• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

3. Miskonsepsi

4. IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

5. Miskonsepsi IPA Fisika adalah salah konsep yang terjadi pada satu atau beberapa konsep IPA Fisika yang ada.

6. Siswa kelas V SD adalah anak berusia antara 10-11 tahun yang sedang mengikuti pendidikan tingkat pertama atau jenjang Sekolah Dasar (SD). 7. Kecamatan Depok adalah sebuah kecamatan yang berada di Kabupaten

Sleman, Yogyakarta yang terdiri dari 3 desa yaitu Catur Tunggal, Condong Catur, dan Maguwoharjo. Kecamatan Depok di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ngemplak, di sebelah selatan berbatasan

dengan kota Yogyakarta, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Mlati dan di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kalasan.

8. Tingkat pendidikan orang tua adalah jenjang yang ditempuh orang tua dalam mengembangkan potensi diri baik secara intelektual maupun emosional dan berbagai keterampilan lainnya.

11

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II pada penelitian ini membahas tentang empat sub bab yaitu kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka

1. Konsep

Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi (Bahri, 2011: 30-31). Sementara itu, menurut Dahar (2011:62) konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili suatu stimulus, yang menjadi dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi.

Konsep merupakan perolehan makna yang penting dari belajar. Makna atau arti konsep tersebut diperoleh dari kejadian yang dialaminya baik kejadian positif maupun negatif. Sekali memperoleh konsep, siswa akan mampu mengenal hal atau kejadian dan mampu memberikan penjelasan dari konsep tersebut (Blaseman dan Mappa, 2011: 67).

Suatu konsep akan terbentuk jika dua atau lebih objek dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk atau sifat-sifatnya. Konsep sebagai suatu ide atau gagasan, tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling

berhubungan satu sama lain. Suatu konsep dikatakan objektif apabila konsep tersebut dapat dikonfirmasikan dengan kenyataannya, artinya simbol yang ada dalam konsep tersebut dapat ditelusuri keberadaannya di alam nyata. Oleh sebab itu, konsep dapat diartikan sebagai hasil pemikiran manusia tentang alam nyata yang dinyatakan dengan simbol atau bahasa.

Berdasarkan bentuknya konsep dapat dibedakan menjadi 3 jenis menurut Amien (1987: 18) yaitu konsep klasifikasional, konsep korelasional, dan konsep teoritik. Konsep klasifikasional adalah suatu bentuk konsep yang didasarkan atas klasifikasi fakta-fakta dalam bagan yang terorganisir. Konsep korelasional adalah konsep yang mencakup kejadian-kejadian khusus yang saling berhubungan, atau observasi-observasi yang terdiri dari dugaan terutama bentuk formulasi prinsip-prinsip umum. Sementara itu, konsep teoritik adalah bentuk konsep yang mempermudah dalam mempelajari fakta-fakta atau kejadian-kejadian dalam sistem yang terorganisir.

Dari berbagai pengertian tentang konsep di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep adalah hasil atau perolehan yang penting dalam memahami suatu hal terutama yang bersifat abstrak.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah hasil pemikiran atau pemahaman yang berbeda satu sama lain tentang suatu konsep. Konsepsi dapat pula diartikan sebagai tafsiran seseorang atau individu terhadap suatu konsep (Berg, 1991: 8).

Sementara itu Budi (1992: 114-115) mengatakan bahwa konsepsi merupakan kemampuan seseorang dalam memahami konsep, baik yang diperoleh melalui alat indera maupun dari kondisi lingkungan. Misalnya konsep meja, meja dapat ditafsirkan oleh seorang anak sebagai tempat meletakkan benda, terbuat dari kayu dan permukaannya berbentuk persegi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konsepsi merupakan kemampuan seseorang dalam memahami suatu konsep yang diperoleh, dimana pemahaman masing-masing orang akan konsep tersebut berbeda-beda.

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya salah konsep atau konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diakui para ahli dalam bidang itu. Sementara itu Novak (dalam Suparno, 2005: 4), mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.

