BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Adaptasi
2.3.1 Mitigasi (Mitigation)
Mitigasi adalah istilah gabungan yang digunakan untuk mencakup semua tindakan yang dilakukan sebelum munculnya satu bencana (tindakan-tindakan pra bencana) yang meliputi kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang (UNDP, 1992).
Menurut Adger (2004), mitigasi merupakan kegiatan sosial (pemberian pelatihan tanggap bencana, adanya komunikasi antar masyarakat, pemerintah dan LSM dalam menangani bencana dan pendidikan publik), strategi yang menyeimbangkan kondisi saat ini, pengurangan dampak bencana dan potensi kerugian yang akan terjadi di masa depan. Sedangkan Sapountzaki (2005), menyatakan mitigasi itu terdiri dari peringatan, kesiapsiagaan dan penilaian bahaya yang dapat mengantisipasi kerugian masyarakat miskin.
Menurut UNFCC (2008) tahap mitigasi dikategorikan sebagai adaptasi antisipatif dimana membutuhkan waktu untuk
diimplementasikan. Berikut merupakan tahap mitigasi terhadap bencana banjir rob antara lain : pola manajemen zona pesisir yang terintegrasi, perencanaan dan zonasi wilayah pesisir yang lebih baik, membuat badan/lembaga perlindungan pesisir dan melakukan penelitian serta monitoring terkait ekosistem pesisir.
Menurut Bakornas PB (2007), upaya mitigasi terhadap bencana banjir rob antara lain reklamasi pantai, pembangunan pemecah ombak, penataan bangunan di sekitar pantai, pengembangan kawasan hutan bakau dam pembangunan tembok penahan ombak.
Menurut Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap dalam Sektor Kelautan (ICCSR) (2010), penanganan struktural terhadap kenaikan permukaan air laut meliputi sistem perlindungan pantai dengan membangun tembok penahan ombak berupa breakwater, seawall dan pintu air yang dikenal sebagai hard protection dan perlindungan dengan menggunakan vegetasi pantai (mangrove), sand dune dan terumbu karang yang dikenal sebagai soft protection.
Sedangkan penanganan non struktural meliputi : pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah, pembentukan organisasi pemerintah dan non pemerintah terkait bencana, penyediaan konsep penataan ruang yang akrab bencana, penyediaan direktori dan sistem informasi bahaya peringatan dini, penyediaan peta bahaya dan risiko kenaikan permukaan laut, pembuatan jalur evaluasi dan shelter serta peningkatan fasilitas penyangga hidup.
Tabel 2.9 Komparasi Teori Mitigasi Banjir Rob
No Sumber Variabel dalam Teori Variabel dalam penelitian 1. UNFCC
(2008) a. Pola manajemen pesisir yang terintegrasi b. Perencanaan dan zonasi
wilayah pesisir
c. Membuat badan
perlindungan pesisir
1. Membangun tanggul dan pintu air
2. Pengembangan kawasan hutan bakau
3. Penataan bangunan di sekitar pantai
d. Penelitian dan monitoring
terkait ekosistem pesisir 4. Pembentukan organisasi pemerintah dan non pemerintah bencana 5. Penyediaan direktori dan
sistem informasi bahaya peringatan dini 6. Penyediaan peta bahaya
dan risiko kenaikan permukaan laut 7. Penyediaan konsep
penataan ruang yang akrab bencana 2. Bakornas
PB (2007) a. Reklamasi pantai b. Pembangunan tanggul c. Penataan bangunan di
sekitar pantai
d. Pengembangan kawasan hutan bakau
3. ICCSR
(2010) a. Membangun tanggul dan pintu air b. Perlindungan
menggunakan vegetasi pantai
c. Pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah d. Pembentukan organisasi
pemerintah dan non pemerintah terkait bencana e. Penyediaan konsep penataan ruang yang akrab bencana
f. Penyediaan direktori dan sistem informasi bahaya peringatan dini
g. Penyediaan peta bahaya dan risiko kenaikan permukaan laut
h. Pembuatan jalur evakuasi i. Peningkatan fasilitas
penyangga hidup
