• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minyak lemak (Olea pinguia) adalah suatu cairan jernih atau massa padat yang menjadi jernih di atas suhu leburnya, tidak berbau asing atau tengik, mudah larut dalam kloroform P, eter P, dan dalam eter minyak tanah P. (Depkes RI, 1979).

Minyak merupakan lemak cair atau semisolid yang berasal dari mineral, tumbuhan, atau hewan. Minyak yang berasal dari tumbuhan dan mineral banyak dipakai untuk pengobatan topikal. Minyak tumbuhan yang lazim dicampur dalam krim dan lotion adalah minyak-minyak biji kapas, jagung, kastor, zaitun, dan kacang. Efek emolien minyak-minyak ini serupa,

perbedaannya terletak pada baunya, stabilitas penyimpanannya, dan kapasitas emulsifikasi. Penggunaan topikal minyak relatif tidak menimbulkan efek samping. (Oen, 1986).

Minyak lemak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau

triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol” . Jadi lemak dan minyak juga

merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol . Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang. (Netti dkk, 2002).

2.3

Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas

10

senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. (DepKes RI, 2000)

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu maserasi. Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan ) merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai waktu maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan cairan yang masuk kedalam telah tercapai, maka proses difusi segera berakhir. Persyaratannya adalah bahwa rendaman tadi harus dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari). Melalui upaya ini, dapat dijamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat di dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh. Setelah maserasi, rendaman diperas dan sisanya juga diperas lagi, kemudian hasil ekstraksi disaring. (Voigt, 1995).

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. (Harborne, 1987).

2.3.1 Proses pembuatan ekstrak (DepKes RI, 2000) a. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien, namun makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut : Selektivitas, kemudahan bekerja, keamanan, ekonomis, ramah lingkungan dan proses dengan cairan tersebut.

12

c. Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.

d. Pemekatan atau Penguapan

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental atau pekat.

e. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal.

2.3.2 Metode ekstraksi (DepKes RI, 2000) a. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut

1. Cara dingin  Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

 Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. 2. Cara panas

 Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

 Sokhlet

Sokhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

 Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

 Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air

14

mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

 Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

b. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Destilasi uap, bahan (simplisia) benar-benar tidak tercelup ke air yang mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau sebagian dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.

2.4

Kulit

Gambar 1. Penampang Kulit (Graaff dkk, 2001)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu : lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin), dan lapisan subkutis (hypodermis). Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. Tiga lapisan kulit utama, antara lain :

1. Lapisan epidermis yang terdiri atas:

a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

b. Stratum lusidum (daerah sawar) terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.

16

c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin/lapisan seperti butir) merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.

d. Stratum spinosum (stratum malphigi/lapisan sel duri) atau disebut pula prikle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.

e. Stratum germinativum (lapisan sel basal) terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).

2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk oleh lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar, dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian :

a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf, dan pembuluh darah.

b. Pars retikulare, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis, bagian ini terdiri dari serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

3. Lapisan subkutis merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak kepinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula yang fibrosa.

Derajat keasaman (pH) kulit manusia berkisar antara 4,2-6,5. Keadaan asam ini sebagian besar disebabkan oleh adanya zat bersifat asam seperti asam amino dan asam lemak bebas misalnya asam laktat, yang merupakan sekresi dari kelenjar sebaseus. Lapisan bersifat asam ini dikenal dengan istilah mantel asam kulit yang dapat melindungi tubuh dari serangan bakteri dan zat kimia yang dapat merusak jaringan (Anief, 1997; Wasitaatmadja, 1997).

Fungsi kulit antara lain : sebagai pelindung, absorpsi cairan mudah menguap, eksresi, pengindra (sensori), pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, sawar radiasi UV, dan sawar listrik (Anief, 1997; Wasitaatmadja, 1997).

Berbagai faktor dapat mempengaruhi absorpsi kulit terhadap kosmetika, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan hidup (sinar UV, suhu, dan kelembaban udara), faktor dari lingkungan tubuh (tempat aplikasi kosmetik, luas aplikasi kosmetik, umur pemakai, kondisi kulit yang diaplikasikan kosmetik), dan faktor kosmetika yang dipakai (intensitas pemakaian, keasaman kosmetika, konsentrasi bahan aktif, jenis bahan dasar yang menjadi bahan pelarut pada kosmetika) (Wasitaatmadja, 1997).

Bentuk sediaan yang digunakan melalui rute kulit dimaksudkan untuk efek lokal, tidak untuk sistemik. Oleh karena itu, sediaan untuk kulit biasanya digunakan sebagai antiseptik, antifungi, antiinflamasi, anestetik lokal, emolien, pelindung terhadap sinar matahari, udara, dan lain-lain. Biasanya berbentuk gel, salep, krim, atau pasta dengan basis yang bermacam-macam

18

dan mempunyai sifat yang bermacam-macam seperti hidrofil atau hidrofob. (Anief, 1993).

2.5

Gel

Gel atau jelly adalahsistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya gel aluminium hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, misalnya gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya magma bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas dan hal ini tertera pada etiket (lihat suspensi). (DepKes RI 1995).

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbopol) atau dari gom alam (misalnya tragakan). Sediaan tragakan juga disebut juga musilago. Walaupun gel-gel ini umunya mengandung air, etanol, dan minyak dapat digunakan sebagai fase pembawa. (Ansel C Howard, 1989).

Dokumen terkait