Brown (dalam Suparno, 2005: 4) menjelaskan bahwa miskonsepsi merupakan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. Hal yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh Feldsine (dalam Suparno, 2005: 4),

menurutnya miskonsepsi adalah suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang diakui para ahli dalam bidang itu.

b. Cara Mendeteksi Miskonsepsi

Siswa mengalami miskonsepsi dalam kegiatan belajar yang dialaminya. Tidak mudah mengetahui siapa saja siswa yang mengalami miskonsepsi. Untuk itu, diperlukan cara-cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi. Dengan demikian, kita dapat mengetahui lebih dahulu miskonsepsi apa saja yang dipunyai siswa dan apa penyebabnya, sehingga kita dapat membantu mengatasinya. Berikut ini adalah beberapa alat deteksi yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya miskonsepsi (Suparno, 2005: 121) yaitu:

1)Peta Konsep

Peta konsep adalah peta yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang ada dalam suatu materi, menekankan pada gagasan-gagasan pokok yang disusun secara hirarkis. Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa, melalui identifikasi atau melihat apakah hubungan antara konsep-konsep yang telah digambarkan siswa itu benar atau salah. Agar

dapat lebih mengetahui tentang miskonsepsi yang dialami siswa, penggunaan peta konsep ini dapat dipadukan dengan wawancara klinis.

2)Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Tes pilihan ganda adalah suatu alat ukur yang digunakan yang terdiri atas satu kalimat pernyataan atau kalimat pertanyaan dan beberapa pilihan jawaban. Amir (dalam Suparno, 2005: 123) menggunakan tes pilihan ganda dengan pertanyaan terbuka di mana siswa harus menjawab dan menulis mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu.

3)Tes Esai Tertulis

Tes esai adalah tes yang berbentuk suatu pertanyaan atau perintah, biasanya dalam kalimat pendek, yang menuntut siswa untuk memberikan jawaban yang terurai (Azwar, 1996: 106). Guru dapat mempersiapkan suatu tes esai yang memuat beberapa konsep yang memang hendak diajarkan atau yang sudah diajarkan. Melalui tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang dialami siswa dan dalam bidang apa.

4)Wawancara Diagnosis

Wawancara dilakukan untuk melihat ada tidaknya miskonsepsi siswa. Guru memilih beberapa konsep yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau konsep-konsep yang telah diajarkan. Setelah itu guru bertanya mengenai beberapa konsep

yang telah ia pilih, kemudian mengajak siswa untuk mengekspresikan atau mengungkapkan gagasan-gagasan mereka mengenai konsep-konsep tersebut. Dari wawancara inilah dapat diketahui miskonsepsi yang dialami siswa dan bagaimana ia mendapatkan konsep tersebut.

5)Diskusi dalam Kelas

Diskusi adalah kegiatan mengungkapkan ide, pendapat atau gagasan yang dimiliki seseorang kepada orang lain. Dalam kelas, siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi inilah dapat dideteksi apakah gagasan yang mereka sampaikan itu sudah tepat atau tidak.

6)Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep pada praktikum itu atau tidak.

c. Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi yang dialami setiap siswa dalam satu kelas dapat berbeda dan penyebabnya pun berbeda-beda pula. Miskonsepsi yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar (Suparno, 2005: 29).

1) Siswa

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat disebabkan oleh siswa itu sendiri. Penyebab miskonsepsi yang berasal dari siswa antara lain:

a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa

Prakonsepsi atau konsep awal adalah pengetahuan siswa tentang suatu hal sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di sekolah. Konsep awal biasanya diperoleh dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman yang diperolehnya dari lingkungan. Konsep awal yang dimiliki siswa sering kali mengandung miskonsepsi atau salah konsep. Adanya miskonsepsi dalam konsep awal ini akan menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada saat mengikuti pelajaran berikutnya sampai kesalahan tersebut diperbaiki.

b) Pemikiran asosiatif

Asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari terkadang juga membuat miskonsepsi. Kata dan istilah yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran diasosiasikan/diartikan lain oleh siswa, karena dalam kehidupan mereka kata dan istilah itu mempunyai arti yang lain. Asosiasi sering terjadi karena siswa sudah mempunyai konsep tertentu dengan arti tertentu sebelum mengikuti pelajaran di kelas.

c) Pemikiran humanistik

Siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup sehingga tidak cocok.

d) Reasoning yang tidak lengkap/salah

Comins (dalam Suparno, 2005: 38) mengatakan bahwa miskonsepsi dapat juga disebabkan oleh reasoning atau penalaran yang tidak lengkap/salah. Reasoning yang tidak dapat disebabkan oleh kurang tidak lengkapnya informasi dan data yang didapatkan. Selain itu dapat juga disebabkan karena logika yang salah dalam mengambil kesimpulan atau dalam menggeneralisasi. Penyebab lain terjadinya reasoning yang salah adalah pengamatan yang tidak lengkap dan teliti. Hal tersebut dapat menyebabkan seseorang salah dalam menyimpulkan atau menggeneralisasikan dan mengakibatkan miskonsepsi.