Sumber : Hasil Komparasi Teori, 2013 Berdasarkan komparasi teori mitigasi banjir rob, variabel yang digunakan dalam penelitian antara lain membangun tanggul dan pintu air, pengembangan kawasan hutan bakau, penataan bangunan di sekitar pantai, pembentukan organisasi pemerintah dan non pemerintah terkait pesisir dan bencana, penyediaan direktori dan sistem informasi bahaya peringatan dini, penyediaan peta bahaya dan risiko kenaikan permukaan laut, penyediaan konsep penataan ruang yang akrab bencana. Beberapa dari variabel tersebut
digunakan dalam variabel mitigasi dikarenakan dikemukakan oleh beberapa sumber teori dan bersifat proaktif. Adapun penjelasan sebagai berikut :
a. Membangun tanggul dan pintu air digunakan sebagai variabel penelitian. Dengan adanya tanggul maka resiko masuknya air laut ke wilayah daratan dapat diminimalisir. Sedangkan pembangunan pintu air berfungsi untuk mengatur keluar masuknya air baik dari hulu sungai maupun laut, sehingga kapasitas air yang masuk dan keluar tidak sampai meluap dan menyebabkan banjir. b. Pengembangan kawasan hutan bakau digunakan sebagai
variabel penelitian. Adanya bakau sebagai vegetasi alami pantai dapat meminimalisir dampak kenaikan permukaan air laut. Selain itu kawasan hutan bakau dapat menghambat masuknya air laut ke daratan lebih jauh. c. Penataan bangunan di sekitar pantai digunakan sebagai
variabel penelitian. Kecenderungan yang terjadi selama ini banyak ditemukan bangunan di pesisir pantai yang notabenenya merupakan kawasan rawan bencana banjir rob. Dengan dilakukannya penataan bangunan maka secara tidak langsung dapat mengurangi tingkat kerugian akibat banjir rob yang dialami masyarakat.
d. Pembentukan organisasi pemerintah dan non pemerintah terkait bencana digunakan sebagai variabel penelitian. Pembentukan organisasi ini berfungsi untuk merencanakan upaya penanggulangan banjir rob secara jangka panjang. Sehingga upaya penanggulangan banjir rob tidak bersifat reaktif namun proaktif karena sudah direncanakan sejak lama.
e. Penyediaan direktori dan sistem informasi bahaya peringatan dini digunakan sebagai variabel penelitian. Adanya sistem informasi peringatan dini terhadap banjir rob dapat meminimalisir kerugian yang dialami masyarakat. Penginformasian secara dini kepada
masyarakat juga membantu dilakukannya upaya antisipasi terhadap banjir rob secara tanggap dan tepat.
f. Penyediaan peta bahaya dan risiko kenaikan permukaan air laut digunakan sebagai variabel penelitian. Adanya peta bahaya dan risiko banjir rob dapat membantu masyarakat untuk lebih mengetahui kondisi lingkungannya. Hal ini juga memberikan informasi kepada masyarakat untuk menjauhi dan meminimalkan aktivitas pada daerah-daerah yang dianggap rawan banjir rob.
g. Penyediaan konsep penataan ruang yang akrab bencana digunakan sebagai variabel penelitian. Dengan adanya konsep penataan ruang yang akrab bencana maka dapat memberikan suatu perencanaan yang siaga terhadap kemungkinan bencana banjir rob yang terjadi sewaktu-waktu. Konsep penataan ruang ini juga dapat meminimalisir dampak kerugian terhadap bencana yang terjadi. Dalam kaitannya dengan banjir rob yang terjadi di wilayah pesisir, maka perencanaan dan zonasi wilayah pesisir serta pola manajemen pesisir yang terintegrasi (UNFCC, 2008) sudah terwakilkan oleh variabel konsep penataan ruang yang akrab bencana.
h. Sedangkan pembuatan jalur evakuasi dan peningkatan fasilitas penyangga hidup (ICCSR, 2010) tidak digunakan sebagai variabel penelitian dikarenakan kurang implementatif dan berpengaruh apabila diterapkan di wilayah penelitian
i. Pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah tidak digunakan sebagai variabel penelitian dikarenakan memiliki lingkup yang terlalu makro dan kurang efektif apabila diimplementasikan di wilayah penelitian