih bagus. Menurut Stadelman dan Cotterill (1984) sebagian besar lipid yang terdapat di dalam kuning telur adalah dalam bentuk Low Density Lipoprotein (LDL). Tingkat kemasiran kuning telur sangat dipengaruhi oleh kadar lemak dan kadar NaCl yang terdapat pada kuning telur (Wulandari 2002).

Retinol Serum Itik

Kadar retinol serum itik untuk masing-masing perlakuan R0, R1 dan R2 dapat dilihat pada Tabel 11. Darah diambil pagi hari, dari 2 (dua) ekor itik untuk masing-masing perlakuan, dimana untuk masing-masing perlakuan diambil itik yang bertelur diatas 30% dan dibawah 20% secara acak.

Tabel 11 Pengaruh pemberian perlakuan kombinasi kaliandra dan kepala udang dalam pakan terhadap kadar retinol serum itik

Perlakuan Kadar retinol serum

(µg/dl)

R0 57.30

R1 34.95

R2 43.20

Ket : R0 = Ransum Basal (RB)

R1 = RB + 6% kaliandra + 3% kepala udang R2 = RB + 6% kaliandra + 6% kepala udang

Pada Tabel 11 terlihat retinol serum R1 dan R2 lebih rendah dibanding retinol serum itik pada perlakuan R0. Hal ini diduga pada perlakuan R1 dan R2 pigmen carotene nya lebih cepat terdeposit ke dalam kuning telur karena kadar lemak dan protein ransum yang berfungsi sebagai carrier pada perlakuan R1 (3.10% lemak dan 22.99% protein ) dan R2 (3.33 % lemak dan 24.16% protein) lebih tinggi dari R0 (2.79% lemak dan 20.61% protein). Dengan demikian, retinol yang tersedia dalam darah pada perlakuan R1 dan R2 sudah lebih dulu disebarkan ke seluruh folikel yang ada. Penyerapan -carotene dipercepat oleh garam empedu, lemak dan protein (Husaini 1982). Hal ini diperkuat oleh indeks warna kuning telur pada perlakuan R1 dan R2 adalah rata-rata 10 yang lebih tinggi dari R0 rata-rata 5.

Pengaruh Pemberian Daun Kaliandra dan Kepala Udang terhadap Keamanan Organ Dalam (Hati, Ginjal dan Pankreas) Hati

Hati merupakan organ tempat metabolisme yang penting pada unggas, sehingga berdasarkan fungsi tersebut semua zat-zat makanan yang dikonsumsi akan ditransfer ke hati untuk mengalami proses metabolisme. Diperkuat oleh Ganong (1995) mengatakan bahwa hati mempunyai fungsi dalam pembentukan empedu, penyimpanan karbohidrat, pembentukan benda-benda keton, dan fungsi-fungsi lain

pada pengaturan metabolisme karbohidrat, reduksi dan konjugasi hormon steroid adrenal dan kelenjar kelamin, detoksikasi berbagai obat-obatan dan toksin, membentuk protein-protein plasma dan banyak fungsi-fungsi penting dalam metabolisme lemak.

Dari pengamatan secara makroskopis terlihat persentase bobot hati yang paling besar secara berurut adalah perlakuan R1 dan R0 serta persentase bobot hati yang paling kecil adalah perlakuan R2 dan Ri. Sampel Ri diambil dari perlakuan kontrol yang tidak bertelur.

Tabel 12 Pengaruh daun kaliandra dan kepala udang terhadap bobot hati, ginjal dan pankreas

Perlakuan Bobot hati (%) Bobot ginjal (%) Bobot pankreas (%) R0 2.59 0.67 0.14 R1 2.76 0.71 0.35 R2 1.93 0.47 0.37

Ri (itik yang tidak bertelur)

1.60 0.55 0.15

Ket : R0 = Ransum Basal (RB)

R1 = RB + 6% kaliandra + 3% kepala udang R2 = RB + 6% kaliandra + 6% kepala udang

Dari rataan persentase bobot hati terlihat perbedaan bobot antar perlakuan R1 dan R2. Perlakuan R2 memiliki persentase bobot hati lebih kecil sekitar 69.9%. Kemungkinan perbedaan bobot hati ini erat hubungannya dengan itik yang sedang produksi dan yang tidak berproduksi. Ada satu ekor ulangan pada itik perlakuan R2 yang produksinya sangat rendah (16.70% ) sehingga rataan bobot hatinya lebih kecil dari yang sedang produksi. Itik pada perlakuan R1 semua ulangan yang diambil untuk dipotong adalah sedang produksi sehingga hatinya lebih besar. Hal ini diperkuat dengan rataan bobot hati pada perlakuan Ri atau itik yang tidak sedang produksi, dimana rataan bobot hatinya paling kecil. Kuning telur terutama disusun oleh lemak dan protein yang membentuk lipoprotein yang duapertiga bagiannya adalah fraksi berkepadatan rendah (LDF = Low Density Fraction), diketahui disintesis hati oleh stimulus dari hormon estrogen (Amrullah 2003). Dengan demikian tingginya bobot hati perlakuan R1 dari yang lain dapat dihubungkan dengan aktifnya produksi telur, terutama hati sebagai tempat sintesa kuning telur.