e) Intuisi yang salah

Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan rasional diteliti. Pengertian atau pemikiran intuitif itu biasanya berasal dari pengamatan akan benda atau kejadian yang terus-menerus. Akhirnya bila seseorang dihadapkan pada persoalan tertentu,

yang muncul dalam benak seseorang adalah pengertian spontan itu.

f) Tahap perkembangan kognitif siswa

Perkembangan kognitif siswa juga dapat menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi. Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya konsep-konsep yang ada disajikan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif siswa.

g) Kemampuan siswa

Miskonsepsi yang dialami siswa juga dapat disebabkan oleh kemampuan yang mereka miliki. Siswa yang kurang berbakat atau kurang mampu dalam mempelajari bidang ilmu tertentu akan kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar. Siswa yang IQ-nya rendah juga dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi karena mereka mengalami kesulitan dalam mengontruksi pengetahuan yang didapat.

h) Minat belajar siswa

Minat belajar seseorang juga berpengaruh pada terjadinya miskonsepsi. Siswa yang berminat dalam pelajaran fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak berminat pada fisika.

Siswa yang menyukai fisika akan lebih menaruh perhatian lebih saat guru menjelaskan, mempunyai minat dalam membaca buku-buku yang ada dengan lebih teliti dan mendalam sehingga mereka dapat menangkap konsep dengan lebih lengkap dan mendalam. Hal yang sebaliknya terjadi pada siswa yang kurang berminat dalam mempelajari fisika.

2) Guru

Miskonsepsi siswa terjadi bukan hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri, tetapi dapat juga disebabkan oleh guru. Guru yang tidak menguasai bahan atau memahami konsep dengan baik akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Selain itu bisa juga disebabkan oleh guru bukan lulusan dari bidang ilmu yang diajarkan, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, serta relasi yang kurang baik yang terjadi antara guru dengan siswa. Sebelum mengajarkan konsep kepada siswa, guru sebaiknya harus memahami konsep tersebut dengan benar dan menjelaskan konsepnya dengan benar kepada siswa.

3) Buku teks

Buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Hal itu disebabkan oleh penjelasan yang keliru/salah, bahasanya sulit dipahami, terjadinya salah tulis terutama dalam hal rumus, tingkat kesulitan penulisan buku yang terlalu tinggi bagi siswa, siswa tidak tahu membaca buku teks, buku fiksi sains kadang-kadang

konsepnya menyimpang demi menarik pembaca, serta gambar kartun yang sering memuat miskonsepsi.

4) Konteks

Miskonsepsi juga disebabkan oleh pengalaman siswa. Dari pengalaman yang dialami siswa, mereka dapat menyimpulkan hal/konsep tertentu, namun konsep tersebut masih salah/keliru, sehingga terjadilah miskonsepsi. Selain pengalaman, bahasa sehari hari yang digunakan oleh siswa juga turut menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi. Misalnya konsep tentang suhu dan panas. Dalam bahasa sehari-hari siswa tidak pernah membedakan pengertian antara suhu dan panas, mereka menganggap keduanya mempunyai arti yang sama. Hal yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi dari segi konteks yang lainnya adalah teman lain dan keyakinan/ajaran agama. Keduanya berpengaruh pada pemahaman mereka, dan sering kali menyebabkan miskonsepsi.

5) Metode mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru dapat memunculkan miskonsepsi siswa. Misalnya metode ceramah, dimana guru hanya menjelaskan dan siswa hanya mendengarkan, seringkali meneruskan dan menumpuk miskonsepsi, terlebih pada siswa yang kemampuan kognitifnya kurang.

Penggunaan analogi dalam mengajarkan konsep sebenarnya baik dan membantu memudahkan siswa dalam memahami konsep, tetapi terkadang juga menimbulkan miskonsepsi yang baru.

Metode praktikum juga dapat menimbulkan miskonsepsi, karena siswa hanya menangkap sejauh yang didapat/dialami dalam praktikum. Abstraksi yang lebih luas sering sulit ditangkap karena data-data yang ditemukan dalam praktikum sangat terbatas.

Metode demonstrasi yang selalu menampilkan yang benar, karena sudah direkayasa, dapat juga membuat siswa salah mengerti.

d. Cara Mengatasi Miskonsepsi

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi dalam bidang fisika. Unsur yang penting sebelum membantu mengatasi miskonsepsi siswa adalah mengetahui penyebab miskonsepsi, sehingga dapat digunakan cara yang tepat. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah (Suparno, 2005: 55):

1) Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa. 2) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut.

3) Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi. Miskonsepsi dapat disebabkan oleh hal yang berbeda-beda. Untuk itu, cara atau metode yang digunakan untuk membantu siswa

juga berbeda-beda, tergantung pada penyebab terjadinya miskonsepsi. Berikut ini adalah cara yang dapat dilakukan untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi (Suparno, 2005: 56), yaitu:

1) Mengungkap, Mencari Penyebab, dan Bertindak

Secara umum, cara yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari penyebabnya, sehingga dapat menemukan cara yang sesuai. Langkah pertama yang dilakukan untuk mengatasi miskonsepsi adalah dengan mengetahui kerangka berpikir siswa. Langkah kedua adalah mencari tahu penyebab dari miskonsepsi. Dan yang terakhir adalah mencari cara bagaimana memperbaiki miskonsepsi siswa.

2) Penyebab Kesalahan dari Siswa

Penyebab kesalahan dari siswa dapat disebabkan oleh banyak hal yaitu prakonsepsi atau konsep awal sampai dengan minat belajar siswa. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi miskonsepsi yang disebabkan oleh hal-hal di atas, dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Suparno, 2005: 57-64).

Tabel 2.1 Penyebab kesalahan dari siswa

Penyebab Cara Mengatasi

Prakonsepsi Dihadapkan pada kenyataan

Pemikiran asosiatif Dihadapkan pada kenyataan dan peristiwa anomali Pemikiran humanistik Dihadapkan pada kenyataan dan peristiwa anomali

Reasoning tidak lengkap Dilengkapi, dihadapkan pada kenyataan

Intuisi yang salah Dihadapkan pada kenyataan, anomali dan rasionalitas

Penyebab Cara Mengatasi

Perkembangan kognitif siswa

Diajar sesuai dengan level perkembangan; mulai dengan yang konkret kemudian menuju konsep abstrak

Kemampuan siswa Dibantu pelan-pelan, melalui proses yang bertahap.

Minat belajar siswa Motivasi, variasi pembelajaran

Sumber: Suparno (2005: 81-82)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa cara mengatasi miskonsepsi itu berbeda-beda, tergantung dari penyebab miskonsepsi itu sendiri. Untuk yang disebabkan oleh prakonsepsi, cara mengatasinya adalah dengan dihadapkan dengan kenyataan. Siswa yang konsep awalnya tidak tepat perlu dihadapkan pada pengalaman baru yang berbeda. Dengan melihat dan mengalami pengalaman yang tidak sesuai dengan prakonsepsi mereka, siswa akan bingung dan diharapkan akan mengubah konsep awalnya dengan konsep yang tepat.

Miskonsepsi karena pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik siswa dan intuisi yang salah diatasi dengan cara dihadapkan pada kenyataan dan peristiwa/pengalaman anomali. Pengalaman anomali adalah pengalaman nyata yang dihadapkan pada siswa, yang berbeda dengan konsep yang mereka yakini benar. Selanjutnya untuk reasoning yang tidak tepat, cara mengatasinya adalah dengan melengkapi data/informasi yang diperlukan untuk mengambil kesimpulan serta dihadapkan pada kenyataan. Jika miskonsepsi disebabkan oleh perkembangan

kognitif siswa, maka guru harus mengajarkan materi/konsep sesuai dengan level perkembangan, yaitu dari hal yang konkret menuju hal yang bersifat abstrak.

Sementara itu, bagi siswa yang kemampuan dan minat belajarnya kurang perlu diberi motivasi dan dibantu dengan pelan, melalui proses yang bertahap. Selain itu, dalam mengajarkan materi juga perlu dilakukan variasi pembelajaran agar siswa lebih tertarik dan berminat dalam mengikuti pembelajaran.

3) Penyebab Kesalahan dari Guru

Penyebab miskonsepsi juga dapat berasal dari guru yang mengajar. Kesalahan atau kekurangan guru dalam mengajar biasanya ada dua yaitu guru tidak menguasai konsep yang benar dari bahan fisika dan guru keliru dalam menjelaskan, meskipun konsep yang diajarkan sudah dikuasainya. Guru yang tidak menguasai konsep yang benar dapat diatasi dengan cara belajar lagi dan lebih memahami akan konsep yang benar dari bahan yang akan diajarkan. Selain itu, akan lebih baik jika guru yang mengajar adalah guru yang kompeten atau lulusan pendidikan fisika/bidang yang diajarkan.