Pengamatan histopatologi hati pada itik pada perlakuan R0, R1, R2 kelihatan normal, dengan terdapat sedikit vakuola lemak, dan dikategorikan normal (Gambar 8). Artinya perlakuan yang diberikan, walaupun ada zat anti nutrisi tanin dan khitin yang terdapat pada kaliandra dan kepala udang tidak bersifat toksik bagi tubuh itik.

Ginjal

Ginjal adalah organ yang menyaring plasma dan unsur-unsur plasma dari darah, dan kemudian secara selektif menyerap kembali air dan unsur-unsur yang berguna dari filtrat, sisa akhir yang dikeluarkan dari ginjal merupakan kelebihan dan produk buangan plasma (Frandson 1992). Secara fisiologi ginjal merupakan suatu sistem urinary yang bertanggung jawab untuk berlangsungnya ekskresi bermacam- macam produk buangan dari dalam tubuh. Sistem ini juga penting sebagai faktor untuk mempertahankan homeostasis yaitu suatu kondisi keseimbangan cairan internal tubuh yang relatif konstan.

Dari pengamatan secara makroskopis (Tabel 12) terlihat rataan persentase bobot ginjal antara perlakuan hampir sama. Dapat diartikan bahwa tidak ada pengaruh perlakuan terhadap organ ginjal, sehingga fungsi ginjal tetap berjalan normal. Hal ini didukung juga dari pengamatan histopatologi yang menunjukkan bahwa ginjal kelihatan tidak ada menunjukkan kelainan (normal) seperti pada Gambar 9.

Pankreas

Dari rataan persentase bobot pankreas (Tabel 12) terlihat bahwa persentase berat pankreas untuk masing-masing perlakuan hampir sama tapi ada kecenderungan yang diberi perlakuan kaliandra dan kepala udang yaitu R1 dan R2 menunjukkan persentase bobot pankreas yang lebih tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh kadar tanin dan khitin yang terdapat pada masing-masing perlakuan R1 dan R2. Semakin tinggi kandungan tanin dan khitin dalam ransum maka kelihatan bobot pankreasnya semakin besar. Sesuai dengan fungsi pankreas seperti yang dikatakan oleh Ganong (1995) bahwa fungsi pankreas sebagai kelenjar yang berpartisipasi dalam pencernaan pakan yang menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-enzim pemecah karbohidrat, protein dan lemak. Enzim-enzim getah pankreas aktif setelah mengalir ke dalam lumen usus halus bagian duodenum. Diduga dengan kandungan tanin dan

khitin yang tinggi dalam ransum membuat pankreas bekerja lebih aktif untuk memproduksi enzim-enzim yang dibutuhkan oleh usus sehingga bobot pankreas meningkat. Perlakuan kaliandra dan kepala udang dalam pakan tidak sampai merusak jaringan pankreas. Diduga jumlah kaliandra dan kepala udang yang digunakan dalam perlakuan ini masih dalam batas yang aman karena dari pengamatan histopatologi, morphologi pankreas masih kelihatan normal (Gambar 10).

Gambar 8 Morphologi jaringan hati perlakuan R0 (ransum basal), R1 (ransum basal + 6% kaliandra + 3% kepala udang) dan R2 (ransum basal + 6% kaliandra + 6% kepala udang) masih kelihatan normal (pewarnaan HE; pembesaran lensa objektif 20x).

Gambar 9 Morphologi jaringan ginjal perlakuan R0 (ransum basal), R1 (ransum basal + 6% kaliandra + 3% kepala udang) dan R2 (ransum basal + 6% kaliandra + 6% kepala udang) masih kelihatan normal (pewarnaan HE; pembesaran lensa objektif 20x).

Gambar 10 Morphologi jaringan pankreas perlakuan R0 (ransum basal), R1 (ransum basal + 6% kaliandra + 3% kepala udang) dan R2 (ransum asal + 6% kaliandra + 6% kepala udang) masih kelihatan normal (pewarnaan HE; pembesaran lensa objektif 20x).