Kekeliruan guru dalam menjelaskan konsep juga dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Guru sebaiknya dapat menggunakan cara atau metode yang tepat, agar siswa dapat menangkap/memahami konsep yang diajarkan. Tidak hanya dua

hal yang telah disebutkan tadi, ternyata miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh relasi yang kurang baik antara siswa dengan guru. Relasi yang kurang baik dengan guru dapat menyebabkan siswa takut, grogi, dan tidak dapat berkonsentrasi. Akibatnya siswa akan sulit menangkap konsep yang telah diajarkan. Untuk mengatasi hal tersebut, guru harus dapat membangun relasi yang baik, dengan melakukan pendekatan dengan siswa (Suparno, 2005: 65-70). 4) Penyebab Kesalahan dari Buku Teks

Miskonsepsi siswa juga dapat disebabkan oleh buku teks yang digunakan. Buku teks merupakan salah satu sumber belajar yang pasti digunakan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, kebenaran isi dan konsep yang ada pada buku teks menjadi hal yang sangat penting. Beberapa bentuk kesalahan yang ada pada buku teks adalah penjelasan yang keliru, salah tulis, level kesulitan tulisan yang kadang tidak sesuai dengan perkembangan siswa, buku fiksi sains keliru konsep, kartun salah konsep, serta ketidaktahuan siswa dalam menggunakan buku teks. Penyebab-penyebab di atas dapat diatasi dengan cara dikoreksi dengan teliti, dibenarkan, disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa dan guru hendaknya melatih siswa tentang cara menggunakan buku teks (Suparno, 2005: 70-72).

5) Penyebab Kesalahan dari Konteks

Miskonsepsi dapat disebabkan oleh pengalaman siswa yang keliru, bahasa yang digunakan sehari-hari dan lain-lain. Penyebab miskonsepsi dan cara mengatasinya secara umum dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Suparno, 2005: 72-74).

Tabel 2.2 Penyebab kesalahan dari konteks

Penyebab Cara Mengatasi

Pengalaman siswa yang keliru Dihadapkan pada pengalaman baru yang sesuai konsep fisika

Bahasa yang digunakan sehari-hari yang berbeda

Dijelaskan perbedaannya dengan contoh

Teman diskusi keliru Mengungkapkan hasil dan dikritisi guru

Keyakinan agama Dijelaskan perbedaannya

Sumber: Suparno (2005: 82)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk pengalaman siswa yang keliru, guru dapat mengatasinya dengan memberikan pengalaman baru yang sesuai dengan konsep fisika, sehingga konsep awal yang salah dapat diperbaiki dengan mengetahui konsep yang benar. Bahasa sehari-hari yang berbeda dapat diatasi dengan mendefinisikan istilah-istilah dan konsep-konsep dengan jelas dan tidak menggunakan bahasa yang ambigu. Selain dengan menjelaskan perbedaannya akan lebih baik jika guru melengkapinya dengan contoh sehingga siswa akan lebih paham.

Teman diskusi yang keliru dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Untuk memperbaiki kesalahan yang berasal dari teman belajar dapat dilakukan dengan cara berikut ini. Pertama, setelah berdiskusi dengan teman, konsep yang ditemukan

diungkapkan di depan kelas. Jika sudah diungkapkan, guru mengkritisi konsep yang tidak benar dengan memberikan alasan dan contoh nyata untuk dimengerti siswa. Kemudian guru membetulkan konsep yang keliru. Sementara itu untuk miskonsepsi yang disebabkan oleh keyakinan agama sebaiknya guru harus dapat menjelaskan perbedaannya antara ajaran agama dengan konsep nyata yang ada melalui contoh yang diberikan.

6) Penyebab Kesalahan dari Cara Mengajar

Ada beberapa kesalahan dan kelemahan beberapa metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar. Hal itu menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang dialami siswa. Penyebab-penyebab terjadinya miskonsepsi dari segi cara mengajar dan cara mengatasinya (Suparno, 2005: 74–80) adalah sebagai berikut.

Tabel 2.3 Penyebab kesalahan dari cara mengajar

Penyebab Cara Mengatasi Guru hanya dengan metode ceramah

dan menulis di papan tulis

Pembelajaran harus dilakukan dengan lebih bervariasi, siswa dirangsang untuk berpikir melalui pertanyaan. Dalam mengajarkan langsung ke

bentuk matematika (rumus)

Dalam menjelaskan hendaknya dimulai dengan gejala nyata baru setelah itu diajarkan rumus.

Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa.

Guru memberi kesempatan siswa

Dokumen terkait