Pengaruh Pemberian Daun Kaliandra dan Kepala Udang terhadap Keamanan Organ Reproduksi (Ovari dan Oviduk)

Rataan bobot ovari dan oviduk untuk masing-masing perlakuan R0, R1 dan R2 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Rataan persentase berat ovari dan oviduk

Perlakuan Berat ovari (%) Berat oviduk (%)

R0 3.14 4.55

R1 3.15 2.87

R2 1.67 1.31

Ket : R0 = Ransum Basal (RB)

R1 = RB + 6% kaliandra + 3% kepala udang R2 = RB + 6% kaliandra + 6% kepala udang

Dari Tabel 13 terlihat ada kecenderungan rataan persentase ovari maupun oviduk pada perlakuan R2 menunjukkan angka paling rendah. Hal ini erat kaitannya dengan itik yang sedang produksi dengan yang tidak sedang produksi. Sampel itik pada R1 (R15 dan R19) pada Gambar 4, adalah itik yang sedang aktif berproduksi, sehingga pada ovarinya banyak terdapat folikel hirarki. Folikel dalam ovari menurut tingkat kematangannya dibedakan menjadi empat kelompok. Pertama folikel hirarki (FH) atau hierarchy follicle merupakan folikel yang besar dan penuh dengan kuning telur serta mempunyai tingkatan ukuran yang jelas sesuai dengan tingkat kematangannya. Kelompok folikel hirarki ini adalah yang terberat dibandingkan folikel telur lainnya. Kelompok kedua yaitu folikel kuning kecil (FKK) folikel yang berwarna kekuning-kuningan dengan ukuran antara 5 sampai 10 mm. Kelompok ketiga adalah folikel putih besar (FPB) folikel yang berwarna keputih-putihan dengan ukuran antara 1 sampai 4 mm, dan kelompok keempat yaitu folikel putih kecil, merupakan folikel yang belum mengalami pertumbuhan, dengan diameter kurang dari 1 mm (Etches 1996). Berbeda dengan perlakuan R2 (R2.3 dan R2.10) salah satu ulangan sampel itiknya berproduksi sangat rendah yaitu hanya 16.7% bertelur selama penelitian

( Gambar 4) yaitu pada minggu pertama perlakuan. Dari minggu ke 2 sampai terakhir penelitian itik tersebut tidak bertelur. Hal ini mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah dan ukuran folikel telur pada ovari, sedangkan sebagian besar dari masa ovari adalah folikel, terutama folikel bertingkat, sehingga berat ovari akan

berkurang. Diperkirakan ada pengaruh tanin dan khitin dalam ransum pakan perlakuan, hingga tanin yang mengikat protein dan khitin yang mengikat lemak akan mengurangi ketersediaan nutrisi guna perkembangan ovari yang menunjang produksi telur. Tidak ada zat toxic yang ditemukan pada kaliandra tetapi mengandung tanin kondensasi dengan konsentrasi tinggi sampai 11% (Akin et al.1989 dalam Palmer 2006). Disisi lain Silverstein et al. 1981 dalam Sudibya (1998) mengatakan bahwa kepala udang yang banyak mengandung khitin merupakan golongan homopolisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan polimer linier dari anhidro N-asetil-D glukosamin (N-asetil 2 amino -2-dioksi-D-glukosa) mempunyai sifat mengikat lemak. Akibat dari pengaruh tanin yang mengikat protein serta khitin yang mengikat lemak, mengakibatkan zat nutrisi untuk pembentukan telur dari pakan semakin sedikit kesediaannya , akibatnya berat folikel telur menjadi turun. Stadelman dan Cotterill (1984) mengatakan bahwa komposisi kuning telur umumnya terdiri dari lemak (31.8-35.5%) dan protein (15.7-16.6%). Indikasi adanya pengaruh tanin dan khitin yang kemungkinan menghambat perkembangan ovari terlihat dari persentase berat ovari pada perlakuan R2 (6% kaliandra + 6% kepala udang), dimana persentase berat ovarinya adalah 1.67%, lebih rendah dari R0 (ransum basal) dan R1 (6% kaliandra + 3% kepala udang). Sturkie (1976); Nesheim

et al. (1979); Etches (1996) mengatakan bahwa hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel telur mempunyai peranan penting pada tumbuh dan berkembangnya oviduk. Oleh karena itu kecilnya berat ovari dan jumlah folikel telur pada perlakuan R2 mengakibatkan kandungan estrogen menurun, sehingga bobot oviduk juga menurun. Secara histopatologi, tanin dan khitin belum sampai merusak jaringan, sehingga morphologi ovari dan oviduk masih kelihatan normal (Gambar 11

Gambar 11 Morphologi jaringan ovari perlakuan R0 (ransum basal), R1 (ransum basal + 6% kaliandra + 3% kepala udang) dan R2 (ransum

basal + 6% kaliandra + 6% kepala udang) masih kelihatan normal (pewarnaan HE; pembesaran lensa objektif 10x).

Gambar 12 Morphologi jaringan oviduk perlakuan R0 (ransum basal), R1 (ransum basal + 6% kaliandra + 3% kepala udang) dan R2 (ransum basal + 6% kaliandra + 6% kepala udang) masih kelihatan normal (pewarnaan HE; pembesaran lensa objektif 10x).

Dokumen terkait